Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
penyertaanNya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.

Makalah ini membahas tentang surveilans penyakit diare di provinsi Nusa


Tenggara Timur pada 5 tahun yaitu tahun 2006 sampai 2009 dan tahun 2018.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk itu kritik saran
serta masukan dari para pembaca sangat diperlukan untuk perbaikan makalah ini
kedepannya.

Semoga makalah ini dapat bermanfat bagi para pembaca.

Atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Kupang Oktober,2019

penulis

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………1

Daftar isi………………………………………………….…….2

Bab I (pendahuluan)

Latar belakang……………………………………………….….3

Rumusan masalah……………………….………..…………….4

Tujuan……………………………………………….…………..4

Bab ii (tinjauan pustaka)

Pengertian surveilans………………………………………..….5

Tujuan surveilans……………………………………..………..5

Pengertian diare…………………………………………….….6

factor resiko terjadinya diare……………………………….….7

Jenis-jenis dan gejala-gejala diare……………………..………8

epidemiologi penyakit diare……………………………….….10

ukuran – ukuran epidemiologi………………………………. 10

variabel epidemiologi penyakit diare…………………………12

Data surveilans diare di NTT…………………………………13

Pencegahan diare…………………………………………….15

Bab iii (penutup)

Kesimpulan…………………………………………………...17

saran…………………………………………………………...17

Daftar pustaka…………………………………………………18

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan derajat kesakitan
dan kematian yang tinggi di berbagai negara terutama di negara berkembang,
dan sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka kesakitan dan
kematian anak di dunia. Secara umum, diperkirakan lebih dari 10 juta anak
berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya, sekitar 20 %
meninggal karena infeksi diare. Kematian yang disebabkan diare di antara
anak – anak terlihat menurun dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun.
Meskipun mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan program
rehidrasi/terapi cairan namun angka kesakitannya masih tetap tinggi. Pada saat
ini angka kematian yang disebabkan diare adalah 3,8 per 1000 per tahun,
median insidens secara keseluruhan pada anak usia dibawah 5 tahun adalah
3,2 episode anak per tahun. Setiap tahun diperkirakan 2,5 miliar kejadian diare
pada anak balita, dan hampir tidak ada perubahan dalam dua dekade terakhir.
Diare pada balita tersebut lebih dari separuhnya terjadi di Afrika dan Asia
Selatan, dapat mengakibatkan kematian atau keadaan berat lainnya. Insidens
diare bervariasi menurut musim dan umur. Anak-anak adalah kelompok usia
rentan terhadap diare, insiden diare tertinggi pada kelompok anak usia
dibawah dua tahun, dan menurun dengan bertambahnya usia anak.
Di Indonesia berdasarkan data laporan Surveilan Terpadu Penyakit (STP)
puskesmas dan rumah sakit (RS) secara keseluruhan angka insidens Diare
selama kurun waktu lima tahun dari tahun 2002 sampai tahun 2006 cenderung
berfluktuasi dari 6,7 per 1000 pada tahun 2002 menjadi 9,6 per 1000 pada
tahun 2006 ( angka insiden bervariasi antara 4,5- 25,7 per 1000). Dari Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit diare menduduki
urutan ke dua dari penyakit infeksi dengan angka morbiditas sebesar 4,0% dan
mortalitas 3,8%. Dilaporkan pula bahwa penyakit Diare menempati urutan
tertinggi penyebab kematian (9,4%) dari seluruh kematian bayi. Dari data riset
kesehatan dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007, dilaporkan bahwa

3
prevalensi Diare 9,0%, dan diantara 33 provinsi bervariasi antara 4,2% -
18,9%.
Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota perkiraan kasus Diare
Provinsi NTT tahun 2011 berjumlah 200.721 kasus, yang ditangani sebanyak
111.046 kasus atau sebesar 55,3%. Pada tahun 2012, perkiraan kasus diare
berjumlah 206.216 kasus, yang ditangani sebanyak 106.193 kasus atau sebesar
51,5%. Selanjutnya pada tahun 2013, perkiraan kasus diare berjumlah 209.553
kasus, yang ditangani sebanyak 102.217 kasus atau sebesar 48,8%. pada tahun
2014 ditemukan penderita yang diare yang ditanbgani sebesar 86.429 kasus
(80,2%) telah terjadi peningkatan, selanjutnya pada tahun 2015 penderita diare
yang ditemukan dan ditangani sebesar 98.918 (90 %), berarti terjadi
peningkatan penemuan dan pengobatan diare. Namun jika dibandingkan
dengan target Renstra pada tahun 2015 yaitu menurunnya angka kesakitan
diare menjadi 4 per 1000 pendududk tidak tercapai.

