Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL TUGAS AKHIR BAHASA INDONESIA DAN TPI

EKSPLORASI POTENSI HIDROKARBON


DIDAERAH CEKUNGAN LUWUK

Oleh:
Tyo Febri Afdilah
STB. F121 17 013

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, MARET 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
limpahan rahmat, karunia-Nya, sehingga karya tulis referensi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Penulisan dan pembuatan karya tulis referensi ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia dan TPI .

Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Bahasa Indonesia
dan TPI yang telah membimbing dalam proses pembuatan karya tulis referensi ini. Serta
teman-teman yang telah membantu selama proses pembuatan karya tulis referensi ini.

Harapan saya, semoga karya tulis referensi ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi
referensi yang baik bagi yang membacanya. Karya tulis referensi ini juga tidak luput dari
kekurangan dalam pembuatannya. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat diharapkan.

Palu, 17 Mei 2019

Penyusun

TYO FEBRI AFDILAH

NIM . F 121 17 013

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .........................................................................................................i

Daftar Isi ..................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar
Belakang ..................................................................................................4
1.2 Rumusan
Masalah .............................................................................................4
1.3 Tujuan ...............................................................................................................
5
1.4 Batasan
Masalah ...............................................................................................5
1.5 Metode dan
Teknik ...........................................................................................6
BAB II Tinjauan Pustaka

2.1 Geologi
Regional ..............................................................................................7
2.2 Petroleum
System ...........................................................................................11
2.3 Metode
Gravity ...............................................................................................13

BAB III Metodologi Penelitian

3.1 Metode dan


Teknik .........................................................................................15

BAB IV Hasil dan Pembahasan

4.1 Peta Anomali Sisa Cekungan Luwuk-Banggai ..............................................16

3
4.2 Lapangan Tiaka ..............................................................................................17
4.3 Lapangan Senoro ............................................................................................18

BAB V Penutup

5.1 Kesimpulan ......................................................................................................22

5.2 Saran ................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Minyak dan gas bumi (hidrokarbon) adalah sumber daya alam yang
tak terbarui. Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi utama dunia
hingga saat ini. Di Indonesia terjadi peningkatan kebutuhan energi minyak
dan gas bumi secara siginifikan, menyebabkan cadangan minyak dan gas
bumi tersebut kian menipis.
Menipisnya cadangan minyak bumi memaksa seluruh negara di dunia,
termasuk Indonesia untuk mengambil langkah dalam mengatasi hal tersebut,
dan upaya yang telah dilakukan Indonesia diantaranya upaya eksplorasi
melalui pencaharian lapangan minyak dan gas bumi baru, serta
pengembangan sumur-sumur lama.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah eksplorasi pencaharian
lapangan minyak dan gas bumi di Luwuk-Banggai. Cekungan Luwuk-
Banggai diketahui memiliki kandungan hidrokarbon. Kandungan hidrokarbon
yang dihasilkan berasal dari batuan induk yang telah matang secara
temperatur dan telah bermigrasi ke jebakan yang tepat.

4
Oleh sebab itu eksplorasi hidrokarbon di Luwuk-Banggai perlu
dilakukan untuk menambah cadangan minyak dan gas agar dapat memenuhi
kebutuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana potensi hidrokarbon di daerah Luwuk-Banggai?
2. Bagaimana karakteristik batuan induk di daerah Cekungan Luwuk-
Banggai?
3. Metode apa dan menginterpretasikan keadaan cekungan di daerah
Cekungan Luwuk-Banggai?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana potensi hidrokarbon di daerah Luwuk-
Banggai Untuk mengetahui batuan induk di daerah Cekungan Luwuk-
Banggai
2. Untuk mengetahui metode apa dan menginterpretasikan keadaan
cekungan di daerah Cekungan Luwuk-Banggai

1.4 Batasan Masalah


Penelitian ini difokuskan pada daerah cekungan Luwuk-Banggai

1.5 Metode dan Teknik


Metode
Karya tulis referensi ini didasarkan pada data dari paper “Usulan
Baru Titik Bor Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi di lapangan Tiaka dan
Senoro, Cekungan Luwuk-Bangga Oleh Bambang Hermanto”. Dalam paper
tersebut data yang dimiliki merupakan data peneliti terdahulu ditambah data
hasil pengecekan lapangan (khususnya data stratigrafi dan struktur),
digabungkan dengan data geofisika (gaya berat) hasil penelitian Pusat Survei
Geologi (Subagio dkk, 2012)

5
Teknik
1. Metode gaya berat dilakukan dengan teknik menggunakan alat
gravimeter untuk mengambil data di lapangan.
2. Pengolahan data, dilakukan koreksi pasang-surut, koreksi apungan,
koreksi lintang, koreksi bouguer, koreksi udara bebas dan koreksi
medan.
3. Kemudian membuat peta anomali.
4. Interpretasikan.

