Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBTRUKTIF KRONIS (PPOK)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas stase Gawat Darurat

STIKes ‘Aisyiyah Bandung

Disusun Oleh :

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AISYIYAH BANDUNG

PRODI PROFESI KEPERAWATAN (NERS)

2018
A. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

1. Pengertian Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

dikarakteristikkan oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis dan

perubahan-perubahan patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran

nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan

respon inflamasi yang abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang

berbahaya (GOLD, 2009).

2. Klasifikasi

Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik

adalah sebagai berikut:

a) Bronkitis kronik

Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai

pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan

terjadi paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddart, 2002).

b) Emfisema paru

Emfisema paru merupakan suatu distensi abnormal ruang udara di luar

bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddart,

2002).

c) Asma

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana

trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

(Bruner & Suddart, 2002)


d) Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronik yang mungkin

disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi

bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran

pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh darah yang

berdilatasi dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddart, 2002)

3. Faktor penyebab PPOK

PPOK dapat disebabkan oleh (Suradi, 2007) :

a. Asap rokok (baik pada perokok aktif maupun pasif),

b. Polusi udara, meliputi polusi di dalam ruangan (asap rokok, asap kompor),

polusi di luar ruangan (gas buang kendaraan bermotor, debu jalanan), dan

polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) ,

c. Infeksi saluran napas bawah berulang.

4. Tanda dan gejala PPOK

Tanda PPOK (PDPI, 2003) yaitu:

a. Pursed - lips breathing yaitu sikap seseorang yang bernapas dengan mulut

mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanismetubuh

untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

b. Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)


c. Penggunaan otot bantu napas

d. Hipertropi otot bantu napas

e. Pelebaran sela iga

f. Bila telah terjadi gagal jantung kanan, terlihat denyut vena jugularis di leher

dan edema tungkai.

g. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi

paksa

h. Ekspirasi memanjang

i. Bunyi jantung terdengar jauh.

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi ini harus

diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa

terjadi pada proses penuaan. Gejala PPOK (GOLD, 2009) yaitu :

1) Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang

dengan pengobatan yang diberikan. Kadangkadang pasien menyatakan hanya

berdahak terus menerus tanpa disertai batuk.

2) Sesak napas merupakan gejala yang sering dikeluhkan pasien terutama pada

saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan

sesak napas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak

dikeluhkan.

5. Komplikasi PPOK

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK (PDPI, 2003) yaitu :

a. Gagal napas kronik


Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas darah berupa PaO2<60

mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat normal.

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak napas dengan

atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan purulen, demam, dan

kesadaran menurun.

c. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK, produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk

koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada

kondisi kronik ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan

menurunnya kadar limfosit darah.

d. Kor pulmonale.

Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit>50

%, dan dapat disertai gagal jantung kanan.

6. Penatalaksanaan PPOK

Penatalaksanaan umum PPOK (PDPI, 2003) yaitu :

Tujuan penatalaksanaan :

a. Mengurangi gejala

b. Mencegah eksaserbasi berulang

c. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

d. Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :


a. Edukasi

Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK,

memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas.

Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK.

b. Obat – obatan

1) Bronkodilator

Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan

disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat

diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.

Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow releas ) atau

obat berefek panjang (long acting).

Indikasi Penyakit paru kronis, asma, sesak


Kontraindikasi Hipertiroidisme, insufisiensi miokard, aritmia, hipertensi
Efek samping mulut kering, batuk, sakit kepala, mual, muntah, diare,

tangan gemetar, kram otot, jantung berdebar.


Cara kerja memperluas bronkus (saluran pernafasan) dan

merelaksasi otot-otot pada paru-paru sehingga proses

bernafas menjadi lebih ringan dan lancar


Dosis normal Salbutamol

2-4 mg dengan frekuensi 3-4 kali


Dewasa
sehari
Anak-anak usia 2 mg dengan frekuensi 3-4 kali

6-12 tahun sehari


Anak-anak usia 1-2 mg dengan frekuensi 3-4 kali

2-6 tahun sehari


Cara pemberian Inhalasi

2) Anti inflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang

diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1

pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

Indikasi Bila terjadi eksaserbasi akut


Kontraindikasi  Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap

bahan obat.

 Bayi prematur.

 Pemberian jangka lama pada penderita ulkus

duodenum dan peptikum, osteoporosis berat,

penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.

