Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN STROKE HEMORAGIK

A. PENGERTIAN STROKE HEMORAGIK
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular (Muttaqin, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun (Ria Artiani, 2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian
merusaknya (M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke
yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat
mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir
dengan kelumpuhan.
B. ETIOLOGI STROKE HEMORAGIK
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal,
terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung
masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah
1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium,
penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen
tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol
C. PROSES KEBUTUHAN MANUSIA SESUAI KASUS
1. Definisi Kebutuhan Aktivitas
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat
melakukan kegiatan dengan bebas (kosier,1989).
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) adalah kemampuan seseorang untuk berjalan
bangkit berdiri dan kembali ke tempat tidur, kursi, kloset duduk, dan sebagianya
disamping kemampuan mengerakkan ekstermitas atas. (Hincliff, 1999).
Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dini menurut Carpenito tahun 2000 adalah suatu
upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita
untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Kebutuhan aktivitas atau pergerakan dan istirahat tidur merupakan suatu kesatuan
yang saling berhubungan dan saling mempegaruhi. Salah satu tanda kesehatan adalah
adanya kemampuan seseorang tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan
musculoskeletal.
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
2. Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya..
a. Jenis Mobilitas
 Mobilitas Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh
dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
 Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalamai moblitas sebagian pada
ekstremitas bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik.
 Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adanya dislokasi sendi
dan tulang.
 Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
sistem saraf yang reversible. Contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke,
paraplegi karena cidera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya
sistem saraf motorik dan sensorik.
3. Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, diantaranya:
 Gaya Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas seseorang karena
berdampak pada kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.
 Proses Penyakit/Cidera. Hal dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat berpengaruh
pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur akan
mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
 Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami
gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
 Tingkat Energi untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
 Usia dan Status Perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia
yang berbeda.
4. Kebutuhan Imobilitas
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya
mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas,
dan sebagainya.
5. Jenis imobilitas
 Imobiltas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengubah tekanan.
 Imobilitas intelektual, merupakan keadaan dimana mengalami keterbatasan berpikir,
seperti pada pasien yang mengalami gangguan otak akibat suatu penyakit.
 Imobilitas emosional, yakni keadaan ketika mengalami pembatasan secara emosional
karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Seperti keadaan
stress berat karena diamputasi ketika mengalami kehilangan bagian anggota tubuh
atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.
 Imobilitas sosial, yakni keadaan seseorang yang mengalami hambatan dalam
berinteraksi karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial.
6. Perubahan Sistem Tubuh Akibat Imobilitas
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mepengaruhi sistem tubuh. Seperti
perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan
dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fugsi gastrointestinal, perubahan sistem pernafasan,
perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem musculoskeletal, perubahan kulit, perubahan
eliminasi (buang air besar dan kecil), dan perubahan perilaku.
a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal.
Mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolism dalam
tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya Basal Metabolisme Rate (BMR)
yang menyebabkan berkurangnya energy untuk perbaikan sel-sel tubuh. Sehingga
dapat mempengaruhi oksigensi sel. Perubahan metabolism imobilitas dapat
mengakibatkan proses anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini
dapat meningkatkan resiko gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat juga
menyebabkan penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat
ditemukan pada pasien yang mengalami immobilitas pada hari kelima dan keenam.
Beberpa dampak dan perubahan metabolisme diantaranya, pengurangan jumlah
metabolisme, antropi kelenjar dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, demineralisasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguang
gastrointestinal.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein
serum berkurang, sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Di samping
itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dapat
menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Imobilitas juga dapat mengakibatkan demineralisasi tulang akibat menurunnya
aktivitas otot. Sedangkan meningkatnya demineralisasi tulang dapat mengakibatkan
reabsorbsi kalium.
c. Gangguan Perubahan Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein
dan kalori dapat mengkibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun. Dimana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen
dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal Imobilitas
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini desebabkan
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan
jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan. Seperti perut kembung,
mual dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
 Gangguan Muskular.
Yakni menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas secara langsung. Hal ini
ditandai dengan menurunnya stabilitas. Berkurangnya massa otot dapat
menyebabkan atropi pada otot. Seperti, otot betis yang telah dirawat lebih dari
enam minggu ukurannya akan lebih kecil dan menunjukkan tanda lemah dan lesu.
 Gangguan Skeletal
Misalnya, akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang
disebabkan atropi dan memendeknya otot. Kontraktur dapat menyebabkan sendi
dalam kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi akibat reabsorbsi
tulang semakin besar, sehingga menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah
menurun dan jumlah kalsium yang di keluarkan melalui urine semakin besar.

D. PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan
otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan
cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus,
pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding
permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat
pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada
jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak
dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme
ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke
5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena
interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan
serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika
kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan
fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak,
tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
E. MANIFESTASI KLINIS STROKE HEMORAGIK
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah a. serebri media
 Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
 Hemianopsi homonim kontralateral
 Afasi bila mengenai hemisfer dominan
 Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah a. Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
3. Daerah a. Serebri anterior
 Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
 Incontinentia urinae
 Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah a. Posterior
 Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
 daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
 Nyeri talamik spontan
 Hemibalisme
 Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
 Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
 Hemiplegi alternans atau tetraplegi
 Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
F. KOMPLIKASI STROKE HEMORAGIK
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

G. PENATALAKSANAAN MEDIS STROKE HEMORAGIK


Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal
difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan
O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia
(irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
 Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
 Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
 Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti
hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan
dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat
dipertahankan.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG STROKE HEMORAGIK
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurism
atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
J.    RENCANA KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitorang neurologis
Perfusi jaringan tindakan keperawatan1.    Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan
serebral  b.d aliran selama 3 x 24 jam, bentuk  pupil
darah ke otak diharapkan suplai aliran2.    Monitor tingkat kesadaran klien
terhambat. darah keotak lancar3.    Monitir tanda-tanda vital
dengan kriteria hasil: 4.    Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
          Nyeri kepala / vertigo5.    Monitor respon klien terhadap pengobatan
berkurang sampai de-6.    Hindari aktivitas jika TIK meningkat
ngan hilang 7.    Observasi kondisi fisik klien
          Berfungsinya saraf
dengan baik Terapi oksigen
          Tanda-tanda vital1.    Bersihkan jalan nafas dari sekret
stabil 2.    Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3.    Berikan oksigen sesuai intruksi
4.    Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan
sistem humidifier
5.    Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6.    Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7.    Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
8.    Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur
2 Kerusakan Setelah dilakukan1.    Libatkan keluarga untuk membantu
komunikasi verbal tindakan keperawatan memahami / memahamkan informasi dari / ke
b.d penurunan selama  3 x 24 jam, klien
sirkulasi ke otak diharapkan klien mampu 2.    Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh
untuk berkomunikasi lagi perhatian
dengan kriteria hasil: 3.    Gunakan kata-kata sederhana dan pendek
          dapat menjawab dalam komunikasi dengan klien
pertanyaan yang diajukan 4.    Dorong klien untuk mengulang kata-kata
perawat 5.    Berikan arahan / perintah yang sederhana
          dapat mengerti dan setiap interaksi dengan klien
memahami pesan-pesan 6.    Programkan speech-language teraphy
melalui gambar 7.    Lakukan speech-language teraphy setiap
          dapat interaksi dengan klien
mengekspresikan
perasaannya secara
verbal maupun nonverbal
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan1     Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
diri; tindakan keperawatan 2     Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
mandi,berpakaian, selama 3x 24 jam, dalam makan, mandi, berpakaian dan toileting
makan, diharapkan kebutuhan 3     Berikan bantuan pada klien hingga klien
mandiri klien terpenuhi, sepenuhnya bisa mandiri
dengan kriteria hasil: 4     Berikan dukungan pada klien untuk
          Klien dapat makan menunjukkan aktivitas normal sesuai
dengan bantuan orang kemampuannya
lain / mandiri 5     Libatkan keluarga dalam pemenuhan
          Klien dapat mandi de- kebutuhan perawatan diri klien
ngan bantuan orang lain
          Klien dapat memakai
pakaian dengan bantuan
orang lain / mandiri
          Klien dapat toileting
dengan bantuan alat
4 Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan 1     Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak
fisik b.d kerusakan tindakan keperawatan aktif pada sisi ekstrimitas yang sehat
neurovas-kuler selama 3x24 jam,
2     Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi
diharapkan klien dapat ekstrimitas yang parese / plegi dalam toleransi
melakukan pergerakan nyeri
fisik dengan kriteria hasil3     Topang ekstrimitas dengan bantal untuk
: mencegah atau mangurangi bengkak
          Tidak terjadi
4     Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan
kontraktur otot dan kemampuan klien
footdrop 5     Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi
          Pasien berpartisipasi seperti yang disarankan
dalam program latihan 6     Libatkan keluarga untuk membantu klien
          Pasien mencapai latihan sendi
keseimbangan saat duduk
          Pasien mampu
menggunakan sisi tubuh
yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya
fungsi pada sisi yang
parese/plegi
5 Resiko kerusakan Setelah dilakukan 1     Beri penjelasan pada klien tentang: resiko
integritas kulit b.d tindakan perawatan adanya luka tekan, tanda dan gejala luka
immobilisasi fisik selama 3 x 24 jam, tekan, tindakan pencegahan agar tidak terjadi
diharapkan pasien luka tekan)
mampu mengetahui dan  2     Berikan masase sederhana
mengontrol resiko          Ciptakan lingkungan yang nyaman
dengan kriteria hasil :           Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk
          Klien mampu menge- pelicin
nali tanda dan gejala           Lakukan masase secara teratur
adanya resiko luka tekan           Anjurkan klien untuk rileks selama masase
          Klien mampu          Jangan masase pada area kemerahan utk
berpartisi-pasi dalam menghindari kerusakan kapiler
pencegahan resiko luka          Evaluasi respon klien terhadap masase
tekan (masase sederhana, 3     Lakukan alih baring
alih ba-ring, manajemen          Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
nutrisi, manajemen          Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin
tekanan). untuk mengurangi kekuatan geseran
          Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
          Observasi area yang tertekan (telinga,
mata kaki, sakrum, skrotum, siku, ischium,
skapula)
4     Berikan manajemen nutrisi
          Kolaborasi dengan ahli gizi
          Monitor intake nutrisi
          Tingkatkan masukan protein dan
karbohidrat untuk memelihara ke-seimbangan
nitrogen positif
5     Berikan manajemen tekanan
          Monitor kulit adanya kemerahan dan
pecah-pecah
          Beri pelembab pada kulit yang kering dan
pecah-pecah
          Jaga sprei dalam keadaan bersih dan
kering
          Monitor aktivitas dan mobilitas klien
          Beri bedak atau kamper spritus pada area
yang tertekan
           
