Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN 0854-0675

Volume 18 Nomor 4 Oktober 2010 Artikel Penelitian : 158-169

STATUS TROFIK DANAU RAWAPENING DAN SOLUSI PENGELOLAANNYA

Tri Retnaningsih Soeprobowati dan Sri Widodo Agung Suedy


Jurusan Biologi FMIPA Universitas Diponegoro Semarang
trsoeprobowati@yahoo.co.id

ABSTRACT---Eutrofikasi adalah pengkayaan perairan oleh unsur hara, khususnya nitrogen dan fosfor
sehingga mengakibatkan pertumbuhan tidak terkontrol dari tumbuhan air. Berdasarkan kandungan unsur haranya,
maka perairan dapat dikategorikan menjadi oligotrofik, mesotrofik dan eutrofik. Danau Rawapening menerima
inlet dari 16 sungai dan hanya memiliki 1 outlet, menyebabkan akumulasi materi yang cukup tinggi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji status trofik Danau Rawapening, sehingga dapat menjadi landasan dalam upaya
pengembangan pengelolaannya. Pengambilan sampel air dilakukan pada Februari 2008 pada 7 titik untuk analisis
fitoplankton dan kandungan total nitrogen, fosfor, silikon, potasium, kalsium dan mangaan. Pengukuran
temperatur, DO, pH, kekeruhan, konduktivitas, turbiditas dilakukan secara in-situ. Pengambilan sampel air untuk
analisis BOD dilakukan menggunakan 2 botol gelap 300mL, botol pertama diukur DO 0, botol ke-2 diinkubasi
selama 5 hari kemudian dihitung DO 5.. Penghitungan kandungan klorofil menggunakan metode spektrofotometri.
Berdasarkan kandungan klorofilnya, maka dapat dihitung nilai produktivitas primer. Berdasarkan kandungan
Total Fosfor Danau Rawa Pening dalam kondisi mesotropik, tapi berdasarkan kandungan Total Nitrogen dan
kecerahan perairan yang kurang dari 2 meter termasuk dalam kondisi eutrofik. Hal ini ditunjukkan oleh
dominannya Aulacoseira granulata dan Melosira varians. Kualitas air seperti pH, DO, kecerahan, kandungan
logam berat mengalami degradasi dan cenderung melebihi ambang batas Baku Mutu Lingkungan. Ekoteknologi
merupakan pendekatan yang dapat diimplementasikan di Danau Rawapening, menjadikan eceng gondok sebagai
sabuk hijau, dan pembuatan preimpoundment di hilir inlet sebelum masuk ke danau.

Key words: status trofik, eutrofikasi, danau Rawapening, pengelolaan danau

PENDAHULUAN terkontrolnya pertumbuhan tanaman akuatik


Danau Rawapening mempunyai nilai yang umumnya berkaitan dengan proses
ekologis, historis dan ekonomis tinggi. Secara eutrofikasi. Kurang lebih 120 ha wilayahnya
ekologis, Rawapening merupakan danau semi tertutup oleh Eichornia crassipes, 20 - 50 ha
alami yang terletak terletak 45 km sebelah oleh Hydrylla verticillata dan 100 ha oleh
selatan Semarang dan kurang lebih 9 km timur Salvinia cucculata (Lehmusluoto, et al., 1995).
laut Salatiga. Secara hidrologis, Danau Penutupan permukaan oleh tumbuhan air
Rawapening merupakan inlet bagi 16 sungai semakin besar prosentasenya, bahkan pada
yang terletak di 9 sub-sub DAS. Secara musim kemarau bisa mencapai 70%.
historis, Rawapening mempunyai peranan Pertumbuhan yang tidak terkontrol ini
penting dalam munculnya sejarah kearifan menyebabkan penutupan permukaan perairan
lokal di tanah Jawa. Secara ekonomis, yang memicu munculnya pulau terapung,
Rawapening mempunyai peranan sangat tinggi pendangkalan danau akibat terperangkapnya
untuk masyarakat sekitar, yaitu irigasi sedimen di akar tanaman, dan terakumulasinya
pertanian, perikanan, pembangkit listrik tenaga seresah/busukan eceng gondok di dasar
air dan pariwisata. Penggunaan lahan yang ada perairan.
di kawasan ini adalah tegalan 35%, sawah Penelitian yang telah dilakukan di
18,3%, semak/lahan terbuka 11,6%, Danau Rawapening antara lain komparasi
pemukiman 13,8%, perkebunan 8%, kebun diatom epifitik dan epipelik, tidak semua
campur 7,8%, rawa/danau 4,5%, penggunaan diatom epipelik bersifat epipelik sejati,
lahan lainnya 1% (P4N UGM, 2000). Namun, (Soeprobowati, 2005). Soeprobowati dkk
kondisinya telah telah banyak mengalami (2005) mengkaji diatom epipelik Danau
perubahan, yang diindikasikan oleh tidak Rawapening dan kondisi perairannya.

