Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 450 juta orang menderita pneumonia setiap tahun,
dan sekitar empat juta orang meninggal karena penyakit ini, yang merupakan 7% dari populasi
global . Pneumonia didefinisikan sebagai proses infeksi parenkim paru-paru, yang dihasilkan
dari invasi dan pertumbuhan berlebih mikroorganisme, memecah pertahanan, dan memicu
eksudat intra-alveolar. Tanda dan gejala pneumonia mungkin termasuk nyeri dada, batuk,
kelelahan, demam, mual, muntah atau diare, dan sesak napas. Selain itu, dalam gaya hidup yang
kurang aktif, konsekuensi dari pasien dengan pneumonia menyebabkan kekurangan gizi dan
angka kematian yang lebih tinggi. Pasien dengan pneumonia menjadi malnutrisi (mis., Malnutrisi
protein-kalori), menunjukkan penurunan kesehatan dan perubahan penurunan berat badan, dan
secara serius mengganggu kontraktilitas dan daya tahan otot pernapasan Pneumonia adalah
peradangan paru yang menyebabkan nyeri saat bernafas dan keterbatasan intake oksigen.
Pneumonia dapat disebarkan dengan berbagai cara antara lain pada saat batuk dan bersin (WHO,
2014).

Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Sebagian besar disebabkan
oleh bakteri. Bakteri penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme gram positif atau gram
negatif seperti : Streptococcus pneumoniae (pneumococus), Staphylococcus aureus,
Enterococcus, Streptococus piogenes, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan
Haemophillus influenzae. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur jarang terjadi, tetapi hal ini
mungin terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS, obat – obatan
imunosupresif atau masalah kesehatan lain. Patofisiologi dari pneumonia oleh jamur mirip
dengan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri. Pneumonia yang disebabkan jamur paling
sering disebabkan oleh Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformas, Candida sp.,
Aspergillus sp., Pneumocystis jiroveci dan Coccidioides immitis (Khairudin, 2009). Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun

1
virusvirus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini
bisa memicu pneumonia (Misnadiarly, 2008).

Pneumonia adalah penyebab kematian terbesar pada anak di seluruh dunia. Sebanyak
920.136 anak di bawah usia 5 tahun meninggal akibat pneumonia pada tahun 2015. Pneumonia
menyumbang sekitar 16 persen dari 5,6 juta kematian balita, memakan korban sekitar 880.000
anak pada tahun 2016 (UNICEF, 2016).

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian pneumonia


2. Untik mengetahu tatalaksana gizi pneumonia
3. Untuk mengetahui isu penatalaksanaan gizi pneumonia

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pneumonia ?


2. Bagaimana tatalaksana gizi pneumonia?
3. Apa saja isu terbaru penatalaksanaan gizi pneumonia?

2
BAB II

ISI

2.1 Pengertian

Pneumonia adalah salah satu implikasi paling umum dari keterlibatan saluran pernapasan
bagian bawah.

Penyakit Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang jaringan
paru-paru, ditandai dengan batuk yang disertai nafas cepat atau sesak nafas.

Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang menjadi penyebab kematian
utama pada balita di dunia, terutama di negara berkembang. Pneumonia anak seringkali
bersamaan dengan terjadinyan proses infeksi akut pada bronkus yang disebut bronkopneumonia.
Salah satu faktor risiko dari pneumonia adalah status gizi yang kurang. Pneumonia dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Sebagian besar disebabkan oleh bakteri. Bakteri
penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme gram positif atau gram negatif seperti :
Streptococcus pneumoniae (pneumococus), Staphylococcus aureus, Enterococcus, Streptococus
piogenes, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Haemophillus influenzae.

2.2 Tatalaksana Gizi

 Energi diberikan tinggi


 Protein diberikan tinggi
 Lemak diberikan cukup
 Karbohidrat diberikan cukup
 Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan gizi atau angka kecukupan gizi yang
sianjurkan
 Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna
 PKTS

