Anda di halaman 1dari 15

PENGEMBANGAN ASUHAN NEONATUS

“Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi”

Kelompok 9

Emi Ferawati 131020130012


Ekadewi Retnosari 131020130030
Nurrasyidah 131020130032
Dewi Nopiska Lilis 131020130033
Rosalinna 131020130035
Yeni Kumalawati 131020130037

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Upaya imunisasi di Indonesia dapat dikatakan telah mencapai tingkat yang
memuaskan. Namun, dari Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SDKI) diketahui
bahwa pada dua tahun terakhir cakupan imunisasi dan kualitas vaksinasi tampak
menurun. Penurunan cakupan imunisasi sangat dirasakan dengan ditemukannya kembali
kasus polio dan difteria di Negara kita. Tiga ratus enam orang anak menderita
poliomyelitis pada periode Mei 2005 sampai dengan Februari 2006 sebagai akibat
cakupan vaksinasi polio yang menurun di daerah Cidahu Sukabumi. Angka kejadian
difteria yang masih tinggi pada tahun 2000 ditemukan 1036 kasus dan 174 kasus pada
tahun 2007 merupakan bukti bahwa vaksinasi DPT tidak merata. Keadaan yang
memprihatinkan ini ditambah lagi dengan maraknya kampanye anti vaksin yang
disuarakan oleh kelompok tertentu. Pandangan negatif terhadap vaksinasi bukan saja
dikemukakan oleh masyarakat awam namun juga oleh sebagian petugas kesehatan.1
Saat ini vaksinasi yang diberikan pada bayi dan anak cukup banyak jumlahnya,
untuk itu diatur urutan pemberian vaksin dalam jadwal imunisasi yang ditinjau ulang
secara periodik. Urutan jadwal vaksinasi ditentukan berdasarkan banyak pertimbangan
antara lain: banyaknya penyakit itu di masyarakat, bahaya yang ditimbulkan oleh
penyakit tersebut, umur mulai rawan tertular penyakit tersebut, kemampuan tubuh
bayi/anak membentuk zat anti melawan penyakit tersebut, rekomendasi Badan Kesehatan
Dunia (WHO), rekomendasi organisasi profesi yang berhubungan dengan imunisasi,
ketersediaan vaksin yang efektif terhadap penyakit tertentu, kejadian ikutan pasca-
vaksinas, dan kemampuan pemerintah dalam menyediakan vaksin tersebut dan lain-lain.2

B. Tujuan
Mengkaji tentang dosis dan cara pemberian imunisasi.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Imunisasi Program Nasional1

Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang paling
efektif untuk bayi dari segi biaya. Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada
bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kadar kekebalan diatas
ambang perlindungan.

Imunisasi program nasional meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP dan campak.
Imunisasi harus dilakukan secara teratur sesuai jadwal imunisasi yang telah diberikan
oleh dokter.

B. Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi1-3


1. BCG
 Imunisasi BCG optimal diberikan pada umur 2-3 bulan. Namun, untuk mencapai
cakupan yang lebih luas, Kementerian Kesehatan menganjurkan pemberian
imunisasi BCG pada umur 0-12 bulan.
 Dosis 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak (> 1 tahun).
Vaksin BCG diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio
M.deltoideus sesuai anjuran WHO, tidak di tempat lain (misalnya bokong, paha).
Hal ini mengingat penyuntikan secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah
dilakukan (jaringan lemak subkutis tipis), ulkus yang terbentuk tidak mengganggu
struktur otot setempat (dibandingkan pemberian di daerah gluteal lateral atau paha
anterior), dan sebagai tanda baku untuk keperluan diagnosis apabila diperlukan.
 Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien
imunokompromais (leukemia, anak yang sedang mendapat pengobatan steroid
jangka panjang, atau bayi yang telah diketahui atau dicurigai menderita infeksi
HIV).
 Apabila BCG diberikan setelah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin
terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Apabila uji
tuberkulin tidak memungkinkan, BCG dapat diberikan namun perlu diobservasi
dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi lokal cepat di tempat suntikan, perlu
tindakan lebih lanjut.