J. Sains & Mat. Vol.18 No. 4 Oktober 2010:158-169 169


Artikel Penelitian

Meskipun diatom merupakan penyusun utama penghuninya, sebaliknya produktivitas primer


komunitas fitoplankton, namun penelitian fitoplankton yang rendah menunjukkan daya
tentang fitoplanton dan kaitannya dengan status dukung yang rendah pula.
trofik Danau Rawapening belum dilakukan. Produktivitas primer adalah variabel
Eutrofikasi adalah proses pengkayaan yang sering digunakan sebagai indikator
perairan, terutama oleh Nitrogen dan Fosfor, penentuan kualitas perairan. Produktivitas
tetapi juga elemen lainnya seperti silikon, primer dapat diartikan sebagai laju
potassium, calcium dan mangaan yang pembentukan senyawa organik dari senyawa
menyebabkan pertumbuhan tidak terkontrol anorganik. Produktivitas primer perairan
dari tumbuhan air yang dikenal dengan istilah dihasilkan oleh proses fotosintesis dan
blooming (Welch & Lindell, 1992). kemosintesis. Dalam pelaksanaan pengukuran
Peranan eutrofikasi terhadap suksesi produktivitas primer fitoplankton, selama ini
danau masih menjadi bahan perdebatan. Moss dilakukan dengan memperhitungkan intensitas
(1988) dan Welch & Lindell (1992) matahari saat penyinaran tertinggi. Dengan
menyangkal bahwa pendangkalan danau dasar itu dilakukan pengingkubasian untuk
berkaitan dengan kesuburannya. Sementara itu menghitung besarnya produktivitas primer
Harper (1992) mempercayai bahwa eutrofikasi fitoplankton dalam suatu perairan. Ketepatan
merupakan bagian dari suksesi alami danau. penentuan besarnya kandungan produktifitas
Eutrofikasi harus dibedakan dengan suksesi primer fitoplankton dalam suatu perairan
danau. Suksesi danau merupakan proses sangat berguna dalam menentukan tingkat
alamiah yang terjadi sebagai akibat sedimentasi kesuburan dan kelayakan suatu perairan
yang tinggi dari daerah tangkapan, sedangkan mendukung kehidupan organisme di perairan
eutrofikasi adalah proses pengkayaan perairan itu sendiri.
oleh nutrien yang dapat terjadi secara alami Pertambahan populasi penduduk yang
atau buatan. Secara alami, danau menjadi sedemikain pesat berdampak pada tekanan
eutrofik sebagai akibat dari pembakaran hutan, terhadap lingkungan yang semakin meningkat
gempa bumi, erosi, atau input nutrien berasal pula. Banyak perubahan lingkungan yang
dari kotoran burung seperti yang terjadi di mengiringi, seperti perubahan tata guna lahan
Eropa. Namun, kebanyakan kasus eutrofikasi dan degradasi kualitas lingkungan. Perubahan
adalah karena ulah manusia Soeprobowati dkk taha guna lahan rural menjadi urba seperti ini
(1998). dikenal sebagai urbanisasi.
Berdasarkan status trofiknya, secara Urbanisasi memberikan dampak positif
umum kualitas perairan dapat dikelompokkan dan negatif, tergantung dari sisi pandang. Dari
menjadi 3 golongan yaitu oligo-, meso-, dan sisi sosial ekonomi, urbanisasi lebih banyak
eutrofik (Straskraba Iet al., 1993). Namun oleh berdampak positif, sedangkan dari aspek
beberapa peneliti ada yang mengelompokannya ekologi, seringkali urbaniasi berdampak
menjadi 4 golongan (Barus, 2002) atau 5 negatif, khususnya jika perubahan ekologi
(OECD, 1982), seperti Tabel 1. yang terjadi telah melebihi daya dukung
Status trofik perairan dapat lingkungan. Bencana banjir, tanah longsor dan
diindikasikan oleh produktivitas primer kekeringan panjng di musim kemarau
perairan yang berhubungan sangat erat dengan dipercaya sebagai akibat dari perubahan tata
kandungan klorofil fitoplankton. Semakin guna lahan. Namun penelitian mengenai hal
tinggi pasokan nutrien ke perairan akan ini, khususnya di Indonesia masih jarang sekali
meningkatkan produktivitas primernya. dilakukan (Sudarmaji, 1988).
Besarnya produktivitas primer fitoplankton Berdasarkan latar belakang di atas,
merupakan ukuran kualitas suatu perairan. maka problem yang ada di Danau Rawapening
Semakin tinggi produktivitas primer adalah blooming tumbuhan air, terutama eceng
fitoplankton suatu perairan semakin besar pula gondok. Oleh karena itu, maka penelitian ini
daya dukungnya bagi kehidupan komunitas dirancang dengan tujuan untuk mengkaji status