3
 Untuk kondisi tertentu diet dapat diberikan secara bertahap sesuai kondisi/status
metabolik

2.3 Isu Terbaru Penatalasanaan Gizi

1. Status gizi dari asupan protein pada pasien pneumonia berat berdasarkan pada sistem
informasi nutrisi makanan 

Untuk mengeksplorasi efek asupan protein pada status gizi pasien dengan pneumonia
berat (SP) berdasarkan sistem informasi nutrisi makanan. Skor gizi pasien ini dibuat dengan
menggunakan sistem informasi gizi makanan dan kemudian pasien dibagi secara acak menjadi
kelompok eksperimental dan kelompok kontrol. Kedua kelompok diperlakukan dengan
pengobatan dasar pengobatan gizi gabungan. Pada saat yang sama, kelompok eksperimen
ditambahkan dengan susu keledai, senyawa Badanmu, Chamagu yang mengandung berbagai
persiapan nutrisi protein 20 g / d. Perubahan fungsi sawar mukosa usus dalam dua kelompok
diamati sebelum pengobatan dan 7-14 hari setelah pengobatan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nutrisi enteral (EN) dari kelompok eksperimen yang kaya akan banyak protein dapat
mengurangi kadar darah diamin oksidase (DAO), D-Laktat (D-LC) dan bakteri endotoksin (BT),
melindungi mukosa usus fungsi penghalang pasien SP, meningkatkan fungsi gastrointestinal
pasien SP dan mengurangi kejadian gangguan motilitas gastrointestinal. Dengan kata lain, pasien
SP tidak hanya membutuhkan suplemen nutrisi protein tinggi tetapi juga beragam suplai protein.
Status gizi asupan protein pada pasien dengan SP dipelajari berdasarkan sistem informasi gizi
makanan. Hasilnya memberikan data eksperimental untuk perawatan nutrisi pasien dengan SP. 

2. Pengaruh pemberian asi eksklusif terhadap kejadian pneumonia balita di Jawa Timur
2018
WHO (2013) menyatakan perang melawan kematian akibat pneumonia pada anak-anak
bergantung pada triad pencegahan, perlindungan, dan pengobatan yang ditata dalam Global
Action Plan for the Prevention and Control of Pneumonia and Diarrhoea (GAPPD). GAPPD
menyediakan fondasi untuk menjaga anak-anak sehat dan bebas dari penyakit yaitu dengan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama ketika bayi dilahirkan (tanpa makanan
tambahan atau cairan, termasuk air), pemberian makanan pelengkap yang memadai dan
menyusui terus menerus, serta memberi suplemen vitamin A. Pemberian ASI eksklusif dapat

4
melindungi bayi dari penyakit dan menjamin mereka mendapatkan sumber makanan yang aman,
bersih, mudah didapatkan, dan disesuaikan secara sempurna dengan kebutuhan bayi. Hampir
sepertiga dari semua infeksi saluran pernapasan dapat dicegah dengan meningkatkan pemberian
ASI di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pemberian makanan pelengkap yang
memadai dan menyusui bayi secara berkala dapat mengakibatkan bayi memperoleh zat gizi yang
cukup, sehingga sistem kekebalan tubuh menjadi kuat dan memberikan perlindungan dari
penyakit. Makanan pendamping ASI yang sesuai pada balita berusia 6 bulan hingga 2 tahun
dapat mengurangi kematian yang disebabkan oleh pneumonia. Suplemen vitamin A dosis tinggi
pada anak dapat membantu menjaga sistem kekebalan tubuh agar lebih kuat dan dapat
mengurangi semua penyebab kematian. (WHO & UNICEF, 2013).

3. Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2013
Nutrisi merupakan elemen kesehatan penting bagi populasi lanjut usia (lansia) dan
mempengaruhi proses menua. Prevalensi malnutrisi meningkat pada populasi ini dan
berhubungan dengan penurunan: status fungsional, gangguan fungsi otot, penurunan massa
tulang, disfungsi imun, anemia, penurunan fungsi kognitif, penyembuhan luka yang buruk,
pemulihan pembedahan yang lambat, angka readmisi rumah sakit yang lebih tinggi, dan
mortalitas. Para lansia sering mengalami penurunan nafsu makan dan pengeluaran energi
(energy expenditure), yang, bersamaan dengan penurunan fungsi biologis dan fisiologis, seperti
penurunan massa bebas-lemak tubuh (lean body mass), perubahan kadar sitokin dan hormonal,
dan perubahan dalam pengaturan elektrolit cairan, pengosongan lambung yang tertunda, dan
menurunnya sensitifitas pembauan dan pengecapan. Selain itu, perubahan patologis dari menua,
seperti penyakit kronis dan gangguan psikologis, berperan dalam etiologi kompleks dari
malnutrisi pada lansia (Ahmed & Haboubi, 2010).

Hubungan antara malnutrisi dan penyakit paru sudah lama diketahui. Malnutrisi
mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur, elastisitas, dan fungsi paru; kekuatan dan
ketahanan otot pernafsan; mekanisme pertahanan imunitas paru; dan pengaturan nafas. Sebagai
contoh, defisiensi protein dan zat besi menyebabkan kadar Hb yang rendah, sehingga
kemampuan darah membawa oksigen menurun.