 Pasien yang sedang diimunisasi

Efek samping Timbul rasa tidak nyaman pada saluran cerna, mual,

diare, tukak, reaksi hipersensitivitas (terutama ruam kulit,

angioedema, dan bronkospasme), sakit kepala, pusing,

vertigo, gangguan pendengaran seperti tinnitus,

fotosensitivitas, dan hematuria.


Cara kerja Menghambat enzim siklooksigenase (cox-1 dan cox-2)

ataupun menghambat secara selektif cox-2 saja sehingga

tidak terbentuk mediator-mediator nyeri yaitu

prostaglandin dan tromboksan


Dosis normal Metilprednisolon 

Secara intramuskular atau intravena,

Dewasa 10-40 mg (base), diulangi sesuai

keperluan.
Cara pemberian Oral dan Injeksi

3) Antibiotika

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :

a) Lini I : amoksisilin, makrolid.

b) Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, Kuinolon, dan

makrolid baru.

Indikasi  Radang paru, atau pneumonia bakterialis

 Infeksi saluran kemih

 Sebagian besar luka dan infeksi kulit seperti infeksi

staphylococcus

 Infeksi menular seksual, sepeti gonore dan chlamydia

 Meningitis, yakni radang selaput otak

Kontraindikasi  Infeksi jamur sistemik dan hipersensitivitas terhadap

bahan obat.
 Bayi prematur.

 Pemberian jangka lama pada penderita ulkus

duodenum dan peptikum, osteoporosis berat,

penderita dengan riwayat penyakit jiwa, herpes.

 Pasien yang sedang diimunisasi

Efek samping  Infeksi jamur di sekitar mulut, saluran pencernaan

atau vagina.

 Diare.

 Muntah.

 Mual.

Cara kerja Antibiotik yang bersifat untuk membunuh bakteri,

alias bactericidal. Obat jenis ini biasanya merusak satu

per satu bakteri yang menginfeksi dengan cara

menghancurkan dinding sel bakteri, sehingga bakteri

tersebut mati.
Dosis normal Amoksilin 

Berat badan lebih dari 40 kg :


Dewasa & anak
- infeksi ringan-sedang : 250 mg tiap
berusia lebih dari
8 jam.
12 tahun
- infeksi berat : 500 mg tiap 8 jam
Anak berusia 25-50 mg/kg berat badan/hari

kurang dari 12 tergantung pada beratnya infeksi


tahun
Cara pemberian Oral dan Injeksi

4) Antioksidan

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -

asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak

dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

5) Mukolitik

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat

perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang

viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak

dianjurkan sebagai pemberian rutin.

Indikasi penyakit paru obstruktif kronis dan kistik fibrosis.


Kontraindikasi tukak saluran cerna dan pasien yang diketahui alergi

terhadap obat mukolitik


Efek samping Reaksi ringan gastro-intestinal, seperti nyeri ulu hati,

dispepsia, dan kadang-kadang mual, dan muntah

Cara kerja memecah serat mukopolisakarida pada dahak sehingga

membuatnya lebih longgar dan encer sehingga dahak

akan lebih mudah dihilangkan dengan batuk

meningkatkan produksi surfaktan, zat yang

mempromosikan mekanisme clearance

untuk membersihkan kuman atau patogen lainnya, yang


membantu untuk mencegah dan mengatasi infeksi pada

bronkus
Dosis normal Ambroxol

dosis harian 30 mg (satu tablet

ambroxol) sampai 120 mg (4 tablet)


Dewasa:
diambil dalam 2 sampai 3 dosis

terbagi
Anak-anak
setengah sendok teh sirup ambroxol
sampai 2 tahun
dua kali sehari

Anak-anak 2-5
etengah sendok teh sirup 3 kali
tahun
sehari

Anak-anak lebih
Satu sendok teh sirup 2-3 kali sehari
dari 5 tahun
Cara pemberian Oral dan Injeksi

c. Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan

hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah

kerusakan sel baik di otot maupun organ -organ lainnya.

Indikasi :

1) Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%


2) Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,

perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan,

sleep apnea, penyakit paru lain.

d. Ventilasi mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal

napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK

derajat berat dengan napas kronik.

e. Nutrisi

Nama Nilai Rujukan


Hemoglobin 14-18 gr %

Leukosit 4.000 – 11.000 /mm3

Eritrosit 4.5 – 5.9 juta/ul

pH darah 7.35 – 7.45

PO2 80 – 100 mmHg

PCO2 35 – 45 mmHg

HCO3 22 – 26 mEq/L %
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya

kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat, karena

hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.

Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan

derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah.

f. Rehabilitasi

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan

memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK


7. Pemeriksaan Laboratorium

8. Pemeriksaan Fisik

Hasil Pemeriksaan Interpretasi


Inspeksi : Pernafasan Tingginya kadar karbondioksida dalam darah

cepat, ekspirasi merangsang otak yang mengatur pernafasan,

memanjang sehingga pernafasan menjadi lebih cepat dan

lebih dalam. Ekspirasi memanjang merupakan

respon untuk mengeluarkan lebih banyak CO2.

Batuk Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya

bronkitis. Ketika jalan nafas teriritasi, fungsi

silia menurun serta lendir meningkat.

Sesak nafas Sesak nafas disebabkan karena menyempitnya

bronkus, meningkatnya sekresi mucus, dan

rusaknya alveolus.

Terdapat Clubbing Terjadi akibat peningkatan vaskularisasi dan

Finger pembentukan jaringaan ikat di ujung jari

tersebut. Perubahan ujung jari ini akibat

hipoksia yang berlangsung lama.

Barrel Chest Hasil hiperinflasi paru. Hiperinflasi ialah

terjebaknya udara akibat saluran pernapasan

yang sempit/menyempit. Pada keadaan ini

terjadi peningkatan diameter anteroposterior.

Auskultasi : Terdapat Wheezing menandakan adanya saluran nafas


bunyi wheezing dan yang menyempit, sedangkan krakels

krakels menandakan adanya sekret.

Perkusi : Hiperresonan Terjadi karena peranjakan hati mengecil, batas

paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang

9. Terapi Medis

Terapi Rasionalisasi
Infus D5% + 2 amp Klien sesak nafas dapat mengalami

aminofilin kelelahan karena energy digunakan untuk

kontraksi otot-otot pernafasan. Infus

dextrose 5% berfungsi memberikan

tambahan kalori untuk klien. Aminopilin

berfungsi sebagai bronkodilator.

Nebulizer 2 x sehari Ventolin berfungsi meredakan batuk dan

- Ventolin mengencerkan lendir.

- Mukopek Mukopek merupakan mukolitik yang

- Nacl berfungsi mengencerkan lendir.

NaCl digunakan sebagai pengencer.

Ampicilin 3 x 1 gram Ampicilin merupakan antibiotik untuk

mengatasi infeksi bronkial.


10. Pathway PPOK
PPOK
Asma Bronkotis kronik
Emfisema

Alergik (debu) Non alergik Asap dan infeksi

E. Panlobular E. Sentrilobular
Mengiritasi jalan
Reaksi antigen yang
Dihasilkan IgE
Rusaknya bronkus Rusaknya lobus
Fungsi silia
pernafasan, duktus sekunder
menurun dan
Antibody (IGE) alveolar, alveoli lendir meningkat
menyerang sel mast
dalam paru
Bronkiolus
Area kontak langsung
tersumbat
Pemajanan berulang permukaan alveolar
dengan paru berkurang
Alveolus rusak
Ikatan antibody dan Kerusakan membentuk
Gen serabut elastik fibrosis

Pelepasan Paru sulit Barrel


11.produksi sel- Makrofag alveolus
sel mast (mediator) bekembang elastis chest rusak

Peningkatan ruang rugi


Kontraksi otot Pembentukan (udara tidak bisa bertukar) Risiko Infeksi
polos bronkus mucus yang banyak
Kerusakan difusi O2
Pembekakan
membrane mukosa hipoksemia

bronkospasme Ketidakefektif Secret tertahan


an bersihan Gangguan
Penyempitan jalan nafas Uudara terjebak Pertukaran Gas
bronkus
Usaha berlebih
12. O2
Suplai
menurun Eekspirasi
memanjang
Mudah lelah clubbing finger
Ketidskefektifan
Intoleransi Gangguan pola pola nafas
Aktivitas tidur
A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan

yang logis dan sistematis, dinamis dan teratur yang memerlukan pendekatan,

perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan yang metodis dan teratur

dengan mempertimbangkan ciri-ciri pasien yang bersifat bio-psiko-sosio-spiritual

maupun masalah kesehatannya. (Depkes RI, 1995:10)

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap klien harus

melalui proses keperawatan sesuai dengan teori dan konsep keperawatan

diimplementasikan secara terpadu dalam tahapan yang terorganisir meliputi

pengkajian, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatn dan evaluasi tindakan

yang telah dilakukan.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan

untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat

mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan

keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi tentang pasien yang

dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-

kebutuhan keperawatan dan kesehatan pasien. Sumber data diperoleh dari pasien,

keluarga, catatan medik, dan perawat. Adapun cara pengumpulan data yang

digunakan adalah melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik.


