Anda di halaman 1dari 20

KB 1

Setelah Anda mempelajari materi di atas, silakan kerjakan tugas berikut untuk
menguji pemahaman Anda...!!

1. Buatlah keseluruhan arus migrasi pada masa pra aksara dalam satu peta
migrasi nenek moyang bangsa Indonesia!.
2. Mengapa dalam pembagian zaman pra aksara masa logam, zaman besi
dinyatakan merupakan zaman yang berada sesudah masa perunggu!.
Jelaskan!
3. Jelaskan mengapa peninggalan masa pra aksara ditemukan juga di
wilayah Indonesia Timur, sedangkan masa Hindu Budha tidak ditemukan
peninggalannya di wilayah Indonesia Timur!

KB 2

1. Pengaruh India ke Indonesia pertama kali dilakukan melalui jalur


perdagangan. Akan tetapi, proses penyebaran agama Hindu Budha ke
Indonesia tidak dilakukan melalui jalur perdagangan. Jelaskan mengapa
demikian!.
2. Jelaskan upaya penyatuan wilayah nusantara yang dilakukan masa kerajaan
Sriwijaya, Singasari, dan Majapahit

Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah maharaja Sriwijaya pertama dan dianggap sebagai pendiri
kerajaan Sriwijaya. Namanya sering disebut-sebut pada beberapa prasasti awal Sriwijaya dari akhir
abad VII yang menceritakan perjalanan sucinya mencari berkah dan menaklukan wilayah di
sekitarnya. Menurut catatan-catatan ini, Sriwijaya mengalahkan Jambi, Palembang, Selatan Lampung,
Pulau Bangka, bahkan melancarkan serangan di pulau Jawa, yang kemungkinan menyebabkan
runtuhnya kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat

Selanjutnya pada kekuasaan Raja Wisnu, kekuasaan Sriwijaya semakin meluas hingga ke Thailand dan
Kamboja. Pada abad ke-7. pelabuhan Champa di timur Indochina membuat banyak kapal pedangan
beralih dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal itu, Maharaja Dharmasetu atau Raja Wisnu melancarkan
serangan ke kota-kota pantai di Indochina sehingga kota Indrapura di tepi sungai Mekong berada di
bawah kendali Sriwijaya.
Karena kekuasaannya yang luas inilah kerajaan Sriwijaya sering disebut sebagai kerajaan yang luas
dan menyatukan nusantara. Meski begitu, kekuaasaan terbesar Sriwijaya pada masa keemasannya
hanya meliputi Sumatera, Jawa Barat hingga Jawa Tengah, Semenanjung Malaya, Thailand dan
Kamboja.

2. Patih Gajah Mada


Kita semua tentu sudah sering mendengar sosok Patih Gajah mada. Ia adalah patih kerajaan
Majapahit yang dalam masa pemerintahan prabu Hayam Wuruk. Pada pengangkatannya sebagai
seorang Patih, ia mengungkapkan sumpah Palapa yang begitu terkenal yang dicatat dalam kitab
Pararaton. Sumpah inilah yang disebut-sebut sebagai sumpah untuk menyatukan nusantara.

Sumpah Palapa tersebut berbunyi, “Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa,
sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring
Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana
ingsun amukti palapa”.
Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, potongan teks tersebut berarti: “Gajah Mada sang
Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada “Selama aku belum menyatukan Nusantara,
aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau
Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa.”
Palapa di sini diartikan sebagai rempah-rempah atau rempah kehidupan yang berarti Patih Gajah
Mada tidak akan menikmati kehidupan dunia sebelum sumpahnya tercapai.

Sejumlah orang memang meragukan sumpahnya, namun saat menjabat sebagai Patih, ia
hampir berhasil menaklukan nusantara meskipun tidak seluruhnya seperti wilayah NKRI sekarang ini.
Beberapa kerajaan yang ditaklukan antara lain Bedahulu (Bali), Lombok, Palembang, Swarnabhumi
(Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan beberapa negeri lainn di Sumatera. Selanjutnya juga Pulau
Bintan, Tumasik (Singapura),Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas,
Katingan, Sampit, Kotalingga, Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Samadang, Tirem, Sedu,
Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Meski begitu, ada argumen lain yang menyebutkan bahwa kekuasaan Majapahit sebenarnya tidak
seluas itu dan hanya seluas Jawa Tengah dan Jawa Timur. Nusantara yang dimaksud adalah koalisi
antara kerajaan yang saling bekerja untuk kepentingan bersama seperti keamanan dan perdagangan
regional. Koalisi tersebut berupa mitra dalam kedudukan yang sama. Kemungkinan, anggapan bahwa
Majapahit menguasai Nusantara adalah karena keinginan Presiden pertama Indonesia untuk
menyatukan negara dan Muhammad Yamin kemudian menggunakan gagasan Nusantara sebagai
bentuk negara kesatuan.

Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita untuk
menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang
mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk
dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot
dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide
dijadikan Bupati di Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat
diselesaikan, kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan
ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai
Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amoghapasa ke Dharmasraya
atas perintah Raja Kertanegara.

Arca Amoghapasa

Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura
(Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan
dengan raja Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari
Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia
mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya
yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah besar dan
bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian
besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang
(Kediri) menggunakan kesempatan untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua
arah, yakni dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan
pasukan inti.

Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk
istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga
beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja berbalik
memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan
diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria
Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi
kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh
Jayakatwang untuk ditempati. Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari
dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai
dengan agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha
(Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang
sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.
Politik Dalam Negeri:

1. Mengadakan pergeseran pembantu-pembantunya seperti Mahapatih Raganata digantikan oleh Aragani, dll.
2. Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat putra Jayakatwang (Raja Kediri) yang
bernama Ardharaja menjadi menantunya.
3. Memperkuat angkatan perang.

Politik Luar Negeri:

1. Melaksanakan Ekspedisi Pamalayu untuk menguasai Kerajaan melayu serta melemahkan posisi Kerajaan
Sriwijaya di Selat Malaka.
2. Menguasai Bali.
3. Menguasai Jawa Barat.
4. Menguasai Malaka dan Kalimantan.
5.