J. Sains & Mat. Vol.18 No. 4 Oktober 2010:158-169 165


trofik Danau Rawapening dan pengembangan Pengambilan sampel air untuk analisis BOD
upaya pengelolaannya. dilakukan menggunakan 2 botol gelap 300mL,
botol pertama diukur DO0, botol ke-2
METODE PENELITIAN diinkubasi selama 5 hari kemudian dihitung
DO5. Pengambilan sampel untuk analisis
Danau Rawapening sebagai ekosistem kualitas air dilakukan menggunakan botol
lenthik menerima 9 inlet dan hanya sampel plastik volume 1500mL, dimasukkan
mempunyai 1 outlet yaitu Sungai Tuntang, ke dalam danau 50 cm dan ditutup selagi masih
sehingga dapat dikatakan sebagai ekosistem di dalam danau setelah botol terisi penuh.
tertutup. Problem sedimentasi dari daerah Sampel untuk analisis klorofil diambil
hulu, blooming tumbuhan air dengan populasi menggunakan plankton net ukuran mesh 25.
yang sangat padat telah mengganggu fungsi Kegiatan laboratoris meliputi analisis
ekologis danau sebagai reservoir air, karena kandungan Total nitrogen, fosfor, silikon,
problem tersebut telah berdampak mengurangi posasium, calsium, mangaan akan dilakukan
volume air danau, sehingga perikanan dan menggunakan spektrofotometer. Penghitungan
PLTA juga menjadi berkurang produksinya. kandungan klorofil menggunakan metode
Berpijak pada kondisi tersebut, maka spektrofotometri (Geiger & Osborne, 1992).
penelitian ini dirancang guna memberikan Berdasarkan kandungan klorofilnya, maka
database terbaru tentang fitoplankton dan status dapat dihitung nilai produktivitas primer.
trofik Rawapening yang dapat dimanfaatkan
sebagai dasar dalam penfgembangan Produktivitas primer (gram
konservasinya. Penelitian ini dirancang dalam C/m2/hari) = konsentrasi klorofil x 3,7 xR/k
tahap pra survey, survey, laboratorium, dan 3,7 = koefisien assimilasi
analisis data yang akan diselesaikan dalam R = daya tembus cahaya (kecerahan)
kurun waktu 6 bulan. K = nilai extinction cahaya = 0,04 +
Prasurvey dilaksanakan pada akhir 0,0088C+ 0,054C2/3
November 2007 guna menetapkan titik-titik C = jumlah total klorofil
pengambilan sampel. Sebagai landasan dalam Klorofil a = 11,85 D664 – 1,54 D647 – 0,08
prasurvey, 3 zona Danau Rawapening yang D630
telah dihasilkan dalam penelitian terdahulu Klorofil b = -5,43 D664 + 21,03 D647 – 2,66
(Soeprobowati dkk, 2005) dijadikan sebagai D630
pijakan dalam penetapan lokasi pengambilan Klorofil c = -1,67 D664 – 7,60 D647 + 24,52 D630
sampel. Hal lain yang akan dijadikan dalam
penentuan titik sampling adalah lokasi yang D = panjang gelombang yang digunakan
tertutup penuh oleh eceng gondok, tertutup (Geiger & Osborne, 1992)
sebagian oleh eceng gondok, dan lokasi yang
bebas dari eceng gondok. GPS digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk menentukan titik sampling tersebut. Berdasarkan prasurvey dan survey
Lokasi titik pengambilan sampel dan yang telah dilaksanakan di Danau Rawa Pening
kondisinya tersaji dalam Tabel 2 dan Gambar pada bulan November 2007 dan Februari 2008,
1. maka tujuh titik pengambilan sampel terletak
Survey telah dilaksanakan pada pada koordinat 07.15.646 – 07.18.376 LS dan
Februari 2008, dilakukan untuk pengambilan 110.25.420 – 110.27.198 BT dengan elevasi
sampel fitoplankton dengan plankton net dan antara 474 – 484 dpl. Data yang diperoleh
pengambilan sampel air untuk dianalisis secara in-situ antara lain temperatur air,
kandungan total nitrogen, fosfor, silikon, berkisar antara 27,03 – 28.97oC. Kandungan
potasium, calsium dan mangaan. Pengukuran oksigen terlarut perairan juga bervariasi dari
temperatur, DO, pH, kekeruhan, konduktivitas, mendekati 0 sampai dengan 8. Yang menarik
turbiditas dilakukan secara in-situ. adalah bahwa DO perairan terbuka (diwakili
Artikel Penelitian