Pengumpulan data pada klien dengan gangguan sistem endokrin akibat Diabetes

Mellitus meliputi:

1) Pengkajian Fokus

a) Identitas

Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis

kelamin,umur, alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan,

tinggi badan, berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.

b) Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya mengeluh

adanya sesak nafas.

c) Riwayat penyakit sekarang

Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien

dari rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.

d) Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Bronkhitis

atau penyakit menular yang lain.

e) Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang

pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang

ada di dalam keluarga.

f) Pola fungi kesehatan

Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut Gordon :

a) Persepsi terhadap kesehatan


Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan

perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.

b) Pola aktivitas dan latihan

Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis mengalami

keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas gangguan karena adanya

dispnea yang dialami.

c) Pola istirahat dan tidur

Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya adalah

gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler. Sedangkan

pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena untuk mengurangi

adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas yang berlebih.

d) Pola nutrisi-metabolik

Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada

pasien dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang

berakibat adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.

e) Pola eliminasi

Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada

kebiasaan BAB dan BAK.

f) Pola hubungan dengan orang lain

Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi

hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.


g) Pola persepsi dan konsep diri

Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk

mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image,

identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).

h) Pola reproduksi dan seksual

Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan

mengalami perubahan.

i) Pola mekanisme koping

Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah

kesehatannya, termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang

intensif.

j) Pola nilai dan kepercayaan

Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru

yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu

kebiasaan ibadahnya.

k) Pemeriksaan Fisik

(1) paru-paru : adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi ronchi, atau

bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi yaitu

adanya pneumonia.

(2) kardiovaskuler : TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit

pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi,

kadang terjadi anemia, nyeri dada.


(3) neuromuskular : perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke

apatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya kelemahan

anggota badan dan terganggunya aktivitas.

(4) perkemihan : pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan

eliminasi seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine.

(5) pencernaan

Inspeksi :kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya distensi abdomen dan

nyeri abdomen,diare atau konstipasi.

Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.

Perkusi : kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya kembung.

Palpasi :adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya

infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada abdomen.

(6) Bone : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya sianosis.

Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.

2) Data Psikologis

Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya komunikasi.

Kemungkinan klien menunjukkan kecemasan bahkan terdapat perasaan depresi

terhadap penyakitnya. Hal ini diakibatkan karena proses penyakit yang lama,

kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang dilakukan. Perlu dikaji

pandangan hidup klien terhadap segala tindakan keperawatan yang dijalani. Kaji

ungkapan klien tentang ketidakmampuan koping/penggunaan koping yang

maladaptif dalam menghadapi penyakitnya, perasaan negatif tentang tubuhnya,


klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya, kehilangan kebebasan, dan kehilangan

kesempatan untuk menjalani kehidupannya.

3) Data Sosial

Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan

kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter, tim kesehatan lain

serta klien lain dan bagaimana penerimaan orang-orang sekitar klien terutama

keluarga akan kondisinya saat ini serta dukungan yang diberikan orang-orang

terdekat klien baik dari segi moril ataupun materil.

Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu, klien

tetap ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari interaksi sosial

terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti ulkus, gangren, dan gangguan

penglihatan.

4) Data Spiritual

Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan

kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang klien anut. Bagaimana aktifitas

spiritual klien selama klien menjalani perawatan di rumah sakit dan siapa yang

menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk kesembuhannya.

5) Data Penunjang

Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan


b. Analisa Data

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data

tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat

kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien.

Data yang ada kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai masalahnya

untuk kemudian dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa

masalah keperawatan yang pada akhirnya menjadi diagnosa keperawatan.

c. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah aktual dan

potensial, yang dimaksud masalah aktual adalah masalah yang ditemukan pada

saat dilakukan pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah kemungkinan

akan timbul kemudian.

1) Ketidak efektif bersihan jalan napas

2) Pola napas tidak efektif

3) Gangguan pertukaran gas

4) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

5) Intoleransi aktivitas

6) Gangguan pola tidur

2. Perencanaan

Perencanaan atau rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan


terhadap pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa

keperawatan.

Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan pasien secara

optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama

yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam

memenuhi kebutuhan pasien.