6 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan Aspiration Control Management :
berhubungan dengan tindakan perawatan          Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk
penurunan tingkat selama 3 x 24 jam, dankemampuan menelan
kesadaran diharapkan tidak terjadi          Pelihara jalan nafas
aspirasi pada pasien          Lakukan saction bila diperlukan
dengan kriteria hasil :           Haluskan makanan yang akan diberikan
          Dapat bernafas          Haluskan obat sebelum pemberian
dengan mudah,frekuensi
pernafasan normal
          Mampu
menelan,mengunyah
tanpa terjadi aspirasi

7 Resiko Injuri Setelah dilakukan Risk Control Injury


berhubungan dengan tindakan perawatan          menyediakan lingkungan yang aman bagi
penurunan tingkat selama 3 x 24 jam, pasien
kesadaran diharapkan tidak terjadi          memberikan informasi mengenai cara
trauma pada pasien mencegah cedera
dengan kriteria hasil:           memberikan penerangan yang cukup
          bebas dari cedera           menganjurkan keluarga untuk selalu
          mampu menjelaskan menemani pasien
factor resiko dari
lingkungan dan cara
untuk mencegah cedera
          menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
8 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Respiratori Status Management
efektif berhubungan tindakan perawatan          Pertahankan jalan nafas yang paten
dengan penurunan selama 3 x 24 jam,          Observasi tanda-tanda hipoventilasi
kesadaran diharapkan pola nafas          Berikan terapi O2
pasien efektif dengan          Dengarkan adanya  kelainan suara
kriteria hasil : tambahan
- Menujukkan jalan nafas          Monitor vital sign
paten ( tidak merasa
tercekik, irama nafas
normal, frekuensi nafas
normal,tidak ada suara
nafas tambahan
- Tanda-tanda vital dalam
batas normal

Discharge planning bagi pasien stroke


1. Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan
2. Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan
3. Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di rumah (misal
kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
4. Penunjukkan health care provider yang akan memonitor status kesehatan pasien
5. Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan pasien untuk
memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan mengajarkan tindakan yang
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.  Jakarta :
Salemba Medika
___________. Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragic. Diakses pada tanggal 6 Februari 2012 di
http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemoragik/
___________. Konsep Teori Stroke Hemoragik. Diakses pada tanggal 6 Februari 2012
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/

Anda mungkin juga menyukai