oleh titik di danau terbuka dan danau-Sraten) baik jumlah jenis maupun populasi
memiliki kandungan oksigen terlarut cukup fitoplanktonnya didominasi oleh
tinggi, namun di ekosistem outlet DO perairan Bacillariophyta, diikuti oleh Chlorophyta,
sangat rendah (0,08 – 0,18 mg/L). pH perairan Cyanophyta, Euglenophyta dan Pyrrophyta
cukup variatif antara 4,06 (inlet Galeh-Torong- (Gambar 4). Bukit Cinta memiliki jumlah jenis
Panjang) dan 10,13 (tengah danau-Sraten) dan populasi fitoplankton tertinggi sedangkan
dengan rerata pH 6,75±2,34; konduktivitas umlah jenis dan populasi plankton yang rendah
antara 0,18 – 0,25 S/cm (Tabel 3). dijumpai di Inlet Asinan dan outlet Tuntang 1
Turbiditas dan kecerahan perairan dan Tuntang 2 yang notabene memiliki
lebih merupakan ekspresi kekeruhan air oleh produktivtias tinggi (Tabel 3).
suspensi terlarut, karena populasi fitoplankton Berdasarkan indeks keanekaragaman
relatif rendah. Turbiditas tertinggi dijumpai di Shannon-Wiener, maka inlet Asinan dan
inlet Galeh-Torong-Panjang dan Asinan. Galeh-Torong-Panjang yang paling stabil
Kedua lokasi ini yang secara teknis paling dibandingkan lokasi penelitian lainnya.
memungkinkan untuk pengambilan sampel di Masing-masing dengan H’=2,67 dan 2,66.
dekat muara sungai dengan Daerah Tangkapan Lokasi yang paling tidak stabil berdasarkan
Air mayoritas merupakan lahan pertanian. fitoplanktonnya adalah danau terbuka dengan
Meskipun dekat dengan dermaga dan indeks pemerataan yang rendah pula (0,59).
penutupan tumbuhan air 60%, namun di Bukit Hali ini berkaitan dengan adanya dominansi
Cinta kecerahan perairan dijumpai yang paling Chlorella sp., Aulacoseira granulata, Melosira
dalam. varians, Aulacoseira distans dan Zygnema sp
Secara umum, kandungan logam berat (Tabel 3).
di danau berada di ambang batas atau melebihi
ambang Baku Mutu untuk semua kelas (PP Pembahasan
Nomor 83 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Danau Rawa Pening merupakan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran ekosistem yang relatif tertutup dengan Sungai
Air). Kandungan Cromium dan Tembaga Tuntang sebagai pintu air keluar (outlet) danau.
melebihi ambang batas baku mutu lingkungan, Dibandingkan dengan ekosistem lenthik
sedangkan timbal dan kadmium berada di (sungai), maka pada ekosistem lotik (danau)
ambang batas baku mutu. memiliki waktu tinggal yang lebih lama. Air
Kandungan total nitrogen (TN) rerata yang tersimpan di danau hanya 0,009% dari
1,02 ±0,9, inlet Galeh-Torong-Panjang dan total air keseluruhan dengan waktu tinggal air
Asinan memiliki konsentrasi TN tertinggi. Di cukup singkat yaitu 6-7 tahun (Wetzel, 2001).
outlet (Tuntang 1 dan Tuntang2) serta di badan Namun iklim, vegetasi, topografi, geologi,
danau (Sraten) konsentrasi TP-nya 0, pemanfaatan lahan dan karakteristik tanah
konsentrasi tertinggi dijumpai di Bukit Cinta sangat mempengaruhi waktu tinggal ini.
(Gambar 5.5). Kandungan tertinggi unsur hara Berdasarkan hasil penelitian yang
Kalsium dijumpai di inlet Galeh-Torong- dilakukan diperoleh data secara in-situ dengan
Panjang, Magnesium di danau terbuka, pengukuran langsung di lapang, maupun secara
Natrium di inlet Asinan dan outlet (Tuntang 1 ex-situ. Variablitas data di 7 lokasi penelitian
dan Tuntang2), besi di danau (Sraten) dan mengekspresikan kondisi Danau Rawa Pening
silika di Bukit Cinta (Gambar 2). yang sesungguhnya. Pengambilan sampel di
Konsentrasi klorofil a tertinggi lakukan pada 1 Februari 2008, dengan curah
dijumpai di inlet Asinan dan outlet Tuntang2, hujan cukup tinggi. Secara alami mestinya
sedemikan halnya produktivitas primernya kondisi ini meningkatkan kandungan oksigen
(Gambar 3). Namun kedua lokasi tersebut perairan. Namun dalam kenyataannya tidaklah
memiliki populasi fitoplankton yang rendah, demikian. Lokasi penelitian yang terbuka, tidak
populasi tertinggi dijumpai Bukit Cinta. Dalam ada tumbuhan airnya memiliki kandungan
penelitian ini dijumpai 58 jenis fitoplankton, oksigen terlarut (DO) yang tinggi sementara