1.6 Peneliti Terdahulu

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Praktik akuntansi untuk pengeluran


eksplorasi pada perusahaan pertambangan di. Metode penelitian yang digunakan
adalah kualitatif (anti mainstream) dengan paradigma interpretif pada studi
fenomenologi Informan dalam penelitian ini yaitu orang-orang yang berhubungan
dengan pihak akunting untuk pengeluaran eksplorasi dan pihak-pihak yang berada
di lapangan pada kegiatan eksplorasi. Pembahasan yang dilakukan pada penelitian
ini menunjuk dan berkaitan

dengan penelitian – penelitian sebelumnya. Dari beberapa penelitan – penelitan

terdahulu yang terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Adapun

penelitian – penelitian tersebut sebagai berikut:

NO Penulis Tahun Judul


1 Sutikno Bronto Dan 2006 Potensi sumber daya geologi di

6
daerah Cekungan Bandung dan
Udi Hartono
sekitarnya
evolusi tektonik di daerah Cekungan
Wahyudiono
2 2011 Luwuk-Banggai
Gunawan

PETROLEUM SOURCE ROCK


3 J.D. Mendelson 1981 LOGGING

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Geologi Regional


Menurut Charlton (1996), Cekungan Luwuk - Banggai terbentuk
sebagai akibat adanya pensesaran mendatar dari Sistem Sesar Sorong yang
merupakan sesar tranform mengiri. Di daerah Kepulauan Sula dan Kepulauan
Banggai, SesarSorong ini terurai menjadi Sesar Sula Selatan dan Sesar Sula
Utara, yang di ujung ke dua sesar tersebut membentuk sesar naik Batui.

7
Gambar 2.1 Tataan tektonik Cekungan Luwuk-Banggai (Cekungan
Tomori), Cekungan Salawati dan Sesar Sorong,dengan
interval batimetri 1000 m, dari Charlton (1996)
berdasarkan beberapa sumber.

Sistem Sesar Sorong telah membawa pecahan dari Paparan Baratlaut


Australia ke Sulawesi. Di lengan timur sistem sesar ini mengakibatkan
terjadinya obdaksi ofiolit, yang diiukti oleh pengendapan material sin-
orogenik sampai pasca orogenik di Cekungan Luwuk – Banggai

8
Gambar 2.2 Peta geologi daerah Cekungan Luwuk-Banggai, struktur
di Teluk Tolo berdasarkan Davies (1990), isopach
cekungan (dalam km) mengacu ke Hamilton (1979),
geologi daratan berdasarkan petapeta terbitan Puslitbang
Geologi, dikompilasi oleh Charlton (1996).

Menurut Wahyudiono dan Gunawan (2011) evolusi tektonik di daerah


Cekungan Luwuk-Banggai dan sekitarnya dapat disederhanakan menjadi dua
tahap, yaitu tahap Pra-Tersier dan tahap Tersier, sebagaimana diterangkan
sebagai berikut:

Evolusi Tektonik Pra-Tersier


Evolusi Pra-Tersier terdapat di mandala mikrokontinen Banggai-Sula.
Evolusi Pra-Tersier menurut Simandjuntak (1986) bahwa tektonik Banggai-
Sula bersama-sama dengan mikrokontinen di Indonesia bagian timur
mempunyai sedikitnya dua hiatus sejak awal Jura. Hiatus Awal Jura terjadi di
setiap tempat di dunia. Di Indonesia bagian timur hal ini berhubungan dengan
penurunan eustatik dari pasangan muka laut dengan tektonik. Tektonik
divergen terjadi di batas utara Australia pada awal Trias. Yang kedua, hiatus
Awal Kapur, terjadi hanya di paparan (Banggai-Sula dan Tukang- Besi) yang
berupa hiatus submarin. Hal ini berhubungan dengan tektonik divergen, yaitu
platform tersebut saling terpisah dengan yang lain sepanjang zona
transcurrent. Sedangkan evolusi tersier menurut Simandjuntak (1986) juga
dibagi dua yaitu hiatus Paleosen terjadi di Platforms Banggai-Sula, Tukang
Besi, Buton dan Buru-Seram. Hiatus ini mengindikasikan terjadinya
pengangkatan (uplift) regional sampai terjadinya pergeseran
transcurrenttranformal. Selama itu terjadi muka laut turun yang diikuti oleh
tererosinya paparan. Dalam hal ini tidak tercatat adanya sedimen di dalam
mikrokontinen. Tektonik divergen pada Paleosen mungkin berhubungan
dengan reaktivasi Sesar Sorong. Hiatus pada Miosen Tengah terjadi akibat

9
proses tumbukan antara Mendala Banggai-Sula dan Mendala Sulawesi Timur
yang ditandai oleh hadirnya endapan mollasa.
Menurut Surono drr. (1994) pada zaman Akhir Kapur kerak samudera
bergerak ke barat menunjam di pinggiran benua, bersamaan ini Mandala
Sulawesi Timur mengalami deformasi pertama. Selanjutya diikuti evolusi
tektonik Tersier.

Evolusi tektonik Tersier

1. Fase Pra Tumbukan Benua


Sementara itu menurut Garrard drr.(1988), pada akhir Paleogen hingga
Miosen Awal mikrokontinen BanggaiSula masih bergerak ke baratdaya
mendekati Sulawesi dengan difasilitasi oleh gerakan mendatar Sesar
Sorong. Mikrokontinen ini terdiri atas batuan alas kerak benua yang
ditutupi oleh runtunan batuan sedimen Mesozoikum yang didalamnya
terdapat rift graben yang terawetkan (Gambar 3). Mikrokontinen ini
menyambung dengan kerak samudera di bagian baratnya yang menunjam
ke arah barat di bawah Sulawesi (Lempeng Asia).
2. Fase Tumbukan
Diperkirakan pada sekitar Miosen Akhir mikrokontinen Banggai-Sula
mulai berbenturan dengan Sulawesi bagian timur, sehingga di Sulawesi
Timur terjadi obdaksi batuan ofiolit dan terjadi imbrikasi pada batuan
sedimen asal paparan benua, dengan batas barat Sesar Batui (deformasi
ketiga). Sementara itu di daerah mikrokontinen di sebelah timurnya
terjadi sembulan-sembulan, antara lain berupa Pulau Peleng, dan saat
itulah Cekungan Luwuk-Banggai mulai terbentuk. Waktu tumbukan
antara mikrokontinen BanggaiSula dengan Sulawesi Timur ditafsirkan
oleh para peneliti pada kurun waktu yang berbeda-beda. Waktu
tumbukan menurut Simandjuntak (1986) terjadi pada Miosen Tengah.
Garrard drr.(1988) menyebutkan bahwa tumbukan terjadi pada Miosen -
Pliosen. Menurut Hamilton (1979) tumbukan terjadi pada Miosen Awal.
Penelitian oleh Davies (1990) menunjukkan bahwa tumbukan terjadi

10
pada Akhir Miosen, sedangkan menurut Villeneuve drr. ( 2002, dalam
Wahyudiono dan Gunawan, 2011) terjadi pada Pliosen Tengah.

Gambar 2.3 Evolusi tektonik Sulawsi timur dan Banggai Sula selama
Miosen Awal - Pliosen Akhir (Garrard dkk, 1988).
3. Fase Pasca- Tumbukan
Pada Pliosen Akhir Cekungan Luwuk-Banggai telah terbentuk dan
diikuti pengendapan sedimen mollasa di cekungan tersebut, serta
cekungan di sebelah timur Pulau Peleng dan Pulau Banggai, yang
merupakan Paparan Taliabu.
2.2 Petroleum System
Merupakan sebuah sistem yang menjadi panduan utama dalam
eksplorasi hidrokarbon. Sistem ini digunakan untuk mengetahui keadaan
geologi dimana minyak dan gas bumi terakumulasi. (Koesoemadinata,1980)
1. Batuan Sumber
Batuan sumber adalah batuan yang merupakan tempat minyak dan
gas bumi terbentuk. Pada umumnya batuan sumber ini berupa lapisan
serpih (shale) yang tebal dan mengandung material organik. Secara
statistik disimpulkan bahwa prosentasi kandungan hidrokarbon tertinggi