5
Rendahnya kadar mineral yang lain, seperti kalsium, magnesium, fosfor, dan kalium,
menurunkan fungsi otot pada tingkat seluler. Hipoproteinemia berperan terhadap udem pulmo
dengan menurunkan tekanan osmotik, sehingga cairan tubuh berpindah menuju ruang intersisial.
Penurunan kadar surfaktan, suatu komponen yang disintesis dari protein dan fosfolipid, berperan
terhadap kolapsnya alveoli, sehingga menaikkan kerja pernafasan. Jaringan supporting paru
terbentuk dari kolagen, yang membutuhkan vitamin C untuk sintesisnya. Mukus jalan nafas
normal adalah suatu substrat yang terdiri dari air, glikoprotein, dan elektrolit (Mueller, 2004).

Beberapa faktor diet, terutama antioksidan, mempengaruhi kesehatan dan berperan kunci
dalam memproteksi PPOK. Penelitian prospektif telah membuktikan bahwa diet kaya buah,
sayur, dan ikan dapat menurunkan insiden PPOK. Sebaliknya, diet kaya karbohidrat sederhana,
daging merah dan olahan, desserts, dan kentang goreng dapat meningkatkan risiko PPOK.

4. Studi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Pneumonia di Rumah Sakit Rujukan Daerah
Surakarta 2017

Antibiotik merupakan terapi utama pneumonia yang disebabkan bakteri. Antibiotik yang
disarankan sebagai terapi empirik pneumonia rawat inap antara lain sefalosporin generasi ketiga
dikombinasikan dengan makrolida, florokuinolon monoterapi dan tigesiklin untuk pasien yang
intoleran sefalosopin dan florokuinolon (File et.al, 2016). Pemilihan penggunaan antibiotik pada
pasien bersifat individual baik dengan pengobatan tunggal maupun dengan pengobatan
kombinasi. Penelitian ini dilakukan untuk melihat karakteristik pasien pneumonia dan
penggunaan antibiotiknya pada tahun 2014 dan 2015.

Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa antibiotik lebih banyak digunakan dalam bentuk
kombinasi. Dari hasil tersebut dapat dibandingkan profil penggunaan antibiotik dari tahun 2014
ke tahun 2015. Pada tahun 2014 antibiotik tunggal yang paling banyak digunakan yaitu
seftriakson dan meropenem, sedangkan pada tahun 2015 antibiotik yang paling banyak
digunakan juga seftriakson. Hal ini dikarenakan seftriakson merupakan antibiotika golongan
sefalosporin generasi ketiga. Antibiotik ini memiliki aktivitas yang sangat kuat untuk melawan

6
bakteri gram negatif dan gram positif dan beberapa bakteri anaerob lain termasuk Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Pseudomonas (Jayesh, 2010).

5. Program Intervensi Gizi pada Status Gizi dan penerimaan kembali Rate pada Dewasa
malnutrisi yang lebih tua dengan Pneumonia

Sebuah studi sebelumnya menunjukkan bahwa orang tua yang kurang gizi dengan
pneumonia menerima nutrisi gastrointestinal secara signifikan meningkatkan konsentrasi serum
protein total, prealbumin, dan protein pengikat retinol. Temuan ini menunjukkan dampak terapi
nutrisi pada pasien dengan pneumonia, terutama pada orang dewasa yang lebih tua.

  Dukungan nutrisi diperlukan untuk pasien dengan asupan kalori yang tidak memadai,
kekurangan gizi, penurunan berat badan, dan penurunan kekuatan otot pernapasan. Dalam
penelitian ini, asupan kalori dari kelompok NI lebih tinggi daripada kelompok SC sebelum
dikeluarkan dan tiga dan enam bulan setelah keluar (p <0,001, p = 0,034, dan p <0,001. Tingkat
kepatuhan asupan kalori adalah 5,3% lebih tinggi pada kelompok NI daripada pada kelompok SC
sebelum dikeluarkan (p = 0,003). Oleh karena itu, kami mendalilkan bahwa mekanisme
intervensi gizi meningkatkan status gizi peserta sebagai berikut. Pertama, intervensi nutrisi
(yaitu, kelompok NI) meningkatkan kekebalan dan mungkin mencegah infeksi.

Malnutrisi energi-protein dan defisit mikronutrien mengganggu respon imun. Orang


dewasa yang lebih tua yang cenderung makan lebih sedikit mungkin memiliki asupan protein
yang rendah, yang dapat menyebabkan hilangnya massa otot. Selain penggantian otot, protein
membantu fungsi kardiovaskular.

Studi telah menunjukkan bahwa pneumonia mungkin disebabkan oleh spesies oksigen
reaktif dan radikal bebas terbentuk selama infeksi, yang menambah stres oksidatif dan
menyebabkan kerusakan oksidatif . Secara khusus, kerusakan oksidatif lebih jelas pada pasien
malnutrisi daripada pasien gizi cukup. Oleh karena itu, kelimpahan asam amino esensial pada
kelompok NI menyebabkan peningkatan sintesis protein.

