Bab Iv
Bab Iv
DISKUSI KASUS
difus pada mukosa rektum dan kolon. Kolitis ulseratif melibatkan rektum pada 95%
kasus dan dapat diperluas terus menerus dan melingkar ke bagian yang lebih
proksimal dari usus besar. Kolitis ulseratif mengenai mukosa kolon dan biasanya
ditandai dengan diare, nyeri perut, dan buang air besar bercampur darah. Luasnya
penyakit ini bervariasi dan bisa hanya melibatkan rektum, sisi kiri dari kolon sampai
Insidensi kejadian kolitis ulseratif bervariasi antara 0,5 dan 24,5 per
100.000 penduduk dan prevalensi penyakit ini dilaporkan hingga 246 per 100.000
penduduk. Angka insidensi yang tinggi dilaporkan di Eropa Utara dan Barat serta
Amerika Utara, sedangkan angka insidensi yang lebih rendah tercatat di Afrika,
Amerika Selatan dan Asia. Terjadinya kolitis ulseratif paling umum antara 15 dan 40
tahun, dengan puncak insiden kedua antara 50 dan 80 tahun. Penyakit ini
menyerang pria dan wanita pada rasio yang sama. Di Indonesia sendiri belum ada
studi epidemiologi mengenai IBD, data masih didasarkan laporan rumah sakit saja
(hospital based). Simadibrata dari Jakarta pada tahun 2002 melaporkan 5.2% kasus
penyakit crohn dan kolitis ulseratif dari seluruh total kasus kolonoskopi yang
63
terdapat kesan bahwa kasus IBD berkisar 12.2% kasus yang dikirim dengan diare
kronik, 3.9% kasus hematoschezia, 25.9% kasus diare kronik, berdarah dan nyeri
fisik dan pemeriksaan penunjang. Hal tersebut sesuai dengan kondisi pasien pada
kasus, seorang laki-laki usia 55 tahun dengan keluhan BAB cair yang bercampur
darah sejak 2 minggu SMRS yang terkadang juga disertai dengan lendir. Dalam
sehari pasien bisa BAB sampai 10 kali. Keluhan muncul perlahan-lahan dan mulai
memberat 5 hari SMRS. Pasien mengaku BAB berwarna coklat kehitaman dan cukup
banyak kira-kira hampir 1 gelas cangkir. Pasien juga merasa perut seperti tidak
nyaman dan nyeri sejak 2 minggu SMRS atau sejak mulainya keluhan muncul. Perut
terasa tidak nyaman diseluruh bagian namun sekitar 10 hari yang lalu, mulai terasa
juga nyeri di daerah ulu hati. Nyeri terasa seperti tertusuk-tusuk dan hilang timbul.
Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan sejak 10 hari yang lalu, pasien hanya
makan 1-2 sendok sekali makan, karena pasien merasa sulit menelan namun tidak ada
sakit menelan, sehingga berat badan pasien yang sebelum sakit 54 kg sekarang
menurun menjadi 51 kg. Selain itu, pasien juga menjadi sulit tidur karena saat tidur
keluhan bisa tiba-tiba muncul. Sebelumnya pasien juga ada demam bahkan sampai
menggigil 2 hari setelah keluhan muncul. Demam kurang lebih 1 minggu namun
hilang timbul. Riwayat penyakit keluarga pasien tidak mengetahui. Untuk riwayat
64
Kejadian pada pasien tersebut menunjang teori yang ada, dimana seorang
laki-laki usia 55 tahun yang dimana menurut data epidemiologi usia 50 dan atau
sampai 80 tahun merupakan puncak kedua insidensi terjadinya kolitis ulseratif, hal
tersebut juga didukung oleh manifestasi yang ditimbulkan oleh pasien tersebut yaitu
berupa BAB cair bercampur darah, berlendir, disertai nyeri perut yang hebat yang
Berdasarkan teori, Gejala yang pertama kali muncul yaitu keluarnya darah
segar per rektum terutama setelah defekasi dan atau adanya diare, lama kelamaan
akan terjadi diare bercampur darah. Pada sebagian penderita dapat timbul secara akut
dari permulaan dengan disertai diare berdarah dan penderita terlihat sakit berat untuk
beberapa hari atau minggu. Gejala-gejala akut ini timbul apabila terjadi perdarahan
dari kolon yang difus. Apabila penyakit ini hanya terjadi di bagian kolon sigmoid
maka terjadi perdarahan kronis sehingga timbul anemia, tetapi bila terjadi perluasan
dari penyakit dan merupakan stadium akut maka terjadi panas, takikardi, hb menurun
(anemia normositik), berat badan menurun, badan merasa lemah dan lesu, otot-otot
lemah. Mungkin juga disertai dengan nausea dan vomitus dan di samping itu akan
terjadi gangguan elektrolit. Hal ini juga serupa dengan pasien yang mengalami diare
yang bercampur dengan darah. Selain itu, pasien juga mengatakan mengalami
endoskopi atau kolonoskopi. Laboratorium yang perlu dilakukan pada kolitis ulseratif
65
adalah pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, fungsi hepar dan ginjal, profil besi,
level vitamin D, C-reactive protein dan faecal calprotein. Pada pasien dilakukan
pemeriksaan darah rutin yang dimana didapatkan penurunan Hb secara signifikan dan
kesan subileus umbilical kanan; USG abdomen dengan kesan cholesterolosis vesica
fellea; serta dilakukan pemeriksaan colon in loop dengan hasil kolitis ulseratif.
lokasinya kolitis ulseratif dibagi menjadi 3 yaitu proctitis, left-sided colitis, dan
Manajemen terapi yang diberikan pada kasus kolitis ulseraif dapat dibagi
atas terapi medis konservatif dan terapi pembedahan. Pengobatan untuk mengurangi
serangan pada kolitis ulseratif terutama terdiri dari mesalazine, kortikosteroid, obat
pengobatan tergantung pada beberapa faktor, seperti penggunaan obat yang tepat
66
sama. Proktitis ringan hingga sedang paling baik diobati dengan mesalazine topikal
(supositoria) 1 g per hari, yang lebih efektif daripada steroid topikal atau mesalazine
oral. Proktosigmoiditis ringan hingga sedang dapat diobati dengan mesalazine topikal
atau oral, sedangkan kolitis luas harus selalu menerima mesalazine oral. Pengobatan
kombinasi (oral dan topikal) mengarah pada tingkat remisi yang lebih tinggi daripada
pengobatan non kombinasi.13 Pada pasien diberikan terapi Salofalk 2 x 250 mg yang
dimana merupakan formula dari mesalazine oral. Selain itu, pasien juga diberikan
terapi kortikosteroid yaitu prednison 5mg 2x1 serta aspar k 2x2 untuk koreksi
berupa bed rest total dan edukasi unutk mengurangi konsumsi makanan serat yang
67