Anda di halaman 1dari 33

BAB II

PEMBAHASAN

1. Halusinasi
1. Pengertian Halusinasi
Menurut Cook dan Fontaine (1987) perbuhan persepsi sensori : halusinasi adalah
salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori,
seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penghidupan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu,
perubahan persepsi sensori : halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori
tentang sutu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya
rangsangan dari luar meliputi semua sistem pengindraan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan, atau pengecapan ).

Menurut Stuart (2009), halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada
respon neurobiologis yang maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata
dan meresponnya, namun dalam halusinasi stimulus internal dan eksternal tidak dapat
diisentifikasi.

Menurut NANDA-I (2009-2011) juga menyatakan bahwa halusinasi merupakan


perubahan dalam jumlah dan pola stimulus yang diterima disertai dengan penurunan
berlebihan distorsi atau kerusakan respon beberapa stimulus.

Menurut Videbeck (2008) juga menyebutkan bahwa halusinasi adalah persepsi


sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas,
halusinasi dapat melibatkan panca indra dan sensai tubuh.

2. Jenis Halusinasi serta Data Objektif dan Subjektif


a. Halusinasi Pendengaran
Halusinasi pendengaran merupakan gejala mayoritas yang sering dijumpai pada
klien skizofrenia. Papolos & papolos (2002, dalam Fontaine, 2009) menyatakan
bahwa halusinasi dan delusi mencapai 90% padaindividu dengan skizofrenia dan
halusinasi dengar merupakan masalah utama yang paling sering dijumpai 70%.

1
Diperkuat oleh Stuart da Laraia (2005) yang menyatakan bahwa klien skizofrenia
70% mengalami halusinasi dengar. Senada dengan pernyataan diatas Stuart (2009)
yang juga menyatakan bahwa halusinasi yang paling sering dikaitkan dengan
skizofrenia, sekitar 70% klien skizofrenia mengalami halusinasi dengar.
Menurut Stuart (2009), pada klien halusinasi dengar tanda dan gejala dapat di
karakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering dalam bentuk suara,
rentang suara dari suara sederhana atau suara yang jelas, suara tersebut
membicarakan tentang pasien, sampai percakapan yang komplet antara dua orang
atau lebih seperti orang yang berhalusinasi. Suara yang didengar dapat berupa
perintah yang memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang
dapat membahayakan atau mencedera.

b. Halusinasi Penglihatan
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma
atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau yang bersifat lebih umum atau
bau busuk atau bau yang tidak sedap ( Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck
2008).
Isi halusinasi berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama sekali,
misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin sesuatu
bentuknya menakutkan (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008). Isi
halusinasi penglihatan klien adalah klien melihat cahaya, bentuk geometris, kartun
atau campuran antara gambaran bayangan yang kompleks, dan bayangan tersebut
dapat menyenagkan klien atau juga sebaliknya mengerikan ( Stuart % Laraia,
2005; Stuart,2009).

c. Halusinasi Penciuman
Isi halusinasi dapat berupa klien mencium aroma atau bau tertentu seperti urine
atau feses atau bau yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak
sedap (Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck, 2008). Menurut Stuart (2009)
pada halusinasi penciuman klien dapat mencium bau buuku, jorok dan bau tengik
seperti bau darah, urine atau tinja , kadang-kadang bau bisa menyenangkan,

2
halusinasi penciuman biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang, dan
demensia.

d. Halusinasi pengecapan
Isi halusinasi pengecapan berupa klien mengecap rasa yang tetap ada dalam
mulut, atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lin. Rasa tersebut
dapat berupa rasa logam atau pahit atau mungkin seperti rasa tertentu. Atau berupa
rasa busuk, tak sedap dan anyir seperti darah, urine atau feces (Stuart & Laraia.,
2005; Stuart, 2009).

e. Halusinasi peabaan
Klien merasakan sensai sepertialiran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau
binatang kecil yang merayap di kulit (Cancro&Lehman, 2000 dalam Videbeck,
2008). Klien juga dapat mengalami nyeri atau tidak nyaman tanpa adanya
stimulus yang nyata, seperti sensasi listrik dari bumi, benda mati ataupun dari
orang lain (Stuart&Laraia, 2005; Stuart,2009).

f. Halusinasi Chenesthetik
Klien merasa fungsi tubuh seperti darah berdenyut melalui vena dan arteri,
mencerna makanan, atau bentuk urin (Vidbeck, 2008; Stuart,2009).

g. Halusinasi Kinestetik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan tubuh,
gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang diatas tanah. Sensasi gerakan
sambil berdiri tak bergerak (Vidbeck, 2008;Stuart,2009).

Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif Klien yang Mengalami Halusinasi

Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi Dengar  Bicara atau tertawa  Mendengar suara –
( klien mendengar suara / sendiri. suara atau kegaduhan.
bunyi yang tidak ada  Marah – marah tanpa  Mendengar suara yang
3
hubungannya dengan sebab. mengajak bercakap-
stimulus yang nyata /  Mendekatkan telinga cakap.
lingkungan ) ke arah tertentu.  Mendengar suara
 Menutup telinga. menyuruh melakukan
sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi Penglihatan  Menunjuk-nunjuk ke  Melihat bayangan,
( klien melihat gambaran arah tertentu. sinar, bentuk
yang jelas / samar  Ketakutan pada geometris, kartun,
terhadap adanya stimulus sesuatu yang tidak melihat hantu, atau
yang nyata dari jelas. monster.
lingkungan dan orang
lain tidak melihatnya ).
Halusinasi Penciuman  Mengendus-endus  Membaui bau-bauan
( klien mencium suatu seperti sedang seperti bau darah,
bau yang muncul dari membaui bau-bauan urine, feses, dan
sumber tertentu tanpa tertentu. terkadang bau-bau
stimulus yang nyata ).  Menutup hidung. tersebut
menyenangkan bagi
klien.
Halusinasi pengecapan  Sering meludah.  Merasakan rasa seperti
( klien merasakan sesuatu  Muntah. darah, urine, atau
yang tidak nyata, feses.
biasanya merasakan rasa
makanan yang tidak enak
).
Halusinasi Perabaan  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
( klien merasakan sesuatu permukaan kulit serangga di permukan
pada kulitnya tanpa ada kulit.
stimulus yang nyata ).  Merasa seperti
tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik  Memegang kakinya  Mengatakan badannya
( klien merasa badan nya yang dianggapnya melayang di udara.
bergerak dalam suatu bergerak sendiri.
4
ruangan atau anggota
badan nya bergerak ).
Halusinasi Viseral  Memegang badannya  Mengatakan perutnya
( perasaan tertentu timbul yang di anggapnya menjadi mengecil
dalam tubuhnya ). berubah bentuk dan setelah minum soft
tidak normal seperti drink.
biasanya.
Sumber: Stuart dan Sundeen (1998)

3. Fase Halusinasi
a. Comforting (Halusinasi menyengkan, cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti cemas, kesepian,
rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenagkan untuk menghilangkan kecemasan. Seseorang mengenal bahwa
pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kesadaran control jika kecemasan
tersebut bisa dikelola.
Perilaku yang dapat di observasi :
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat.
2) Menggerakkan bibir tanpa membuat suara.
3) Pergerakan mata yang tepat.
4) Respon verbal yang lambat seperti asyik.
5) Diam dan tampak asyik.
b. Comdemning (Halusinasi menjijikan, Cemas sedang)
Klien mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha menjauhkan diri,
serta merasa maluy dengan adanya pengalaman sensori tersebut dan menarik diri
dari orang lain.
Perilaku yang dapat di observasi :
1) Ditandai dengan peningkatan kerja sistem saraf autonomic yang mnunjukan
kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan
darah.
2) Rentang perhatian menjdi sempit.
3) Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemmapuan
untuk membedakan halusinasi dengan realitas.

5
c. Controlling (Pengalaman sensori berkuasa, cemas berat)
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan penglaman
halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik/ memikat. Seseorang mungkin
mengalami kesepian jika pengalaman snsori berakhir.
Perilaku yang dapat di observasi :
1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja oleh klien
tetapi mungkin akan diikuti/ dituruti.
2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain.
3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit.
4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringat, tremor, tidak mampu
mengikuti perintah.
d. Conquering (Melebur dalam pengaruh halusinasi, panik)
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah dari
halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu 4 jam atau sehari bila tidak
ada intervensi terapeutik.
Perilaku yang dapat di observasi :
1) Perilaku klien seperti tampak dihantui teror dan panik.
2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain.
3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari halusinasi
misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia.
4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks.
5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang.

4. Rentang Respon Neurobiologis

Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif R. Maladaptif

1. Pikiran Logis 1. Kadang proses 1. Gangguan


2. Persepsi pikir proses pikir
Akurat terganggu (waham)
3. Emosi 2. Ilusi 2. Halusinasi
konsisten 3. Emosi 3. RPK 6
dengan 4. Perilaku tidak 4. Perilaku tidak
pengalaman biasa terorganisir
4. Perilaku 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial
sesuai
5. Faktor Penyebab
Halusinasi sering secara umum ditemukan pada klien skizofrenia. Proses terjadinya
halusinasi pada klien skizofrenia dapat dijelaskan berdasarkan Model Adaptasi Stuart
dan Laraia (2005; Stuart, 2009) yaitu faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian
stressor, sumber koping, dan juga mekanisme koping.
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (2005; Stuart,2009), faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan terjadinya halusinasi pada klien skizofrenia meliputi faktor biologi,
psikologi, dan juga sosialkultural.

