Tinjauan Pustaka Stroke Hemoragic
Tinjauan Pustaka Stroke Hemoragic
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Otak
Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi pada semua kegiatan tubuh,
yang dapat berupa bergerak, merasa, berfikir, berbicara, emosi, mengenang, berkhayal,
membaca, menulis, berhitung, melihat, dan lain-lain. Bila bagian-bagian dari otak ini
terganggu, misalnya suplai darah berkurang, maka tugasnya pun dapat terganggu.3
Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainsteam (batang otak), dan diensefalon. Serebrumterdiri dari dua hemisfer
serebri, korpus kolosum, dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari
lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk
gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperan pada kegiatan memproses dan
mengitegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temoralis yang
merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang
sensasi warna.3
1
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior yang ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkan bagian posterior serebrum. Fungsi
utamanya adalah sebagai pusat reflek yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot
serta mengubah tonus dan kekuatan kontrasi untuk mempertahankan keseimbangan sikap
tubuh.3
Bagian-bagian batang otak dari bawhg ke atas adalah medulla oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medulla oblongata merupakan pusat reflex yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan
muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikoserebralis
yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek
dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asendens dan
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan
yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperan pada beberapa dorongan
emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.3,
II. Hemiparese
2.1. Definisi.
Hemiparese adalah kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang biasanya disebabkan oleh
2
Penyebab Hemiparesis adalah :
Sumbatan aterosklerosis
Pendarahan intracranial
Mekanisme terjadinya hemiparesis dimulai saat adanya lesi/sumbatan pada otak sehingga
terjadi hambatan neurotransmitter yang dilepaskan ke sel neuron yang lain sehingga terjadi
gangguan penghantaran implus dari otak ke otot sehingga terjadi kelemahan. Kelemahan
intraserebral sehingga darah berkumpul pada jaringan intraserebri. Pada jaringan intraserebri
terdapat kapsula interna yang menjadi jembatan jaras-jaras motorik system piramidalis
fungsional konduksi saraf. Hambatan jaras motorik pada hemisfer kiri akan menyebabkan
menuju medulla spinalis. Kelumpuhan yang timbul akibat terputusnya hubungan antara
korteks motorik dan motorneuron dikenal sebagai kelumpuhan upper motor neuron.
3
2.3. Hubungan Hemiparese Dengan Hipertensi
dapat timbul akibat adanya plak aterosklerosis di endotel pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah otak. Jika terjadi oklusi arteri serebri maka akan timbul penurunan
suplai darah ke otak. Akibatnya jaringan otak tidak mendapat nutrisi yang adekuat
sehingga bias nekrosis lalu terjadilah infark serebri. Selain itu hipertensi dapat
menyebabkan kelainan pada endotel pembuluh darah akibat terlalu tingginya tekanan
pembuluh darah sangat rapuh dan mudah rupture. Bila pembuluh darah pecah maka
2. Intraserebral tergantung dimana arteri yang rupture. Akibatnya dapat terjadi cerebral
disease dapat menyebabkan lesi di upper motor neuron yaitu disusunan piramidalis
dan ekstrapiramidalis. Lesi UMN yang mengatur semua gerakan motorik volunteer
akan hilang yaitu pada sisi kontralateral dari lesi di cerebrum. Akibatnya terjadi
maka seseorang dapat terjatuh. Jika pada saat terjatuh, bagian yang terbentur adalah
kepala, maka akan menimbulkan trauma kapitis dan akan timbul perdarahan dibagian
4
III. Stroke
5
Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral,
danacute necrotizing haemorrhagic encephalitis.
6
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua
kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa
diabetes. Diabetes dapat mempengaruhiindividu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatanaterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri
karotid atau dengan, efek lokal padamikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki
lebihdari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan
mereka yang fungsi jantungnya normal.
Lainnya:
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkandengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium,dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak
untuk stroke khusus dalam distribusiarteri dengan bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angkastudi,
menunjukkan bahwa merokok jelasmenyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan
7
denganjumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentianmerokok mengurangi risiko, dengan resiko
kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun setelah
penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke
hematokrit ketikahematokrit melebihi 55%. Penentu utamaviskositas
darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil daripolisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya
menyebabkan gejala umum, sepertisakit kepala, kelesuan,
tinnitus, dan penglihatan kabur.Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauhkurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi
trombosit akibattrombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoidkadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risikountuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah
dan kelainan dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein Cserta
systempembekuan protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease:
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, venasinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
8
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelasberhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
denganstroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untukmenjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun. Kejadian
hiperkolesterolemia menurun dengan bertambahnya
usia.Kolesterol berkaitan dengan perdarahan intraserebralatau
perdarahan subarachnoid. Tidak adahubungan yang jelas
antara tingkat kolesterol daninfark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkanmeningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini,tetapi tidak dihilangkan sama sekali.
Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yanglebih dari
35 tahun .Mekanisme diduga meningkatkoagulasi, karena
stimulasi estrogen tentang produksiprotein liver, atau jarang
penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, danperdarahan
subarakhnoid dikaitkan denganpenyalahgunaan alkohol pada
orang dewasa muda. Mekanisme dimanaetanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darahtekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit,dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkanmiokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otakdan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskansebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes.Sebuah berat relatif lebih dari
30% di atas rata-ratakontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
9
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebralmelalui
pengembangan perubahan inflamasi dalamdinding pembuluh
darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat
menyebabkan arteritis otak dan infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak.Estimasi risiko
atauhomosistinuria stroke di usia muda adalah 10-16%.
10
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka, tumor,
peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan antikoagulan
dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan dan penggunaan antikoagulan
meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.7
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
11
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh
iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di
sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+
dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K + ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan
kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus
lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan
otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan
infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:8
12
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia
(traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus
spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),
singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf
okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran
tetap dipertahankan).
13
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada
orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala, seperti
kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang. Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.2,9
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut
sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.
Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagianlainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
14
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi
lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala
terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau
jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat
membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal)
dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak,
peningkatan tekanan dalam tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan
gejala seperti sakit kepala, mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan
dapat meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak
mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik.
Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan
atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami
bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.
Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
16
WFNS SAH grade
Modified Hijdra score
Fisher grade
Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified
Hijdra score dan Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH
primer akibat rupturnya aneurisma.10
17
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk
memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki
kejadian signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient
Ischemic Attack (TIA).2
19
Tidak dioperasi bila:1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila:1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.
20
2. Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA1
a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi saja tidak
direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi PSA, namun
kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan pada
keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk terjadinya
vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan
dosis 6-12 g/hari.1
6. Antihipertensi1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik
(TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum
tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari
90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan vasodilatasi dan
memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra yang
mungkin terjadi akibat vasospasme.
22
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi 0,5-1
mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4 mg
dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari.Cairan hipotonis sebaiknya dihindari karena
menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan untuk pengobatan
hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan tidak
direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien yang mungkin
timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma arteri serebri media,
kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari risiko perdarahan ulang yang
disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial dosis
100 mgoral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari dengan dosis
terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita yang
tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang mempunyai
faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau aneurisma pada arteri
serebri media.1
9. Hidrosefalus1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau drainase
eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi perdarahan ulang
dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer
atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
23
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression
devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen ½-1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
24
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
DAFTAR PUSTAKA
25
4. WHO. MONICA. Manual Version 1: 1. 1986
5. Hacke, W., Kaste, M., Bogousslavsky,J., et al. 2003. European Stroke Initiative
Recommendation for Stroke Management Update 2003. Cerebrovasculer Disease, 16: 311-37
6. Goldstein, L.B., Adams, R., Alberts, M.J., Appel, L.J., Brass, L.M., Bushnell, C.D.,
Culebras, A., DeGraba, T.J., Gorelick, P.B., Guyton,J., hart, R.G., Howard, G., Kelly-Hayes,
M., Nixon, J.V. and Sacco, R.L. 2006. Primary Prevention of Ischemic Stroke: A Guideline
From the American Heart Association / American Stroke Association Stroke Council. Stroke.
37:1583-1633.
7. Lloyd-Jones D., Adams R., Carnethon M., Simone G., Ferguson B.,Flegal K. 2009. Heart
Disease and Stroke Statistics-2009 Update : A Report From the American Heart Association
Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Circulation. 119:e21-e181.
8. Caplan, L.R. 2009. Caplan’s Stroke : A Clinical Approach. 4rded. Aunders Elsevier.
Philadelphia.
9. Sidharta P. Neurologi klinis dalam praktek umum. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. Hal. 260-89
26