Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi Otak

Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh,

yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal,

membaca, menulis, berhitung, melihat, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini

terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.3

Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak

kecil), brainsteam (batang otak), dan diensefalon. Serebrumterdiri dari dua hemisfer

serebri, korpus kolosum, dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari

lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk

gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperan pada kegiatan memproses dan

mengitegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temoralis yang

merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang

mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari

sensasi warna.3

Gambar 1 : Anatomi otak

1
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior yang ditutupi oleh duramater yang

menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkan bagian posterior serebrum. Fungsi

utamanya adalah sebagai pusat reflek yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot

serta mengubah tonus dan kekuatan kontrasi untuk mempertahankan keseimbangan sikap

tubuh.3

Bagian-bagian batang otak dari bawhg ke atas adalah medulla oblongata, pons dan

mesensefalon (otak tengah). Medulla oblongata merupakan pusat reflex yang penting untuk

jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan

muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikoserebralis

yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek

dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asendens dan

desendens dan juga pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.4

Diensefalon di bagi empat wilayah, yaitu thalamus, subtalamus, epitalamus, dan

hipotalamus. Thalamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang

penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada

subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan

yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperan pada beberapa dorongan

emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem

susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.3,

II. Hemiparese

2.1. Definisi.

Hemiparese adalah kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang biasanya disebabkan oleh

lesi vaskuler unilateral dikapsula interna atau korteks motorik.5

2
Penyebab Hemiparesis adalah :

 Sumbatan aterosklerosis

 Pendarahan intracranial

 Inflamasi karena bakteri dan virus

Mekanisme terjadinya hemiparesis dimulai saat adanya lesi/sumbatan pada otak sehingga

terjadi hambatan neurotransmitter yang dilepaskan ke sel neuron yang lain sehingga terjadi

gangguan penghantaran implus dari otak ke otot sehingga terjadi kelemahan. Kelemahan

inilah yang disebut hemiparese.

2.2. Mekanisme Hemiparese

Lesi pada hemisfer dexxtra/sinistra menyebabkan terjadinya rupture arteriol

intraserebral sehingga darah berkumpul pada jaringan intraserebri. Pada jaringan intraserebri

terdapat kapsula interna yang menjadi jembatan jaras-jaras motorik system piramidalis

(kortikospinal dan kortikobularis). Darah yang berkumpul menyebabkan hambatan

fungsional konduksi saraf. Hambatan jaras motorik pada hemisfer kiri akan menyebabkan

gangguan fuingsi motorik kanan, begitu pula sebaliknya.

Manifestasi kontralateral ini disebabkan oleh jaras-jaras motorik kortikospinal dan

kortikobulbar bersilangan di decussatio piramydium pada daerah medulla oblongata sebelum

menuju medulla spinalis. Kelumpuhan yang timbul akibat terputusnya hubungan antara

korteks motorik dan motorneuron dikenal sebagai kelumpuhan upper motor neuron.

3
2.3. Hubungan Hemiparese Dengan Hipertensi

Ada dua kemungkinan terjadinya hemiparese karena hipertensi :

1. Hipertensi merupakan factor pencetus utama terjadinya serangan stroke. Hipertensi

dapat timbul akibat adanya plak aterosklerosis di endotel pembuluh darah, termasuk

pembuluh darah otak. Jika terjadi oklusi arteri serebri maka akan timbul penurunan

suplai darah ke otak. Akibatnya jaringan otak tidak mendapat nutrisi yang adekuat

sehingga bias nekrosis lalu terjadilah infark serebri. Selain itu hipertensi dapat

menyebabkan kelainan pada endotel pembuluh darah akibat terlalu tingginya tekanan

darah sehingga dapat menimbulkan aneurisma. Aneurisma akanmenyebabkan

pembuluh darah sangat rapuh dan mudah rupture. Bila pembuluh darah pecah maka

akan terjadi perdarahan subarachnoid atau

2. Intraserebral tergantung dimana arteri yang rupture. Akibatnya dapat terjadi cerebral

haemorraghe yang berlanjut ke cerebrovaskular disease atau stroke. Cerebrovaskuler

disease dapat menyebabkan lesi di upper motor neuron yaitu disusunan piramidalis

dan ekstrapiramidalis. Lesi UMN yang mengatur semua gerakan motorik volunteer

akan hilang yaitu pada sisi kontralateral dari lesi di cerebrum. Akibatnya terjadi

hemiparesis kontralateral berupa penurunan kekuatan otot.