1) Faktor Biologi
Menurut Videbeck (2008) :
a) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel, 2007). Sedangkan
Buchanan dan Carpenter (2000, dalam Stuart &Laraia, 2005; Stuart, 2009)
menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia
adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berpean adalah
kromosom 4,8,15,dan 22, Craddock et al (2006 dalam Stuart, 2009). Penelitian
juga menemukan gen GAD 1 yang bertanggungjawab memproduksi GABA,
dimana pada klien skizofrenia tidakdapat meningkat secara normal sesuai
perkembangan pada daerah frontal, dimana bagian ini berfungsi dalam proses
berfikir dan pengambilan keputusan Hung et al, (2007 dalam Stuart, 2009).

b) Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional dan neurokimia di otak
klien skizofrenia hidup dan postmortem, penelitian menunjukkan bahwa kortek

7
prefrontal dan sistem limbik tidak sepenuhnya berkembang pada di otak klien
dengan skizofrenia. Penurunan volume otak mencerminkan penurunan baik
materi putih dan materi abu-abu pada neuron akson (Kuroki et al, 2006; Higgins,
2007 dalam Stuart, 2009). Hasil pemeriksaan Computed Tomography (CT) dan
Magnetic Resonance Imaging (MRI), memperliatkan penurunan volume otak
pada individu dengan skizofrenia, temuan ini memperlihatkan adanya
keterlambatan perkembangan jaringan otak dan atropi. Pemeriksaan Positron
Emission Tomography (PET) menunjukkan penurunan aliran darah ke otak pada
lobus frontal selama tugas perkembangan kognitif pada individu dengan
skizofrenia. Penelitian lain juga menunjukkan terjadinya penurunan volume otak
dan fungsi otak yang abnormal pada area temporalis dan frontal (Videbeck,
2008). Perubahan pada kedua lobus tersebut belum diketahui secara pasti
penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis dan frontalis berkolerasi
dengan terjadinya tanda-tanda positif dan negatif dari skizofrenia. Copel (2007)
menyebutkan bahwa tanda-tanda positif skizofrenia seperti psikosi disebabkan
karena fungsi otak yang abnormal pada lobus temporalis. Sedangkan tanda-anda
negatif seperti tidak memiliki kemauan untuk motivasi dan anhedonia disebabkan
oleh fungsi otak yang abnormal pada lobus frontalis.

c) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas hipotetsi disregulasi
pada skizofrenia, gangguan terus menerus dalam satu atau lebih neurotransmiter
atau neuromodulator mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan
neurotransmisi tidak stabil atau tidak menentu. Teori ini menyatakan bahwa area
mesolimbik overaktif terhadap dopamine, sedangkan area prefrontal mengalami
hipoaktif sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sistem neurotransmiter
dopamine dan serotonin serta yang lain (Stuart, 2009). Pernyataan ini memberi
arti bahwa neurotransmitter mempunyai peranan yang penting menyebabkan
terjadinya skizofrenia.
Adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin dan serotonin
mengakibatkan kerusakan komunikasi antar sel otak, sehingga jalur penerima dan
pengiriman informasi di otak terganggu. Keadaan inilah yang mengakibatkan
8
informasi tidak dapat diproses sehingga terjadi kerusakan dalam persepsi yang
berkembang menjadi halusinasi dan kesalahan dalam membuat kesimpulan yang
berkembang menjadi delusi.

d) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia” telah berlangsung
(Torrey et al, 2007; alman et al, 2008). Bukti campuran menunjukkan bahwa
paparan prenatal terhadap virus influenza, terutama selama trimester pertama,
mungkin menjadi salah satu faktor penyebab skizofrenia pada beberapa orang
tetapi tidak pada orang lain (Brown et al, 2004). Teori ini didukung oleh temuan
riset yang memperlihatkan lebih banyak orang dengan skiofrenia lahir di musim
dingin atau awal musim semi dan di daerah perkotaan (Van Os et al, 2004).
Temuan ini menunjukkan musim potensial dan tempat lahir dampak terhadap
resiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih sering terjadi pada tempat-tempat
keramaian dan musim dingin dan awal musing semi dan dapat terjadi in utero
atau pada anak usia dini pada beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007;
Velling et al, 2008 dalam Stuart, 2009)

e) Psikologis
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005) faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi adalah tingkat intelegensi, kemampuan verbal, moral,
kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan motivasi. Selain itu faktor
penyebab terjadinya skizofrenia berdasarkan teori interpersonal berpendapat
bahwa s skizofrenia muncul akibat hubungan disfungsional pada masa kehidupan
awal dan masa remaja, skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas atau ayah yang
jauh dan suka mengonbtrol (Torrey, 1995 dalam Videbeck, 2008). Halini
memberiarti bahwa anak akan belajar pada orangtua nya yang mengalami
skizofrenia dan akan mempraktekkan apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam
setiap ia mengalami masalah.

f) Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah
adanya double bind didalam keluarga dan konflik dalam keluarga. Torrey (1995
dalam Videbeck , 2008) menyebutkan bahwa salah satu faktor sosial yang dapat
9
menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah asnya disfungsi dalam pengasuhan
anak maupun dinamika keluarga.
Seaward (1997, dalam Videbeck 2008) menyebutkan bahwa fakor budaya dan
sosial dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah karena tidak adanya
penghasilan, adanya kekerasan , tidak memiliki tempat tinggal, kemiskinan dan
diskriminasi ras, golongan , usia maupun jenis kelamin.