6. Factors Affecting the rate of pediatric pneumonia in developing countries : a review


and literature study 2015(Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pneumonia Anak di
Negara Berkembang: Tinjauan dan Studi Literatur 2015)

7
Mengacu pada kondisi yang diakibatkan oleh asupan atau konsumsi energi atau protein
yang tidak memadai dalam makanan dan biasanya dikaitkan dengan kekurangan vitamin dan
mineral tertentu. Masalah ini sering disebabkan oleh penyakit menular pada masa kanak-kanak
seperti diare dan pneumonia. Di negara-negara berkembang, kekurangan berat badan (berat di
bawah berat badan proporsional untuk usia) adalah sebagai prediktor yang valid untuk
kekurangan gizi anak, sehingga anak-anak BBLR adalah anak-anak, yang memiliki asupan
makanan yang tidak memadai atau infeksi berulang yang didiagnosis. Prevalensi kekurangan gizi
adalah dari 11 persen di Amerika Utara hingga 60 persen di Asia Selatan. Diperkirakan sekitar
36 persen anak-anak kurang dari 5 tahun di negara-negara berkembang, memiliki bobot lebih
rendah dari 2 standar deviasi dibandingkan dengan standar referensi. Anak-anak dengan
kekurangan gizi memiliki respon imun yang kurang; akibatnya infeksi anak-anak ini lebih parah
pada anak-anak ini.
Studi menunjukkan anak-anak yang beratnya kurang dari 70% sesuai dengan usia
mereka, dibandingkan dengan anak-anak lain, meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia 8
kali lipat untuk mereka. 
Kurang Menyusui : Menyusui dapat melindungi anak-anak dari risiko infeksi saluran
pernapasan bawah. Faktanya, ASI menyebabkan perlindungan pasif terhadap patogen. ASI
mengandung unsur-unsur spesifik seperti limfosit dan antibodi, sekretori Immunoglobulin A
(IgA) dan unsur-unsur non-spesifik, termasuk fagosit, makrofag, laktoferin, lisoferin,
laktoperoksidase, oligosakarida, faktor bifidus, faktor C3 dan C4 yang melindungi bayi terhadap
penyakit menular, terutama terhadap dua faktor penyebab kematian, diare dan infeksi saluran
pernapasan akut yang tidak dapat dicegah dengan vaksinasi publik. 
Studi menunjukkan bahwa efek perlindungan ASI terhadap infeksi saluran pernapasan
bagian bawah, tidak berubah dengan perubahan usia bayi. Diperkirakan pemberian ASI lengkap
atau parsial menghasilkan 50% penurunan mortalitas dari infeksi saluran pernapasan akut pada
anak-anak kurang dari 18 bulan. 
Kekurangan vitamin A : Penelitian telah menunjukkan kekurangan vitamin A,
peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan menyebabkan kelainan pada sel epitel dan sel
sistem kekebalan tubuh . Peran vitamin A dalam pertumbuhan dan perkembangan sel dan
jaringan (terutama dalam sel epitel pernapasan dan jaringan paru-paru) sangat penting. Dalam

8
jaringan paru-paru, sel-sel alveolar tipe II, secara eksklusif bertanggung jawab untuk sintesis dan
sekresi surfaktan. 
Menurut perkiraan WHO, sekitar 250 juta anak-anak berisiko kekurangan vitamin A di
dunia. Kekurangan vitamin A dengan infeksi pernapasan akut memiliki hubungan yang erat .
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kekurangan vitamin A berhubungan dengan
peradangan dan infeksi pada anak-anak dan tingkat keparahan infeksi. 
Kekurangan vitamin D : Vitamin D telah berpartisipasi dalam banyak proses biologis,
termasuk metabolisme tulang (penyerapan kalsium usus), memodulasi respons imun dan regulasi
proliferasi dan diferensiasi sel (induksi diferensiasi monosit dan mencegah proliferasi limfosit ,
mensekresi sitokin seperti interleukin-2, interferon-y dan interleukin-12). Studi yang telah
dilakukan di negara-negara berkembang menunjukkan hubungan antara rakhitis nutrisi (rakhitis
karena kekurangan vitamin D) dan pneumonia pada anak-anak. Di Iran, 43 persen dari 200 anak
dirawat di Children's Medical Centre yang didiagnosis dengan rakitis radiologis, juga menderita
bronkopneumonia. Oleh karena itu, kekurangan vitamin D dapat menjadi faktor penting yang
memprediksi pneumonia pada anak-anak kurang dari 5 tahun di negara berkembang.
Defisiensi mikronutrien seperti vitamin D dan vitamin A dan pengaruhnya terhadap
respon imun anak-anak di negara ini, kerentanan anak-anak pada risiko perokok pasif yang
timbul. dari pengasuhan orang tua, pengaruh kehadiran di taman kanak-kanak dan jenis
perawatan di tempat ini pada prevalensi penyakit dan efek penting dari pendidikan ibu sebagai
pengasuh utama.