2. Polio
Terdapat 2 kemasan vaksin polio yang berisi virus polio 1, 2 dan 3.
 OPV (Oral Polio Vaccine), hidup dilemahkan, diberikan 2 tetes per-oral.
 IPV (Inactivated Polio Vaccine), in-aktif, dalam kemasan 0,5 ml, intramuskular.
Vaksin IPV dapat diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DTaP/IPV,
DTaP/Hib/IPV.

Kedua vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin IPV dapat
diberikan pada anak yang sehat maupun anak yang menderita imunokompromais,
dan dapat diberikan sebagai imunisasi dasar maupun ulangan. Vaksin IPV dapat juga
diberikan bersamaan dengan vaksin DTP, secara terpisah atau kombinasi.

Selama Indonesia belum dinyatakan WHO bebas polio liar, vaksinasi dasar
sebaiknya menggunakan vaksin polio tetes. Polio-0 diberikan saat bayi lahir sesuai
pedoman Kemenkes sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang
tinggi. Hal ini diperlukan karena Indonesia rentan terhadap penyebaran virus polio
liar dari daerah endemic polio (India, Afganistan, Sudan). Mengingat OPV berisi
virus polio hidup maka diberikan saat bayi meninggalkan rumah sakit/rumah bersalin
agar tidak mencemari bayi lain karena virus polio vaksin dapat dikeluarkan melalui
tinja.2

Untuk imunisasi dasar (polio-2, 3, 4) diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan, interval
antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.2

Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya
saat masuk sekolah (5-6 tahun).

3. Hepatitis B
 Vaksin hepatitis B (Hep B) harus segera diberikan setelah lahir, mengingat
vaksinasi Hep B merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif untuk
memutuskan rantai penularan melalui transmisi maternal dari ibu kepada bayinya.
 Jadwal dan dosis Hep B-1 saat bayi lahir, dibuat berdasarkan status I HBsAg ibu
saat melahirkan yaitu ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui, ibu HBsAg
positif, atau ibu HBsAg negatif.
 Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi HepB1
yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Untuk mendapat respon imun optimal, interval
imunisasi HepB-2 dengan dengan HepB-3 minimal 2 bulan, terbaik 5 bulan. Maka
imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.
 Kementerian Kesehatan mulai tahun 2005 memberikan vaksin HepB-0
monovolen (dalam kemasan uniject) saat lahir, dilanjutkan dengan vaksin
kombinasi DTwP/HepB pada umur 2-3-4 bulan. Tujuan vaksin HepB diberikan
dalam kombinasi dengan DTwP untuk mempermudah pemberian dan
meningkatkan cakupan HepB-3 yang masih rendah.
 Pemberian vaksinasi Hepatitis B saat bayi lahir, tergantung status HBsAg ibu
- bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg yang tidak diketahui HepB-1 harus
segera diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur 1
bulan dan 3-6 bulan. Apabila semula status HbsAg ibu tidak diketahui dan
ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka
ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur
7 hari.
- Bayi lahir dengan ibu HbsAg-B positif: diberikan vaksin HepB-1 dan HBIg 0,5
ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.

Tabel 2.1. Pemberian Imunisasi Hepatitis B

Umur Imunisasi

Saat lahir HepB

2 bulan DTwP/HepB-1 (kombinasi)


3 bulan DTwP/HepB-2 (kombinasi)

4 bulan DTwP/HepB-3 (kombinasi)

Jadwal Kementeriam Kesehatan

 Ulangan imunisasi hepatitis B


- Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi
hepatitis B, maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan jadwal 3 kali
pemberian (catch-up vaccination).
- Ulangan imunisasi hepatitis B (HepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-
12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs < 10 µg/ml).