J. Sains & Mat. Vol.18 No. 4 Oktober 2010:158-169 165


yang tertutup tumbuhan air konsentrasinya Kecerahan di Rawa Pening kurang dari
rendah bahkan 0 (Tuntang 1 dan Tuntang2). Di 2 meter yang menurut Lind dkk (dalam
lokasi tersebut kedalaman hanya 0,5 dan 1 Straskraba, 1993) perairan dengan kecerahan
meter. Di Tuntang2 produktivitas primernya kurang dari 2 meter termasuk kategori eutrofik.
cukup tinggi (5,22 mgC/hari), yang seharusnya Rendahnya kecerahan ini karena tingginya
memberikan kontribusi tinggi terhadap DO partikel-partikel tersuspensi dalam badan air
perairan. Kemungkinan rendahnya DO tersebut (diindikasikan oleh turbiditas). Partikel ini
berkaitan dengan peningkatan aktivitas berasal dari busukan tumbuhan air seperti
dekomposisi sehingga meningkatkan laju eceng gondok dan Hydrilla, ataupun sedimen
konsumsi oksigen terlarut oleh dekomposer yang terbawa masuk ke badan air.
(Barus 2002). Sebagai pembanding, pada bulan Hasil analisis konsentrasi fosfor
Februari 1987 sampai dengan Januari 1988 DO menunjukkan bahwa perairan Danau Rawa
perairan berkisar antara 6,4±0,66 sampai Pening memenuhi kriteria Kelas II air baku
12,57±1,44. Pada bulan Februari 1987 DO sarana rekreasi, peternakan, pembudidayaan
sebesar 5,48±0,61 (Silalahi, 1989). Kondisi ikan air tawar dan pertamanan. Berdasarkan
Februari 2008 DO perairan rerara 3,98±3,16, total fosfor (TP) ini maka Danau Rawa Pening
dengan variasi tinggi dari 0 sampai dengan termasuk kategori mesotrofik bahkan untuk
8,01. kriteria paling rendah sekalipun (Barus, 2002).
pH perairan berkisar antara 4,06 dan Berdasarkan kandungan Total Nitrogen (TN),
10,13. Di daerah inlet pertanian (G-T-P) pH maka Danau Rawa Pening termasuk kategori
perairan cenderung asam sedangkan di perairan eutrofik. Menurut Vollenweider (1968), orang
terbuka cenderung lebih basa. Berdasarkan yang pertama kali menyusun kategorisasi status
penelitian yang dilakukan pada tahun 1982, trofik perairan, suatu perairan perairan
Lehmusluoto et.al. (1995) menyampaikan dikatakan eutrofik apabila kandungan TN-nya
bahwa pH permukaan Danau sedikit diatas antara 500-1500 g. Kondisi ini secara visual
netral (7.5). Demikian halnya Silalahi (1989) dapat dilihat dari blooming tumbuhan air,
dalam penelitiannya setiap bulan selama khususnya eceng gondok (Eichornia crassipes)
setahun medapatkan bahwa pH perairan sedikit dan Hydrilla. Kondisi ini sudah terjadi sejak
diatas netral (7,4±0,06 sampai 8,14±0,14). tahun 1970an, bahkan ada kecenderungan
Turbiditas mengekspresikan banyak prosentase penutupannya meningkat
sedikitnya cahaya matahari yang dapat (Soeprobowati dkk, 2005). Pengambilan tanah
menembus ke dalam air atau dengan kata lain gambut secara rutin dan terus menerus oleh
banyaknya energi cahaya yang diserap oleh masyarakat sekitar sangat membantu dalam
massa air. Turbiditas dapat disebabkan oleh pengurangan bahan organik sehingga
partikel baik berupa plankton maupun bahan mengurangi penyuburan perairan. Pengambilan
organik, suspensi debu atau lumpur. Turbiditas eceng gondok untuk dijadikan suvenir,
Rawa Pening lebih banyak disebabkan oleh ganggang rante untuk akuarium tawar dan
suspensi terlarut dibandingkan dengan makrofita lain untuk berbagai kepentingan
fitoplankton. Lokasi dengan populasi turut berperan serta dalam pengurangan jumlah
fitoplankton tertinggi memiliki turbiditas yang nutrien yang ada, yang tentu saja berperan
relatif rendah. Turbiditas tertinggi dijumpai di penting dalam nutrient budget Danau Rawa
inlet pertanian (G-T-P) dan Asinan diikuti oleh Pening.
danau terbuka. Tingginya turbiditas di sub Jika dilihat kandungan klorofil a-nya,
DAS Galeh Torong dan Rengas ini karena maka Danau Rawa Pening termasuk kategori
tingginya laju erosi ketiga sub DAS tersebut, oligotrofik. Hal ini karena kandungan klorofil a
yang termasuk kategori sedang dan berat yang terukur merupakan ekspresi dari
(Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000). fitoplankton (produsen primer). Produktivitas
primer ditentukan oleh kandungan klorofil a.
Jika di suatu perairan terjadi blooming
Artikel Penelitian

mikroalga, tentu saja kandungan klorofilnya fenomena geologik maupun buatan melalui
akan tinggi. Namun, yang terjadi di Danau rekayasa rekonstruksi arsitektural, danau pasti
Rawa Pening, mikroalga kalah bersaing dengan mengalami maturasi dan kemungkinan akan
tumbuhan tingkat tinggi sehingga populasinya ”hidup atau mati” secara cepat atau lambat.
rendah dan tumbuhan air yang mendominasi. Namun eksistensi Danau Rawa Pening
Itulah sebabnya kandungan klorofil a di Danau tergantung pada kita, manusia. Manusia bisa
Rawa Pening kurang mengekspresikan status menjadikannya segera mati atau berusaha tetap
trofik. mempertahankannya. Seperti danau pada
Klorofil-a merupakan salah satu umumnya, Danau Rawa Pening merupakan
parameter yang sangat menentukan permanent features of lanscape. Sebagai
produktivitas primer perairan. Sebaran dan landmark Kabupaten Semarang,
tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat keberadaannya tentu saja patut dilestarikan
terkait dengan kondisi suatu perairan. Beberapa baik dari segi hidrologis, ekonomis, historis
parameter fisik-kimia yang mengontrol dan maupun ekologis. Pelestarian fungsi Danau
mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah Rawapening sangat tergantung pada
intensitas cahaya, nutrien (terutama nitrat, pengelolaaan daerah tangkapan air
fosfat dan silikat). Perbedaan parameter fisika- Rawapening. Berbeda dengan danau buatan
kimia tersebut secara langsung merupakan yang diketahui sejarah pembuatan dan
penyebab bervariasinya produktivitas primer. perkiraan umur danau, Rawapening yang
Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi merupakan danau semi alami belum banyak
di perairan sebagai akibat dari tingginya suplai diteliti permasalahannya. Menjadi lebih
nutrien yang berasal dari daratan melalui menarik lagi bila dilihat bahwa Danau Rawa
limpasan air sungai. Menurut Van Den Bergh Pening bisa dijadikan danau model lestari
(2003), produktivitas primer perairan yang sebagai laboratorium alam pengelolaan DAS
cukup tinggi mempunyai nilai berkisar antara mikro.
150-300 gC/m2/tahun. Nilai produktivitas Problem blooming eceng gondok yang
primer di Danau Rawa Pening rata-rata 2,75±2 terjadi di Danau Rawapening sebagai akibat
mg C/m2/hari. Apabila dibandingkan dengan eutrofikasi. Pemanenan eceng gondok yang
produktivitas primer perairan tawar, maka dilakukan hampir setiap tahun, hanya
Danau Rawa Pening termasuk yang memiliki menyelesaikan permasalahan sesaat, untuk
produktivitas primer yang sangat rendah. kemudian tumbuh sangat melimpah lagi. Hal
Beberapa perairan tawar di Brazilia mampu ini berkaitan dengan pertumbuhan eceng
mencapai produktivitas primer 25,99 – 584, 08 gondok yang sangat pesat. Satu tumbuhan
mgC/m2/hari (Tundisi dalam Straskraba, 1993). eceng gondok menjadi 2 tumbuhan dalam
waktu 14 hari. Dalam waktu 52 hari, satu
Secara teknis, keberadaan tumbuhan
batang eceng gondok mampu menghasilkan
air khususnya eceng gondok dan ganggang
tumbuhan baru seluas 1 m2 (Gutierrez et al.,
rante (Hydrilla) sangat mengganggu dalam
2001). Oleh karena itu, pengurangan eceng
pengambilan sampel. Penentuan bulan dan jam
gondok secara mekanik harus
yang kurang tepat menyulitkan dalam
mempertimbangkan luas penutupan eceng
pengambilan sampel karena keberadaan eceng
gondok. Eceng gondok yang tersisa harus
gondok tersebut sangat ditentukan oleh angin
dilokalisir di bagian tepi danau sebagai sabuk
sehingga posisinya selalu berubah tergantung
hijau, sehingga tidak menyebar ke badan danau
arah angin.
lagi. Sabuk hijau ini dapat meremediasi
Dari sisi usia, Danau semi alami Rawa
kualitas air.
Pening memang sudah berumur 92 tahun atau
Guna menyelesaikan problem eceng
hampir satu abad dengan kondisi yang kritis
gondok adalah dengan mengatasi akar
akibat proses pendangkalan yang dipercepat
permasalahnnya yaitu eutrofikasi. Upaya yang
oleh proses eutrofikasi. Secara alami, melalui
harus dikembangkan adalah dengan pembuatan

J. Sains & Mat. Vol.18 No. 4 Oktober 2010:158-169 165


kolam pengolahan (preimpoundment) pada hyacinth Eichornia crassipes. Edited by
hilir inlet sebelum masuk ke danau. Julien, M.H.; Hill, M.P.; Center, T.D.; and
Preimpoundment merupakan ekoteknologi Jianqing, D. ACIAR proceeding 102.
untuk restorasi danau ( Jorgensen & 4. Harper, D. (1992). Eutrophication Of
Vollenweider, 1988). Pada kolam ini dilakukan Freshwaters: Principles, Problems And
perlakuan penurunan konsentrasi nitrogen dan Restorations. Chapman & Hall, New York.
fosfor sebelum masuk ke badan danau. 5. Jorgensen, S.E. and Vollenweider, R.A.
1988. Guidelines of Lake Management.
SIMPULAN Volume 1. Principles of Lake Management.
Berdasarkan kandungan Total Fosfor International Lake Environment Committee,
Danau Rawa Pening dalam kondisi mesotropik, United nations Environment Programme.
tapi berdasarkan kandungan Total Nitrogen dan 6. Lehmusluoto, P.; Machbub, B.; Terangna,
kecerahan perairan yang kurang dari 2 meter N.; Achmad, F.; Boer, L.; Setiadji, B.;
termasuk dalam kondisi eutrofik. Hal ini Brahmana, S. S and PRIADI, B. (1995).
ditunjukkan oleh dominannya Aulacoseira Major lakes and reservoirs in Indonesia: an
granulata dan Melosira varians. Kualitas air overview. Tropical Limnology, vol I.
seperti pH, DO, kecerahan, kandungan logam Present Status and Challenges ( eds.
berat mengalami degradasi dan cenderung TIMOTIUS K. H. and GOLTENBOTH, F):
melebihi ambang batas Baku Mutu 11-28. Proceeding of the International
Lingkungan. Ekoteknologi merupakan Conference on Tropical Limnology in
pendekatan yang dapat diimplementasikan di Commemoration of the 65 Anniversary of
Danau Rawapening, menjadikan eceng gondok the Ruttner-Thienemann Limnological
sebagai sabuk hijau, dan pembuatan Sunda Expedition, 4-8 July 1994, Salatiga.
preimpoundment di hilir inlet sebelum masuk 7. OECD. (1982). Eutrophication of waters,
ke danau. monitoring assessment and control. Paris.
8. P4N UGM (Pusat Penelitian Perencanaan
Ucapan Terima Kasih Pembangunan Nasional Universitas gadjah
Penelitian ini dilaksanakan atas dukungan dana Mada). 2000. Penyusunan rencan
Beasiswa Unggulan, DIPA Tahun 2007 pengelolaan Kawasan Rawapening Propinsi
Sekretariat Jenderal Depdiknas, Biro Jawa Tengah. Ringkasan Eksekutif. Badan
Perencanaan Dan Kerjasama Luar Negeri. Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi
Terima kasih diucapkan kepada Kariyadi Jawa Tengah.
Baskoro MSi., atas bantuannya dalam survey. 9. Pemerintah Kabupaten Semarang (2000).
Kepada Trian dan Reka juga diucapkan terima Proyek Perencanaan Tata Lingkungan
kasih atas bantuannya dalam survey dan lab Daerah Aliran Sungai (Das) Rawapening.
work. 10. Soeprobowati, T.R., (1998). Eutrophication
(literature review). Majalah Penelitian
DAFTAR PUSTAKA X(40): 101-109, Desember 1998. Lembaga
1. Barus, T.A. (2002). Pengantar Limnologi. Penelitian UNDIP
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 11. ______________, 2005. Komunitas diatom
Jakarta. epipelik tidak semuanya epipelik sejati.
2. Geiger, R.J. and Osborne, B.A. (1992). Jurnal Bioma 7 (2): 42-50 , Jurusan Biologi
Algal Photosynthesis. Chapman & Hall, FMIPA UNDIP Semarang
London. 12. _____________________; HIDAYAT, J.
3. Guitierrez, E.L.; Ruiz, E.F.; Uribe, E.G. and W. and BASKORO, K. (1998). Komunitas
Maertinez, J. 2001. Biomass and Diatom epipelik di muara sungai Banjir
productivity of ater hyacinth and their Kanal Barat dan Babon Kodya Semarang.
application in control program. In Jurnal Sains dan Matematika, edisi Biologi
Biological and integrated control of water
Artikel Penelitian