7. The effect of Adjuvant Zinc Therapy on Recovery from Pneumonia in Hospital


Children: A Double-Blind Randomized Controlled Trial 2014(Studi Klinis Pengaruh
Terapi Zinc Adjuvant pada Pemulihan dari Pneumonia pada Anak-anak yang dirawat di
rumah sakit: A Double-Blind Acak Terkendali Pengadilan 2014)

Pneumonia adalah salah satu implikasi paling umum dari keterlibatan saluran pernapasan
bagian bawah.

Zinc adalah elemen nutrisi penting, dengan spektrum luas aktivitas biologis pada
manusia. Unsur ini memainkan peran penting dan vital dalam pengembangan fisik sistem
pencernaan dan kekebalan tubuh. Kekurangan zinc pada anak-anak dapat menyebabkan

9
pertumbuhan terhambat dan peningkatan insiden infeksi (pneumonia, gastroenteritis) melalui
melemahnya sistem kekebalan tubuh dan perubahan aksi saraf dan perilaku.

Dalam penelitian lain yang serupa di India yang dilakukan pada 153 anak berusia 2-24
bulan, yang dirawat di rumah sakit karena infeksi saluran pernapasan bawah akut dan dibagi
menjadi dua kelompok (satu mengambil seng 10 mg ditambah vitamin A setiap hari, dan yang
lain memakai plasebo plus vitamin A), itu menunjukkan bahwa waktu pemulihan secara
signifikan lebih cepat pada kelompok perlakuan daripada pada kelompok kontrol. Secara
keseluruhan, terapi seng dapat mengurangi durasi gejala dan kondisi klinis akut. Menurut hasil
penelitian ini dan membandingkannya dengan penelitian serupa lainnya di bidang ini, bahwa
seng dapat mempercepat pemulihan dari pneumonia dan dengan cepat menyelesaikan gejalanya
pada anak-anak yang menderita penyakit ini. Secara keseluruhan, penggunaan seng bersama
dengan terapi antibiotik direkomendasikan pada kelompok anak-anak ini. Terapi seng juga dapat
mengurangi resistensi obat yang disebabkan oleh beberapa terapi antibiotik. Oleh karena itu,
untuk meningkatkan perjalanan klinis dan lamanya gejala, dianjurkan untuk memberikan
suplementasi seng kepada anak-anak dengan dugaan gejala pernapasan saat mereka tiba di rumah
sakit.

8. Hubungan Status Gizi dengan Derajat Pneumonia pada Balita di RS. Dr. M. Djamil
Padang 2016

Pada balita dengan gizi kurang/buruk, sistem pertahanan tubuh menurun sehingga mudah
terkena infeksi.9 Timus adalah salah satu organ limfoid primer yang memproduksi sel T.
Kekurangan protein dapat menyebabkan atrofi timus sehingga mengganggu produksi sel T.
Kekurangan protein juga dapat mengganggu produksi antibody sebagai imunitas humoral.10
Kekurangan protein akan disertai oleh kekurangan vitamin A (Beta Karoten), vitamin
E (Alfatokoferol), vitamin B6, vitamin C (Asam Askorbat), folat, zink, zat besi, tembaga dan
selenium. Kekurangan vitamin A mengurangi sekresi IgA dan menghalangi fungsi sel-sel
kelenjar yang mengeluarkan mukus sehingga digantikan oleh sel epitel bersisik dan kering.
Vitamin A, E, dan C merupakan antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas. Kekurangan
antioksidan dapat menyebabkan supresi imun yang mempengaruhi mediasi sel T dan respon
imun adaptif. Kekurangan vitamin B6 dapat menurunkan pembentukan antibodi.

10
Berpengaruh pada diferensiasi limfosit Metabolisme vitamin A juga dibantu
oleh adanya mineral mikro seperti seng (Zn). Zink berperan penting sebagai mediasi imun non
spesifik seperti neutrofil dan sel NK dan imun non spesifik seperti keseimbangan sel Th.
Defesiensi zink sebesar 100 mg menjadi salah satu penentu utama pneumonia

9. Vitamin D sttatus and Commmunity-Acquired Pneumonia : Result from the Third


National Health and Nutrition Examination Servey 2013 (Status Vitamin D dan Pneumonia
yang Diakuisisi Komunitas: Hasil dari Survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional Ketiga
2013)

CAP didefinisikan sebagai infeksi parenkim paru-paru yang tidak diperoleh dalam
pengaturan perawatan kesehatan.
Dalam penelitian besar yang representatif secara nasional ini, kami menyelidiki apakah
level 25 (OH) D dikaitkan dengan riwayat CAP di antara orang dewasa di Amerika Serikat.
Kami menunjukkan bahwa 25 (OH) D level <30 ng / mL memang terkait dengan peningkatan
yang signifikan dalam peluang  pneumonia yang didapat masyarakat (CAP) pada populasi
umum. Sementara yang lain juga berhipotesis bahwa status vitamin D mungkin memainkan
peran perlindungan penting terhadap berbagai penyakit paru, penelitian kami memberikan bukti
penting untuk menyarankan bahwa suplemen vitamin D dapat menawarkan pendekatan baru
untuk menurunkan risiko  pneumonia yang didapat masyarakat (CAP).
Baru-baru ini, sel-sel sistem kekebalan tubuh bawaan dan adaptif telah ditunjukkan untuk
mengekspresikan reseptor vitamin D. 