b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di otak yang
mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimulasi penglihatan dan
pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses
oleh lobus frontal dan bila informasi yang disampaikan terlalu banyak pada suatu
waktu atau jika informasi tersebut salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload
ke ganglia basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk mmeperlambat transmisi ke
lobus frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan pada
proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses
informasi overload ( Stuart & Laraia 2005 ; Stuart 2009). Selain itu , penurunan
pintu mekanisme/gatting proses ini ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu
dalam memilih stimuli secara selektif ( Hong et al, 20027 dalam Stuart 2009).

c. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individeu ketika mengalami
stressor yang datang. Menurut Sinaga (2007), faktor biologis, psikososial dan
lingkungan saling berintegrasi datu sama lain pada saat individu mengalami stress
sedangkan individu sendiri memilki kerentanan (diatesis), yang jika diaktifkan oleh
pengaruh stress maka akan menimbulkan gejala skizofrenia. Berdasarkan Stuart dan
Laraia (2005), penilaian terhadap stressor terdiri dari respon kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini memberikan arti bahwa apabila individu
mengalami suatu stressor maka ia akan merespon stressor maka ia akan merespon
stressor tersebut dan akan tampak melalui tanda dan gejala yang muncul.

d. Sumber Koping

10
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), sumber koping merupakan hal yang
penting dalam membantu klien dalam mengatasi stressor yang dihadapinya. Sumber
koping tersebut meliputi aset ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu
mengatasi masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang adekuat maka
ia akan mampu beradaptasi dan mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan individu ketika
mengalami stress. Hal terseut sesuai dengan Videbeck (2008) yang menyatakan
bahwa keluarga memang merupakan salah satu sumber pendukung yang utama
dalam penyembuhan klien skizofrenia. Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit
menakutkan dan sangat menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi
klien dan keluarga. Proses penyesuaian psikotik terdiri dari empat fase : (1)
disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam
semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja
atau tujuan.

e. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia, 2005 ; Stuart, 2009), pada klien skizofrenia, klien
berusaha untuk melindungi dirinya dan pengalaman yang disebabkan oleh
penyakitnya. Klien akan melakukan regresi untuk mengatasi kecemasan yang
dialaminya, melakukan proyeksi sebagai usaha untuk menjelaskan persepsinya dan
menarik diri yang berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan
keasyikan terhadap pengalaman internal.

A. Pohon Masalah

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Core Problem Perubahan Persepsi


coreSensori : Halusinasi

11
Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

B. Asuhan Keperawatan Halusinasi

1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga.
Tanda dan gejala halusinasi dapat ditemukan dengan wawancara, melalui
pertanyaan sebagai berikut :
12
a) Apakah mendengar suara-suara atau bisikan-bisikan?
b) Apakah melihat bayangan-bayangan yang menakutkan?
c) Apakah mencium bau tertentu yang menjijikkan?
d) Apakah merasakan sesuatu yang menjalar di tubuhnya?
e) Apakah merasakan sesuatu yang menjijikkan dan tidak mengenakkan?
f) Seberapa sering mendengar suara-suara atau melihat bayangan tersebut?
g) Kapan mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
h) Pada situasi apa mendengar suara atau melihat bayang-bayang?
i) Bagaimana perasaan mendengar suara atu melihat bayangan tersebut?
j) Apa yang telah dilakukan, ketika mendengar suara dan melihat bayangan
tersebut?

Tanda dan gejala halusinasi di dapatkan saat observasi :


a) Tampak bicara atau tertawa sendiri
b) Marah-marah tanpa sebab
c) Memiringkan atau mengarahkan telinga ke arah tertentu atau menutup telinga
d) Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu
e) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
f) Menghidu seperti membaui bau-bauan tertentu
g) Menutup hidung
h) Sering meludah
i) Muntah
j) Menggaruk permukaan kulit

2. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Masalah keperawatan yang muncul berdasarkan (Fitria, 2009) adalah sebagai berikut
a) Risiko tinggi perilaku kekerasan.
b) Perubahan persepsi sensori : halusinasi.
c) Isolasi sosial.
d) Harga diri rendah kronis

13
Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji
Perubahan persepsi Subjektif :
sensori : halusinasi  Klien mengatakan mendengar sesuatu.
 Klien mengatakan melihat bayangan putih.
 Klien mengatakan dirinya seperti di sengat listrik.
 Klien mencium bau-bauan yang tidak sedap, seperti
feses.
 Klien mengatakan kepalanya melayang di udara.
 Klien mengatakan dirinya merasakan ada sesuatu
yang berbeda pada dirinya.

Objektif :
 Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat dikaji.
 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu.
 Berhenti bicara di tengah-tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu.
 Disorientasi.
 Konsentrasi rendah.
 Pikiran cepat berubah-ubah.
 Kekacauan alur pikiran.