4. DTP
 Saat ini telah ada vaksin DTaP (DTP dengan komponen accelluler pertussis)
disamping vaksin DTwP (DTP dengan komponen whole cell pertussis) yang telah
dipakai selama ini. Kedua vaksin DTP tersebut dapat dipergunakan dalam jadwal
imunisasi.
 Imunisasi dasar DTP (primary immunization) diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan
(DTP tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu.
Interval terbaik diberikan 8 minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan,
DTP-2 pada umur 4 bulan dan DTP-3 pada umur 6 bulan. Ulangan booster DTP
selanjutnya (DTP-4) diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24
bulan dan DTP-5 pada saat masuk sekolah umur 5 tahun.
 Dosis vaksinasi DPT: DTwP, DTaP, DT atau dT adalah 0,5 ml diberikan secara
intramuscular, baik untuk imunisasi dasar maupun ulangan.
 Vaksin DTP dapat dikombinasi dengan vaksin lain yaitu Hepatitis B, Hib, atau
polio injeksi (IPV) sesuai jadwal.

5. Campak
 Vaksin campak rutin dianjurkan diberikan dalam satu dosis 0,5 ml secara sub-
kutan dalam, pada umur 9 bulan.
 Departemen Kesehatan mengubah strategi reduksi dan eliminasi campak.
Disamping imunisasi umur 9 bulan, diberikan juga imunisasi campak kesempatan
kedua (second opportunity pada crash program campak) pada umur 6-59 bulan
dan SD kelas 1-6. Crash program campak ini telah dilakukan secara bertahap (5
tahap) di semua provinsi pada tahun 2006 dan 2007.
 Selanjutnya imunisasi campak dosis kedua diberikan pada program school based
catch-up campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah SD kelas 1 dalam
program BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah).
 Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan ulangan umur
6 tahun; ulangan campak SD kelas 1 tidak diperlukan.

6. Tetanus
Salah satu tujuan vaksinasi tetanus adalah untuk menurunkan kematian akibat tetanus
bayi baru lahir (tetanus neonatorum). Jadwal vaksinasi tetanus, sama dengan
vaksinasi DTP. Program imunisasi mengharukan seorang anak minimal mendapat
vaksin tetanus sebanyak lima kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup.
Setiap wanita usia subur (WUS) telah mendapat perlindungan untuk bayi yang akan
dilahirkannya terhadap bahaya tetanus neonatorum melalui pemberian vaksin tetanus
WUS dan vaksin tetanus pada ibu hamil.

7. Haemophillus influenzae tipe b (Hib)


 Dosis
- Satu dosis vaksin Hib berisi 0,5 ml, diberikan secara intramuscular.
- Tersedia vaksin kombinasi DTwP/Hib, DTaP/Hib, DTaP/Hib/IPV (vaksin
kombinasi yang beredar berisi vaksin Hib PRP-T) dalam kemasan prefilled
syringe 0,5 ml.

8. Pneumokokus
Vaksin PVC (pneumococcal conjugate vaccine) dikemas dalam prefilled syringr 5 ml
diberikan secara intramuscular.
 Dosis pertama tidak diberikan sebelum umur 6 minggu.
 Untuk bayi BBLR (≤ 1500 gram) vaksin diberikan setelah umur kronologik 6-8
minggu, tanpa memperhatikan umur kehamilan.
 Dapat diberikan bersama vaksin lain misalnya DTwP, DTaP, TT, Hib, HepB, IPV,
MMR, atau varisela, dengan mempergunakan syringe terpisah. Untuk setiap
vaksin diberikan pada sisi badan yang berbeda.

9. Influenza
Imunisasi influenza telah direkomendasikan oleh Satgas Imunisasi IDAI sejak April
2006 dan telah dimasukkan dalam kelompok vaksin yang dianjurkan, sesuai jadwal
Satgas Imunisasi IDAI periode 2006
 Dosis tergantung umur anak,
- Umur 6-35 bulan : 0,25 ml
- Umur ≥ 3 tahun : 0,5 ml
- Umur ≤ 8 tahun : untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis dengan
interval minimal 4-6 minggu, pada tahun berikutnya hanya diberikan 1 dosis.
 Vaksin influenza diberikan secara intramuscular pada paha anterolateral atau
deltoid.