KB 3

1. Buatlah peta letak kerajaan-kerajaan Islam di nusantara dalam satu


tampilan peta!.

2. Identifikasi budaya lokal di daerah saudara yang merupakan akulturasi


dengan budaya Islam!.
Meminang adalah acara yang mulai dengan pembacaan surah alfatihah dan dihadiri oleh beberapa utusan
dari calon mempelai pria untuk memberikan bawaan berupa kain songket dengan jumlah ganjil, sepatu,
tas, pisang setandan, kebutuhan dapur kepada keluarga calon mempelai wanita. Kain songket berjumlah
ganjil tidak lepas dari nilai-nilai keislaman, hal ini mengadopsi asmaul husna yang berjumlah ganjil dan
Allah menyukai angka ganjil dengan harapan pernikahan mereka akan berjalan lancar. Pisang setandan
menandakan lambang kemakmuran daerah Palembang. Pada proses ini calon mempelai pria
mengutarakan keinginannya untuk melamar kepada keluarga mempelai wanita.
            Berasan adalah proses selanjutnya dalam pernikahan Palembang. Dalam proses ini keluarga calon
mempelai menentukan hari, tanggal, dan tahun pernikahan mereka serta menyepakati jumlah mahar atau
mas kawin yang akan diberikan kepada calon mempelai wanita sesuai dengan syariat islam. Proses ini
membuat kedua belah pihak untuk berpikir secara tepat dalam menentukan hari pernikahannya.
            Proses berikutnya adalah akad nikah. Seperti akad nikah pada umumnya, pada proses ini mas
kawin atau mahar diberikan kepada pihak mempelai wanita. Disini pula mempelai pria mengucapkan ijab
Kabul dengan di dampingi oleh wali mempelai wanita, penghulu, serta saksi-saksi yang merupakan kerabat
dar mempelai wanita. Hal ini sesuai dengan syariat islam.
            Mengarak pacar merupakan proses penutup untuk penikahan Palembang. Dlam prosesi ini
mempelai pria datang ke rumah mempelai wanita. Mempelai pria beserta rombongannya disambut oleh
keluarga besar mempelai wanita dengan menaburkan beras yang sudah di campur dengan recehan. Hal
ini simbol bahwa keluarga mempelai wanita menerima keluarga mempelai pria sepenuh hati.
           Dari proses pernikahan yang sudah disebutkan menandakan bahwa agama islam di Palembang
mempengaruhi budaya dalam masyarakatnya. Hal ini juga mempengaruhi cara bertingkah laku mereka,
seperti mematuhi semua proses yang sudah ditentukan dalam masyarakat Palembang.
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan
membaca surat Yasin dan beberapa suray dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-
kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah).

Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Allah SWT (tasyakuran)


dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100,
1.000 dan khaul (tahunan).

Tradisi ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu kenduri,
selamatan dan sesaji. Dalam agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena
mengandung kemusyrikan.

Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau nasi dan lauk-pauk yang dibawa
pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga
dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus
meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya

Takbiran

Takbiran dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir
bersama-sama di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampung (takbir keliling).

5. Muludan

Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan mengadakan


Muludan. Peringatan ini dipelopori oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk
membangkitkan semangat pasukan Muslim pada perang Salib. Peringatan maulid
Nabi sebenarnya tidak diperintahkan oleh Nabi melainkan budaya agama semata.

RIBUAN lelaki berpakaian serba putih tumpah ruah di jalan protokol Pasar Kuto-Pelabuhan
Boom Baru, Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (21/5/2017).

Mereka berjalan beriringan dari satu makam ulama dan pendiri Kesultanan Palembang
Darussalam ke makam-makam lainnya di sepanjang jalan itu.

Massa yang tampak seperti aliran sungai berair susu itu merupakan jemaah puncak ziarah
kubro, tradisi khas Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), dalam menyambut bulan suci
Ramadhan. Ziarah kubro ibarat pawai.

Para jemaah berada pada baris paling depan, sedangkan ulama di baris paling belakang.
Ulama berjalan dikawal sejumlah relawan. Mereka dipayungi dengan payung kuning khas
Melayu.

Di depan ulama, sejumlah pemuda berpakaian adat Melayu Palembang membawa bendera
ulama. Mereka berjalan bersama dari satu makam ke makam lainnya.

(BACA: Cerita Ramadhan dari Masjid Termegah di Lhokseumawe)

Warga yang tak ikut ziarah kubro menyambut antusias. Ada yang berebut menyentuh tubuh
ataupun mencium tangan ulama. Bagi warga, bisa menyentuh tubuh ataupun mencium
tangan ulama merupakan berkah tersendiri.
Ada pula yang menawarkan minuman dan makanan gratis kepada jemaah. Mereka berupaya
merayu jemaah agar mengambil minuman dan makanan yang disajikan agar mendapat
berkah. Suasana yang terbangun mirip saat Lebaran.

Ziarah kubro hanya dilakukan lelaki. Para perempuan berkontribusi menyiapkan minuman
dan makanan gratis untuk jemaah. Saat hari kegiatan, perempuan asyik menyaksikan dari
pinggir jalan dan di dalam rumah

KB 4

1. Buatlah perbandingan dengan disertai contoh tentang perlawanan Bangsa


Indonesia sebelum dan sesudah tahun 1800!. Jelaskan!.
2. Buktikan bahwa slogan kolonialisme dan imperialisme kuno sebenarnya
sama dengan kolonialisme dan imperialisme modern!.
3. Jelaskan reaksi rakyat terhadap kebijakan pembuatan jalan raya pos oleh
Deandels!.
4. Jelaskan dampak kebijakan Van den Bosch terhadap kehidupan sosial
ekonomi rakyat Indonesia!.
5. Jelaskan mengapa dalam menerapkan sistem ekonomi liberal,
kesejahteraan rakyat Indonesia tidak meningkat, malah menurun!.

PERLAWANAN SESUDAH TAHUN 1800


 

 Perlawan rakyat Maluku di Bawah pimpinan Pattimura

1. Terjadinya perlawanan :

Para penjajah telah melaksanakan praktik monopoli yang menyebabkan 


penderitaan, kemiskinan, kelaparan,dan kesengsaraan.