3. Diagnosis Keperawatan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi

14
4. Rencana Tindakan Keperawatan (Tulis Sesuai Dengan Masalah Utama)
Dengan Diagnosa Keperawatan : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Perencanaan Rasional
No
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Pasien Mampu : Setelah 4x pertemuan, SP 1
1) Mengontrol pasien dapat 1) Membantu pasien mengenal 1) Mencari tahu apa yan g terjadi ketika
halusinasi dengan menjelaskan tentang: halusinasi ( isi, frekuensi, waktu pasien halusinasi.
cara menghardik. 1) Cara Menghardik terjadinya, situasi pencetus, perasaan 2) Memberi pengetahuan
2) Mengontrol 2) Cara minum obat (6 saat terjadi halusinasi) 3) Memberikan latihan praktik langsung untuk
halusinasi dengan Benar) 2) Menjelaskan cara mengontrol mencegah datangnya halusinasi
cara minum obat 3) Bercakap-cakap halusinasi : hardik, obat, bercakap- 4) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
(6 Benar) dengan orang lain. cakap, melakukan kegiatan harian pasien lakukan.
3) Mengontrol 4) Melakukan Kegiatan 3) Mengajarkan pasien mengontrol
halusinasi dengan Harian. halusinasi dengan cara menghardik
cara bercakap- halusinasi
cakap dengan 4) Masukan oada jadwal kegiatan untuk
orang lain. latihan menghardik
4) Mengontrol
halusinasi dengan
SP 2

15
cara melakukan 1) Evaluasi kegiatan menghardik, beri 1) Membandingkan hasil dan harapan.
kegiatan harian. pujian 2) Memberikan latihan praktik langsung untuk
2) Latih cara mengontrol halusinasi' mencegah datangnya halusinasi.
3) Latih cara mengontrol halusinasi 3) Memberikan latihan praktik langsung untuk
dengan obat ( jelaskan 5 benar : jenis, mencegah datangnya halusinasi.
guna, dosis, frekuensi, 4) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
cara,kontinuitas minum obat) pasien lakukan.
4) Masukan pada jadwal kegiatan untuk
latihan menghardik dan minum obat
SP 3
1) Evaluasi kegiatan harian menghardik 1) Membandingkan hasil dan harapan.
dan obat, beri pujian 2) Memberikan latihan praktik langsung
2) Latih cara mengontrol halusinasi untukmencegah datangnya halusinasi.
bercakap-cakap saat terjadi halusinasi 3) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
3) Masukkan pada jadwal kegiatan pasien lakukan.
untuk latihan menghardik, minum
obat dan bercakap-cakap.

SP 4
1) Evaluasi kegiatan harian menghardik, 1) Membandingkan hasil dan harapan.
minum obat dan bercakap-cakap, beri 2) Memberikan latihan praktik langsung
16
pujian untukmencegah datangnya halusinasi.
2) Latih cara mengontrol halusinasi 3) Mengontrol/evaluasi apa saja yang sudah
dengan melakukan kegiatan harian pasien lakukan.
(mulai 2 kegiatan)
3) Masukkan pada jadwal kegiatan
untuk latihan menghardik, minum
obat, bercakap-cakap dan kegiatan
harian.
2 Keluarga mampu Setelah 4x pertemuan SP 1
merawat anggota keluarga mampu 1) Diskusikan masalah yang dirasakan 1) Mengetahui masalah yang dirasakan dalam
keluarga yang meneruskan melatih dalam merawat klien merawat klien.
mengalami pasien dan mendukung 2) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala 2) Memberi pengetahuan.
masalah gangguan agar kemampuan dan proses terjadinya halusinasi 3) Memberi pengetahuan.
persepsi sensori : mengontrol 3) Jelaskan cara merawat halusinasi 4) Memberi latihan praktik langusng dalam
halusinasi halusinasinya meningkat. 4) Latih cara merawat halusinasi : mengontrol halusinasi.
hardik 5) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
5) Anjurkan membantu klien sesuai lakukan untuk latihannya
jadwal dan memberi pujian

SP 2
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
merawat/melatih klien menghardik, 2) Memberi pengetahuan.
17
beri pujian 3) Memberi latihan praktik langusng dalam
2) Jelaskan 6 benar cara memberikan mengontrol halusinasi.
obat 4) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
3) Latih cara memberikan/ membimbing lakukan untuk latihannya
minum obat.
4) Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberi pujian
SP 3
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
merawat/melatih klien menghardik 2) Memberi pengetahuan.
dan memberikan obat, beri pujian 3) Memberi latihan praktik langusng dalam
2) Jelaskan cara bercakap-cakap dan mengontrol halusinasi.
melakukan kegiatan untuk 4) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
mengontrol halusinasi lakukan untuk latihannya
3) Latih dan sediakan waktu bercakap-
cakap dengan klien terutama pada
saat halusinasi
4) Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
SP 4
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Membandingkan hasil dan harapan.
merawat/ melatih klien menghardik, 2) Memberi pengetahuan.
18
memberikan obat, dan bercakap- 3) Mengontrol apa-apa saja yang pasien
cakap, beri pujian lakukan untuk latihannya
2) Jelaskan follow up ke RSJ/PKM,
tanda kambuh, rujukan
3) Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberikan pujian

Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis Rencana Tindakan Medis/ psikofarmadinamika :