10. MMR
 Vaksin MMR diberikan pada umur 15-18 bulan, minimal interval 6 bulan antara
imunisasi campak (umur 9 bulan) dan MMR.
 Dosis satu kali 0,5 ml, secara subkutan.
 MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau setelah penyuntikan imunisasi lain.
 Apabila seorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12-18 bulan dan
6 tahun, imunisasi campak (monovalen) tambahan pada umur 5-6 tahun tidak
perlu diberikan.
 Ulangan imunisasi MMR diberikan pada umur 6 tahun.

11. Tifoid
Di Indonesia tersedia dua jenis vaksin yaitu vaksin suntikan (polisakarida) dan oral
(bakteri hidup yang dilemahkan).
 Vaksin capsular Vi polysaccharide
- Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun, ulangan dilakukan setiap 3 tahun.
- Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara intramuscular.
 Tifoid oral Ty21a
- Diberikan pada umur lebih dari 6 taun.
- Dikemas dalam kapsul, diberikan 3 dosis dengan interval selang sehari (hari 1, 3
dan 5).
- Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun. Vaksin oral pada umumnya
diperlukan untuk turis yang akan berkunjung ke daerah endemis tifoid.

12. Hepatitis A
 Dosis pemberian:
- Kemasan liquid 1 dosis/vial prefilled syringe 0,5 ml.
- Dosis pediatric 720 ELISA units diberikan dua kali dengan interval 6-12 bulan,
intramuscular di daerah deltoid.
- Kombinasi HepB/HepA (berisi HepB 10 µg dan HepA 720 ELISA units) dalam
kemasan prefilled syringe 0,5 ml intramuscular.
- Dosis HepA untuk dewasa (≥ 19 tahun) 1440 ELISA units, dosis 1 ml, 2 dosis,
interval 6-12 bulan.

13. Varisela (Cacar air)


 Dosis 0,5 ml, subkutan, satu kali.
 Untuk umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8
minggu.

14. Rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan secara oral 2 kali, sedangkan vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali.
 Monovalen
Dari pertama diberikan pada umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan
interval minimal 4 minggu. Sehingga imunisasi selesai sebelum umur 16 minggu
dan tidak melampui umur 24 minggu.
 Pentavalen
Dosis pertama diberikan umur 6-12 minggu, interval dari ke-2, dank e-3 adalah 4-
10 minggu, dari ke-3 diberikan pada umur < 32 minggu (interval minimal 4
mminggu).

15. Human Papilloma Virus


Vaksin HPV diberikan pada umur 9-25 tahun dan 26-45 tahun.
 Vaksin bivalen: dosis diberikan pada 0-1-6 bulan.
 Vaksin quadrivalen: dosis diberikan pada 0-2-6 bulan

Cara pemberian intramuscular.

C. Tata Cara Pemberian1


1. Pembersihan kulit
Tempat suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan, namun apabila
kulit telah bersih, antiseptic kulit tidak diperlukan.
2. Pemberian suntikan
Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuskular atau subkutan
dalam. Terdapat pengecualian pada dua jenis vaksin yaitu OPV diberikan per-oral
dan BCG diberikan dengan suntikan intradermal (dalam kulit).
Standar jarum suntik ialah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, tetapi ada
pengecualian lain dalam beberapa hal:
 Pada bayi-bayi yang kurang bulan, umur 2 bulan atau yang lebih muda dan bayi-
bayi kecil lainnya, dapat pula dipakai jarum ukuran 26 dengan panjang 16 mm.
 Untuk suntikan subkutan pada lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 dengan
panjang 16 mm, untuk bayi-bayi kecil dipakai jarumukuran 27 dengan panjang
12 mm.
 Untuk suntikan intramuskular pada orang dewasa yang sangat gemuk (obese)
dipakai jarum ukuran 23 dengan panjang 38 mm.
 Untuk suntikan intradermal pada vaksinasi BCG dipakai jarum ukuran 25-27
dengan panjang 10 mm.
 Arah sudut jarum pada suntikan intramuscular.
3. Jarum suntik harus disuntikkan dengan sudut 60◦ sampai 90◦ ke dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid. Untuk otot vastus lateralis, jarum harus diarahkan kea rah
lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke pundak. Hindari lokasi yang
terdapat banyak pembuluh darah besar dan syaraf karena kerusakan syaraf dan
pembuluh darah dapat terjadi apabila suntikan diarahkan pada sudut 90◦. Pada
suntikan dengan sudut jarum 60◦ akan mengalami hambatan ringan pada waktu
jarum masuk ke dalam otot.