10.Vitamin E dan risiko pneumonia: menggunakan statistic untuk mengukur


heterogenitas dalam uji coba terkontrol 
Pengaruh suplementasi vitamin E pada kematian telah dipelajari dalam berbagai
percobaan acak, hasil yang telah dikumpulkan di beberapa meta-analisis. Vitamin E adalah
antioksidan dan memengaruhi sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu, mungkin mempengaruhi
infeksi pada paru-paru terkena O2 dan oksidan udara. Dalam analisis kami sebelumnya dari data

11
Studi ATBC, efek vitamin E pada kejadian pneumonia berbeda dari efek nol untuk beberapa
subkelompok, yang diidentifikasi oleh berbagai jenis alasan: berdasarkan tingkat merokok,
aktivitas fisik, berat badan dan diet vitamin C asupan. Ketika beberapa variabel memodifikasi
efek vitamin E pada risiko pneumonia, terbukti bahwa efek vitamin E harus diselidiki secara
terpisah dalam subpopulasi yang ditentukan oleh variabel-variabel pengubah tersebut, daripada
menghitung efek rata-rata tunggal. menyesuaikan untuk variabel-variabel itu seolah-olah mereka
perancu. Uji coba besar seperti Studi ATBC dapat memberikan perkiraan efek yang akurat untuk
subkelompok seperti yang ditunjukkan oleh penelitian ini. Namun, analisis subkelompok serupa
dalam studi kohort jauh lebih menantang atau tidak mungkin karena hubungan erat antara
variabel makanan satu sama lain dan dengan berbagai faktor gaya hidup lainnya Akhirnya,
suplemen vitamin E telah diusulkan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

11. Vitamin D supplementation for the treatment of acute childhood pneumonia: A


systematic Review 2013 (Suplementasi Vitamin D untuk Pengobatan Pneumonia Anak Akut:
Tinjauan Sistematis)

Kekurangan vitamin D jika parah menyebabkan dinding dada kelainan bentuk, hipotonia,


kepatuhan dinding dada yang buruk, atelektasis, dan fibrosis. Semua faktor ini berkontribusi
pada insiden pneumonia yang lebih tinggi pada anak-anak dengan defisiensi vitamin D
berat.terapi kemanjuransuplementasi vitamin D sebagai tambahan untuk antibiotik dan langkah-
langkah pendukung dalam mengobati pneumonia anak-anak. Anak-anak dari negara
berkembang umumnya memiliki kadar vitamin D darah yang lebih rendah. Jadi penjelasannya
bisa dua cara: kekurangan vitamin D yang sudah ada sebelumnya, membuat anak rentan
terhadap pneumonia karena gangguan kekebalan di satu sisi, dan pneumonia menyebabkan
kadar vitamin D lebih rendah karena respon inflamasi akut di sisi lain. Sebelumnya, kadar
vitamin D telah terbukti menurun selama peradangan akut dalam studi pada manusia.
Pemantauan tingkat vitamin D mungkin membantu untuk memahami respon aktual yang akan
memandu kita tentang dosis optimal / terapi yang akan digunakan dalam pneumonia akut. 

12
12. Childhood Pneumonia and Vitamin A 2014 (Pneumonia anak-anak dan vitamin A 2014)

Penyebab bakteri pneumonia pada masa kanak-kanak termasuk Streptococcus


pneumonia, H. influenza tipe b dan Staphylococcus aureus. Pneumonia menjadi lebih buruk pada
anak-anak dengan penyakit yang mendasarinya seperti kekurangan gizi, anak-anak yang positif
HIV, campak dan anak-anak yang terinfeksi TB dan lain-lain. 
Beberapa suplemen tambahan seperti seng dapat mengurangi risiko infeksi saluran
pernapasan. Suplemen vitamin A mungkin memiliki efek yang sama pada ALRI. Vitamin A
memainkan peran penting dalam fungsi kekebalan tubuh dan diperlukan untuk diferensiasi sel
epitel sistem pernapasan. Meskipun beberapa penelitian dilakukan untuk mengevaluasi dampak
vitamin A dosis tinggi dan seng pada infeksi saluran pernapasan, efeknya tidak membuktikan
efek pada hasil infeksi saluran pernapasan akut masa kanak-kanak. 
Kekurangan vitamin A dikaitkan dengan infeksi anak yang parah dan merupakan
penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah. Retinol adalah bentuk aktif vitamin A yang
beredar dalam darah. Pelepasan retinol dari hati sebagai respons terhadap permintaan jaringan.
Protein pengikat retinol membawa elemen ini ke jaringan yang berbeda. Tingkat serum retinol
menunjukkan penurunan penyimpanan hati yang parah (lebih rendah dari 0,07 μmol / g hati).
Retinol memainkan peran mendasar dalam penglihatan, jaringan epitel dan ekspresi gen