1. Terapi infivisu : Terapi perilaku a. Anti Psikotik :
2. Terapi kelompok :Psikoedukasi kelompok 1. Chlorpromazine ( Promactile, Largactile)
3. Terapi keluarga : Terapi Triangel. 2. Haloperidol ( Haldol, srenace, Lodomer)
4. Terapi komunitas : Assertive community therapy (ACT) 3. Stelazine
4. Clozapine (Clozaril)
5. Risperidone ( Risperidal)
b. Anti parkinson : Trihexyphenidile, Arthan

19
5. Evaluasi Keperawatan
Klien mampu menerapkan 4 cara mengontrol halusinasi:
a) Menghardik halusinasi
b) Mematuhi program pengobatan
c) Mengajak orang lain bercakap-cakap dengan bila timbul halusinasi.
d) Menyusun jadwal kegiatan harian untuk mengurangi waktu luang dan
melaksanakan jadwal kegiatan tersebut secara mandiri.
e) Menilai manfaat cara mengontrol halusinasi dalam mengendalikan halusinasi.

Evaluasi keperawatan untuk keluarga: Keluarga dapat:


a) Menjelaskan halusinasi yang dialami oleh pasien
b) Menjelaskan cara merawat pasien halusinasi
c) Mendemonstrasikan cara merawat pasien halusinasi
d) Memodifikasi lingkungan untuk membantu pasien mengatasi masalahnya
e) Menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
halusinasi.

20
STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

Hari / Tanggal :-
Pertemuan Ke : 1 (Satu)
SP. 1 : Mendiskusikan dengan pasien tenang halusinasi, dan cara untuk
mengontrol halusinasi tersebut.

I. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengajaknya kesana-kesini.
Klien mengatakan suara-suara timbul ketika klien tidak beraktivitas, seperti ketika
akan tidur.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

3. Tujuan Keperawatan
Klien dapat Mengenal halusinaninya dan klien mampu mengontrol halusinasi
dengan menghardik.

4. Rencana Keperawatan
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Identifikasi halusinasi : Isi, frekuensi, waktu terjadi, situasi pencetus, perasaan,
respon.
3) Jelaskan cara mengontrol halusinasi : hardik, obat, bercakap-cakap, kegiatan.
4) latih cara mengontrol halusinasi dengan menghardik.
5) Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik.

II. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Salam Terapeutik

21
"Assalamu'alaikum warohmatulloh, “Selamat pagi mas , saya mahasiswa
keperawatan yang akan merawat mas , nama saya siti saodah senang di
panggil odah .” “nama mas siapa ? , mas senang di panggil siapa”.
“bagaimana perasaan mas hari ini ? apakah yang mas rasakan saat ini .”

b. Evaluasi/Validasi
“ Baiklah , bagaimana kalau kita berbicara tentang suara yang selama ini mas
dengar tetapai tak tampak wujudnya ?”
c. Kontrak saat ini
 Topik
“Baik mas sesuai dengan kontrak kita, kita akan bicara tentang suara
yang mas dengar tetapi tak tampak wujudnya?”
 Waktu
“Apakah saat ini mas memiliki waktu luang sekitar 30 menit mas ? baik
lah mas jika memiliki waktu luang 30 menit ?”
 Tempat
“Apakah saat ini mas memiliki waktu luang sekitar 30 menit mas ? baik
lah mas jika memiliki waktu luang 30 menit ?”

2. Fase Kerja
“ Apakah mas mendengar suara tanpa ada wujudnya ? apa yang di katakana
suara itu ?” “ Apakah terus menerus terdengar atau sewaktu waktu ? kapan yang
paling sering di dengar suaranya ? Berapa kali sehari mas alami ? pada keadaan
apa suara itu terdengar ? Apakah apakah pada waktu sendiri ?” “ apa yang mas
rasakan pada saat mendengar suara itu ?”“ apa yang mas lakukan saat mendengar
suara itu ?” “apakah dengan cara itu sura suara itu hilang ? bagaimana kalau kita
belajar cara – cara untuk mencegah suara – suara itu muncul ? “ mas , ada
empat cara untuk mencegah suara suara itu muncul . pertama mengontrol
halusinasi dengan menghardik , kedua mengontrol halusinasinya dengan
bercakap-cakap , ketiga mengontrol halusinasinya dengan melakukan kegiatan
,keempat minum obat kedalam jadwal harian .”