11
terdapat pada serpih, yaitu 65%, batugamping 21%, napal 12% dan
batubara 2%.
Kadar material organik dalam batuan sedimen secara umum
dipengaruhi oleh beberapa faktor (Koesoemadinata,1980) antara lain
lingkungan pengendapan dimana kehidupan organisme berkembang
secara baik, sehingga material organik terkumpul, pengendapan sedimen
yang berlangsung secara cepat, sehingga material organik tersebut
tidak hilang oleh pembusukan dan atau teroksidasi. Faktor lain yang juga
mempengaruhi adalah lingkungan pengendapan yang berada pada
lingkungan reduksi, dimana sirkulasi air yang cepat menyebabkan tidak
terdapatnya oksigen. Dengan demikian material organik akan terawetkan.
Proses selanjutnya yang terjadi dalam batuan sumber ini adalah
pematangan. Dari beberapa hipotesa (Koesoemadinata, 1980) diketahui
bahwa pematangan hidrokarbon dipandang dari perbandingan hidrogen
dan karbon yang akan meningkat sejalan dengan umur dan kedalaman
batuan sumber itu sendiri.
2. Migrasi
Migrasi adalah perpindahan hidrokarbon dari batuan sumber
melewati rekahan dan pori-pori batuan waduk menuju tempat yang
lebih tinggi. Beberapa jenis sumber penggerak perpindahan hidrokarbon
ini diantaranya adalah kompaksi, tegangan permukaan, gaya
pelampungan, tekanan hidrostatik, tekanan gas dan gradien
hidrodinamik (Koesoemadinata,1980).
Mekanisme pergerakan hidrokarbon sendiri dibedakan pada
dua hal, yaitu perpindahan dengan pertolongan air dan tanpa pertolongan
air. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa migrasi hidrokarbon
dipengaruhi oleh kemiringan lapisan secara regional. Waktu
pembentukan minyak umumnya disebabkan oleh proses penimbunan
dan ‘heat flow’ yang berasosiasi dengan tektonik Miosen Akhir.
3. Batuan Reservoar

12
Batuan reservoar merupakan batuan berpori atau retak-retak, yang
dapat menyimpan dan melewatkan fluida. Di alam batuan reservoar
umumnya berupa batupasir atau batuan karbonat. Faktor-faktor yang
menyangkut kemampuan batuan reservoar ini adalah tingkat porositas
dan permeabilitas, yang sangat dipengaruhi oleh tekstur batuan
sedimen yang secara langsung dipengaruhi sejarah sedimentasi dan
lingkungan pengendapannya.
4. Lapisan penutup
Lapisan penutup merupakan lapisan pelindung yang bersifat
tak permeabel yang dapat berupa lapisan lempung, shale yang tak retak,
batugamping pejal atau lapisan tebal dari batuan garam. Lapisan ini
bersifat melindungi minyak dan gas bumi yang telah terperangkap agar
tidak keluar dari sarang perangkapnya.
5. Perangkap
Secara geologi perangkap yang merupakan tempat terjebaknya
minyak dan gasbumi dapat dikelompokan dalam tiga jenis perangkap,
yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi dan perangkap kombinasi
dari keduanya.
Perangkap struktur banyak dipengaruhi oleh kejadian deformasi
perlapisan dengan terbentuknya struktur lipatan dan patahan yang
merupakan respon dari kejadian tektonik. Perangkap stratigrafi
dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara vertikal dan lateral, perubahan
fasies batuan dan ketidakselarasan. Adapun perangkap kombinasi
merupakan perangkap paling kompleks yang terdiri dari gabungan antara
perangkap struktur dan stratigrafi.

2.3 Metode Gravity


Metode gravity merupakan salah satu metode geofisika yang dapat
digunakan untuk mengetahui keberadaan cekungan, dimana prinsip utama
dari metode ini adalah mengukur variasi perbedaan gravitasi berdasarkan
variasi densitas yang terdistribusi dalam lapisan tanah.