6(4): 118-125 Oktober 1998, FMIPA, 17. Wetzel, R.G. (2001). Limnology, Lake And
Universitas Diponegoro Semarang: River Ecosystems. 3rd Ed. Academic Press,
13. _____________________; RAHMANTO, Ny.
W.A.; HIDAYAT, J.W. and BASKORO, K. 18. Van Den Bergh. 2003. Shallow Marine
(2005). Diatoms and present Condition of Tsunami Deposits In Teluk Banten (New
Rawapening Lake. International Seminar Java Indonesia), Generated By The 1883
on Environmental Chemistry and Krakatau Eruption. Royal Netherland
Toxicology, April 2005, INJECT Institute For Sea Research (Nioz)
Yogyakarta. 19. Vollenweider, R.A. (1968). Warer
14. Straskraba, M.; Tundisi, J.G. And Duncan, Management Research: Scientific
A. (1993). Comparative Reservoir Fundamentals Of The Eutrophication Of
Limnology And Water Quality Lakes And Flowing Waters, With Particular
Management. Kluwer Academic Publishers, Reference To Nitrogen And Phosphorous
Dordret. As Factors In Eutrophication. Technical
15. Sudarmadji. (1988). Dampak Perubahan Report Das/Csi/68.27, Oecd, Paris.
Penggunan Lahan Terhadap Limpasan.
Paper Disampaikan Pada Seminar
Pengamanan Lingkungan Dalam
Menunjang Pembangunan. Kerjasama Hagi
– Upn Veteran Yogyakarta. 14 April 1988
16. WELCH, E.B. And LINDELL, T. (1992).
Ecological Effect Of Wastewater: Applied
Limnology And Pollutant Effect. 2nd Ed. E
& FN Spon, London.

J. Sains & Mat. Vol.18 No. 4 Oktober 2010:158-169 165


Variabel Satuan ultraoligotrofik oligotrofik Mesotrofik Eutrofik Hypereutrofik Sumber

2-10 10-30 10-90 Sakamoto,


µg 1966
Total P 5-10 10-30 30-100 Vollenweider
, 1968
<4 <10 10-35 35-100 >100 OECD, 1982

8 26,7 84,4 750-1200 Barus, 2002

200-400 300-650 500-1500 Vollenweider


Total N , 1968
661 753 1875 Barus, 2002
<7 7-12 >12 USEPA,
µg
1974
<1 <2,5 2,5-8 8-25 >25 OECD, 1982

1,7 4,7 14,3 Barus, 2002

Klorofil a µg <2,5 <8 2,5-8 8-25 >25 OECD, 1982


max
4,2 16,1 42,6 Barus, 2002
>3,7 2-3,7 <2 USEPA,
Kecerahan
meter 1974
rerata
>12 >6 6-3 3-1,5 <1,5 OECD, 1982
9,9 4,2 2,5 Barus, 2002
Kecerahan meter >6 >3 3-1,5 1,5-0,7 <0,7 OECD, 1982
min

Tabel 1. Klasifikasi kualitas perairan berdasarkan status trofiknya.


Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN 0854-0675
Volume 18 Nomor 4 Oktober 2010 Artikel Penelitian : 158-169

Tabel 2. Lokasi tempat pengambilan sampel dan kondisinya

LETAK KODE KETERANGAN Sub DAS KONDISI


LINTANG
07.17.091 LU GTP Inlet Galeh, Torong, Galeh, Torong, Tertutup 40%
110.25.518 BT Panjang Panjang tumbunan air
07.16.243 LU A Inlet Asinan Rengas Tertutup 80%
110.26.185 BT tumbuhan air
07.16.018 LU TG1 Outlet Tuntang outlet Dekat karamba,
110.26.980 BT tertutup 20% tumbuhan
air
07.15.643 LU TG2 Oulet Tuntang outlet Tertutup 10%
110.27.198 BT (depan APAC) tumbuhan air
07.16.533 LU D Tengah Danau - Terbuka, tidak ada
110.26.181 BT tumbuhan air
07.17.840 LU S Danau Inlet Sraten Sraten Terbuka, tidak ada
110.26.975 BT tumbuhan air
07.18.376 LU BC Bukit Cinta Galeh Tertutup tumbuhan air
110.25.420 BT 60%