13. The nutrient status of chinese infants with pneumonia 2014 (Status gizi bayi Cina dengan
pneumonia 2014)

Normal fungsi sistem kekebalan tubuh manusia dipengaruhi oleh banyak faktor,
termasuk nutrisi yang berperan penting dalam pemeliharaan kekebalan tubuh.

Hasil kami menunjukkan bahwa kejadian defisiensi vitamin A secara signifikan lebih
tinggi sedangkan kadar vitamin A serum secara signifikan lebih rendah pada bayi dengan
pneumonia dibandingkan pada kelompok kontrol yang sehat. Hasil ini konsisten dengan temuan
sebelumnya bahwa vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh . Vitamin
A adalah faktor yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan, diferensiasi dan aktivasi sel T.

13
Selain itu, vitamin A meningkatkan pematangan fungsi limfosit B dan meningkatkan
kemampuan untuk mengeluarkan antibodi. Vitamin A juga merangsang produksi interleukin 1,
2, 4, untuk meningkatkan fungsi sel kekebalan tubuh.

Kekurangan seng menyebabkan ketidakaktifan enzim yang dilibatkan dalam sintesis


asam nukleat seperti timidin kinase. Akibatnya, replikasi DNA, RNA, dan sintesis protein
menjadi terganggu. Selain itu, defisiensi seng dapat menyebabkan penurunan aktivitas hormon
thymus, yang mengakibatkan penurunan fungsi kekebalan tubuh.

14. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Anak Usia 12-48 BULAN (Studi di Wilayah
Kerja Puskesmas Gombong II Kabupaten Kebumen Tahun 2017)
Imunisasi mampu mengurangi kematian anak dari pneumonia dengan dua acara.Pertama
vaksinasi membantu mencegah anak-anak dari infeksi yang berkembang Langsung yang
menyebabkan pneumonia, misalnya Haeophilus influenza tipe b (Hib). Kedua, imunisasi dapat
mencegaah infeksi yang dapat menyebabkan pneumonia sebagai komplikasi dari penyakit.
Kondisi tubuh dengan gizi kurang, akan menyebabkan seorang anak mudah terserang
penyakit. Bakteri atau virus mudah masuk dalam tubuh individu dengan ketahanan tubuh atau
imunitas yang kurang.Kondisi kurang gizi dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan pada
anak-anak dengan kodisi tersebut dapat melemahkan otot-otot pernafasan sehingga balita dengan
gizi kurang akan mudah terserang pneumonia dibandingkan balita dengan gizi normal.
Balita yang tidak mengkonsumsi ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan pemberian ASI
kurang dari 24 bulan lebih beresiko terkena pneumonia, dibandingkan Pemberian ASI selama 6
bulan pertama. Pemberian ASI selama 2 tahun juga akan menambah ketahanan anak dalam
melawan gangguan penyakit infeksi salah satunya adalah Pneumonia.

15. Status Gizi Berpengaruh Terhadap Kejadian Pneumonia Pada Balita 2019
Penyakit Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang jaringan
paru-paru, ditandai dengan batuk yang disertai nafas cepat atau sesak nafas.

Kejadian pneumonia pada masa balita berdampak jangka panjang yang akan muncul pada
masa dewasa yaitu penurunan fungsi paru, oleh karena itu penyakit pneumonia masih menjadi

14
masalah kesehatan yang serius di Indonesia (Riskesdas, 2013). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pneumonia diantaranya adalah status gizi, umur, berat badan lahir rendah
(BBLR), tidak mendapat ASI yang memadai, polusi udara, imunisasi yang tidak lengkap, tingkat
social ekonomi rendah, jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu rendah, defisiensi vitamin A, dan
kepadatan tempat tinggal (Mardjanis S, 2008).