1.2 rumusan masalah


1. apa yang dimaksud dengan surveilans?
2. Apa tujuan dari surveilans?
3. Apa yang dimaksud dengan diare?
4. Apa yang menjadi factor resiko terjadinya diare?
5. Apa yang menyebabkan terjadinya diare?
6. Apa saja jenis-jenis dan gejala-gejala diare?
7. Bagaimana epidemiologi penyakit diare?
8. Apa saja yang menjadi ukuran – ukuran epidemiologi penyakit diare?
9. Apa saja variable epidemiologi penyakit diare?
10. Bagaiman surveilans penyakit diare di Indonesi dan provinsi NTT?
11. Apa saja yang dapat dilakukan sebagai langkah pencegahan diare?

1.3 tujuan
tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui surveilans penyakit
diare yang terjadi di Indonesia dan provinsi Nusa Tenggara Timur.
Serta pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi penularan diare.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Surveilans


Surveilans adalah proses pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-
menerus dan sistematis yang kemudian didesiminasikan (disebarluaskan) kepada
pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pencegahan penyakit dan masalah
kesehatan lainnya (DCP2,2008).  surveilans merupakan proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik dan terus menerus serta
penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil
tindakan (WHO,2004).
Surveilans merupakan pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan
secara sistematis dan terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan,
implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat, dipadukan dengan
diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya
(CDC).

2.2 tujuan surveilans


Tujuan dari surveilans adalah memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi
dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
Tujuan khusus :
 Memonitor kecenderungan (trends) penyakit.
 Memdeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit untuk mendeteksi
dini outbreak
 Memantau kesehatan,populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease
burden) pada populasi
 Menentukan kebutuhan kesehatan, prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan efaluasi program kesehatan.
 Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan
 Mengidentifikasi kebutuhan riset
(Last,2001;Giesecke,2002;JHU,2002).

5
2.3 Definisi penyakit diare
secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi
(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan
perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik
dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare
persisten (WHO, 1999). Sedangkan menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu
penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja,
yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari . Menurut Depkes (2003), diare adalah
buang air besar lembek atau cair bahkan berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung
kurang dari 14 hari. Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja
(menjadi cair), dengan atau tanpa darah atau lendir ( Suraatmaja, 2007). Diare
sendiri berasal dari bahasa latin diarrhoea, yang berarti buang air encer lebih dari
empat kali baik disertai lendir dan darah maupun tidak. 
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan,
atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat relatif
terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih dari satu
minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka
dikatakan diare yang berkepanjangan.
Diare terjadi akibat adanya rangsangan terhadap saraf otonom di dinding usus
sehingga menimbulkan reflex mempercepat peristaltic usus, rangsangan ini dapat
ditimbulkan oleh :
1. Infeksi oleh bakteri pathogen, misalnya bakteri E.Colie
2. Infeksi oleh kuman thypus dan kolera
3. Infeksi oleh virus, misalnya influenza perut dan ‘travellers diarre’
4. Akibat dari penyakit cacing (cacing gelang, cacing pita)
5. Keracunan makanan dan minuman
6. Gangguan gizi
7. Pengaruh enzim tertentu
8. Pengaruh saraf (terkejut, takut, dan lain sebagainya)

6
Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai
2 tahun dan pada umumnya terjadi pada bayi dibawah 6 bulan yang minum susu
sapi atau susu formula

2.4 Faktor Penyebab Diare

Menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat dikelompokan menjadi :

1. Virus : Rotavirus (40-60%), Adenovirus.


2. Bakteri : Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio
cholera, dan lain-lain.
3. Parasit : Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia,
Cryptosporidium( 4-11%).
4. Keracunan makanan
5. Malabsorpsi : Karbohidrat, lemak, dan protein.
6. Alergi : makanan, susu sapi.
7. Imunodefisiensi : AIDS

Beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare pada


balita, yaitu ( Depkes RI, 2007):
1) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan.
Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar
daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat lebih besar.
2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran
oleh kuman karena botol susah dibersihkan.
Penggunaan botol yang tidak bersih atau sudah dipakai selama berjam-
jam dibiarkan dilingkungan yang panas, sering menyebabkan infeksi usus
yang parah karena botol dapat tercemar oleh kuman-kuman/bakteri
penyebab diare. Sehingga balita yang menggunakan botol tersebut
beresiko terinfeksi diare.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan

7
berkembang biak.
4) Menggunakan air minum yang tercemar.
5) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang
tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
6) Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja
tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan
infeksi pada manusia.