13
Survei dengan menggunakan metode gravitasi memanfaatkan nilai
percepatan gravitasi di area survei tersebut. Perubahan percepatan pada satu
titik dengan titik lain disekitarnya menandakan adanya perbedaan kandungan
yang ada dibawah permukaan bumi.
Harga gravitasi yang terukur pada alat gravimeter bukan nilai gravity asli
pada titik pengukuran tersebut, melainkan total gaya percepatan yang dimiliki
oleh suatu titik akibat berbagai sumber:
- Posisi bumi dalam pergerakan tata surya, terutama bulan dan matahari
(pasang surut)
- Perbedaan lintang dipermukaan bumi
- Perbedaan ketinggian permukaan bumi (elevasi)
- Efek topografi

Untuk menghindari efek perubahan nilai gravitasi akibat adanya pengaruh


yang tidak dikehendaki, maka dalam perhitungan nilai gravity diperlukan
adanya koreksi.

Koreksi Pada Metode Gravity :


- Koreksi Pasang Surut (Tidal Corection)
Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh gravitasi
benda-benda ruang angkasa seperti bulan dan matahari, yang berubah
terhadap lintang dan waktu. Untuk mendapatkan nilai pasang surut ini
maka, dilihatlah perbedaan nilai gravitasi stasiun dari waktu ke waktu
terhadap base

14
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode dan Teknik


Karya tulis referensi ini didasarkan pada data dari paper “Usulan
Baru Titik Bor Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi di lapangan Tiaka dan
Senoro, Cekungan Luwuk-Bangga Oleh Bambang Hermanto”. Dalam paper
tersebut data yang dimiliki merupakan data peneliti terdahulu ditambah data
hasil pengecekan lapangan (khususnya data stratigrafi dan struktur),

15
digabungkan dengan data geofisika (gaya berat) hasil penelitian Pusat Survei
Geologi (Subagio dkk, 2012)
Metode gravity merupakan salah satu metode geofisika yang dapat
digunakan untuk mengetahui keberadaan cekungan, dimana prinsip utama
dari metode ini adalah mengukur variasi perbedaan gravitasi berdasarkan
variasi densitas yang terdistribusi dalam lapisan tanah.
Survei dengan menggunakan metode gravitasi memanfaatkan nilai
percepatan gravitasi di area survei tersebut. Perubahan percepatan pada satu
titik dengan titik lain disekitarnya menandakan adanya perbedaan kandungan
yang ada dibawah permukaan bumi.

1. Sebelum melakukan eksplorasi perlu dilakukan kajian geologi di daerah


tersebut untuk mengetahui kondisi geologi dan untuk menentukan suatu
daerah mempunyai potensi minyak bumi. Kondisi tersebut : Batuan
induk, tekanan dan temperatur, migrasi, reservoir, caps rock dan reservoir
trap.
2. Metode gaya berat dilakukan dengan teknik menggunakan alat gravimeter
untuk mengambil data di lapangan.
3. Penggolahan data, harga gravitasi yang terukur pada alat gravimeter
bukan nilai gravity asli pada titik pengukuran tersebut, melainkan total

16
gaya percepatan yang dimiliki oleh suatu titik akibat berbagai sumber.
Untuk menghindari efek perubahan nilai gravitasi akibat adanya pengaruh
yang tidak dikehendaki, maka dalam perhitungan nilai gravity diperlukan
adanya koreksi.
4. Setelah pengolahan data dan koreksi, dilanjutkan dengan membuat peta
anomali bouguer.
5. Setelah itu tugas seorang ahli geologi, yaitu menginterpretasikan
bagaimana keadaan cekungan di daerah tersebut.