Status gizi yang kurang dengan keadaan imunitas rendah akan mudah terserang penyakit
infeksi tetapi apabila status gizinya semakin memburuk, penyakit yang di anggap biasa dapat
menjadi berat dan menyebabkan kematian. Sedangkan balita dengan status gizi baik akan
meningkatkan daya tahan tubuh cukup kuat, sehingga tubuh tidak akan mudah terserang
berbagai jenis penyakit terutama penyakit pneumonia. Anak yang berstatus gizi baik akan baik
pula dalam melawan bahaya infeksi (Sediaoetama, 2008). Umur merupakan faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia. Resiko terkena pneumonia lebih besar pada anak
umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak
di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran nafas yang masih sempit (Daulaire, 2000)

Hasil penelitian ini didukung juga dengan teori yang dikemukakan oleh Hasan (2002)
dimana status gizi yang kurang disebabkan karena asupan makanan yang kurang, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi asupan makanan pada balita kurang diantaranya lingkungan
keluarga, media massa, teman sebaya dan penyakit. Penyakit akut maupun kronis dapat
menurunkan nafsu makan anak. Pada balita yang mengalami gangguan pertumbuhan dapat
terjadi dalam waktu yang singkat dan dapat pula pada waktu yang cukup lama. Gangguan
pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat
menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare atau infeksi saluran nafas. Gizi buruk sebagai salah
satu faktor tingginya mortalitas dan morbiditas, karena pada gizi buruk, daya tahan tubuh balita
rendah. Dan akhirnya pada anak dengan daya tahan tubuh terganggu atau lemah akan dapat
menderita pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Susi, dkk (2011) dimana
faktor resiko terjadinya pneumonia pada balita dengan hasil terdapat hubungan yang bermakna
yaitu usia balita, riwayat pemberian ASI, status gizi balita dengan kebiasaan merokok keluarga.
Dimana penelitian ini menyatakan salah satu faktor resiko terjadinya pneumonia adalah status
gizi balita yang kurang.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan :

Pneumonia adalah salah satu implikasi paling umum dari keterlibatan saluran pernapasan
bagian bawah. Penyakit Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang menyerang
jaringan paru-paru, ditandai dengan batuk yang disertai nafas cepat atau sesak nafas. Salah satu
faktor risiko dari pneumonia adalah status gizi yang kurang. Pneumonia dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, dan jamur.

Tatalaksana gizi :

 Diet yang diberikan adalah TETP


 Untuk kondisi tertentu diet dapat diberikan secara bertahap sesuai kondisi/status
metabolik
 Makanan diberikan dalam bentuk mudah cerna
 PKTS

Isu Terbaru Penatalaksanaan Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nutrisi enteral (EN) dari kelompok eksperimen yang
kaya akan banyak protein dapat mengurangi kadar darah diamin oksidase (DAO), D-Laktat (D-
LC) dan bakteri endotoksin (BT), melindungi mukosa usus fungsi penghalang pasien pneumonia
berat(SP), meningkatkan fungsi gastrointestinal pasien pneumonia berat (SP) dan mengurangi
kejadian gangguan motilitas gastrointestinal.

16
Malnutrisi mempunyai pengaruh negatif terhadap struktur, elastisitas, dan fungsi paru;
kekuatan dan ketahanan otot pernafsan; mekanisme pertahanan imunitas paru; dan pengaturan
nafas. Sebagai contoh, defisiensi protein dan zat besi menyebabkan kadar Hb yang rendah,
sehingga kemampuan darah membawa oksigen menurun. Rendahnya kadar mineral yang lain,
seperti kalsium, magnesium, fosfor, dan kalium, menurunkan fungsi otot pada tingkat seluler.

Antibiotik merupakan terapi utama pneumonia yang disebabkan bakteri. Antibiotik


memiliki aktivitas yang sangat kuat untuk melawan bakteri gram negatif dan gram positif

Orang dewasa yang lebih tua yang cenderung makan lebih sedikit mungkin memiliki
asupan protein yang rendah, yang dapat menyebabkan hilangnya massa otot. Selain penggantian
otot, protein juga membantu fungsi kardiovaskular

Kekurangan zinc pada anak-anak dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan


peningkatan insiden infeksi

Kekurangan protein dapat menyebabkan atrofi timus sehingga mengganggu produksi sel


T. Vitamin A, E, dan C merupakan antioksidan yang dapat menangkal radikal bebas.
Kekurangan antioksidan dapat menyebabkan supresi imun yang mempengaruhi mediasi sel T
dan respon imun adaptif

Vitamin E adalah antioksidan dan memengaruhi sistem kekebalan tubuh. status vitamin
D mungkin memainkan peran perlindungan penting terhadap berbagai penyakit paru. Vitamin A
memainkan peran penting dalam fungsi kekebalan tubuh dan diperlukan untuk diferensiasi sel
epitel sistem pernapasan. pemberian ASI selama 2 tahun juga akan menambah ketahanan anak
dalam melawan gangguan penyakit infeksi salah satunya adalah Pneumonia

3.2 Saran

17
Daftar Pustaka

18

Anda mungkin juga menyukai