3. Hipertensi akibat sumbatan dapat menyebabkan darah ke otal kurang sehingga

seseorang menjadi pusing dan akibatnya akan mengalami gangguan keseimbangan

maka seseorang dapat terjatuh. Jika pada saat terjatuh, bagian yang terbentur adalah

kepala, maka akan menimbulkan trauma kapitis dan akan timbul perdarahan dibagian

lapisan subarachnoid korteks serebri yang mengakibatkan konduksi saraf terhambat

sehingga terjadilah hemiparesis.

4
III. Stroke

3.1. Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik


Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak.5, 12

3.2 Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik


Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2 Sekitar
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal
pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga
sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke
sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-
15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral.Mortalitas dan
morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya
sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.Selain itu,
ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.Penelitian menunjukkan dari 251 penderita
stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur
lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2

3.3. Etiologi Stroke Hemoragik


Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.

5
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, myotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral,
danacute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

3.4. Faktor Risiko Stroke Hemoragik


Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik dijelaskan dalam tabel berikut.7

Faktor Resiko Keterangan


Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke.Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65;
70%terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal
ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk
resiko perdarahan, atherothrombotik, danstroke lakunar,
menariknya, risiko stroke padatingkat hipertensi sistolik
kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia menjadi
kurang kuat, meskipunmasih penting dan bisa diobati, faktor
risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebihsering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seksbahkan lebih
tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembarmonozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar
laki-laki dizigotik yangmenunjukkan kecenderungan genetik
untuk stroke. Pada 1913penelitian kohort kelahiran Swedia
menunjukkan tiga kali lipatpeningkatan kejadian stroke pada
laki-laki yangibu kandungnya meninggal akibat stroke,
dibandingkan dengan laki-laki tanpariwayat ibu yang
mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknyaberperan
dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas
menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,

6
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhiindividu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatanaterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal padamikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebihdari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difusvaskular
aterosklerotik dan potensi sumberemboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi:


Berhubungan denganmeningkatnya kejadian stroke
Fibrilasiatrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya:
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkandengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium,dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusiarteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angkastudi,
menunjukkan bahwa merokok jelasmenyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan

7
denganjumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentianmerokok mengurangi risiko, dengan resiko
kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah
penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke
hematokrit ketikahematokrit melebihi 55%. Penentu utamaviskositas
darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil daripolisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, sepertisakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur.Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauhkurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibattrombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoidkadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risikountuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
dan kelainan dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein Cserta
systempembekuan protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease:
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, venasinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.

Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria:


Dapat mengakibatkan trombosis venaserebral
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke
obat termasukmethamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin,
dankokain. Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis
nekrosisyang dapat mengakibatkan pendarahan petechial
menyebar, ataufokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat
timbulkan sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan
alergi . Perdarahan subarachnoid dan difarction otak telah
dilaporkan setelah penggunaan kokain.

8
Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelasberhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
denganstroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untukmenjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya
usia.Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebralatau
perdarahan subarachnoid. Tidak adahubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol daninfark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkanmeningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini,tetapi tidak dihilangkan sama sekali.
Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yanglebih dari
35 tahun .Mekanisme diduga meningkatkoagulasi, karena
stimulasi estrogen tentang produksiprotein liver, atau jarang
penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, danperdarahan
subarakhnoid dikaitkan denganpenyalahgunaan alkohol pada
orang dewasa muda. Mekanisme dimanaetanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darahtekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit,dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkanmiokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otakdan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskansebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes.Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-ratakontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.

Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.

9
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebralmelalui
pengembangan perubahan inflamasi dalamdinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat
menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak.Estimasi risiko
atauhomosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%.

Migrain Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Suku bangsa Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak
proporsionaldari kelompok lain.
Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa,stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering,
setelahpenyakit jantung dan kanker. Paling sering,
strokedisebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan
olehperdarahan. Kekecualian adalah pada setengah
perempuan berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar.
Di Jepang,stroke hemorragik adalah penyebab utama
kematian pada orang dewasa, danperdarahan lebih umum dari
aterosklerosis.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknyaantara pagi
faktor musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesisbahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antaravariasi iklim musiman
dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan dalam
arahan untukinfark otak diamatidi Iowa. Suhu lingkungan
rata-ratamenunjukkan korelasi negatif dengan
kejadiancerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman telah
berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahunpada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serumbawah 160mg/dL.