                    2. Tokoh perlawanan :

                             Kapten Pattimura


                    3. Akhir perlawanan :

Tertangkapnya para pemimpin Maluku yang gagah berani tersebut


menyebabkan perjuangan rakyat Maluku melemah dan akhirnya Maluku
dapat dikuasai oleh Belanda.

 Perlawan Pangeran Diponogoro

1.     Terjadinya perlawanan :

Keraton merasa dihina dan diturunkan martabatnya akibat pemerintah


kolonial Belanda terlalu jauh mencamcuri urusan dalam keraton,

Penderitaan rakyat yang makin menghebat akibat pelakuan


pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang,

Kekecewaan kaum ulama terhadap sikap orang-orang Belanda yang


merendahkan budaya Timur dan menjujung tinggi budaya Barat.

Pembuatan jalan Yogyakarta-Magelang yang melalui makam leluhur


Pangeran Diponegero di Tegalrejo tanpa izin.

2.     Tokoh perlawanan :

Pangeran Diponegoro

Suryomataram

Ario Prangwadono

Pangeran Serang

Notoprojo

Sentot Prawirodirjo

Pngeran Ariokusmo

Kiai Mojo

3.     Akhir perlawanan :

Berakhirnya Perang Jawa yang merupakan akhir perlawanan bangsawan


Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia
sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000
orang Jawa. Sehingga setelah perang ini jumlah penduduk Yogyakarta
menyusut separuhnya.
 Perlawanan rakyat Sulawesi Selatan

1. Terjadinya perlawanan :

Berakhirnya pemerintahan Inggris menyebabkan Belanda kembali ke Sul-Sel.


Belanda menghadapi kondisi yang kurang memuaskan. Oleh karena itu
Belanda mengundang raja-raja Sulawesi Selatan  untuk meninjau kembali
perjanjian Bongaya yang tidak sesuai lagi dengan sistem pemerintahan
imprealisme. Pertemuan tersebut hanya dihadiri Raja Gowa dan Sindereng.
Pada tahun 1824, Belanda menyerang Ternatte dan berhasil menguasiainya.
Selain Ternatte Belanda juga menyerang Kerajaan Suppa yang dinbantu oleh
pasukan dari Gowa dan Sindereng yang dimenangkan oleh Belanda. Pasukan
Bone yang menghancurkan pos-pos Belanda di Pangkajene, Labakang, dan
merebut kembali Ternatte. Oleh karena itu kekuatan Bone makin besar dan
daerah kekuasannya makin luas.Di sisi lain, kedudukan Belanda di Makassar
makin lemah. Oleh karena itu, Belanda meminta tolong kepada Batavia. Hal
ini jelas melemahkan pasukan Bone.

  
1. Tokoh perlawanan :

Raja Bone

Raja Ternatte

Raja Suppa

  
1. Akhir perlawanan :

Pertempuran terus berkobar dan pasukan Bone bertahan mati-matian.


Karena kalah dalam persenjataan, pasukan Bone makin terdesak. Benteng
Bone yang terkuat di Bulukumba dapat dikiuasai oleg Belanda. Dengan
jatuhnya Bone, perlawanan rakyat makin melemah. Namun, pertempuran-
pertempuran kecil masih terus berlangsung hingga awal abad ke-20.

 Perlawanan kaum Padri

          1.  Terjadinya perlawanan :

Kaum Padri adalah kelompok masyarakat yang ingin menegakkan agama Islam dari
tindakan-tindakan yang menyimpang dari ajaran alquran. Sikap itu mendapat
tentangan keras dari kaum adat. Kaum adat yang tetap ingin mempertahankan
kebiasaanya. Akibat pertentangan itu masyarakat Minangkabau terpecah menjadi
dua kelompok yang saling bermusuhan. Permusuhan makin sengit ketika kaum adat
meminta bantuan kepada Belanda.
2.     Tokoh Perlawanan :

Tuanku Imam Bonjol

Tuanku nan Cerdik

Tuanku Pasaman

Tuanku Hitam

3.     Akhir perlawanan :

Kaum Padri berjuang mati-matian tetapi akibat persenjataan kurang Benteng Bonjol
jatuh ke tangan Belanda. Tuanku Imam Bonjol tertangkap dan dibuang ke Cianjur
dan kemudian dipindahkan ke Minahasa hingga wafat (1864). Tuanku Imam Bonjol
dimakamkan di Pineleng dekat Manado.

 Perlawan rakyat Bali terhadap Belanda

1.     Terjadinya perlawanan :

          Pada abad ke19, pemerintahan Belanda ingin menguasai Bali      untuk memperkuas
wilayah.Pada tahun 1844, kapal Belanda terdampar di Buleleng.Hal ini sesuai dengan
hukum tawan karang, yaitu hukum adat yang berlaku di Bali. Kemudian Belanda
menuntut penghapusan hukum Tawan Karang serta raja-raja di Bali mau mengakui
kekuasaan Belanda dan melindungi perdagangannya di Bali. Kalau tutututan itu tidak
dipenuhi, Bali akan diserang. Diprakarsai oleh Patih Buleleng, I Gusti Ketut Jalantik,
raja-raja Bali menolak tuntutan itu dan siap bertempur menghadapi Belanda.

2.     Tokoh perlawanan :

I Gusti Jalantik

Patih Buleleng

Raja Bali

Raja Karang Ngasem

3.     Akhir perlawanan :

          Jatuhnya kerajaan Buleleng, menyebabkan raja-raja Bali lainnya bersikap lunak
terhadap Belanda, bahkan bersedia membantunya. Akhirnya kedua kerajaan
tersebut jatuh ke tangan Belanda. Raja Buleleng dan I Gusti Ketut Jelantik
meloloskan diri pada tahun 1849. Setelah kerajaan Buleleng dapat dikuasai, Belanda
berusaha menaklukan kerajaan Bali lainnya. Hal ini memaksa para raja Bali
mengambil alternatif terakhir untuk mempertahankan kehormatannya, yaitu perang
puputan (perang terakhir sampai mati).
 Perlawanan Rakyat Banjar

1.     Terjadinya perlawanan :

     Belanda dapat menjalin hubungan dengan Kerajaan Banjar pada masa pemerintahan
sultan Adam. Setelah Sultan Adam wafat tahun 1857, Belanda mulai turut campur
dalam urusan pergantian tahta kerajaan. Akibatnya, rakyat tidak menyukai Belanda.
Belanda dengan sengaja dan sepihak melantik Pangeran Tamjid Illah sebagai sultan.
Ditengah tengah perebutan tahta, meletuslah perang Banjar pada tahun 1859
dengan Pangeran Antasari sebagai pemimpinnya.