Dari diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana asuhan keperawatan

sebagai berikut:

No Diagnosa NOC NIC

Keperawatan
1. Ketidak efektif NOC : 1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas

bersihan jalan napas Respiratory status : Ventilation cairan/hari kecuali terdapat kor

Respiratory status : Airway patency pulmonal.

Aspiration Control 2. Ajarkan dan berikan dorongan

Kriteria Hasil : penggunaan teknik pernapasan

 Mendemonstrasikan batuk efektif diafragmatik dan batuk.

dan suara nafas yang bersih, tidak 3. Bantu dalam pemberian

ada sianosis dan dyspneu (mampu tindakan nebuliser, inhaler dosis

mengeluarkan sputum, mampu terukur

bernafas dengan mudah, tidak ada 4. Lakukan drainage postural

pursed lips) dengan perkusi dan vibrasi pada

 Menunjukkan jalan nafas yang pagi hari dan malam hari sesuai

paten (klien tidak merasa yang diharuskan.

tercekik, irama nafas, frekuensi 5. Instruksikan pasien untuk


pernafasan dalam rentang normal, menghindari iritan seperti asap

tidak ada suara nafas abnormal) rokok, aerosol, suhu yang ekstrim,

 Mampu mengidentifikasikan dan dan asap.

mencegah factor yang dapat 6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini

menghambat jalan nafas infeksi yang harus dilaporkan pada

dokter dengan segera: peningkatan

sputum, perubahan warna sputum,

kekentalan sputum, peningkatan

napas pendek, rasa sesak didada,

keletihan

7. Berikan antibiotik sesuai yang

diharuskan
2. Pola napas tidak NOC : 1. Ajarkan klien latihan bernapas

efektif Respiratory status : Ventilation NOC diafragmatik dan pernapasan bibir

Respiratory status : Airway patency dirapatkan.

Vital sign Status 2. Baringkan pasien dalam posisi

Kriteria Hasil : yang nyaman, dalam posisi duduk,

 Mendemonstrasikan batuk efektif dengan kepala tempat tidur

dan suara nafas yang bersih, tidak ditinggikan 60 – 90 derajat.

ada sianosis dan dyspneu (mampu 3. Observasi tanda-tanda vital

mengeluarkan sputum, mampu (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan

bernafas dengan mudah, tidak ada respon pasien)

pursed lips) 4. Bantu dan ajarkan pasien untuk

 Menunjukkan jalan nafas yang batuk dan nafas dalam yang efektif.
paten (klien tidak merasa 5. Kolaborasi dengan tim medis

tercekik, irama nafas, frekuensi lain untuk pemberian O2 dan obat-

pernafasan dalam rentang normal, obatan.

tidak ada suara nafas abnormal)

 Tanda Tanda vital dalam rentang

normal (tekanan darah (sistole

110- 130mmHg dan diastole 70-

90mmHg), nad (60- 100x/menit)i,

pernafasan (18-24x/menit))
3. Gangguan Respiratory status : Ventilation 1. Deteksi bronkospasme

pertukaran gas Kriteria Hasil : saatauskultasi .

 Frkuensi nafas normal (16- 2. Pantau klien terhadap dispnea

24x/menit) dan hipoksia.

 Itmia 3. Berikan obat-obatan

 Tidak terdapat disritmia bronkodialtor dan kortikosteroid

 Melaporkan penurunan dispnea dengan tepat dan waspada

Menunjukkan perbaikan dalam kemungkinan efek sampingnya.

laju aliran ekspirasi 4. Berikan terapi aerosol sebelum

waktu makan, untuk membantu

mengencerkan sekresi sehingga

ventilasi paru mengalami

perbaikan.

5. Pantau pemberian oksigen


4. Resiko infeksi NOC : 1. Cuci tangan setiap sebelum dan
 Immune Status sesudah tindakan keperawatan

 Knowledge : Infection control 2. Pertahankan lingkungan aseptik

 Risk control selama pemasangan alat

. 3. Tingktkan intake nutrisi

Kriteria Hasil : 4. Berikan terapi antibiotik bila

perlu
 Klien bebas dari tanda dan gejala
5. Monitor tanda dan gejala infeksi
infeksi
sistemik dan lokal
 Mendeskripsikan proses
6. Batasi pengunjung
penularan penyakit, faktor yang
7. Laporkan kecurigaan infeksi
mempengaruhi penularan serta

penatalaksanaannya

 Menunjukkan kemampuan untuk

mencegah timbulnya infeksi

 Jumlah leukosit dalam batas

normal

 Menunjukkan perilaku hidup

sehat

5. Intoleransi aktivitas NOC : 1. Kaji respon individu terhadap

Energy conservation v Self Care : aktivitas; nadi, tekanan darah,

ADLs pernapasan

Kriteria Hasil : 2. Ukur tanda-tanda vital segera

 Berpartisipasi dalam aktivitas setelah aktivitas, istirahatkan klien


fisik tanpa disertai peningkatan selama 3 menit kemudian ukur lagi

tekanan darah, nadi dan RR tanda-tanda vital.

 Mampu melakukan aktivitas 3. Dukung pasien dalam

sehari hari (ADLs) secara mandiri menegakkan latihan teratur dengan

menggunakan treadmill dan

exercycle, berjalan atau latihan

lainnya yang sesuai, seperti berjalan

perlahan.

4. Kaji tingkat fungsi pasien yang

terakhir dan kembangkan rencana

latihan berdasarkan pada status

fungsi dasar.

5. Sarankan konsultasi dengan ahli

terapi fisik untuk menentukan

program latihan spesifik terhadap

kemampuan pasien.

6. Sediakan oksigen sebagaiman

diperlukan sebelum dan selama

menjalankan aktivitas untuk

berjaga-jaga.

7. Tingkatkan aktivitas secara

bertahap; klien yang sedang atau

tirah baring lama mulai melakukan


rentang gerak sedikitnya 2 kali

sehari.

8. Tingkatkan toleransi terhadap

aktivitas dengan mendorong klien

melakukan aktivitas lebih lambat,

atau waktu yang lebih singkat,

dengan istirahat yang lebih banyak

atau dengan banyak bantuan.

9. Secara bertahap tingkatkan

toleransi latihan dengan

meningkatkan waktu diluar tempat

tidur sampai 15 menit tiap hari

sebanyak 3 kali sehari.


6.. Gangguan pola tidur NOC : 1. Beri posisi senyaman mungkin

Setelah diberikan asuhan bagi pasien

keperawatan diharapkan kebutuhan 2. Tentukan kebiasaan motivasi

istirahat dan tidur pasien terpenuhi. sebelum tidur malam sesuai

Kriteria hasil : dengan kebiasaan pasien sebelum

 Pasien tidak sesak nafas dirawat.

 Pasien dapat tidur dengan nyaman 3. Anjurkan pasien untuk latihan

tanpa mengalami gangguan relaksasi sebelum tidur.

 Pasien dapat tertidur dengan 4. Anjurkan pasien untuk latihan

mudah dalam waktu 30-40 menit relaksasi sebelum tidur

 Pasien beristirahat atau tidur


dalam waktu 3-8 jam per hari.

3. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang

telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara

optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan

4. Evaluasi

Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang

kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya.

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan

rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan

kebutuhan pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Evaluasi keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan

pelaksanaan tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan

pasien. Dalam pendokumentasiannya dilakukan melalui pendekatan SOAP.

S = Respon Subyektif klien terhadap tindakan.

O = Respon Obyektif klien terhadap tindakan.

A = Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk menyimpulkan

masalah.
P = Perencanaan atau tindakan.

I = Implementasi

E = Evaluasi

R = Reassessment

Daftar Pustaka

Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8

volume 2. Jakarta : EGC.

COPD-International. (2004). COPD Statical Information. Retrieved Mei 11,

2014, from COPD International: http://www.copd-

international.com/library/statistics.htm
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2009. Global

strategy for diagnosis, management and prevention of chronic obstructive

lung disease. Spain : Barcelona

Manidean, Moorthead, Sue. (2000) Nursing Outcome Classification (NOC).

Philadelphia : Mosby

Mc Closkey dan Butechek, G. (2000) Nursing intervention Classification (NiC).

Philadelphia : Mosby.

Nanda International. (2012). Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2014-

2014. Jakarta: EGC.

Papadopoulos. (2011). Smoking Cessation Can Improve Quality of Life among

COPD Patients: Validation of The Clinical COPD Questionnaire into

Greek. Retrieved Mei 11, 2014, from BMC Pulmonary Medicine:

http://www.biomedcentral.com/1471-2466/11/13.pdf

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. PPOK pedoman diagnosis

dan penatalaksanaan Indonesia. Jakarta: Indonesia.

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suradi. 2007. Pengaruh rokok pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

tinjauan patogenesis, klinis dan sosial. Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Anda mungkin juga menyukai