BAB IV

HASIL DAN PEMABAHASAN

4.1 Peta Anomali Sisa Cekungan Luwuk-Banggai

17
Gambar 4.1 Peta anomaly sisa daerah cekungan Luwuk-Banggai

Anomali sisa adalah merupakan anomali terinci setelah dikurangi oleh


anomali regional terhadap anomali Bouguer. Anomali sisa (Gambar 4.1)
menggambarkan struktur geologi yang lebih dangkal terutama melokalisir
antiklin, sinklin dan sesar yang disebabkan oleh perbedaan rapat massa
batuan yang bervariasi di bawah permukaan.
Kenampakan pada peta anomali Bouguer antara 40 mGal hingga 90
mGal dibentuk oleh kompleks ultramafik dan mafik, sedangkan kenampakan
pada anomali sisa terbentuk antara 0.6 mGal hingga 11 mGal. Anomali
tinggi (warna merah) sebarannya sangat luas dan bersesuaian dengan
kenampakan dilapangan maupun dengan peta geologi. Anomali antara 0
mGal hingga 1.2 mGal terbentuk di daerah Batui dan Toili terkait dengan
tinggian-tinggian antiklin migas yang terbentuk dibeberapa tempat di sekitar
sumur bor. Daerah lapangan migas pada umumnya terbentuk pada dataran
rendah sehingga tinggian anomali diyakini akibat dari pengaruh undulasi
cekungan di bawah permukaan sehingga pengaruh koreksi topografi (terrain
correction) sangat kecil.

4.2 Lapangan Tiaka

18
Lapangan Tiaka-1 hingga Tiaka-8 terletak 15 kilometer di lepas
pantai Teluk Tolo lapangan ini pada penampang seismik membentuk tinggian
antiklin (Gambar 4.2). Titik pemboran Tiaka-1,2 membentuk struktur antiklin
dan sesar naik (Thrustsheet anticline play typ3) (Hasanusi, 2004).

Gambar 4.2 Penampang seismik menunjukkan struktur


antiklin di lapangan Tiaka (Hasanusi dkk,
2004)

Data lokasi sumur Tiaka-3 hingga Tiaka-8 tidak diketahui tapi diduga
titik bor terletak pada tinggian antiklin ke arah timurlaut. Diinformasikan
sumur Tiaka-7 tidak menghasilkan hidrokarbon (dry hole). Data gayaberat
kearah lepas pantai berjarak lima kilometer sehingga kebenarannya kurang
akurat.

19
Gambar 4.3 Peta anomal sisa dan struktur bawah
permukaan di daerah lapangan Tiaka dan
sekitarnya (modifikasi dari Subagio dkk, 2011).

Pada peta anomali sisa gaya berat daerah lapangan Tiaka tampak
adanya sejumlah struktur lipatan berarah hampir utara – selatan (Gambar 4.3).
Tampak bahwa titik-titik bor berada pada sayap antiklin di daerah lepas
pantai Teluk Tolo. Namun masih terdapat beberapa struktur tutupan yang
mungkin berpotensi sebagai perangkap hidrokarbon, misalnya struktur
antiklin di selatan Boba, dan struktur antiklin di daerah Baturube.

4.3 Lapangan Senoro


Anomali sisa lapangan migas Senoro memperlihatkan bentuk tinggian
antiklin arah utara – selatan, dengan lebar antiklin ± 10 kilometer dan
memanjang ±15 kilometer, terbentuk menempati angka anomali 0 mGal
hingga 1.2 mGal (Gambar 4.4). Titik pemboran di Senoro-1,2,3,4,5,6
semuanya terletak pada tinggian antiklin. Antiklin tersebut tampak
membentuk struktur – struktur lokal, yang struktur utamanya memperlihatkan
bentuk sinklin (Gambar 4.5).

20
Gambar 4.4 Peta anomali sisa gaya berat daerah Lapangan
Senoro (Subagio dkk, 2012).

Gambar 4.5 Penampang seismic di daerah titik bor Senoro


1, 2 dan 3 yang menunjukkan bentukan
struktur antiklin lokal yang berkembang pada
struktur utama sinklin (Hasanusi dkk, 2004).

Lapangan Senoro sangat besar (giant gas field) dengan kedalaman


pemboran Senoro-1 6246 feet dan Senoro-2 8335 feet atau 2000 sampai 2700

21
meter dengan batuan waduk batugamping terumbu, mempunyai cadangan 3.7
trilliun kubik gas dan 65 milliar barel minyak bumi. Besarnya kandungan gas
pada lapangan ini diakibatkan oleh suplai migas dari daerah sebelah barat dan
sebelah timur lepas pantai yang merupakan “Oil Kitchen”. Dikatakan dapur
migas hanya terbentuk dii cekungan sebelah barat (Gambar 4.6) (Hasanusi
dkk, 2004).

