Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Diare merupakan permasalahan yang umum di seluruh dunia, dengan insiden

yang tinggi, baik di negara industri maupun di negara berkembang. Diare merupakan

salah satu keluhan tersering pada orang dewasa dan diperkirakan kejadian diare pada

orang dewasa yang mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak

99.000.000 kasus/tahun. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat

ke dokter dan lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun (1,5%

merupakan pasien dewasa) yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis.1

Statistik populasi untuk kejadian diare kronis belum pasti, kemungkinan

berkaitan dengan variasi definisi dan sistem pelaporan, tetapi frekuensinya juga

cukup tinggi. Di USA prevalensinya berkisar antara 2-7%. Sedangkan di negara

barat, frekuensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia tua, termasuk pasien

dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh lebih tinggi yaitu 7-

14%.2

Diare kronik merupakan salah satu dari gejala dari berbagai penyakit, salah

satunya yaitu Inflammatory Bowel Disease. Inflammatory Bowel Disease (IBD)

adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan penyebab pastinya

belum diketahui jelas sampai saat ini. IBD dibagi menjadi kolitis ulseratif, penyakit

Crohn, dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam

1
kategori indeterminate colitis. Kolitis ulseratif dan penyakit Crohn menyebabkan

inflamasi usus dan memiliki gejala klinik yang mirip.2

Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis yang ditandai dengan peradangan difus

pada mukosa rektum dan kolon. Kolitis ulseratif melibatkan rektum pada 95% kasus

dan dapat diperluas terus menerus dan melingkar ke bagian yang lebih proksimal dari

usus besar. Gejala klinis klasik kolitis ulseratif adalah adanya diare berdarah,

tenesmus, bahkan bila parah sampai menyebabkan penurunan berat badan, demam,

dan gejala konstitusi. Perjalanan klinis ditandai dengan periode remisi dan

eksaserbasi, yang dapat terjadi baik secara spontan atau sebagai respons terhadap

pengobatan.3,4

Insiden penyakit radang usus telah meningkat di beberapa wilayah di dunia

dalam beberapa dekade terakhir, terutama di negara-negara berkembang. Bukti

menunjukkan bahwa ada interaksi antara faktor genetik dan lingkungan dalam

etiologi penyakit. Insidensi kejadian kolitis ulseratif bervariasi antara 0,5 dan

24,5 per 100.000 penduduk dan prevalensi penyakit ini dilaporkan hingga 246 per

100.000 penduduk. Angka insidensi yang tinggi dilaporkan di Eropa Utara dan Barat

serta Amerika Utara, sedangkan angka insidensi yang lebih rendah tercatat di

Afrika, Amerika Selatan dan Asia.Terjadinya kolitis ulseratif paling umum antara 15

dan 40 tahun, dengan puncak insiden kedua antara 50 dan 80 tahun. Penyakit

ini menyerang pria dan wanita pada rasio yang sama.5,6

Di Indonesia sendiri belum ada studi epidemiologi mengenai IBD, data masih

didasarkan laporan rumah sakit saja (hospital based). Simadibrata dari Jakarta pada

2
tahun 2002 melaporkan 5.2% kasus penyakit crohn’s dan kolitis ulseratif dari seluruh

total kasus kolonoskopi yang dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo. Dari data di

unit endoskopi pada beberapa rumah sakit di Jakarta (RSCM, RS Tebet, RS Siloam

Gleaneagles, RS Jakarta) terdapat kesan bahwa kasus IBD berkisar 12.2% kasus yang

dikirim dengan diare kronik, 3.9% kasus hematoschezia, 25.9% kasus diare kronik,

berdarah dan nyeri perut, sedangkan pada kasus nyeri perut didapatkan sekitar 2.8%.

Data ini juga menyebutkan bahwa secara umum, kejadian kolitis ulseratif lebih

banyak daripada kasus penyakit crohn’s. Penyakit ini menyerang pria dan wanita

pada tingkat yang sama atau sedikit lebih umum pada wanita daripada pada pria.7

Diagnosis kolitis ulseratif dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik, serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi gejala-gejala yang terjadi,

biasanya berupa nyeri perut dan diare yang disertai lendir dan darah. Tidak

didapatkan pemeriksaan fisik yang khas pada penyakit ini. Pemeriksaan penunjang

meliputi pemeriksaan laboratorium, radiologi, kolonoskopi, dan histopatologi.2

Anda mungkin juga menyukai