2.5 Jenis-Jenis dan Gejala-Gejala Diare


Jenis-jenis diare
Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu :
1. Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang
dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya
komplikasi pada mukosa.
3. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4. Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai
dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Gejala-gejala diare
Menurut Widoyono (2008) ada beberapa gejala dan tanda diare diantaranya
adalah :
1. Gejala Umum
1. Mengeluarkan kotoran lembek dan sering merupakan gejala khas
diare
2. Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut

8
3. Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare
4. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun,
apatis bahkan gelisah
2. Gejala Spesifik
1. Vibrio cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau
amis.
2. Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah
Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :
1. Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang Dehidarsi dibagi menjadi
tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidarsi berat. Disebut
dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang hilang lebih
dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah berkurang,
denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah
merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat.
2. Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Bila
kehilangan cairan lebih dari 10 % berat badan, pasien dapat mengalami syok atau
presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah (hipovolemia).
3. Gangguan Asam-Basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh.
Sebagai kopensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu meningkatkan
PH arteri.
4. Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi
(kurang gizi). Hipoglikemia dapat mengakibatkan koma. Penyebab yang pasti
belum diketahui,kemungkinan karena cairan ekstra seluler menjadi hipotonik dan
air masuk kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi odema otak yang
mengakibatkan koma.
5. Gangguan Gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan serta
sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi).

9
2.6 Epidemiologi Penyakit Diare
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut :
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui
makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan
tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik
dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan ASI
secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar atau sesudah membuang
tinja anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja
dengan benar.
2. Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur
2 tahun, kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi dan secara
proposional diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.
3. Faktor lingkungan dan perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua
faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor
ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak
sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian diare.

2.7 Ukuran-Ukuran Epidemiologi


 Indeks Kesakitan (Morbiditas)
Indeks kesakitan digunakan untuk menggambarka kejadian penyakit di
populasi atau peluang (resiko) terjadinya penyakit.
Indeks kesakitan yang digunakan terdiri dari insidensi dan prevalensi.
1. Insidensi (incidence)
Insidensi adalah gambaran tentang ferkuensi penderita baru suatu
penyakit yang ditemukan pada waktu tertentu pada sekelompok
masyarakat.

10
a. Angka insidensi (incidence rate)
Angka insidensi adalah jumlah kasus baru penyakit tertentu
yang terjadi di kalangan penduduk pada suatu jangka waktu
tertentu (umumnya satu tahun) dibandingkan dengan
jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru
tersebut pada pertengahan tahun jangka waktu yang
bersangkutan dalam persen atau per mil. Rumus untuk
menghitung angka insidensi (incidence rate) adalah sebagai
berikut :
jumla h kasus baru suatu penyakit
selama periode tertentu xk
incidence rate=
populasi yang mempunyai resiko
k = konstanta ( bilangan konstan yang biasanya bernilai
100.000).
kegunaan insidens rate adalah dapat mempelajari factor-
faktor penyebab dari penyakit yang akut maupun kronis.
b. Angka serangan (attack rate)
Angka serangan (attack rate) adalah jumlah penderita baru
suatu penyakit yang ditemukan pada satu saat tertentu
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin
terkena penyakit tersebut pada saaat yang sama dalam
persen atau per mil.
. Rumus untuk menghitung angka serangan (attack rate)
adalah sebagai berikut :
jumla h kasus selama epidemi
attack rate= xk
populasi yang mempunyai resiko
 Indeks kematian (Mortalitas)
1. Angka Kasus fatal ( case fatality rate)/ CFR
Angka Kasus fatal ( case fatality rate)/ CFR adalah jumlah seluruh
kematian akibat suatu penyebab dalam jangka waktu tertentu bagi
jumlah seluruh penderita pada waktu yang sama dalam persen. Angka
Kasus fatal ( case fatality rate)/ CFR berguna untuk memperoleh
gambaran tentang distribusi penyakit dan tingkat kematian penyakit
tertentu.
Rumus untuk menghitung CFR adalah sebagai berikut :

11
jumla h seluru h kematian
akibat penyakit tertentu xk
CFR=
jumla h seluru h penderita penyakit tertentu

2.8 Variabel Epidemiologi Penyakit Diare


Variabel Orang
a. Umur
Golongan umur yang rentan terkena penyakit diare adalahgolongan umur 1 – 4
bulan hingga usia anak di bawah 2 tahun. Sebagian besar diare terjadi pada anak
dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi
diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan. Di negara berkembang, anak-
anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di
beberapa tempat terjadilebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-
20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008). Menurut
prevalensi yang didapat dari berbagai sumber, salahsatunya dari hasil Riset
Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) pada Tahun 2013,
penderita diare di Indonesia berasal dari semua umur, tetapi prevalensi tertinggi
penyakit diare diderita oleh balita dan disusul oleh lansia yang berusia lebih dari
75 tahun.
 b. Status Gizi
Status gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena
pemberian makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih
lama dan lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering
dan disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri
sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
c.Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita.
Semakin tinggi tingkat pendidikan orangtua, semakin baik tingkat kesehatan yang
diperoleh si anak.
d. Faktor Pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai
buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan
dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh

12
orang lain, sehingga mempunyai resiko lebih besar untuk terpapar dengan
penyakit.
e. Faktor Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab
diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar
dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai
penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.

2.9 Data Surveilans Diare


Table 2.1
Situasi KLB Diare tahun 2014
provinsi kabupaten kasus Meninggal CFR(%)
Sumatera Utara Tapanuli selatan 79 2 3,57
Padang Lawas Utara 78 2 0,00
Sulawesi Selatan Enrekang 44 1 0,00
Lampung Pesawaran 1 1 100
NTT TTS 2.089 23 1,10
Jawa Timur Pasuruan 258 0 0,00
TOTAL 2549 29 1,14
Sumber : Ditjen PP&PL, kemenkes RI, 2015
Dari table 2.1 dapata dilihat bahwa kasus diare terbanyak berada di
Provinsi NTT Kabupaten TTS yaitu sebanyak 2.089 kasus. Penderita diare
yang meninggal tertinggi juga terdapat di Kabupaten TTS yaitu sebanyak
23 penderita yang meninggal.
Kasus diare paling rendah terjadi di provinsi Lampung kabupaten
Pasuruan yaitu sebanyak ! kasus dan ! penderita Meninggal.
Target CFR adalah <1% tetapi pada KLB diare yang terjadi di tahun 2014
CGR mencapai 1,14% sehingga dapat dikatakan bahwa CFR belum
memenuhi target.

Table 2.2

13
Cakupan pelayanan penderita diare balita menurut provinsi pada tahun
2017
No Provinsi Cakupan pelayanan (%)
1. NTB 96,94
2. Kalimantan Utara 63,43
3. Kalimantan Timur 56,91
4. Banten 55,25
5. DKI Jakarta 54,22
6. Papua Barat 4,06
7. Sumatera Utara 15,40
8. NTT 17,78
9. Sulawesi Utara 17,89
10. Bengkulu 19,59
Sumber : Ditjen P2P, kemenkes RI, 2018
Cakupan pelayanan penderita diare terbanyak terdapat di provinsi NTB
yaitu 96,94% sedangkan cakupan pelayanan penderita diare balita terndah
terdapat di provinsi Papua Barat yaitu 4,06%.

Grafik 2.1

rekapitulasi KLB diare tahun 2017


500
450461
400
350
300
282
250
200
181
150
100
50
21 11 10
04 1 4 0 0
Papua Kalimantan Sulawesi Barat Sulawesi tengah Lampung kep. B. Belitung
Barat
kasus meninggal

Sumber : Ditjen P2P, kemenkes RI, 2014


Dari grafik 2.1 dapat dilihat kasus diare yang tertinggi terjadi di Provinsi
Papua yaitu sebanyak 461 kasus dan kasus dengan jumlah terendah
terdapat di provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu terdapat 10 Kasus.

Grafik 2.2

14
rekapitulasi KLB Diare tahun 2010-2017 di Indonesia
3000 3.5
2549
3.03 3
2500

2.47 2.5
2000
1725
1.97 2
1500
1213 1.5
1000 1.11 1.14
633 1

500 0.5
198
7 29 30 6 34
0 0
2013 2014 2015 2016 2017

kasus kematian CFR

Sumber : Ditjen P2P,kemenkes RI, 2018


Dari grafik 2.2 angla CFR terus meningkat darii 2010 hingga 2016.
Dan turun di tahun 2017. Peningkatan drastis terjadi di tahun 2014 hingga
2016, yaitu dari 1,14 kemudian 2,47 hingga 3,03.
Kasus diare terbanyak terjadu di tahun 2014 yaitu sebanyak 2549 kasus
dan terendah yaitu 198 kasus di tahun 2016.
Untuk kematian tertinggi terjadi di tahun 2017 yaitu sebanyak 34 daei
1725 kasus sedangkan terendah yaitu terjadi di tahun 2016 sebanyak 6 dari
198 kasus.

Grafik 2.3

15
trend cakupan diare yang ditemukan dan ditangani di prov. NTT tahun
2014 - 2017
Series 1
100
90

cakupan diare ditemukan & ditangani


90 83
80
80
71
70
60
50
40
30
20
10
0
2014 2015 2016 2017
tahun

Sumber : : Profil Dinkes Kab/Kota Tahun 2018


Dari grafik 2.3 dapat dilihat bahwa cakupan diare mengalami
penurunan kasus sejak tahun 2015.

Diagram 2.1

kasus diare yang ditangani

51.5
82.6

48.8

90
80.2

2012 2013 2014 2015 2016

Sumber : Profil Dinkes Kab/Kota Tahun 2017

2.10 Upaya Preventif

16
Dalam pencegahan diare, beberapa upaya yang dapat dilakukan yaitu :
1. Penyiapan makanan yang higienis seperti menjaga kebersihan dari makanan
atau minuman yang kita makan, tutuplah makanan rapat-rapat agar terhindar dari
lalat dan kebersihan perabotan makan ataupun alat bermain si kecil.
2. Penyediaan air minum yang bersih yaitu dengan cara merebus air minum
hingga mendidih.
3. Sanitas air yang bersih
4. Kebersihan perorangan
5. Cucilah tangan dengan sabun sebelum makan, mengolah makanan, juga setelah
buang air besar. Karena penularan kontak langsung dari tinja melalui tangan/
serangga, maka menjaga kebersihan dengan menjadikan kebiasaan mencuci
tangan untuk seluruh anggota keluarga. Cucilah tangan sebelum makan dengan
sabun atau menyediakan makanan untuk sikecil.
6. Biasakan buang air besar pada tempatnya (WC/toilet/jamban)
7. Tempat buang sampah yang memadai yaitu memisahkan sampah kering
dengan yang basah
8. Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan
9. Lingkungan hidup yang sehat yaitu dengan cara menjaga kebersihan
lingkungan sekitar (tidak membuang sampah sembarangan ).

17
BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan
Surveilans adalah proses pengumpulan, analisis, dan analisis data secara terus-
menerus dan sistematis yang kemudian didesiminasikan (disebarluaskan) kepada
pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pencegahan penyakit dan masalah
kesehatan lainnya (DCP2,2008).  
Tujuan dari surveilans adalah memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi
dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.
menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih
dalam sehari .
kasus diare yang terjdai di Indonesia khususnya di Provinsi Nusa Tenggara
Timur selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Untuk itu kita perlu menerapkan perilaku hidup bersih agar terhindar dari diare.

18
DAFTAR PUSTAKA

akbar, hairil S.K.M.,M.Epid,2008 pengantar epidemiologi, bandung, Refika Aditama


https://idtesis.com/pengertian-dan-rumus-case-fatality-rate-menurut/
https://www.academia.edu/35240068/GAMBARAN_SURVAILANS_EPIDEMIOLOGI_
PENYAKIT_DIARE_Ayu_Andani_.docx
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_2015/19
_NTT_2015.pdf
profil kesehatan indonesia 2013
profil kesehatan Indonesia 2014
profil kesehatan Indonesia 2015
profil kesehatan Indonesia 2016
profil kesehatan Indonesia 2017
profil kesehatan NTT tahun 2012
profil kesehatan NTT tahun 2013
profil kesehatan NTT tahun 2014
profil kesehatan NTT tahun 2015
profil kesehatan NTT tahun 2016
profil kesehatan NTT tahun 2017

19

Anda mungkin juga menyukai