Gambar 4.6 Peta yang menggambarkan arah migrasi


hidrokarbon pada Pliosen di Lapangan Senoro
yang berasal dari kitchen area di sebelah barat,
kemudian bermigrasi lagi kea rah barat pada
masa kini (Hasanusi dkk, 2004).

22
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
- Cekungan Luwuk-Banggai diketahui memiliki kandungan hidrokarbon.
Kandungan hidrokarbon yang dihasilkan berasal dari batuan induk yang
telah matang secara temperatur dan telah bermigrasi ke jebakan yang
tepat.
- Struktur antiklin yang berasosiasi dengan sesar naik, serta batugamping
terumbu build-up berperan penting sebagai batuan waduk dan perangkap
migas di Lapangan Tiaka dan Senoro.
- Dari hasil penelitian geofisika (gaya berat) dikenal beberapa tinggian
struktur antiklin yang dapat disarankan digunakan untuk penentuan titik
bor berikutnya untuk mendapatkan cadangan migas. Penentuan titik-titik
bor ini juga merujuk pada struktur yang berkembang sesuai data seismik.

5.2 Saran
Pada pembahasan karya tulis referensi ini masih terdapat kekurangan
dari segi bahasa maupun sumber yang digunakan terbatas. Sehingga kami
menyarankan agar pada pembuatan karya tulis referensi kedepannya
menggunakan referensi yang lebih banyak dan terpercaya.

23
Tahap
Persiapan
Penentuan Topik

Perumusan Masalah

Tahap
Pengambilan Pemilihan Wiliyah Data LAPANGAN
Data
Petroleum sistem
Metode Gravity

Tahap Batuan Sumber, Batuan


Analisis
Koreksi pasang surut,koreksi
Resetrvoir, Batuan Penutup, apung Koreksi Lintang,
Perangkap koreksi bourger,

Tahap Batuan induk, Struktur Geologi Anomaly Bourger


Interpertasi tekanan dan
temperatur,
migrasi, reservoir,

Tahap
penyusunan
laporan EKSPLORASI HIDRO KARBON DAERAH
CEKUNGAN BANGAI

24
DAFTAR PUSTAKA

Barber, P., et al, 2003, Paleozoic and Mesozoic petroleum system in the Timor
and Arafura Sea, Eastern Indonesia, Proceedings of the 29th Annual
Indonesian Petroleum Association Convention, Jakarta, October 14-16,
2003, pp 485 – 500.

Charlton, T.R., 2000, Tertiary evolution of The Eastern Indonesia Collision


Complex, Journal of Asian Earth Sciences, pp 603-631.

Daly, M.C., B.G.D. Hooper, & D.G. Smith, 1987, Tertiary Plate Tectonics and
Basin volution in Indonesia, Proceeding of Sixth Regional Conference on
the Geology, Mineral and Hydrocarbon Resources of Southeast Asia, IAGI,
Jakarta, 1987, pp. 105-134.

Directorate General of Oil and Gas, 2010, Joint Study Petroleum Prospect of
Arafura II Sea Area, offshore South Papua, Indonesia, October 2010
(unpublished).

Hadipandoyo, Sasongko., dkk, 2005, KuantiÞ kasi Sumberdaya Hidrokarbon, Vol


II Kawasan Timur Indonesia, PPPTMGB LEMIGAS, Jakarta, 2005.

Hamilton, W., 1974, Map of Sedimentary Basins of The Indonesia Region,


Department of The Interior United States Geological Survey, Prepared on
behalf of Indonesia & Agency for International Development US
Department of State in Corporation with The Geological Survey of
Indonesia.

Koesoemadinata, Prof. Dr. R.P., Petroleum Basins of Indonesia, The


Development of Basins in Indonesia, Institut Teknologi Bandung - BP
MIGAS – IAGI, Bandung, Bandung 1 Maret 2008.

LEMIGAS, 2011, Konsinyering dan Presentasi Hasil Kaji Ulang Data Geoscience
untuk Peningkatan Kualitas Informasi Wilayah Kerja Baru Migas, Balitbang
ESDM, Puslitbang Teknologi Migas LEMIGAS, Makassar 20-22
September 2011 (tidak dipublikasikan).

25

Anda mungkin juga menyukai