TG2

TG1

D
G,TP S

B
C

Gambar 1. Lokasi penelitian

J. Sains & Mat. Vol.18 No. 4 Oktober 2010:158-169 169


Tabel 3. hasil analisis parameter lingkungan secara in-situ dan ex-situ.
Danau- Danau Bukit
Parameter satuan G-T-P Asinan Tuntang1 Tuntang2 Terbuka Sraten Cinta Rerata std
Taxa - 30 24 22 17 15 32 30 24.29 6.70
Individuals ind/L 1195 742 942 732 1410 1986 2042 1,292.71 548.64
Shannon indx - 2.66 2.67 2.30 1.99 1.59 2.64 2.29 2.31 0.40
Simpson indx - 0.88 0.89 0.83 0.77 0.67 0.87 0.81 0.82 0.08
Equitability - 0.78 0.84 0.74 0.70 0.59 0.76 0.67 0.73 0.08
Klorofil a mg/L 0.02 0.15 0.04 0.15 0.03 0.03 0.06 0.07 0.06
Klorofil b mg/L 0.08 0.23 0.03 0.22 0.12 0.03 0.07 0.11 0.08
Klorofil c mg/L 0.14 0.26 0.01 0.20 0.05 0.14 0.11 0.13 0.08
Klorofil total mg/L 0.09 0.35 0.07 0.40 0.12 0.11 0.61 0.25 0.20
Produktivtias primer
2008 grC/m2/hr 0.91 5.59 1.11 5.44 2.13 1.25 2.82 2.75 2.00
Temperatur oC 28.27 28.20 27.03 28.40 28.87 28.97 28.23 28.28 0.63
pH - 4.06 4.98 4.63 7.37 6.88 10.13 9.22 6.75 2.34
Konduktivitas 0.25 0.20 0.18 0.19 0.20 0.20 0.21 0.20 0.02
DO mg/L 3.84 5.01 0.18 0.08 7.50 8.01 3.22 3.98 3.16
Turbiditas NTU 20.00 19.67 4.67 11.67 15.00 15.00 8.67 13.53 5.62
Kecerahan m 0.75 0.70 0.35 0.70 0.90 0.70 1.10 0.74 0.23
Kedalaman m 2.00 1.10 0.50 1.00 5.00 4.00 2.00 2.23 1.67
Kalsium (Ca+2) mg/L 58.30 34.50 41.00 23.70 22.40 22.40 22.40 32.10 13.69
Magnesium (Mg+2) mg/L 6.38 16.96 15.68 14.28 21.18 8.70 12.64 13.69 5.01
Natrium (Na+) mg/L 0.70 1.30 1.50 1.50 0.60 0.60 0.40 0.94 0.47
Besi (Fe) Total mg/L 0.02 0.15 0.15 0.10 0.20 0.25 0.10 0.14 0.07
Silika (SiO2) mg/L 26.83 18.67 13.31 25.08 8.13 22.22 28.80 20.43 7.54
Timbal (Pb+2) mg/L 0.06 0.01 0.04 0.00 0.02 0.01 0.05 0.03 0.02
Kadmium (Cd+2) mg/L 0.04 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Cromium (Cr) Total mg/L 0.03 0.07 0.14 0.09 0.22 0.03 0.04 0.09 0.07
Tembaga (Cu+2) mg/L 0.088 0.058 0.023 0.022 0.037 0.039 0.01 0.04 0.03
Total P mg/L 0.02 0.01 0.00 0.00 0.02 0.00 0.053 0.01 0.02
Total N mg/L 2.16 2.01 0.01 1.51 1.06 0.15 0.26 1.02 0.90
Ammonia (NH4+) mg/L 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Nitrat (NO3) mg/L 2.00 2.00 0.00 1.50 1.00 0.00 0.00 0.93 0.93
Nitrit (NO2) mg/L 0,16 0.01 0.01 0.01 0.06 .0.15 0.26 0.07 0.11
Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN 0854-0675
Volume 18 Nomor 4 Oktober 2010 Artikel Penelitian : 158-169
0.17 2.3
Klorofil a mcC/hr 2.2
0.16
Total P mg/L 2.1
0.15 Total N mg/L 2
0.14 1.9
1.8
0.13
1.7
0.12 1.6
0.11 1.5
1.4
0.1
1.3
0.09 1.2
0.08 1.1
1
0.07
0.9
0.06 0.8
0.05 0.7
0.6
0.04
0.5
0.03 0.4

0.02 0.3
0.2
0.01
0.1
0 0
Galeh-Torong-Panjang Asinan Tuntang1 Tuntang2 Danau-Terbuka Danau Sraten Bukit Cinta

Gambar 2. Konsentrasi total nitrogen dan total fosfor di Danau Rawa Pening

25.00 6.00
Populasi fitoplankton %
Klorofil a mg/L
Klorofil total mg/L
Produktivtias primer 2008 grC/m2/hr 5.00
20.00

4.00

15.00

3.00

10.00

2.00

5.00
1.00

0.00 0.00
G-T-P Asinan Tuntang1 Tuntang2 Danau-Terbuka Danau Sraten Bukit Cinta

Gambar 3. Populasi fitoplankton, kandungan klorofil a, klorofil total dan produktivtias primer Danau
Rawa Pening

3% 1%
6%

47%

43%

Bacillariphyta
Chlorophyta
Cyanobacteria
Euglenophyta
Pyrrophyta

Gambar 4. Populasi fitoplankton di Danau rawa Pening

J. Sains & Mat. Vol.18 No. 4 Oktober 2010:158-169 169

Anda mungkin juga menyukai