2.     Tokoh perlawanan :

Sultan Adam

Pangeran Antasari

Pangeran Hidayatulloh

Kiai Demang Lamang

H.Nasrun

H.Bayasin

Kiai Lalang

Gusti Matseman

          3.  Akhir perlawanan :

            Pangeran Antasari melakukan pertempuran bersama rakyat. Bahkan, pada bulan
Maret 1862 Antasari diangkat menjadi Sultan dengan gelar Panembahana Amiruddin
Khalifatul Mukminin.Setelah Pangeran Antasari meninggal, perjuangan dilanjutkan
oleh putranya bernama Gusti Matseman namun, perlawanan rakyat Banjar makin
hari makin melemah.

 Perlawanan rakyat Aceh

1.     Terjadinya perlawanan :

     Tindakan Aceh yang menjalin hubungan dengan bangsa lain sangat dikhawatirkan
oleh Belanda.Oleh karena itu, Belanda sering memancing keributan dengan
menggeledah dan menangkap pelaut Aceh yang baru kembali dari negara lain.
Rakyat Aceh pun sering membalas dengan menyergap kapal-kapal Belanda.

2.                 Tokoh perlawanan :

Tengku Cik Di Toro


Teuku Umar

Cut Nyak Dien

3.     Akhir perlawanan :

Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz, dimana dibentuk pasukan marsuse
yang dipimpin oleh Christoffel dengan pasukan Colone Macan yang telah mampu
dan menguasai pegunungan-pegunungan, hutan-hutan rimba raya Aceh untuk
mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.Taktik berikutnya yang dilakukan
Belanda adalah dengan cara penculikan anggota keluarga gerilyawan Aceh. Misalnya
Christoffel menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van Der Maaten
menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibatnya, Sultan menyerah pada tanggal 5
Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van Der Maaten dengan diam-diam menyergap
Tangse kembali, Panglima Polim dapat meloloskan diri, tetapi sebagai gantinya
ditangkap putera Panglima Polim, Cut Po Radeu saudara perempuannya dan
beberapa keluarga terdekatnya. Akibatnya Panglima Polim meletakkan senjata dan
menyerah ke Lhokseumawe pada Desember 1903. Setelah Panglima Polim
menyerah, banyak penghulu-penghulu rakyat yang menyerah mengikuti jejak
Panglima Polim.Taktik selanjutnya, pembersihan dengan cara membunuh rakyat
Aceh yang dilakukan dibawah pimpinan Van Daalen yang menggantikan Van Heutz.
Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) di mana 2.922 orang dibunuhnya,
yang terdiri dari 1.773 laki-laki dan 1.149 perempuan.Taktik terakhir menangkap Cut
Nyak Dhien istri Teuku Umar yang masih melakukan perlawanan secara gerilya,
dimana akhirnya Cut Nya Dien dapat ditangkap dan diasingkan ke Cianjur.

Perlawanan bangsa Indonesia menentang dominasi asing


February 18, 2010 by febriy

A. Perlawanan sebelum tahun 1800


† Ditandai dengan perang/perlawanan langsung terhadap kekuasaan bangsa barat, dan juga
ditandai dengan persaingan antara kerajaan – kerajaan Nusantara dalam memperebutkan
hegemoni di kawasan tersebut.
Dalam persaingan tersebut kerajaan – kerajaan di Nusantara sering melibatkan bangsa barat
untuk membantu mengalahkan pesaingnya. Kondisi inilah yang menyebabkan kegagalan
dalam mengusir bangsa – bangsa barat dari nusantara.

Bentuk – bentuk perlawanan rakyat Indonesia :


1. Perlawanan Rakyat Maluku
Upaya rakyat Ternate yang dipimpin Sultan Hairun maupun Sultan Baabulah(1575), sejak
kedatangan bangsa Portugis pada 1512 tidak berhasil, penyebabnya adalah tidak ada kerja
sama antara kerajaan Ternate, Tidore, dan Nuku. Kekuatan Portugis hanya dapat diusir oleh
kekuatan bangsa Belanda yang lebih kuat.
2. Perlawanan Rakyat Demak
Perlawanan ini dipimpin oleh Adipati Unus terhadap Portugis di Malaka. Serangan pasukan
Adipati Unus dilakukan dua kali (1512 & 1513) mengalami kegagalan. Pada saat yang sama,
penguasa kerajaan Pajajaran melakukan kerja sama dengan Portugis, setelah mendapat
ancaman dari kekuatan Islam di pesisir utara pulau Jawa, yaitu Cirebon dan Banten.

3. Pelawanan Rakyat Mataram


Sultan Agung yang memiliki cita – cita mempersatukan pulau Jawa, berusaha mengalahkan
VOC di Batavia. Penyerangan yang dilakukan pada 1628 & 1629 mengalami kegagalan,
karena selain persiapan pasukannya yang belum matang, juga tidak mampu membuat blok
perlawanan bersama kerajaan lainnya.

4. Perlawanan Rakyat Banten


Setelah Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putranya yang bergelar Sultan Haji sebagai
Sultan Banten, Belanda ikut campur dalam urusan Banten dengan mendekati Sultan Haji.
Sultan Agung yang sangat anti VOC, segera menarik kembali tahta putranya. Putranya yang
tidak terima, segera meminta bantuan VOC di Batavia untuk membantu mengembalikan
tahtanya, akhirnya dengan bantuan VOC, dia memperoleh tahtanya kembali dengan imbalan
menyerahkan sebagian wilayah Banten kepada VOC.