Gambar 2.1. Lokasi penyuntikan subkutan pada bayi (a) dan anak besar (b)
Gambar 2.2. Lokasi penyuntikan intramuskular pada bayi (a) dan anak besar (b)

4. Lokasi suntikan pada vastus lateralis


 Letakkan bayi di atas tempat tidur atau meja, bayi ditidurkan telentang.
 Tungkai bawah sedikit di tekuk dengan fleksi pada lutut.
 Cari trocharter mayor femur dan condlylus lateralis dengan cara palpasi, tarik
garis yang menghubungkan kedua tempat tersebut. Tempat suntikan vaksin ialah
batas sepertiga bagian atas dan tengah pada garis tersebut (bila tungkai bawah
sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat oleh tractus iliotibialis
menyebabkab garis bagian distal lebih jelas).
 Supaya vaksin yang disuntikkan masuk ke dalam otot pada batas antara sepertiga
bagian atas dan tengah, jarum ditusukkan satu jari di atas batas tersebut.
5. Deltoid, posisi anak dan lokasi suntikan
 Posisi seorang anak yang paling nyaman untuk suntikan di daerah deltoid ialah
duduk di atas pangkuan ibu atau pengasuhnya.
 Lengan yang akan disuntik dipegang menempel pada tubuh bayi, sementara
lengan lainnya diletakkan di belakang tubuh orang tua atau pengasuh.
 Lokasi deltoid yang benar adalah penting supaya vaksinasi berlangsung aman
dan berhasil. Yaitu separuh antara akromium dan insersi pada tengah humerus.
Jarum suntik ditusukkan membuat sudut 45◦-60◦ mengarah pada akromium.
 Posisi yang salah akan menghasilkan suntikan subkutan yang tidak benar dan
meningkatkan risiko penetrasi saraf.
BAB III

KESIMPULAN

Imunisasi program nasional meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP dan campak dan
berbagai jenis imunisasi yang diprogramkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat Indonesia. Dosis dan cara pemberian dari imunisasi-imunisasi tersebut telah
ditetapkan oleh WHO sebagai upaya kekebalan pada bayi untuk mencegah terjainya suatu
penyakit yang dapat mengancam kesehatan bayi. Pemberian imunisasi tersebut harus sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan serta dilakukan secara teratur guna untuk memperoleh
manfaat maksimal dari pelaksanaan imunisasi dasar pada bayi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Indonesia SIIDA. Pedoman Imunisasi di Indonesia. In: I.G.N. Gde Ranuh HS, Sri Rezeki
S Hadinegoro, Cissy B Kartasasmita, Ismoedijanto, Soedjatmiko, editor. Jadwal
Imunisasi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. p. 47-56.

2. INDONESIA IDA. PANDUAN IMUNISASI ANAK mencegah lebih baik dari pada
mengobati. In: Sri rezeki Hadinegoro HDP, Soedjatmiko, Hanifah Oswari, editor. Jadwal
Imunisasi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2011. p. 95-110.

3. States U. Recommended immunization schedule for persons aged 0 through 18 years.


2014.

Anda mungkin juga menyukai