22
“ Bagaiman kalau kita belajar satu cara dulu , yaitu dengan menghardik .” “ cara
nya sebagai berikut : saat suara suara itu muncul , langsung mas bilang , pergi
saya tidak mau dengar . kamu suara Palsu . Begitu diulang ulang sampai suara itu
tak terdengar lagi . coba mas peragakan !Nah begitu …. Bagus ! coba lagi !ya
bagus mas sudah bisa .”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Perasaan Klien
“Bagaimana perasaan mas setelah melakukan peragaan latihan tadi ?”“kalau
suara suara itu muncul lagi , silahkan coba cara tersebut !”

b. Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini


“Bagaimana mas , coba ceritakan dan sebutkan lagi apa yang saya bicarakan
tadi tentang halusinasi bila mas mendengar suara suara yang tidak ada
wujudnya mas dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik dengan
berbicara pergi kamu , kamu suara palsu.”

c. Tindakan Lanjut
“Selanjutnya bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya?”

d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang


 Topik
“Mas besok pagi kita akan membicarakan tentang cara ke dua yaitu dapat
mengontrol halusinasinya dengan bercakap-cakap bersama dengan perawat
atau teman di sini .”
 Waktu
“Nanti kita bertemu jam 09.00 ya mas .”
 Tempat
"Besok kita ingin ngobrol dimana mas? Disini lagi ya mas? Diruang tamu"

23
STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

Hari / Tanggal :-
Pertemuan Ke : 2 (Dua)
SP. 2 : Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan menggunakan obat
secara teratur.

I. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengajaknya kesana-kesini.
Klien mengatakan suara-suara timbul ketika klien tidak beraktivitas, seperti ketika
akan tidur.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

3. Tujuan Keperawatan
1) Klien mampu untuk menggunakan obat dengan prinsip 6 benar.
2) Klien mampu untuk memasukan kegiatan meminum obat kedalam jadwal

4. Rencana Keperawatan
1) Evaluasi Kegiatan pertama yang telah diajarkan dan berikan pujian.
2) Mengajarkan klien cara menggunakan obat sesuai prinsip 6 benar.
3) Memasukan pada jadwal kegiatan menghardik dan meminum obat.

II. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Selamat pagi mas, hari saya datang kembali untuk berbincang dengan bapak
mengenai cara penggunaan obat."
24
b. Evaluasi/Validasi
" Bagaimana perasaannya hari ini?, Apakah suara-suaranya masih muncul ?
Bagaimana dengan cara pertama yang sebelum telah diajarkan mas? iya mas
benar dengan cara menghardik? Masnya sudah masukan kedalam jadwal
belum, untuk kegiatan menghardiknya"

c. Kontrak saat ini


 Topik
"Baik mas, hari ini kita akan berbincang bincang tentang obat-obatan yang
mas minum"
 Waktu
"Mas ada waktu luang? bagaimana kalau kita berbincangnya selama 20
menit sambil menunggu makan siang."
 Tempat
"Dimana mas, diruang tamu seperti kemarin saja ya mas"

2. Fase kerja
“Mas adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-suara
yang datang berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting mas ya agar suara-
suara yang mas dengar tidak muncul lagi."
"Berapa macam obat yang mas X minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini
yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari ya mas setiap jam 7 pagi, jam 1 siang dan
jam 7 malam gunanya untuk menghilangkan suara-suara." Ini yang putih (THP)3
kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang
merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tetap diminum ya mas sampai habis.
Nanti konsultasikan dengan dokter, karena kalau putus obat, mas X akan kambuh
dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula.
"Jika obat habis masnya bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. mas
juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar,
artinya harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya mas X. Jangan
25
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat
diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah makan
dan tepat jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum,"

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Perasaan klien setelah interaksi
"Mas, hari ini kita sudah belajar tentanf cara minum obat? Setelah berbincang-
bincang tadi, apa yang mas rasakan sekarang?"

b. Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini


"Bagaimana mas, perasaannya setelah berdandan, Mas X masih ingat? coba
sebutkan kembali apa yang sudah kitadiskusikan tadi mas. Iya? Jangan lupa
perhatikan nama pemilik obatnya ya mas, agar obatnya tidak tertukar dengan
milik orang lain."

c. Tindakan Lanjut
" Selanjutnya mari kita masukan kedalam jadwal kegiatan mas."

d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang


 Topik
"Mas, Besok pagi kita akan berbincang-bincang lagi tentang cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain?"
 Waktu
"Kita bertemu pagi pukul 9 ya mas? Bagaimana kalu kita berbincang-
bincangnya selama 20 menit saja? Baik mas?"
 Tempat
"Kita ngobrol ditaman saja ya mas "

STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

26
Hari / Tanggal :-
Pertemuan Ke : 3 (Tiga)
SP. 3 : Klien mampu untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.

I. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengajaknya kesana-kesini.
Klien mengatakan suara-suara timbul ketika klien tidak beraktivitas, seperti ketika
akan tidur.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

3. Tujuan Keperawatan
Klien mampu untuk bercakap-cakap dengan orang lain.

4. Rencana Keperawatan
1) Evaluasi kegiatan latihan menghardik & obat. Beri pujian
2) Latih cara mengontrol halusinasi dg bercakap-cakap saat terjadi halusinasi
3) Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap

II. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Salam Terapeutik
"Assalamu'alaikum warohmatulloh, selamat pagi mas. "iya benar mas."

b. Evaluasi/Validasi
"Bagaimana perasaannya setelah minum obat secara teratur..? mas X masih
ingat? Coba mas sebutkan kembali bagiamana caranya"
c. Kontrak saat ini