5. Perlawanan Rakyat Makasar


Konflik antara Sultan Hasanuddin dari Makasar dan Arupalaka dari Bone, memberi jalan
bagi Belanda untuk menguasai kerajaan – kerajaan Sulawesi tersebut. Untuk memperkuat
kedudukannya di Sulawesi, Sultan Hasanuddin menduduki Sumbawa, sehingga jalur
perdagangan Nusantara bagian timur dapat dikuasai. Hal ini dianggap oleh Belanda sebagai
penghalang dalam perdagangan. Pertempuran antara Sultan Hasnuddin dengan Belanda yang
dipimpin Cornelis Speelman selalu dapat dihalau pasukan Sultan Hasanuddin. Lalu Belanda
meminta bantuan Arupalaka yang menyebabkan Makasar jatuh ke tangan Belanda, dan
Sultan Hasanuddin harus menandatangani perjanjian Bongaya pada 1667, yang berisi :
a. Sultan Hasanuddin harus memberikan kebebasan kepada VOC berdagang di Makasar dan
Maluku.
b. VOC memegang monopoli perdagangan di Indonesia bagian timur, dengan pusat Makasar.
c. Wilayah kerajaan Bone yang diserang dan diduduki Sultan Hasanuddin dikembalikan
kepada Arupalaka, dan dia diangkat menjadi Raja Bone.

6. Pemberontakan Untung Surapati (1686 – 1706)


Untung Surapati bersekutu dengan Sunan Amangkurat II untuk melawan VOC. Untuk
meredam pemberontakan Untung Surapati, VOC mengutus Kapten Tack ke Mataram, namun
gagal. Sunan Amangkurat II berterima kasih kepada Untung Surapati dengan memberikan
daerah Pasuruan dan menetapkannya menjadi Bupati di sana dengan gelar Adipati
Wiranegara. Pada 1803 Sunan Amangkurat II meninggal dan digantikan oleh putranya yang
bergelar Sunan Amangkurat III, pamannya yang bernama Pangeran Puger menginginkan
tahta raja di Mataram. Dia kemudian bersekutu dengan VOC, dan kemudian membuat
perjanjian dengan VOC, dengan menyerahkan sebagian wilayah kekuasaan Mataram. Pada
1705 Pangeran Puger dinobatkan menjadi Sunan Mataram dengan gelar Sunan Pakubuwana
I, setelah itu dimulailah peperangan antara Sunan Pakubuwana I dengan Untung Surapati
yang dibantu Sunan Amangkurat III. Pada 1706, VOC berhasil melumpuhkan Untung
Surapati di Kartasura.
B. Perlawanan sesudah tahun 1800
† Tidak banyak perbedaan dengan perlawanan sebelum tahun 1800, yang hanya dilakukan
secara kedaerahan dan sedikit ditandai dengan persaingan memperebutkan hegemoni antara
kerajaan – kerajaan tersebut.

Bentuk – bentuk perlawanan rakyat Indonesia :


1. Perlawanan sultan Nuku (Tidore)
Sultan Nuku adalah raja dari Kesultanan Tidore yang berhasil meningkatkan kekuatan
perangnya hingga 200 kapal perang dan 6000 pasukan untuk menghadapi Belanda. Selain itu
dia juga menjalankan perjuangan melalui diplomasi. Untuk menghadapi Belanda , dia
mengadakan hubungan dengan Inggris untuk meminta bantuan dan dukungan. Dia mengadu
domba antara Inggris – Belanda. Pada 20 Juni 1801 dia berhasil membebaskan kota Soa – Siu
dari Belanda, akhirnya Maluku Utara dapat dipersatukan di bawah kekuasaan Sultan Nuku.

2. Pelawanan Pattimura (1817)


Dimulai dengan penyerangan terhadap benteng Duurstede di Saparua, dan berhasil merebut
benteng tersebut dari tangan Belanda. Perlawanan ini meluas ke Ambon, Seram, dan tempat –
tempat lainnya. Untuk menghadapi serangan tersebut, Belanda harus mengerahkan seluruh
kekuatannya yang berada di Maluku.
Akhirnya Pattimura berhasil ditangkap dalam suatu pertempuran dan pada 16 Desember
1817, dia dan kawan – kawannya dihukum mati di tiang gantungan. Perlawanan lainnya
dilakukan oleh pahlawan wanita, Martha Christina Tiahahu.

3. Perang Paderi (1821 – 1837)


Dilatar belakangi konflik antara kaum agama dan tokoh – tokoh adat Sumatera Barat. Kaum
agama (Pembaru/Paderi) berusaha untuk mengajarkan Islam kepada warga sambil
menghapus adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, yang bertujuan untuk memurnikan
Islam di wilayah Sumatra Barat serta menentang aspek – aspek budaya yang bertentangan
dengan aqidah Islam.
Tujuan ini tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena kaum adat yang tidak ingin
kehilangan kedudukannya, serta adat istiadatnya menentang ajaran kaum Paderi, perbedaan
pandangan ini menyebabkan perang saudara serta mengundang kekuatan Inggris dan
Belanda.
Kaum adat yang terdesak saat perang kemudian meminta bantuan kepada Inggris yang sejak
1795 telah menguasai Padang, dan beberapa daerah di pesisir barat setelah direbut dari
Belanda. Golongan agama pada saat itu telah menguasai daerah pedalaman Sumatra Barat
dan menjalankan pemerintahan berdasarkan agama.
Pada tahun 1819, Belanda menerima Padang dan daerah sekitarnya dari Inggris. Golongan
adat meminta bantuan kepada Belanda dalam menghadapi golongan Paderi. Pada Februari
1821, kedua belah pihak menandatangani perjanjian. Sesuai perjanjian tersebut Belanda
mulai mengerahkan pasukannya untuk menyerang kaum Paderi.
Pertempuran pertama terjadi pada April 1821 di daerah Sulit air, dekat danau Singkarak,
Solok. Belanda berhasil menguasai Pagarruyung, bekas kedudukan kerajaan Minangkabau,
namun gagal merebut pertahanan Paderi di Lintau, Sawah Lunto dan Kapau, Bukittinggi.
Untuk mensiasati hal ini, belanda mengajak berunding Tuanku Imam Bonjol (pemimpin
Paderi) pada 1824, namun perjanjian dilanggar oleh Belanda.
Saat pertempuran Diponegoro, Belanda menarik pasukannya di Sumatra Barat untuk
menunda penyerangan pada kaum Paderi, dan memusatkan perhatian di Sumatra Barat untuk
menangkap Tuanku Imam Bonjol.
Dengan serangan yang gencar, kota Bonjol jatuh ke tangan Belanda pada September 1832,
dan pada 11 Januari 1833, dapat direbut kembali oleh kaum Paderi. Pertempuran berkobar di
mana – mana, dan golongan adat berbalik melawan. Sehingga Belanda memerintahkan Sentot
Alibasha Prawirodirjo (bekas panglima perang diponegoro) untuk memerangi Paderi, tetapi
tidak mau dan bekerja sama dengan kaum Paderi.
Pada 25 Oktober 1833, Belanda melakukan Maklumat Plakat Panjang, yang berisi ajakan
kepada penduduk Sumatra Barat untuk berdamai dan menghentikan perang. Namun pada Juni
1834, Belanda kembali menyerang kaum Paderi. Pada 16 Agustus 1837, Tuanku Imam
Bonjol jatuh ke tangan Belanda, dan berhasil meloloskan diri.
Pada 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol berunding di Palupuh. Namun Belanda
berhianat dengan menangkap dan membuangnya ke Cianjur, Ambon, dan terakhir kota dekat
Manado. Dia wafat pada usia 92 tahun dan dimakamkan di Tomohon, Sulawesi Utara.

4. Perang Diponegoro (1825 – 1830)


Penyebab perang ini adalah rasa tidak puas masyarakat terhadap kebijakan – kebijakan yang
dijalankan pemerintah Belanda di kesultanan Yogyakarta. Belanda seenaknya mencampuri
urusan intern kesultanan. Akibatnya, di Keraton Mataram terbentuk 2 kelompok, pro dan anti
Belanda.
Pada pemerintahan Sultan HB V, Pangeran Diponegoro diangkat menjadi anggota Dewan
Perwalian. Namun dia jarang diajak bicara karena sikapnya yang kritis terhadap kehidupan
keraton yang dianggapnya terpengaruh budaya barat dan intervensi Belanda. Oleh karena itu,
dia pergi dari keraton dan menetap di Tegalrejo.
Di mata Belanda, Diponegoro adalah orang yang berbahaya. Suatu ketika, Belanda akan
membuat jalan Yogyakarta – Magelang. Jalan tersebut menembus makam leluhur
Diponegoro di Tegalrejo. Dia marah dan mengganti patok penanda jalan dengan tombak.
Belanda menjawab dengan mengirim pasukan ke Tegalrejo pada 25 Juni 1825.
Diponegoro dan pasukannya membangun pertahanan di Selarong. Dia mendapat berbagai
dukungan dari daerah – daerah. Tokoh – tokoh yang bergabung antara lain : Pangeran
Mangkubumi, Sentot Alibasha Prawirodirjo, dan Kyai Maja. Oleh karena itu Belanda
mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan Sulawesi Utara yang dipimpin Jendral
Marcus de Kock.
Sampai 1826, Diponegoro memperoleh kemenangan. Untuk melawannya, Belanda
melakukan taktik benteng Stelsel. Sejak 1826, kekuatannya berkurang karena banyak
pengikutnya yang ditangkap dan gugur dalam pertempuran. Pada November 1828, Kyai Maja
ditangkap Belanda. Sementara Sentot Alibasha menyerah pada Oktober 1829.
Jendral De Kock memerintahkan Kolonel Cleerens untuk mencari kontak dengan
Diponegoro. Pada 28 Maret 1830, dilangsungkan perundingan antara Jendral De Kock
dengan Diponegoro di kantor karesidenan Kedu, Magelang. Namun Belanda berhianat,
Diponegoro dan pengikutnya ditangkap, dia dibuang ke Manado dan Makasar. Dengan
demikian, berakhirlah perang Diponegoro.

5. Perang Aceh
Aceh dihormati oleh Inggris dan Belanda melalui Traktat London pada 1824, karena Terusan
Suez diuka, yang menyebabkan kedudukan Aceh menjadi Strategis di Selat Malaka dan
menjadi incaran bangsa barat. Untuk mengantisipasi hal itu, Belanda dan Inggris
menandatangani Traktat Sumatra pada 1871.
Melihat gelagat ini, Aceh mencari bantuan ke luar negeri. Belanda yang merasa takut disaingi
menuntut Aceh untuk mengakui kedaulatannya di Nusantara. Namun Aceh menolaknya,
sehingga Belanda mengirim pasukannya ke Kutaraja yang dipimpin oleh Mayor Jendral
J.H.R Kohler. Penyerangan tersebut gagal dan Jendral J.H.R Kohler tewas di depan Masjid
Raya Aceh.
Serangan ke – 2 dilakukan pada Desember 1873 dan berhasil merebut Istana kerajaan Aceh di
bawah pimpinan Letnan Jendral Van Swieten. Walaupun telah dikuasai secara militer, Aceh
secara keseluruhan belum dapat ditaklukkan. Oleh karena itu, Belanda mengirim Snouck
Hurgronye untuk menyelidiki masyarakat Aceh.
Pada 1891, Aceh kehilangan Teuku Cik Ditiro, lalu pada 1893, Teuku Umar menyerah
kepada Belanda, namun pada Maret 1896, ia kabur dan bergabung dengan para pejuang
dengan membawa sejumlah uang dan senjata. Pada 11 Februari 1899, Teuku Umar tewas di
Meulaboh. Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh istrinya, Cut Nyak Dhien.
Pada November 1902, Belanda menangkap 2 isteri Sultan Daudsyah dan anak – anaknya.
Belanda memberi 2 pilihan, menyerah atau keluarganya dibuang. Lalu pada 1 Januari 1903,
Sultan Daudsyah menyerah. Demikian pula Panglima Polim pada September 1903.
Pada 1905, Cut Nyak Dhien tertangkap di hutan, Cut Nyak Meutia gugur pada 1910. Baru
pada 1912, perang Aceh benar – benar berakhir.

6. Perang Bali
Pulau Bali dikuasai oleh kerajaan Klungkung yang mengadakan perjanjian dengan Belanda
pada 1841 yang menyatakan bahwa kerajaan Klungkung di bawah pemerintahan Raja Dewa
Agung Putera adalah suatu negara yang bebas dari kekuasaan Belanda.
Pada 1844, perhu dagang Belanda terdampar di Prancak, wilayah kerajaan Buleleng dan
terkena hukum Tawan Karang yang memihak penguasa kerajaan untuk menguasai kapal dan
isinya. Pada 1848, Belanda menyerang kerajaan Buleleng, namun gagal.
Serangan ke – 2 pada 1849, di bawah pimpinan Jendral Mayor A.V Michies dan Van
Swieeten berhasil merbut benteng kerajaan Buleleng di Jagaraga. Pertempuran ini diberi
nama Puputan Jagaraga.
Setelah Buleleng ditaklukkan, banyak terjadi perang puputan antara kerajaan – kerajaan Bali
dengan Belanda untuk mempertahankan harga diri dan kehormatan. Diantaranya Puputan
Badung (1906), Puputan Kusamba (1908), dan Puputan Klungkung (1908).

7. Perang Banjarmasin
Sultan Adam menyatakan secara resmi hubungan kerajaan Banjarmasin – Belanda pada 1826
sampai beliau meninggal pada tahun 1857. sepeninggal Sultan Adam, terjadi perebutan
kekuasaan oleh 3 kelompok :

Kelompok Pangeran Tamjid Illah, cucu Sultan Adam.

Kelompok Pangeran Anom, Putra Sultan Adam.

Kelompok Pangeran Hidayatullah, cucu Sultan Adam.

Di tengah kekacauan tersebut, terjadi perang Banjarmasin pada 1859 yang dipimpin Pangeran
Antasari, seorang putra Sultan Muhammad yang anti Belanda. Dalam melawan Belanda,
Pangeran Antasari dibantu oleh Pangeran Hidayatullah.
Pada 1862, Pangeran Hidayatullah ditangkap dan dibuang ke Cianjur. Dalam pertempuran
dengan Belanda pada tahun tersebut, Pangeran Antasari tewas.

Persamaan kolonialisme dan imperialisme adalah akan membuat negara penjajah menjadi


makmur,sementara yang dijajah semakin menderita.
Kolonialisme bertujuan untuk menguras habis sumber daya alam dari negara yang bersangkutan untuk
diangkut ke negara induk.

Imperialisme bertujuan untuk menanamkan pengaruh pada semua bidang kehidupan negara yang
bersangkutan.

Pengaruh kebijakan pemerintah kerajaan yang diterapkan oleh Daendels sangat


berbekas dibanding penggantinya, Gubernur Jenderal Janssens yang lemah. Langkah-
langkah kebijakan Daendels yang memeras dan menindas rakyat menimbulkan:

a. kebencian yang mendalam baik dari kalangan penguasa daerah maupun rakyat,

b. munculnya tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta,

c. pertentangan/perlawanan penguasa maupun rakyat,

d. kemiskinan dan penderitaan yang berkepanjangan.

(Prof.Dr.M.Habib Mustopa dkk/yudistira:2006)

Langkah-langkah kebijakan Daendels yang memeras dan menindas rakyat menimbulkan:

a. kebencian yang mendalam baik dari kalangan penguasa daerah maupun rakyat,


b. munculnya tanah-tanah partikelir yang dikelola oleh pengusaha swasta,
c. pertentangan/perlawanan penguasa maupun rakyat,
d. kemiskinan dan penderitaan yang berkepanjangan, serta

Dalam pelaksanaannya, tanam paksa banyak mengalami penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan. Penyimpangan ini terjadi karena penguasa lokal, tergiur oleh janji Belanda yang
menerapkan sistem cultuur procenten. Cultuur procenten atau prosenan tanaman adalah hadiah dari
pemerintah bagi para pelaksana tanam paksa (penguasa pribumi, kepala desa) yang dapat menyerahkan
hasil panen melebihi ketentuan yang diterapkan dengan tepat waktu. Bagi rakyat di Pulau Jawa, sistem
tanam paksa dirasakan sebagai bentuk penindasan yang sangat menyengsarakan rakyat. Rakyat melarat
dan menderita. Terjadi kelaparan yang menghebat di Cirebon (1844), Demak (1848), dan Grobogan
(1849).

Kelaparan mengakibatkan kematian penduduk meningkat. Adanya berita kelaparan menimbulkan berbagai


reaksi, baik dari rakyat Indonesia maupun orang-orang Belanda. Rakyat selalu mengadakan perlawanan
tetapi tidak pernah berhasil. Penyebabnya bergerak sendiri-sendiri secara sporadis dan tidak terorganisasi
secara baik. Reaksi dari Belanda sendiri yaitu adanya pertentangan dari golongan liberal dan humanis
terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa.

Pada tahun 1860, Edward Douwes Dekker yang dikenal dengan nama samaran Multatuli menerbitkan
sebuah buku yang berjudul “Max Havelar”. Buku ini berisi tentang keadaan
pemerintahan kolonial yang bersifat menindas dan korup di Jawa. Di samping Douwes Dekker, juga ada
tokoh lain yang menentang tanam paksa yaitu Baron van Hoevel, dan Fransen van de Putte yang
menerbitkan artikel “Suiker Contracten” (perjanjian gula). Menghadapi berbagai reaksi yang ada,
pemerintah Belanda mulai menghapus sistem tanam paksa, namun secara bertahap. Sistem tanam paksa
secara resmi dihapuskan pada tahun 1870 berdasarkan UU Landreform (UU Agraria). Meskipun tanam
paksa sangat memberatkan rakyat, namun di sisi lain juga memberikan pengaruh yang positif terhadap
rakyat, yaitu:

1) terbukanya lapangan pekerjaan,


2) rakyat mulai mengenal tanaman-tanaman baru
3) rakyat mengenal cara menanam yang baik.

Secara umum bagi bangsa Indonesia tanam paksa sangat menyengsarakan rakyat, apalagi dengan
adanya Cultuurprocenten yang merupakan semacam hadiah bagi para pegawai Belanda, bupati dan
kepala desa pelaksana tanam paksa yang mampu mencapai atau melebihi target produksi yang
dibebankan pada tiap-tiap desa. Semakin besar hasil yang dicapai maka semakin besar prosentase
imbalan yang diterimanya. Akibatnya muncullah apa yang disebut vested interest yaitu mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya. Cara-cara ini akan menimbulkan penderitaan rakyat yang
semakin hebat karena mereka akan dipaksa untuk bekerja lebih keras lagi untuk meningkatkan
produksi tanaman. Selain itu, sawah dan ladang para petani juga terbengkalai karena ditinggal kerja
rodi, beban mereka semakin berat karena harus menanggung panen yang gagal dan membayar
pajak. Namun dari itu semua sistem tanam paksa juga membawa dampak positif bagi bangsa
Indonesia dimana dalam pelaksanaan tanam paksa diperkenalkan jenis-jenis tanaman baru yang
merupakan komoditi ekspor serta cara merawat dan tempat-tempat yang cocok untuk menanam jenis
tanaman tertentu. Bangsa Indonesia juga menjadi tahu cara-cara mengolah tanah dan cara memanen
yang baik sehingga menghasilkan hasil yang maksimal. Dan ada pula bukti kuantitatif maupun
kualitatif bahwa di daerah-daerah tertentu Tanam Paksa justru meningkatkan kemakmuran, seperti di
Pekalongan, penanaman tebu yang disertai dengan pembukaan pabrik gula mengakibatkan ekonomi
yang meluas dan pembayaran pajak berjalan lancar. Gejala yang sama terjadi pula di Priyangan,
dimana ada tanda-tanda peningkatan kesejahteraan petani. Terbukti dari adanya pertambahan
jumlah penduduk dan hewan ternak, semakin lajunya usaha pembukaan lahan, kenaikan produksi
pangan secara merata dan bertambah larisnya penjualan garam.

Bagi masyarakat Indonesia, sistem tanam paksa telah menimbulkan berbagai akibat pada
masyarakat pedesaan utamanya berkaitan dengan hak kepemilikan tanah dan
ketenagakerjaan. Meskipun demikian, pelaksaan sistem tanam paksa sedikit banyak juga
telah memberikan nilai-nilai positif bagi masyarakat di pedesaan.
Dalam tanam paksa, jenis tanaman wajib yang diperintahkan untuk ditanam adalah kopi,
tebu, dan indigo. Dengan diperkenalkannya tanaman-tanamn ekspor ini maka masyarakat
dapat mengetahui tanaman apa saja yang bernilai jual tinggi di pasaran internasional. Dengan
bertambahnya pengetahuan masyarakat tradisional tentang tanaman ekspor, maka tentunya
etos kerja masyarakat akan mengalami peningkatan.
Sistem tanam paksa dapat diibaratkan sebagai 1 keping uang logam, disatu sisi
pelaksanannya telah memunculkan satu kerugian bagi masyarakat pedesaan Indonesia,
namun disisi lain sistem tanam paksa juga memberikan dampak positif bagi masyarakat
Indonesia. Dampak positif dari sistem tanam paksa itu sendiri dapat dijabarkan sebagaimana
berikut:
  

1. Belanda menyuruh rakyat untuk menanam tanaman dagang yang bernilai jual untuk
diekspor Belanda. Dengan ini rakyat mulai mengenal tanamn ekspor seperti kopi, nila,
lada, tebu.
2. Diperkenalkannya mata uang secara besar – besaran samapai lapisan terbawah
masyarakat Jawa.
3. Perluasan jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan taraf hidup
masyarakat Indonesia melainkan guna kepentingan pemerintah Belanda sendiri, tetapi
hal ini mencipatakan kegiatan ekonomi baru orang Jawa dan memungkinkan pergerakan
penduduk desa masuk ke dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan uang. 
4. Berkembangnya industialisasi di pedesaan

5. Sistem Ekonomi Pintu Terbuka (Liberal)


6. Adanya desakan dari kaum Humanis Belanda yang menginginkan perubahan nasib
warga pribumi ke arah yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk
mengubah kebijakan ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru,
yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka
75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal
ini nampaknya juga masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat
pada :
7. a)      Keberadaan pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang
mengelola perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi
sebagai buruh penggarap tanah.
8. b)      Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas
ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar
dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
9. c)      Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau
jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.
10. Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi,
tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada
umumnya tidak diperlakukan layak.
Pada mulanya sistem ekonomi liberal (sistem ekonomi pintu terbuka) digagas karena adanya desakan kaum humanis

Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi kearah yang lebih baik dengan mendorong pemerintah Belanda

mengubah kebijakkan ekonominya. Oleh karena itu, dibuatlah peraturan-peraturan agrarian yang baru, yang antara lain

mengatur tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun dan aturan tentang tanah yang boleh disewakan

dan yang tidak boleh. Pada pelaksanaannya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan pribumi, tapi malah

menambah penderitaan rakyat karena hasil-hasil perkebunan dan pertambangan justru mengalir ke negeri Belanda. Dengan

hasil bumi tersebut, Belanda menjadi pusat perdagangan di Eropa. Keuntungan maksimal diperoleh Belanda, baik

pemerintah kolonial maupun pihak swasta. Sementara bagi rakyat Indonesia, terjadi kemerosotan tingkat kesejahteraan

penduduk. Hasil bumi mengalir ke pihak Belanda dan usaha-usaha rakyat kalah bersaing oleh usaha-usaha asing yang masuk

karena kebijakan pintu terbuka. Rakyat juga menderita karena masih diterapkannya sistem kerja rodi dan adanya hukuman

bagi yang melanggar peraturan Poenale Sanctie.

Anda mungkin juga menyukai