3.5. Patogenesis Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral

10
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan
meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.7

B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7

3.6. Patofisiologi Stroke Hemoragik


Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam
waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh
menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas

11
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+
dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K + ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan
kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus
lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:8
12
 Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
 Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
 Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
 Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
 Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
 Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
 Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).

3.7. Gejala Klinis Stroke Hemoragik


Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial.Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi.Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,

13
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9

A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada
orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.2,9

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9
 Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
 Sakit pada mata atau daerah fasial
 Penglihatan ganda
 Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.
Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagianlainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9

14
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
 Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
 Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
 Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9
 Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan
dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
 Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan
atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
 Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

3.8. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak.1
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan
Luessenhop et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien
stroke dengan perdarahan intraserebral.11
15
Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai
perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. 10

Sistem grading yang dipakai antara lain :


Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage

16
 WFNS SAH grade

WFNS grade GCS Score Major facal deficit


0
1 15 -
2 13-14 -
3 13-14 +
4 7-12 + or -
5 3-6 + or -


Modified Hijdra score


Fisher grade

Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified
Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH
primer akibat rupturnya aneurisma.10

17
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient
Ischemic Attack (TIA).2

3.9. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
18
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang

B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)


Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1

Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi
yang normal.

Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.

Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant,
tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation1
 Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
 Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan
ginjal.
 Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus
tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya
hanya beberapa jam.
 Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
 Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM

Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.

19

Tidak dioperasi bila:1

Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.

Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.

Dioperasi bila:1

Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.

PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.

Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.

Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

C. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1. Pedoman Tatalaksana1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
 Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk upaya
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
 Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
 Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
 Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainan-kelainan
neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif:1
 Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
 Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
 Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
 Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan penilaian
status neurologi.

20
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3. Operasi pada aneurisma yang rupture 1


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan ulang
setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah PSA,
banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir tidak
berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan pada pasien
dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak rumit. Untuk keadaan
klinis lain, operasi yang segera atau ditunda direkomendasikan tergantung pada situasi
klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.

4. Tatalaksana pencegahan vasospasme1


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Calcium
antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan “cerebral
perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral akibat
vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada pasien
yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu bermakna.
21
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
 Pencegahan vasospasme:
 Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
 3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
 Jaga keseimbangan cairan.
 Delayed vasospasm:
 Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
 Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
 Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
 Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
 Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.

5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan
dosis 6-12 g/hari.1

6. Antihipertensi1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.

22
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1
mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari.Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1

8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mgoral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.1

9. Hidrosefalus1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

10. Terapi Tambahan1

23
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
b. Analgesik:
 Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
 Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
 Tylanol dengan kodein.
 Hindari asetosal.
 Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
 Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
 Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
 Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
 Propofol 3-10 mg/kg/jam.
 Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
 Antagonis H2
 Antasida
 Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
 Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
 Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.10. Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling
ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan
deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi
neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi
neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan
mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul.
Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari
disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta
ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah
yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome

24
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2

3.11. Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok
risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat
dilakukan adalah:1
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1

DAFTAR PUSTAKA

1.      Gofir, A. 2007. Pengantar Manajemen Stroke Komprehensif. Jogjakarta: Pustaka Cendekia


Press
2.      Japardi, I. 2000. Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke. Jakarta: Buana ilmu
popular
3.      Setiawan. 1992. Pengelolaan Mutakhir Stroke. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Dipenogoro; hal:47-62

25
4.      WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986
5.      Hacke, W., Kaste, M., Bogousslavsky,J., et al. 2003. European Stroke Initiative
Recommendation for Stroke Management Update 2003. Cerebrovasculer Disease, 16: 311-37
6.      Goldstein, L.B., Adams, R., Alberts, M.J., Appel, L.J., Brass, L.M., Bushnell, C.D.,
Culebras, A., DeGraba, T.J., Gorelick, P.B., Guyton,J., hart, R.G., Howard, G., Kelly-Hayes,
M., Nixon, J.V. and Sacco, R.L. 2006. Primary Prevention of Ischemic Stroke: A Guideline
From the American Heart Association / American Stroke Association Stroke Council. Stroke.
37:1583-1633.
7.      Lloyd-Jones D., Adams R., Carnethon M., Simone G., Ferguson B.,Flegal K. 2009. Heart
Disease and Stroke Statistics-2009 Update : A Report From the American Heart Association
Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation. 119:e21-e181.
8.      Caplan, L.R. 2009. Caplan’s Stroke : A Clinical Approach. 4rded. Aunders Elsevier.
Philadelphia.
9.      Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. Hal. 260-89

26

Anda mungkin juga menyukai