27
 Topik
"Sesuai janji kita kemarin, saya akan latih cara ketiga untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain."
 Waktu
"Bagaimana kalau kita berbincang-bincangnya selama 20 menit? Baik
mas".
 Tempat
"Tempatnya ditaman kan ya mas"

2. Fase kerja
“Cara ketiga untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain."
" Jadi kalau bapak mulai mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk
diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan mas X. Contohnya begini;
Tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang dirumah misalnya istri,anak atau kerabat mas katakan: bu, ayo ngobrol, saya
sedang dengar suara-suara. Begitu mas. Intinya dengan ngobrol dengan orang lain,
suara-suara itu jadi hilang. Coba mas lakukan seperti saya tadi lakukan. Ya,
begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya bapak!”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Perasaan klien setelah interaksi
"Bagaimana perasaannya mas, setelah latihan ini, jadi sudah ada berapa cara
mas untuk mencegah suara suara itu?"

b. Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini


"Iya bagus mas, masnya masih ingat tentang apa yang sudah kita diskusikan
tadi, bisa mas ceritakan kepada saya"
c. Tindakan Lanjut
"Nah, coba mas lakukan seperti tadi, bercakap-cakap dengan orang lain utnuk
menghilangkan suara-suara yang muncul? Baik mas, sekarang kita masukan
kedalam jadwalnya ya mas"

28
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang
 Topik
"Mas X, besok kita akan kembali bertemu untuk ngobrol-ngrobrol lagi
tentang cara keempat untuk mengontrol halusinasi dengan melakukan
kegiatan harian"
 Waktu
"Bagaimana kalau kita bertemu jam 4 Sore mas? Baik mas"
 Tempat
"Untuk tempatnya mas punya saran? Baik mas, teras depan ya mas"

STRATEGI PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA


PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

Hari / Tanggal :-
29
Pertemuan Ke : 4 (Empat)
SP. 4 : Percakapan mengajarkan klien untuk mengontrol halusinasi dengan
melakukan kegiatan harian.

I. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan mendengar suara-suara yang mengajaknya kesana-kesini.
Klien mengatakan suara-suara timbul ketika klien tidak beraktivitas, seperti ketika
akan tidur.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi

3. Tujuan Keperawatan
Klien mampu untuk mengontrol halusinasi dengang melakukan kegiatan harian.

4. Tindakan Keperawatan
1) Evaluasi kegiatan mengardik & obat & Bercakap-cakap. Beri Pujian.
2) Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan harian.
3) Masukkan pada jadwal untuk latihan menghardik, minum obat, bercakap-
cakap dan kegiatan harian.

II. STRATEGI KOMUNIKASI TERAPEUTIK


1. Fase Perkenalan/Orientasi
a. Salam Terapeutik
"Assalamu'alaikum warohmatulloh, selamat sore mas. "Iya benar mas".
b. Evaluasi/Validasi
"Bagaimana perasaan mas hari ini? Apakah suara-suaranya masih muncul ?
Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Bagaimana hasilnya ?
Bagus !"

c. Kontrak saat ini

30
 Topik
"Mas, sesuai dengan janji kita kemarin ya mas, bahwa kita hari ini akan
belajar bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
aktivitas atau kegiatan harian.
 Waktu
"Kita ngobrol sekitar 30 menit, mas setuju?"
 Tempat
"Dihalaman depan ya mas, sesuai permintaan mas kemarin? Baik mas"

2. Fase kerja
“Mas, boleh saya tau apa saja yang biasa mas X lakukan? diwaktu pagi apa
kegiatannya, terus jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya
sampai malam). Wah banyak sekali kegiatannya."
" Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Menyapu dan
menyiram bungan. Bisa dilakukan mas? Bagus sekali mas bisa melakukan.
Kegiatan ini dapat mas lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan
yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan."

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Perasaan klien setelah interaksi
"Mas, bagaimana, apa yang mas rasakan setelah kita ngobrol-ngobrol tentang
cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas atau kegiatan harian."

b. Evaluasi isi materi yang sudah dibicarakan pada pertemuan ini


"Mas X, bisa menceritakan kembali kepada saya, apa yang harus dilakukan
untuk mencegah atau mengontrol suara-suara itu muncul sesuai dengan
pembicaraan kita tadi"
c. Tindakan Lanjut
"Nah mas X, sekarang ibu sudah bisa melakukan aktivitas atau kegiatan
kegiatan untuk mengontrol atau mencegah munculnya suara-suara itu lagi,
sekarang kita masukan kedalam jadwal ya mas"

31
d. Kontrak untuk pertemuan yang akan datang
 Topik
"Bagaimana jika menjelang makan siang nanti, kita membahas kegiatan
apa lagi yan akan mas lakukan untuk mencegah munculnya suara-suara"
 Waktu
"Sebelum makan siang ya mas. jam 11.00"
 Tempat
"Saya akan menemui mas dikamar ini lagi ya mas.?" "Baik mas saya
permisi ya mas? Assalamu'alaikum warohmatulloh."

DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. (2004). Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Maramis, W.F, 1990. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga Universitas Press
32
Stuart G.W, 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai