Anda di halaman 1dari 107

TUGAS AKHIR

PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TALUD TIDAK


SIMETRIS TERHADAP KOEFISIEN TRANSMISI
GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TIPE
TENGGELAM

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Strata Satu (S1) Teknik Sipil pada Universitas Tadulako

Oleh :

ANISSA NOVRIYANA DEWI


F 111 13 127

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TADULAKO
PALU, DESEMBER 2018
HALAMAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR

JUDUL TUGAS AKHIR


“ Pengaruh Variasi Kemiringan Talud Tidak Simetris Terhadap Koefisien
Transmisi Gelombang Pada Pemecah Gelombang Tipe Tenggelam ”

Yang dipersiapkan dan disusun oleh :

ANISSA NOVRIYANA DEWI


F 111 13 127

Telah dipertahankan di depan Majelis Penguji


Pada tanggal 21 Desember 2018

Tugas Akhir ini telah disetujui oleh Majelis Penguji dan dinyatakan diterima sebagai
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi
Teknik Sipil

Mengesahkan :

Dekan Fakultas Teknik Ketua Jurusan Teknik Sipil


Universitas Tadulako Universitas Tadulako

Dr. Amar, ST, MT Gidion Turuallo, ST.,M.Sc (Eng) Ph.D


NIP. 19680714 199403 1 006 NIP. 19700211 199802 1 001
HALAMAN PERSETUJUAN
Panitia Ujian Tugas Akhir Program Studi S1 Teknik Sipil Universitas Tadulako
yang ditetapkan berdasarkan SK Dekan Fakultas Teknik No. 2425/UN28.1.31.SPL/PP/2018
Tanggal 17 Desember 2018 menyatakan menyetujui Tugas Akhir yang telah dipertanggung
jawabkan di hadapan Majelis Penguji pada Hari Jumat Tanggal 21 Januari 2018 oleh :
Nama : Anissa Novriyana Dewi
No.Stambuk : F 111 13 127
Judul : Pengaruh Variasi Kemiringan Talud Tidak Simetris Terhadap
Koefisien Transmisi Gelombang Pada Pemecah Gelombang Tipe
Tenggelam.

Majelis Penguji:
No. Nama/ NIP Jabatan Tanda tangan
Ir. Hj. Triyanti Anasiru, MT
1 Ketua
NIP. 19551122 198603 2 001
Ir. Arody Tanga, MT.
2 Sekertaris
NIP. 19660811 199403 1 003
Dr. Yasser Arafat, ST., MT.
3 Anggota
NIP. 19701231 200003 1 002
Dr. Nina Bariroh Rustianti, ST,. MT
4 Anggota
NIP. 19731221 200003 2 00
Alamsyah Prawirabakti, ST., M.Eng
5 Anggota
NIP. 19790820 200604 2 001
Dosen Pembimbing:
No. Nama/ NIP Jabatan Tanda tangan
Dr. Andi Rusdin, ST. MT. M.Sc.
1 Pembimbing I
NIP. 19710303 199803 1 003
Vera Wim Andiesse, ST, MT
2 Pembimbing II
NIP. 19760507 200604 2 001

Palu,
Ketua Program Studi S1 Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Tadulako

Dr. Setiyawan, ST., MT


NIP. 19761217 200003 1 001

ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Anissa Novriyana Dewi
No. Stambuk : F 111 13 127
Fakultas/Jurusan : Teknik/Teknik Sipil

Dengan ini menyatakan bahwa laporan Tugas Akhir ini adalah benar merupakan
hasil karya sendiri dan bukan duplikasi dari orang lain, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar
pustaka. Apabila pada masa mendatang diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar
adanya, maka saya bersedia menerima sanksi yang diberikan dengan segala
konsekuensinya.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Palu, 21 Desember 2018


TTD

Anissa Novriyana Dewi


F 111 13 127

iii
MOTTO

“if Allah has written something to be yours, it will be. Time might be different.
The journey might be different. But it will be yours”

PERSEMBAHAN :

Tugas Akhir ini penulis persembahkan dengan penuh rasa terima kasih kepada Ibunda
yang selalu mendukung dan mendoakan penulis, Ervina Nuryanti serta kepada Keluarga
yang tidak dapat untuk diucapkan satu persatu atas doa dan memberikan semangat dan
keceriaan dalam proses pembuatan tugas akhir ini.

Kepada Bapak Dr. Eng. Andi Rusdin, ST. MT. M.Sc, Ibu Vera Wim Andiesse, ST. MT,
Ibu Ir. Hj. Triyanti Anasiru, MT., Bapak Dr. Yasser Arafat, ST. MT., Bapak Ir. Arody
Tanga, MT., Bapak Alamsyah Prawirabhakti, ST.,M.Eng. dan Ibu Dr. Nina Bariroh
Rustianti, ST,. MT. yang telah membimbing, mengajari saya banyak hal, mengkritik,
memberi motivasi, semangat dan bantuan selama proses penelitian dan penyelesaian tugas
akhir ini.

Kepada sahabat-sahabat terbaik Rukmana, Ihkrom, Nila, Husni, Ino, Eca dan Seluruh
Teman-Teman Teknik Sipil 2013 yang tidak dapat diucapkan satu persatu atas doa,
bantuan, kritikan dan segala bentuk keceriaan yang telah diberikan selama ini kepada
penulis.

iv
“PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TALUD TIDAK SIMETRIS TERHADAP
TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TIPE TENGGELAM”

Anissa Novriyana Dewi, Andi Rusdin, Vera Wim Andiesse.

ABSTRAK

Pemecah gelombang adalah struktur yang mengurangi jumlah energi gelombang dengan
menghilangkan, memantulkan atau memecahkan gelombang yang masuk. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh variasi kemiringan talud tidak simetris pada pemecah gelombang tipe
tenggelam terhadap koefisien transmisi (KT) dan untuk mengetahui nilai kemiringan pemecah
gelombang yang baik untuk koefisien transmisi. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental
yang dilakukan di laboratorium Hidrolika Teknik Universitas Tadulako. Skala model yang
digunakan pada penelitian adalah 1:15 dengan dua variasi tinggi pemecah gelombang dan tiga
variasi frekuensi dengan lima kondisi permukaan air. Hasil penelitian menunjukan semakin tinggi
kedalaman air (d), semakin besar periode gelombang (T), semakin pendek panjang gelombang
(Lo) dan semakin kecil kemiringan pemecah gelombang bagian depan dan belakang maka nilai
koefisien transmisi (KT) semakin kecil. Maka dari kedelapan variasi model pemecah gelombang
yang menghasilkan nilai koefisien transmisi terkecil yaitu model I dengan tinggi pemecah
gelombang (HB) 5 cm dan variasi kemiringan depan (mdean) sebesar 1:15 sedangkan kemiringan
belakang (mbelakang) sebesar 1:1 dengan interval nilai KT anatara 0.118 – 1.911.

Kata kunci : Pemecah Gelombang, Tinggi Pemecah Gelombang (HB), Koefisien Transmisi
(KT), Kedalaman Air (d), Periode Gelombang (T), kemiringan pemecah
gelombang (m) dan Panjang Gelombang (Lo).

v
“INFLUENCE NOT SYMMETRICAL SLOPE TALUD VARIATION ON
COEFFICIENT OF WAVE TRANSMISSION IN TYPE OF TUNE WAVE”

Anissa Novriyana Dewi, Andi Rusdin, Vera Wim Andiesse.

ABSTRACT

Breakwaters are structures that reduce the amount of wave energy by removing,
reflecting or breaking the incoming wave. This study aims to determine the influence of not
symmetrical slope variation type of tune wave to transmission coefficient (KT) and to find out the
good value of the breakwater slope for the transmission coefficient. This research is an
experimental research conducted at Hydro Engineering Laboratory, Tadulako University. The
model scale used in this study is 1: 15 with two high variations of breakwaters and three frequency
variations with five water surface conditions. The results showed that the higher water depth (d),
the larger the wave period (T), the shorter the wavelength (Lo) and the smaller the slope of the
front and rare breakwater (m), and then the value of the transmission coefficient (KT) is smaller.
Than from the eight variations of breakwater model that produces the smallest transmission
coefficient (KT) is model I with 5 cm height of the breakwater (HB) and front slope variation is
1:1.5 while slope variation on the back is 1:1 with the interval value of KT 0.188-1.911

Keywords: Breakwater, Height of breakwater (HB), transmission coefficient (KT), Water depth
(d), Wave period (T), Slope of breakwater (m) adn Length of wave (Lo)

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, berkah, dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini.
Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
Adapun judul Tugas Akhir yang diambil adalah :

“PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TALUD TIDAK SIMETRIS TERHADAP


KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH GELOMBANG TIPE
TENGGELAM”

Dalam penyelesaian Tugas Akhir ini penulis menemui banyak kendala dan
rintangan, namun semuanya itu dapat diatasi dengan baik. Oleh karena itu, melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Eng. Andi
Rusdin, ST. MT. M.Sc selaku pembimbing 1 dan Ibu Vera Wim Andiesse, ST. MT selaku
pembimbing 2 yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan arahan, petunjuk dan
bimbingannya selama proses penulisan Tugas Akhir ini. :

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada


1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Basir, SE. MS., selaku Rektor Universitas Tadulako
2. Bapak Dr. Amar, ST., MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
3. Bapak Dr. Eng. Andi Rusdin, ST. MT. M.Sc., selaku Wakil Dekan I, Bapak Andi
Arham Adam, ST. MT. M.Sc., selaku Wakil Dekan II dan Ibu Dr. Zeffitni, S.Pd.
MT., selaku Wakil Dekan III Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
4. Bapak Gidion Turuallo, ST., M.Sc.(Eng)., Ph.D., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
dan Bapak Dr. Setiayawan, ST. MT., selaku Koordinator Program Studi S1 Teknik
Sipil.
5. Bapak Dr. I Gusti Made Oka, ST. MT., selaku Sekertaris Jurusan Teknik Sipil.
6. Tim Dosen Penguji Ibu Ir. Hj. Triyanti Anasiru, MT., Bapak Dr. Yasser Arafat, ST.
MT., Bapak Ir. Arody Tanga, MT., Bapak Alamsyah Prawirabhakti, ST., M.Eng
dan Ibu Dr. Nina Bariroh Rustianti, ST,. MT. yang telah banyak memberikan arahan
demi perbaikan penyusunan Tugas Akhir ini.
7. Ibu Ir. Hasmani, selaku Laboran Laboratorium Keairan yang senantiasa memberikan
arahan, bimbingan dan bantuan selama proses penyusunan Tugas Akhir ini.

vii
8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Teknik Sipil Universitas Tadulako terima kasih atas
segala ilmu pengetahuan yang telah diberikan.
9. Seluruh Pegawai/Staf Administrasi Fakultas Teknik Sipil Universitas Tadulako
yang telah membantu dan membimbing dalam menyelesaikan administrasi Tugas Akhir
ini.
10. Terkhusus penulis persembahkan sujud dan rasa terima kasih kepada ibunda Ervina
Nuryanti yang telah memberikan banyak doa dan dukungan sehingga penulis bisa
menyelesaikan penulisan tugas akhir ini.
11. Terima kasih untuk kakak Andhika Pratama Akase, S.Pi dan juga seluruh Keluarga
yang ikut serta dalam meberikan dukungan dan semangat hingga bisa menyelesaikan
penulisan tugas akhir ini.
12. Special thanks to Mohammad Rezky, SH yang telah banyak memberikan motivasi dan
mendengarkan setiap keluhan-keluhan penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan tugas akhir ini dengan penuh semangat
13. Untuk sahabat terdekatku, ucapan terima kasih yang tak terhitung banyaknya untuk
Rukmana, ST yang selalu berjuang bersama dalam menyelesaikan tugas akhir ini dan
selalu memberikan dukungan dan juga hiburan.
14. Seluruh Sahabat tercinta, Muhammad Ihkrom ST, Husni Mubaraq, Muhammad
Sutrisno ST, Reza Pahlevi dan Nila Merdiliana ST yang telah banyak memberikan
dukungan, hiburan dan kesenangan selama masa studi di Fakultas Teknik Universitas Tadulako.
15. Kepada Fitriah Ishak dan Dian Eka yang senantiasa memberikan keceriaan, motivasi,
dukungan, serta doa walaupun dalam jarak jauh sehingga penulis menjadi termotivasi selama
menjadi Mahasiswa Teknik Sipil dan memberikan dukungan selama penyusunan tugas akhir
ini.
16. Teman-Teman dan Saudara-saudara tercintaku di Teknik Sipil, Badwi Gani, Ikbal
Nongtji, Zulfikar ST, Fikar Muslimin ST, Arun Irawan, Abdur Rahman ST, Resky
Milkom ST, Eko Nugroho ST, Clara Claudia, Icha Siolan ST, Ika Setiawan,
Hutami Dyah, Siti Hardianti, Fanti Susela, Rosnita, Rudi, Fitriyani, Febri,
Susanto, Wandy, Iras, Didiet, Putra, Dicky, Rochmad, Ajat, Yudhi, Victor,
seluruh keluarga Banua Kodi Eselbe, seluruh Mahasiswa International Class First
Period dan Seluruh Keluarga Teknik Sipil angkatan 2013 yang telah banyak
membantu penulis dari awal hingga penyelesaikan praktikum di Labroratorium, banyak
memberi pelajaran, motivasi, canda tawa, menjadi tempat berbagi baik dalam suka

viii
maupun duka sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan
hati yang ikhlas dan penuh semangat.
17. Teman-teman KKN Posko Desa Tinggede Angk. 74 tanpa terkecuali.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, tentu saja penulis menyadari bahwa masih terdapat
banyak kekurangan serta kekeliruan, oleh karena itu kritik serta saran-saran yang menuju
kearah perbaikan penulisan Tugas Akhir ini sangat diharapkan dan akhir kata semoga tulisan
ini dapat bermanfaat terhadap perkembangan Ilmu Pengetahuan serta mendapat Ridho Allah
SWT.Amin.

Palu, 21 Desember 2018

ANISSA NOVRIYANA DEWI


F 111 13 127

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN
HALAMAN SAMPUL
PERNYATAAN PENGESAHAN TUGAS AKHIR .................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN .................................................. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xx
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN ...................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... I-1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................. I-2
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................... I-2
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................. I-2
1.5. Batasan Masalah ..................................................................... I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pantai ...................................................................................... II-1
2.2. Gelombang ............................................................................. II-2
2.3. Pemecah Gelombang (Breakwater) ........................................ II-5
2.3.1. Transmisi Gelombang ................................................. II-8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. III-1
3.2. Studi Awal .............................................................................. III-1
3.2.1. Saluran (Flume) .......................................................... III-1
3.2.2. Unit Pembangkit Gelombang ..................................... III-2
3.3. Jenis Penelitian ....................................................................... III-3

x
3.4. Parameter Yang Diteliti .......................................................... III-3
3.5. Prosedur dan Rancangan Penelitian ....................................... III-4
3.5.1. Prosedur Penelitian ..................................................... III-4
3.5.2. Rancangan Penelitian.................................................. III-5
3.6. Tata Cara Pelaksanaan Penelitian ........................................... III-9

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1. Hasil Penelitian Laboratorium ................................................ IV-1
4.1.1. Panjang Gelombang .................................................... IV-1
4.1.2. Pengukuran Elevasi Gelombang ................................. IV-2
4.2. Kondisi Gelombang Hasil Set Up Alat .................................. IV-3
4.2.1. Grafik Hub. Antara Frekusensi (Hz) dan Lukur (cm)
Untuk Setiap Tinggi Muka Air Diam (d) ................... IV-4
4.2.2. Grafik Hub. Antara d (cm) dan H (cm)
Untuk Setiap Tinggi Muka Air Diam (d) ................... IV-5
4.2.3. Grafik Hub. Antara f (Hz) dan H (cm) ....................... IV-5
4.3. Data Tinggi Gelombang .......................................................... IV-6
4.3.1. Koefisien Transmisi (KT) ............................................ IV-10
4.4. Pembahasan ............................................................................. IV-13
4.4.1. Hubungan Parameter KT dengan d/Hb untuk Setiap
Variasi Frekuensi pada Masing-Masing Variasi
Tinggi Pemecah Gelombang ....................................... IV-13
4.4.2. Hubungan Parameter KT dengan T untuk Setiap
Tinggi Muka Air Diam ............................................... IV-17
4.4.3. Hubungan Parameter KT dengan Lb/Lo untuk Setiap
Tinggi Muka Air Diam ............................................... IV-23
4.4.4. Hubungan Parameter KT dengan m untuk Setiap
Tinggi Muka Air Diam ............................................... IV-29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ............................................................................. V-1
5.2. Saran ....................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... P-1

xi
LAMPIRAN .................................................................................................... L-1

xii
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 3.1 Rancangan Simulasi Model ......................................................... III-8
Tabel 4.1 Data Hasil Set Up Alat ................................................................ IV-3
Tabel 4.2 Data Hasil d/Lukur ........................................................................ IV-4
Tabel 4.3 Model I (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 1) .................................. IV-6
Tabel 4.4 Model II (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 1) ................................. IV-6
Tabel 4.5 Model III (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 1)................................ IV-7
Tabel 4.6 Model IV(Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 1) ................................ IV-7
Tabel 4.7 Model I (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 2) .................................. IV-7
Tabel 4.8 Model II (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 2) ................................. IV-7
Tabel 4.9 Model III (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 2)................................ IV-8
Tabel 4.10 Model IV (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 2) ............................... IV-8
Tabel 4.11 Model I (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 3) .................................. IV-8
Tabel 4.12 Model II (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 3) ................................. IV-8
Tabel 4.13 Model III (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 3)................................ IV-9
Tabel 4.14 Model IV (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 3) ............................... IV-9
Tabel 4.15 Model I (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 4) .................................. IV-9
Tabel 4.16 Model II (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 4) ................................. IV-9
Tabel 4.17 Model III (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 4)................................ IV-10
Tabel 4.18 Model IV (Hb 5 cm, d 6 cm, f 4 Hz, titik 4) ............................... IV-10
Tabel 4.19 Pehitungan KT Pada Model I HB 5 cm dan d 6 cm ...................... IV-12
Tabel 4.20 Pehitungan KT Pada Model I HB 5 cm dan d 7.5 cm................... IV-12
Tabel L.1 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 5 cm Pada d 6 cm ................................. L-1
Tabel L.2 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 5 cm Pada d 7.5 cm .............................. L-2
Tabel L.3 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 5 cm Pada d 10 cm ............................... L-3
Tabel L.4 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 5 cm Pada d 12.5 cm ............................ L-4
Tabel L.5 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 5 cm Pada d 15 cm ............................... L-5

xiii
Tabel L.6 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 7 cm Pada d 7.5 cm .............................. L-6
Tabel L.7 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 7 cm Pada d 10 cm ............................... L-7
Tabel L.8 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 7 cm Pada d 12.5 cm ............................ L-8
Tabel L.9 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang
Tiap Variasi Model Hb 7 cm Pada d 15 cm ............................... L-9
Tabel L.10 dengan Hb = 5 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 6 cm ...................................................................... L-10
Tabel L.11 dengan Hb = 5 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 7.5 cm ................................................................... L-11
Tabel L.12 dengan Hb = 5 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 10 cm .................................................................... L-12
Tabel L.13 dengan Hb = 5 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 12.5 cm ................................................................. L-13
Tabel L.14 dengan Hb = 5 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 15 cm .................................................................... L-14
Tabel L.15 dengan Hb = 7 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 7.5 cm ................................................................... L-15
Tabel L.16 dengan Hb = 7 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 10 cm .................................................................... L-16
Tabel L.17 dengan Hb = 7 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 12.5 cm ................................................................. L-17
Tabel L.18 dengan Hb = 7 cm untuk Setiap Variasi Model Pada Muka
Air Diam d = 15 cm .................................................................... L-18

xiv
DAFTAR GAMBAR

HALAMAN
Gambar 2.1 Sketsa Definisi Pantai ............................................................... II-1
Gambar 2.2 Sketsa Definisi Gelombang ...................................................... II-3
Gambar 2.3 Gerak Partikel Air Laut Dangkal, Transisi dan Dalam ............ II-4
Gambar 2.4 Overtopping Breakwater .......................................................... II-6
Gambar 2.5 Non-Overtopping Breakwater .................................................. II-9
Gambar 2.6 Kondisi Submarged Breakwater............................................... II-7
Gambar 2.7 Kondisi Marged Breakwater .................................................... II-8
Gambar 3.1 Saluran (Flume) ........................................................................ III-1
Gambar 3.2 Unit Pembangkit Gelombang ................................................... III-2
Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Penelitian .................................................. III-4
Gambar 3.4 Pemecah Gelombang Model I .................................................. III-5
Gambar 3.5 Pemecah Gelombang Model II ................................................. III-5
Gambar 3.6 Pemecah Gelombang Model III................................................ III-6
Gambar 3.7 Pemecah Gelombang Model IV ............................................... III-6
Gambar 3.8 Pemecah Gelombang Model V ................................................. III-6
Gambar 3.9 Pemecah Gelombang Model VI ............................................... III-7
Gambar 3.10 Pemecah Gelombang Model VII .............................................. III-7
Gambar 3.11 Pemecah Gelombang Model VIII ............................................. III-7
Gambar 3.12 Sketsa Saluran gelombang Overtopping ................................... III-9
Gambar 4.1 Sketsa Panjang Gelombang ..................................................... IV-1
Gambar 4.2 Sketsa Pengukuran Elevasi Gelombang .................................. IV-2
Gambar 4.3 Grafik Hubungan antara Frekuensi (Hz) dan Lukur (cm)........... IV-4
Gambar 4.4 Grafik Hubungan antara Frekuensi (Hz) dan Lukur (cm)........... IV-5
Gambar 4.5 Grafik Hubungan antara H (cm) dan d (cm)............................. IV-5
Gambar 4.6 Grafik Hubungan KT dengan d/HB
untuk f = 4 Hz pada Hb = 5 cm ................................................ IV-14
Gambar 4.7 Grafik Hubungan KT dengan d/HB
untuk f = 5 Hz pada Hb = 5 cm ............................................... IV-14
Gambar 4.8 Grafik Hubungan KT dengan d/HB
untuk f = 6 Hz pada Hb = 5 cm ................................................ IV-15

xv
Gambar 4.9 Grafik Hubungan KT dengan d/HB
untuk f = 4 Hz pada Hb = 7 cm ................................................ IV-15
Gambar 4.10 Grafik Hubungan KT dengan d/HB
untuk f = 5 Hz pada Hb = 7 cm ................................................ IV-16
Gambar 4.11 Grafik Hubungan KT dengan d/HB
untuk f = 6 Hz pada Hb = 7 cm ................................................ IV-16
Gambar 4.12 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 6 cm pada Hb = 5 cm ............................................... IV-17
Gambar 4.13 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 7.5 cm pada Hb = 5 cm ............................................ IV-18
Gambar 4.14 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 10 cm pada Hb = 5 cm ............................................. IV-18
Gambar 4.15 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 12.5 cm pada Hb = 5 cm .......................................... IV-19
Gambar 4.16 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 15 cm pada Hb = 5 cm ............................................. IV-20
Gambar 4.17 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 7.5 cm pada Hb = 7 cm ............................................ IV-20
Gambar 4.18 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 10 cm pada Hb = 7 cm ............................................ IV-21
Gambar 4.19 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 12.5 cm pada Hb = 7 cm .......................................... IV-22
Gambar 4.20 Grafik Hubungan KT dengan T
untuk d = 15 cm pada Hb = 7 cm ............................................. IV-22
Gambar 4.21 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo
untuk d = 6 cm pada Hb = 5 cm ............................................... IV-23
Gambar 4.22 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo
untuk d = 7.5 cm pada Hb = 5 cm ............................................ IV-24
Gambar 4.23 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo
untuk d = 10 cm pada Hb = 5 cm ............................................. IV-25
Gambar 4.24 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo
untuk d = 12.5 cm pada Hb = 5 cm .......................................... IV-25
Gambar 4.25 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo

xvi
untuk d = 15 cm pada Hb = 5 cm ............................................. IV-26
Gambar 4.26 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo
untuk d = 7.5 cm pada Hb = 7 cm ............................................ IV-27
Gambar 4.27 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo
untuk d = 10 cm pada Hb = 7 cm ............................................. IV-27
Gambar 4.28 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo
untuk d = 12.5 cm pada Hb = 7 cm .......................................... IV-28
Gambar 4.29 Grafik Hubungan KT dengan Lb/Lo
untuk d = 15 cm pada Hb = 7 cm ............................................. IV-29
Gambar 4.30 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 6 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-30
Gambar 4.31 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 7.5 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-30
Gambar 4.32 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 10 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-31
Gambar 4.33 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-31
Gambar 4.34 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 15 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-32
Gambar 4.35 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 6 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 .......... IV-32
Gambar 4.36 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 7.5 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 .......... IV-33
Gambar 4.37 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 10 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 ......... IV-34
Gambar 4.38 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 .......... IV-35
Gambar 4.39 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 15 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 .......... IV-35
Gambar 4.40 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 7.5 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-36
Gambar 4.41 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 10 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-37

xvii
Gambar 4.42 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-37
Gambar 4.43 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 15 cm
pada model 1 dan model 2 dengan m belakang = 1:1 ............. IV-38
Gambar 4.44 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 7.5 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 .......... IV-39
Gambar 4.45 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 10 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 ......... IV-39
Gambar 4.46 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 .......... IV-40
Gambar 4.47 Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 15 cm
pada model 3 dan model 4 dengan m belakang = 1:0.5 .......... IV-40

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

HALAMAN
Lampiran 1 Tabel Hasil Pengukuran dan Pengambilan Data Hb 5 cm .......... L-1
Lampiran 2 Tabel Hasil Pengukuran dan Pengambilan Data Hb 7 cm .......... L-6
Lampiran 3 Tabel Rekap Hasil Perhitungan Hb 5 cm .................................... L-10
Lampiran 4 Tabel Rekap Hasil Perhitungan Hb 7 cm .................................... L-15
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian............................................................... L-19

xix
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN

Simbol Uraian Dimensi


a Amplitudo gelombang m
C Kecepatan rambat gelombang m/d
d Kedalaman air m
db kedalaman gelombang pecah m
E Nilai Error %
p Bilangan Irribaren -
f Frekuensi gelombang Hz
F Tinggi Jagaan m
H Tinggi gelombang m
HB Tinggi model Pemecah gelombang m
Hb Tinggi gelombang Pecah m
Hi Tinggi gelombang datang m
HD Tinggi gelombang disipasi m
hMax Tinggi gelombang masksimum cm
hMin Tinggi gelombang minimum cm
HR Tinggi gelombang refleksi m
HT Tinggi gelombang transmisi m
L Panjang gelombang m
Lo Panjang gelombang awal m
LB Panjang model pemecah gelombang m
k Angka gelombang m
KR Koefisien reflaksi -
KT Koefisien Transmisi -
KD Koefisien disipasi -
Skala model -
T Periode Gelombang Detik
η(x,t) fluktuasi muka air terhadap muka air diam -
o
θ kemiringan sudut model pemecah gelombang (derajat)

m kemiringan -

xx
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah perairan yang cukup luas dapat menimbulkan masalah, salah satunya
ancaman gelombang dan abrasi pantai. Gelombang umumnya memperoleh energi mereka
dari angin, namun gelombang yang tinggi akan menyebabkan abrasi pantai yang cukup
parah dan abrasi menyebabkan kerusakan garis pantai. Garis pantai adalah garis batas
pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah
sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. (Triatmodjo, 1999)

Salah satu langkah antisipasi terhadap ancaman gelombang dan abrasi di wilayah
pesisir pantai adalah struktur pemecah gelombang Pemecah gelombang adalah struktur
yang mengurangi jumlah energi gelombang dengan menghilangkan, memantulkan atau
memecahkan gelombang yang masuk (CERC, 1993).

Dibedakan dari konstruksinya tipe pemecah gelombang ada dua, yaitu tipe
tenggelam dan tidak tenggelam. Dalam hal ini pembangunan pemecah gelombang
tenggelam menunjang estetika dan keindahan pemandangan di pantai karena konstruksi
tidak muncul di permukaan laut, terutama pada pantai yang digunakan menjadi tempat
wisata.

Namun pada saat air pasang, pemecah gelombang tenggelam akan tenggelam.
Dan pada saat air surut, pemecah gelombang tenggelam akan terlihat.

Berdasarkan tipe bangunannya, pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi


tiga. Yaitu :

1. Pemecah gelombang sisi miring,


2. Pemecah gelombang sisi tegak,
3. Pemecah gelombang gabungan. (Triatmodjo, 2010)

Pemecah gelombang sisi miring banyak digunakan di Indonesia, karena bersifat


fleksibel. Kerusakan yang terjadi karena jika ada serangan gelombang tidak secara tiba-
tiba atau tidak fatal. Meskipun beberapa butir batu longsor, tetapi bangunan masih bisa

I-1
bersfungsi. Kerusakan yang terjadi akan mudah diperbaiki dengan cara menambah
kembali batu pelindung pada bagian yang longsor. (Triatmodjo, 2010)

Namun jika pemecah gelombang memiliki talud dengan kemiringan yang besar,
maka lebar alas pemecah gelombang semakin besar dan bisa meningkatkan biaya
konstruksi pemecah gelombang.

Dari pembahasan tersebut maka saya tertarik untuk mengambil tugas akhir atau
skripsi dengan judul :

“PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TALUD TIDAK SIMETRIS


TERHADAP KOEFISIEN TRANSMISI GELOMBANG PADA PEMECAH
GELOMBANG TIPE TENGGELAM”

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang menjadi pokok bahasan selanjutnya yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh pemecah gelombang tipe tenggelam dengan variasi
kemiringan talud tidak simetris terhadap koefisien transmisi gelombang?
2. Berapa nilai kemiringan pemecah gelombang yang baik untuk koefisien transmisi
gelombang?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
variasi kemiringan talud tidak simetris pada pemecah gelombang tipe tenggelam terhadap
koefisien transmisi gelombang dan untuk mengetahui nilai kemiringan pemecah
gelombang yang baik untuk koefisien transmisi gelombang.

1.4. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui pengaruh variasi kemiringan talud tidak simetris pada pemecah
gelombang tipe tenggelam terhadap koefisien transmisi gelombang
2. Dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan perencanaan struktur
pemecah gelombang
3. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

I-2
1.5. Batasan Masalah
Berdasarkan fasilitas yang ada serta jumlah variable dan kondisi yang berkaitan,
maka batasan penelitian ditetapkan sebagai berikut :
1. Untuk menunjang pengetahuan tentang bangunan pengaman pantai yaitu pemecah
gelombang
2. Model pemecah gelombang yang digunakan adalah pemecah gelombang sisi
miring dengan variasi kemiringan (m) dan tinggi pemecah gelombang (HB) yang
telah ditentukan.
3. Model pemecah gelombang yang digunakan adalah tidak simetris yang dibuat dari
bahan kayu.
4. Arah sudut gelombang adalah gelombang yang tegak lurus dengan model.
5. Gelombang yang dibangkitkan adalah gelombang yang strukturnya teratur
(reguler wave).
6. Air yang digunakan di dalam flume adalah air tawar.
7. Dasar perairan model berupa rata dan kedap.
8. Peredam energi gelombang untuk arus baliknya dipasang di depan model dan di
belakang model.

I-3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pantai
Dalam bahasa Indonesia ada dua istilah tentang kepantaian yang sering rancu
pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan tentang hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Sketsa Definisi Pantai dan Batasan Pantai (Triatmodjo, 1999)

Adapun penjelasan definisi tentang kepantaian pada gambar di atas adalah sebagai
berikut :
1. Pantai adalah daerah yang di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi
dan air surut terendah.
2. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Kriteria
sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya sesuai dengan bentuk
dan kondisi fisik pantai, minimum 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah daratan.
3. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana
posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan
erosi pantai yang terjadi.
4. Pesisir adalah daerah darat tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti
pasang surut, angin laut dan perembesan air laut.

II - 1
5. Lautan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan laut dimulai
dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di
bawahnya.
6. Daratan adalah daerah yang terletak di atas dan di bawah permukaan daratan
dimulai dari batas garis pasang tertinggi.

2.2 Gelombang
Gelombang di laut dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada gaya
pembangkitnya. Gelombang tersebut adalah gelombang angin yang dibangkitkan oleh
tiupan angin di pemukaan laut, gelombang pasang surut dibangkitkan oleh gaya tarik
benda-benda langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi, gelombang tsunami
terjadi karena letusan gunung berapi atau gempa di laut, gelombang yang dibangkitkan
oleh kapal yang bergerak, dan lain sebagainya (Triadmodjo, 1999).
Gelombang air laut adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus
permukaan air laut yang membentuk kurva atau grafik sinusoidal (Holthuijsen, 2007).
Gelombang laut timbul karena adanya gaya pembangkit yang bekerja pada laut.
Gelombang yang terjadi di lautan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam
berdasarkan gaya pembangkitnya, gaya pembangkit tersebut terutama berasal dari angin,
dari gaya tarik menarik Bumi - Bulan - Matahari atau yang disebut dengan gelombang
pasang surut dan gempa bumi.
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai mengalami perubahan
bentuk karena pengaruh perubahan kedalaman laut. Berkurangnya kedalaman laut
menyebabkan semakin berkurangnya panjang gelombang dan bertambahnya tinggi
gelombang. Pada saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi dan panjang
gelombang) mencapai batas maksimum, gelombang akan pecah. Karakteristik gelombang
setelah pecah berbeda dengan sebelum pecah. Gelombang yang telah pecah tersebut
merambat terus ke arah pantai sampai akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada
permukaan pantai (uprush dan downrush).
Garis gelombang pecah merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan juga
transpor sedimen pantai. Daerah dari garis gelombang pecah ke arah laut disebut dengan
offshore. Sedang daerah yang terbentang ke arah pantai dari garis gelombang pecah
dibedakan menjadi tiga daerah yaitu :

II - 2
1. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah di mana gelombang yang
datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidak-stabilan dan pecah. Pantai yang
landai gelombang pecah bisa terjadi dua kali.
2. Surf zone adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah
dan batas naik-turunnya gelombang di pantai. Pantai yang landai mempunyai surf
zone yang lebar.
3. Swash zone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya
gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.

Parameter penting untuk menjelaskan gelombang air adalah panjang gelombang,


tinggi gelombang, dan kedalaman air. Parameter-parameter yang lain seperti kecepatan
dan percepatan dapat ditentukan dari ketiga parameter pokok di atas (Triadmodjo, 1999).
1. Panjang gelombang (L) adalah jarak horizontal antara kedua puncak atau titik
tertinggi gelombang yang berurutan, atau bisa dikatakan sebagai jarak antara dua
lembah gelombang.
2. Periode Gelombang (T) adalah waktu yang dibutuh kan oleh dua puncak/lembah
gelombang yang berurutan melewati titik tertentu.
3. Kecepatan rambat gelombang Celerity (C) merupakan perbandingan antara panjang
gelombang dan periode gelombang (L/T). Ketika gelombang air menjalar dengan
kecepatan C, partikel air tidak turut bergerak ke arah perambatan gelombang.
4. Amplitudo (a) adalah jarak antara puncak/titik tertinggi gelombang atau
lembah/titik terendah gelombang dengan muka air tenang (H/2).

Gambar 2.2. Sketsa definisi gelombang (CERC, 1984)

II - 3
Pada gambar 2.2 menunjukkan suatu gelombang yang berada pada sistem koordinat
x-y dimana gelombang menjalar pada arah sumbu x. Beberapa notasi yang digunakan
adalah:

d : jarak antara muka air rerata dan dasar laut (kedalaman laut).
η(x,t) : fluktuasi muka air terhadap muka air diam.
a : amplitudo gelombang.
H : tinggi gelombang.
L : panjang gelombang yaitu jarak antara dua puncak gelombang yang berurutan.
T : periode gelombang yaitu interval waktu yang diperlukan oleh partikel air
untuk kembali pada kedudukan yang sama dengan kedudukan sebelumnya.
C : kecepatan rambat gelombang = L/T.
k : angka gelombang = 2π/L.
f : frekuensi gelombang = 2π/T.

Pada umumnya gelombang terjadi karena hembusan angin di permukaan air laut.
Daerah di mana gelombang itu dibentuk disebut daerah pembangkitan gelombang (wave
generating area). Gelombang yang terjadi di daerah pembangkitan disebut sea,
sedangkan gelombang yang terbentuk di luar daerah pembangkitan disebut swell
(Triatmodjo, 1999). Ketika gelombang menjalar, partikel air di permukaan bergerak
dalam suatu lingkaran besar membentuk puncak gelombang pada puncak lingkarannya
dan lembah pada lintasan terendah. Di bawah permukaan, air bergerak dalam lingkaran-
lingkaran yang makin kecil. Saat gelombang mendekati pantai, bagian bawah gelombang
akan mulai bergesekan dengan dasar laut yang menyebabkan pecahnya gelombang dan
terjadi putaran pada dasar laut yang dapat membawa material dari dasar pantai serta
menyebabkan perubahan profil pantai (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Gerak partikel air laut dangkal, transisi dan dalam (Triatmodjo, 1999)

II - 4
Pada umumnya bentuk gelombang di alam adalah sangat kompleks dan sulit
digambarkan secara matematis karena ketidak-linieran, tiga dimensi dan mempunyai
bentuk yang random (suatu deret gelombang mempunyai tinggi dan periode berbeda).
Ada beberapa teori dengan berbagai derajat kekomplekan dan ketelitian untuk
menggambarkan gelombang di alam. Teori yang sederhana adalah teori gelombang linier.
Menurut teori gelombang linier, gelombang berdasarkan kedalaman relatifnya dibagi
menjadi tiga yaitu deep water (gelombang di laut dangkal), transitional water
(gelombang laut transisi), shallow water (gelombang di laut dalam) (Triadmodjo,1999).

Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara kedalaman air (d) dan
panjang gelombang (L) (d/L), gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam,
yaitu :
1. Gelombang di laut dangkal, jika d/L < 1/20 (2.1)
2. Gelombang di laut transisi, jika 1/20 < d/L < ½ (2.2)
3. Gelombang di laut dalam, jika d/L < ½ (2.3)
Keterangan:
d = Kedalaman laut
L = Panjang antara puncak gelombang

2.3 Pemecah Gelombang (Breakwater)


Pemecah gelombang (breakwater) adalah struktur yang mengurangi jumlah energi
gelombang dengan menghilangkan, memantulkan atau memecahkan gelombang yang
masuk (CERC, 1993).
Pemecah gelombang digunakan untuk mengendalikan abrasi yang menggerus garis
pantai dan untuk menenangkan gelombang disuatu pelabuhan sehingga kapal dapat
merapat dipelabuhan dengan lebih mudah dan cepat.
Pemecah gelombang dibedakan menjadi dua macam yaitu, pemecah gelombang
sambung pantai dan pemecah gelombang lepas pantai. Pemecah gelombang sambung
pantai biasanya digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan
gelombang, Sedangkan pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan yang dibuat
sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Pemecah gelombang lepas
pantai banyak digunakan sebagai pelindung pantai terhadap erosi dengan menghancurkan
energi gelombang sebelum mencapai pantai.

II - 5
Pemecah gelombang lepas pantai dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu
dari garis pantai, maka tergantung pada panjang pantai yang dilindungi, pemecah
gelombang lepas pantai dapat dibuat dari satu pemecah gelombang atau suatu seri
bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang dipisahkan oleh
celah.
Bentuk dan karakteristik pemecah gelombang berbeda-beda begitu juga kemampuan
peredaman gelombang yang dihasilkan. Menurut bentuknya bangunan pemecah
gelombang dibedakan menjadi bangunan sisi miring dan sisi tegak dengan tipe tenggelam
dan tidak tenggelam.
Seiring pekembangan jaman dalam konstruksi pemecah gelombang lepas pantai juga
mengalami perkembangan yang signifikan. Belakangan juga dikenal konstruksi pemecah
gelombang komposit, yaitu dengan menggabungkan bangunan sisi tegak dan bangunan
sisi miring, dalam penggunaan materilpun dikombinasikan misalnya antara kaison beton
dengan batu-batuan sebagai pondasinya. Selain itu pula terdapat bangunan pemecah
gelombang dari potongan bamboo yang dianyam, dan dari ban-ban bekas yang biayanya
lebih murah namun masih dipertanyakan mengenai keramahan lingkungannya (Ayu
Lestari, 2015).
Struktur peredam gelombang secara umum dibagi atas dua tipe yaitu:
a. Overtopping Breakwater, yaitu pemecah gelombang yang direncanakan dengan
memperkenankan atau mengijinkan air melimpas di atas pemecah gelombang
terserbut. Pemecah gelombang tipe ini biasanya direncanakan apabila daerah yang
dilindungi tidak begitu sensitif terutama terhadap gelombang yang terjadi akibat
adanya overtopping (pemecah gelombang untuk melindungi alur pelayaran, jetty
ataupun groin). Jika pemecah gelombang direncanakan boleh overtopping, maka
lereng pemecah gelombang bagian dalam (inner portion) harus terjamin tidak akan
rusak pada saat terjadi hempasan air pada saat overtopping. Seperti gambar 2.3 di
bawah ini.

Gambar 2.4. Overtopping Breakwater (Triatmodjo, 1999).

II - 6
b. Non-Overtopping Breakwater, yaitu pemecah gelombang yang direncanakan dengan
tidak memperkenankan atau mengijinkan air melimpas di atas pemecah gelombang
tersebut. Dalam hal ini tinggi mercu atau puncak pemecah gelombang harus
direncanakan atau ditentukan berdasarkan wave run-up yang akan terjadi. Seperti
gambar 2.4 dibawah ini.

Gambar 2.5. Non-Overtopping Breakwater (Triatmodjo, 1999).

Sedangkan untuk berdasarkan kondisi puncak struktur peredam gelombang di


bedakakan atas dua tipe, yaitu :
1. Submerged Breakwater
Submerged Breakwater memiliki puncak di bawah permukaan air. Apabila terjadi
gelombang yang datang maka gelombang tersebut akan terendam. Breakwater tipe
ini memiliki kelebihan di bidang estetika karna tidak mengganggu pemandangan,
karena puncak breakwater tidak tampak di permukaan.

Gambar 2.6. Kondisi Submerged Breakwater (CERC, 1984)

2. Merged Breakwater
Merged Breakwater memiliki bentuk yang menjulang dari dasar hingga ke atas
permukaan. Biasanya pemecah gelombang model ini dibangun di pelabuhan.

II - 7
Gambar 2.7. Kondisi Merged breakwater (CERC, 1984)

2.3.1 Transmisi Gelombang


Saat gelombang menghantam pemecah gelombang, energi gelombang akan
berbalik diantara, menghilang, atau menyebar melalui atau melewati struktur. Maka saat
gelombang datang energi gelombang terbagi antara refleksi, dispasi dan transmisi
tergantung dari karakteristik gelombangnya (waktu, tinggi dan kedalaman air), tipe
pemecah gelombang, dan ukuruan strukturnya. Idealnya breakwater pelabuhan harus
memantulkan atau menghilangkan energi gelombang mendekati garis pantai. Transmisi
energi gelombang yang berlebihan yang melewati pemecah gelombang harus
diminimalkann untuk mencegah gelombang merusak garis pantai (CERC, 1984).
Namun, kelemahan utama dari pemecah gelombang tenggelam adalah transmisi
gelombangnya memepunyai nilai koefisien transmisi lebih besar dari 0,4, dimana Hi dan
Ht adalah tinggi gelombang datang dan tinggi gelombang transmisi.

= (2.4)

Keterangan:
= Koefisien transmisi
= Tinggi Gelombang transmisi
= Tinggi Gelombang dating
Dimana,
=ℎ −ℎ (2.5)
= (ℎ ) − (ℎ ) (2.6)
Keterangan:
hmax = Tinggi gelombang puncak dari dasar flume

hmin = Tinggi gelombang terendah dari dasar flume

II - 8
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidro Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Tadulako, dengan waktu penelitian selama kurang lebih dari tiga minggu.

3.2 Studi Awal


3.2.1 Saluran (Flume)
Penelitian dilakukan pada saluran multiguna berukuran panjang 5 m, lebar 7,7 cm.
Kedalaman efektif saluran 25 cm,seperti gambar 3.1 berikut.

(a) Tampak samping (b) Tampak atas


Gambar 3.1 Saluran (Flume)

III - 1
3.2.2 Unit Pembangkit Gelombang
Mesin Pembangkit Gelombang atau Wave Generator, seperti gambar 3.2 dibawa
ini.

Mesin pembangkit utama

Penggerak gelombang Panel control


Gambar 3.2 Unit Pembangkit Gelombang

III - 2
3.3 Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian adalah eksperimental. Menurut
Moh. Nazir (1988), eksperimen merupakan observasi di bawah kondisi buatan (artificial
condition), dimana kondisi tersebut dibuat dan diatur sedemikian rupa, dengan demikian
penelitian eksperimental adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan
manipulasi terhadap obyek penelitian serta adanya kontrol, dengan tujuan untuk
menyelidiki ada-tidaknya hubungan sebab akibat serta berapa besar hubungan sebab
akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan-perlakuan tertentu pada beberapa
kelompok eksperimental dan menyediakan kontrol untuk perbandingan.

3.4 Parameter Yang Diteliti


Adapun parameter-parameter yang akan diteliti sesuai dengan tujuan penelitian
yang telah disebutkan pada bab sebelumnya, antara lain :
1. Periode gelombang (T)
2. Panjang gelombang (L)
3. Tinggi Gelombang datang (Hi)
4. Tinggi gelombang di atas model (H)
5. Tinggi gelombang transmisi (HT)
6. Koefisien transmisi (KT)

III - 3
3.5 Prosedur dan Rancangan Penelitian
3.5.1 Prosedur Penelitian
Secara garis besar, prosedur pada penelitian ini digambarkan pada flowchart
berikut :
Mulai

Studi Literatur, Parameter

1. Penyiapan Alat dan Bahan


2. Pembuatan Model
`
Simulasi Model

1. Variasi frekuensi gelombang (ƒ) = 4 Hz, 5 Hz, 6 Hz


2. Kedalaman air ( d) = 6 cm, 7.5 cm, 10 cm, 12.5 cm, 15 cm
3. Breakwater model I HB = 5 cm ; LB = 10 cm ; Өb = 45° ; Өd = 27°
Breakwater model II HB = 5 cm ; LB = 10 cm ; Өb = 45° ; Өd = 34°
Breakwater model III HB = 5 cm ; LB = 10 cm ; Өb = 63° ; Өd = 27°
Breakwater model IV HB = 5 cm ; LB = 10 cm ; Өb = 63° ; Өd = 34°
Breakwater model V HB = 7 cm ; LB = 10 cm ; Өb = 45° ; Өd = 27°
Breakwater model VI HB = 7 cm ; LB = 10 cm ; Өb = 45° ; Өd = 34°
Breakwater model VII HB = 7 cm ; LB = 10 cm ; Өb = 63° ; Өd = 27°
Breakwater model VIII HB = 7 cm ; LB = 10 cm ; Өb = 63° ; Өd = 34°

Pengambilan Data Hasil Pengamatan


1. Tinggi Gelombang
2. Periode Gelombang
3. Panjang Gelombang

Hasil Pengamatan

Analisis Data Hasil Pengamatan


1. Tinggi Gelombang
2. Koefisien Transmisi (KT)

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Penelitian

III - 4
3.5.2 Rancangan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan perancangan model
sesuai parameter yang akan diteliti. Perancangan model fisik breakwater dilakukan untuk
mewakili karakteristik prototipe breakwater yang sebenarnya. Yang harus dilakukan
dalam perancangan model fisik breakwater sebelum pembuatan model tersebut yaitu
penyekalaan (skala panjang) dan model fisik dengan berpedoman pada sebangun
geometrik, sebangun dinamik, dan sebangun kinematik.
Model harus memiliki sebangun geometrik dengan prototipe, maka penyekalaan
prototipe harus sebaik mungkin dilakukan agar model benar-benar memiliki rasio semua
dimensi linier yang sama. Dimensi linier yang dimaksud adalah panjang, tinggi, lebar dan
kedalaman air.
Perancangan model breakwater terbuat dari kayu berpermukaan licin yang di cetak
dari kayu. Pada penelitian ini, digunakan delapan model breakwater dengan dimensi
sebagai berikut :
1. Model I: Panjang 10 cm, Tinggi 5 cm, lebar 7 cm, kemiringan belakang talud 45°
dan kemiringan depan talud 27°

Gambar 3.4 Pemecah Gelombang Model I

2. Model II: Panjang 10 cm, Tinggi 5 cm, lebar 7 cm, kemiringan belakang talud 45°
dan kemiringan depan talud 34°

Gambar 3.5 Pemecah Gelombang Model II

III - 5
3. Model III: Panjang 10 cm, Tinggi 5 cm, lebar 7 cm, kemiringan belakang talud 63°
dan kemiringan depan talud 27°

Gambar 3.6 Pemecah Gelombang Model III

4. Model IV : Panjang 10 cm, Tinggi 5 cm, lebar 7 cm, kemiringan belakang talud
63° dan kemiringan depan talud 34°

Gambar 3.7 Pemecah Gelombang Model IV


5. Model V : Panjang 10 cm, Tinggi 7 cm, lebar 7 cm, kemiringan belakang talud 45°
dan kemiringan depan talud 27°

Gambar 3.8 Pemecah Gelombang Model V

III - 6
6. Model VI : Panjang 10 cm, Tinggi 5 cm, lebar 7 cm, kemiringan belakang talud
45° dan kemiringan depan talud 34°

Gambar 3.9 Pemecah Gelombang Model VI

7. Model VII : Panjang 10 cm, Tinggi 7 cm, lebar 7 cm, kemiringan belakang talud
63° dan kemiringan depan talud 27°

Gambar 3.10 Pemecah Gelombang Model VII

8. Model VIII : Panjang 10 cm, Tinggi 5 cm, lebar 7 cm, kemiringan belakang talud
63° dan kemiringan depan talud 34°

Gambar 3.11 Pemecah Gelombang Model VIII

III - 7
Tabel 3.1 Rancangan Simulasi Model

Variasi
Frekuensi Kedalaman Air
Model HB LB Өb Өd Ket.
Gelombang (cm)
(Hz)
4 6, 7.5, 10, 12.5, 15
M1 5 cm 10 cm 45° 27° 5 6, 7.5, 10, 12.5, 15 Overtopping
6 6, 7.5, 10, 12.5, 15
4 6, 7.5, 10, 12.5, 15
M2 5 cm 10 cm 45° 34° 5 6, 7.5, 10, 12.5, 15 Overtopping
6 6, 7.5, 10, 12.5, 15
4 6, 7.5, 10, 12.5, 15
M3 5 cm 10 cm 63° 27° 5 6, 7.5, 10, 12.5, 15 Overtopping
6 6, 7.5, 10, 12.5, 15
4 6, 7.5, 10, 12.5, 15
M4 5 cm 10 cm 63° 34° 5 6, 7.5, 10, 12.5, 15 Overtopping
6 6, 7.5, 10, 12.5, 15
4 7.5, 10, 12.5, 15
M5 7 cm 10 cm 45° 27° 5 7.5, 10, 12.5, 15 Overtopping
6 7.5, 10, 12.5, 15
4 7.5, 10, 12.5, 15
M6 7 cm 10 cm 45° 34° 5 7.5, 10, 12.5, 15 Overtopping
6 7.5, 10, 12.5, 15
4 7.5, 10, 12.5, 15
M7 7 cm 10 cm 63° 27° 5 7.5, 10, 12.5, 15 Overtopping
6 7.5, 10, 12.5, 15
4 7.5, 10, 12.5, 15
M8 7 cm 10 cm 63° 34° 5 7.5, 10, 12.5, 15 Overtopping
6 7.5, 10, 12.5, 15

III - 8
3.6 Tata Cara Pelaksanaan Penelitian

titik pengukuran tinggi titik pengukuran tinggi


di belakang breakwater di depan breakwater
breakwater

Gambar 3.12 Sketsa Saluran gelombang Overtopping

Secara garis besar prosedur perolehan data adalah sebagai berikut :


1. Mula-mula mengatur kemiringan (m) dasar saluran sebesar 0 %
2. Kemudian masukkan model pemecah gelombang (breakwater) dan alat pembangkit
gelombang (wave generator) ke dalam flume.
3. Mengatur tinggi muka air diam yang direncanakan dengan menggunakan mesin
pompa pada flume.
4. Setelah semua komponen siap, running dimulai dengan membangkitkan gelombang
dengan menyalakan mesin wave generator.
5. Frekuensi gelombang ditentukan pada pengatur frekuensi .
6. Elevasi muka air diukur sebanyak 2 titik di depan model dan 2 titik di belakang
model.
7. Prosedur poin 1 sampai 6 dilakukan lagi pada setiap variasi tinggi dan kemiringan
talud pada pemecah gelombang yang lain.

III - 9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian Laboratorium


4.1.1 Panjang Gelombang
Penentuan panjang gelombang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Pengukuran langsung (Visual)
Untuk pengukuran langsung di laboratorium dapat diketahui secara visual
dengan mengukur panjang gelombang langsung yang terdiri dari 1 bukit dan 1
lembah. Dapat dilihat pada gambar 4.1

Gambar 4.1 Sketsa Panjang Gelombang

2. Teoritis
a. Metode iterasi
Untuk metode iterasi menggunakan persamaan panjang gelombang yang
memerlukan data periode.
b. Menggunakan tabel
Untuk mengggunakan tabel kita juga cukup membutuhkan data periode saja.

Pada penelitian ini, digunakan panjang gelombang yang dihitung dengan


menggunakan tabel yang memerlukan data periode.

IV-1
4.1.2 Pengukuran Elevasi Gelombang
Pengukuran elevasi gelombang dilakukan 2 titik di depan model dan 2 titik di
belakang model, seperti pada gambar 4.2 di bawah ini.

Peredam Gelombang Gelombang Rencana

Wave Generator

Model Pemecah Gelombang

Titik Pengukuran Titik Pengukuran


Elevasi Gelombang di Elevasi Gelombang di
Depan Model Belakang Model

Gambar 4.2 Sketsa Pengukuran Elevasi Gelombang


Jarak antar titik pengukuran yang satu dengan lainnya sama dan diatur pada satu
panjang gelombang, yang dapat diketahui melalui gelombang air yang terdiri atas 1 bukit
dan 1 lembah. Data utama yang diamati dan dicatat selama pengujian di laboratorium
adalah elevasi gelombang di depan dan di belakang model.

IV-2
4.2 Kondisi Gelombang Hasil Set Up Alat Tanpa Pemecah Gelombang
Tabel 4.1 Data Hasil Set Up Alat
d F T Lukur hmax hmin H
(cm) (hz) (s) (cm) (cm) (cm) (cm)
4 3.750 53 7.1 4.9 2.2
6 5 3.000 33 6.8 4.9 1.9
6 2.500 23 6.8 4.8 2
4 3.750 51 9 6.5 2.5
7.5 5 3.000 34 8.7 6.3 2.4
6 2.500 25 8.8 6.5 2.3
4 3.750 52 11.8 8.4 3.4
10 5 3.000 33 12.3 8.2 4.1
6 2.500 26 11.4 8.7 2.7
4 3.750 52 14.2 10.6 3.6
12.5 5 3.000 32 14.9 10.3 4.6
6 2.500 22 13.7 10.8 2.9
4 3.750 51 17.4 13.1 4.3
15 5 3.000 33 18.4 12.8 5.6
6 2.500 26 16.8 13.4 3.4

Dari data hasil set up alat di atas kita dapat mengetahui kondisi gelombang
dengan mengunakan perbandingan antara kedalaman air (d) dan panjang gelombang (L)
(d/L).
Contoh perhitungan untuk d = 6 cm
Diketahui : d = 6 cm
Lukur = 53 cm

Maka : =
6
=
53
= 0.113

Berdasarkan persamaan 2.1, 2.2, dan 2.3 jika d/Lukur < 1/20, maka gelombang
berada di laut dangkal. Jika 1/20 < d/ Lukur < ½, maka gelombang berada di laut transisi,
dan jika d/ Lukur < ½, maka gelombang berada di laut dalam.

IV-3
Tabel 4.2 Data Hasil d/Lukur
Lukur Kondisi
d (cm) d/Lukur
(cm) Gelombang
53 0.113 Laut transisi
6 33 0.182 Laut transisi
23 0.261 Laut transisi
51 0.147 Laut transisi
7.5 34 0.221 Laut transisi
25 0.300 Laut transisi
52 0.192 Laut transisi
10 33 0.303 Laut transisi
26 0.385 Laut transisi
52 0.240 Laut transisi
12.5 32 0.391 Laut transisi
22 0.568 Laut dalam
51 0.294 Laut transisi
15 33 0.455 Laut transisi
26 0.577 Laut dalam

4.2.1 Grafik Hubungan Antara Frekuensi (Hz) dan Lukur (cm) untuk Setiap Tinggi
Muka Air Diam (d)
Dengan menggunakan data hasil set up alat, hubungan antara Frekuensi (Hz) dan
Lukur (cm) digambarkan dalam bentuk grafik hubungan antara. Lukur sebagai variabel
sumbu Y dan Frekuensi sebagai variabel sumbu X. Untuk setiap variasi kedalam muka
air diam (d).

Grafik Hubungan antara f (Hz) L ukur (cm)


55
50
45
L ukur (cm)

40
35
30
25
20
3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
f (Hz)
d = 6 cm d = 7.5 cm d = 10 cm d = 12.5 cm d = 15 cm
d = 6 cm d = 7.5 cm d = 10 cm d = 12.5 d = 15 cm
Gambar 4.3. Grafik Hubungan antara f (Hz) dan Lukur (cm)
Gambar 4.3. menunjukkan bahwa grafik Lukur menurun akibat frekuensi yang
bertambah. Dan dapat disimpulkan bahwa semakin kecil frekuensi gelombang maka
semakin besar panjang gelombangnya.

IV-4
4.2.2 Grafik Hubungan Antara d (cm) dan H (cm) untuk Setiap Variasi Frekuensi
Dengan menggunakan data hasil set up alat, hubungan antara kedalaman muka
air (d) dan tinggi gelombang (H) digambarkan dalam bentuk grafik hubungan antara. H
sebagai variabel sumbu Y dan d sebagai variabel sumbu X. Untuk setiap variasi kedalam
muka air diam (d).

Grafik Hubungan antara d (cm) dan H (cm)


6.5

5.5

4.5
H (cm)

3.5

2.5

1.5
5 7 9 11 13 15 17
d (cm)
f=4 f=5 f=6
Linear (f = 4) Linear (f = 5) Linear (f = 6)

Gambar 4.4. Grafik Hubungan antara H (cm) dan d (cm)

Gambar 4.4. menunjukkan bahwa tinggi gelombang cenderung meningkat saat


ketinggian muka air diam meningkat.

4.2.3 Grafik Hubungan Antara f (Hz) dan H (cm)


Dengan menggunakan data hasil set up alat, hubungan antara d (cm) dan H (cm)
digambarkan dalam bentuk grafik hubungan antara. H sebagai variabel sumbu Y dan d
sebagai variabel sumbu X. Untuk setiap variasi kedalam muka air diam (d).

Grafik Hubungan antara f (Hz) dan H (cm)


6
5
H (cm)

4
3
2
1
3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
f (Hz)

d = 6 cm d = 7.5 cm d = 10 cm d = 12.5 cm d = 15 cm
d = 6 cm d = 7.5 cm d = 10 cm d = 12.5 cm d = 15 cm
Gambar 4.5. Grafik Hubungan antara f (Hz) dan H (cm)

IV-5
Gambar 4.5. menunjukkan bahwa grafik H menurun cenderung saat frekuensi
gelombang makin besar.

4.3 Data Tinggi Gelombang

Dari hasil eksperimen dan pengukuran tinggi gelombang di tiap titik lokasi
pengamatan diambil nilai tinggi gelombang maksimum Hmax dan tinggi gelombang
minimum Hmin, baik di depan maupun di belakang model. Pencatatan elevasi gelombang
menggunakan mistar yang dibuat dengan menggunakan milimeterblok dengan skala
pembacaan hingga ketelitian milimeter. Berikut disajikan tabel hasil tinggi gelombang
untuk tiap–tiap model.

Tinggi gelombang pada HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz , posisi depan breakwater (titik 1)


Tabel 4.3 Model I (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 1)
Tipe d HB f T hmax hmin
No. Data
Model (cm) (cm) (Hz) (s) (cm) (cm)
1 M1-B1 6 5 4 0.25 7.1 4.9
Model 2 M1-B2 6 5 4 0.25 7.1 4.9
1 3 M1-B3 6 5 4 0.25 7.2 4.9
4 M1-B4 6 5 4 0.25 7.2 4.8

Tabel 4.4 Model II (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 1)


Tipe d HB f hmax hmin
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M2-B1 6 5 4 0.25 6.7 5
Model 2 M2-B2 6 5 4 0.25 6.7 5
2 3 M2-B3 6 5 4 0.25 6.7 4.9
4 M2-B4 6 5 4 0.25 6.7 4.9

IV-6
Table 4.5 Model III (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 1)
Tipe d HB f hmax hmin
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M3-B1 6 5 4 0.25 7 4.9
Model 2 M3-B2 6 5 4 0.25 7 4.9
3 3 M3-B3 6 5 4 0.25 7 4.8
4 M3-B4 6 5 4 0.25 7 4.8

Table 4.6 Model IV (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 1)


Tipe d HB f hmax hmin
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M4-B1 6 5 4 0.25 7.1 4.5
Model 2 M4-B2 6 5 4 0.25 7.1 4.6
3 3 M4-B3 6 5 4 0.25 7.1 4.6
4 M4-B4 6 5 4 0.25 7.1 4.6

Tinggi gelombang pada HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz , posisi depan breakwater (titik 2)


Tabel 4.7 Model I (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 2)
hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M1-B1 6 5 4 0.25 6.9 5.1
Model 2 M1-B2 6 5 4 0.25 6.9 5.1
1 3 M1-B3 6 5 4 0.25 6.9 5.1
4 M1-B4 6 5 4 0.25 6.9 5.1

Tabel 4.8 Model II (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 2)


hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
`1 M2-B1 6 5 4 0.25 5.8 4.9
Model 2 M2-B2 6 5 4 0.25 5.8 4.9
2 3 M2-B3 6 5 4 0.25 5.8 4.9
4 M2-B4 6 5 4 0.25 5.8 4.9

IV-7
Tabel 4.9 Model III (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 2)
hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
`1 M3-B1 6 5 4 0.25 6.9 4.8
Model 2 M3-B2 6 5 4 0.25 6.8 4.8
3 3 M3-B3 6 5 4 0.25 6.8 4.8
4 M3-B4 6 5 4 0.25 6.8 4.8

Tabel 4.10 Model IV (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 2)


hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
`1 M4-B1 6 5 4 0.25 8.2 5
Model 2 M4-B2 6 5 4 0.25 8.2 4.9
4 3 M4-B3 6 5 4 0.25 8.2 4.9
4 M4-B4 6 5 4 0.25 8.2 4.9

Tinggi gelombang pada HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz , posisi belakang breakwater (titik


3)
Tabel 4.11 Model I (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 3)
hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M1-B1 6 5 4 0.25 7.3 6.3
Model 2 M1-B2 6 5 4 0.25 7.3 6.3
1 3 M1-B3 6 5 4 0.25 7.3 6.3
4 M1-B4 6 5 4 0.25 7.3 6.3

Tabel 4.12 Model II (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 3)


hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M2-B1 6 5 4 0.25 7.2 6.2
Model 2 M2-B2 6 5 4 0.25 7.2 6.2
2 3 M2-B3 6 5 4 0.25 7.2 6.2
4 M2-B4 6 5 4 0.25 7.2 6.2

IV-8
Tabel 4.13 Model III (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 3)
hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M3-B1 6 5 4 0.25 7.2 6.5
Model 2 M3-B2 6 5 4 0.25 7.2 6.5
3 3 M3-B3 6 5 4 0.25 7.2 6.5
4 M3-B4 6 5 4 0.25 7.2 6.5

Tabel 4.14 Model IV (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 3)


hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M4-B1 6 5 4 0.25 7.2 6.4
Model 2 M4-B2 6 5 4 0.25 7.2 6.4
4 3 M4-B3 6 5 4 0.25 7.2 6.3
4 M4-B4 6 5 4 0.25 7.2 6.3

Tinggi gelombang pada HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz , posisi belakang breakwater (titik


4)
Tabel 4.15 Model I (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 4)
hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M1-B1 6 5 4 0.25 7.2 6.5
Model 2 M1-B2 6 5 4 0.25 7.3 6.4
1 3 M1-B3 6 5 4 0.25 7.2 6.5
4 M1-B4 6 5 4 0.25 7.2 6.5

Tabel 4.16 Model II (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 4)


hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M2-B1 6 5 4 0.25 7.2 6.5
Model 2 M2-B2 6 5 4 0.25 7.2 6.5
2 3 M2-B3 6 5 4 0.25 7.2 6.5
4 M2-B4 6 5 4 0.25 7.2 6.5

IV-9
Tabel 4.17 Model III (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 4)
hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M3-B1 6 5 4 0.25 6.9 5.8
Model 2 M3-B2 6 5 4 0.25 6.8 5.8
3 3 M3-B3 6 5 4 0.25 6.8 5.8
4 M3-B4 6 5 4 0.25 6.8 5.8

Tabel 4.18 Model IV (HB = 5 cm, d = 6 cm , f = 4 Hz pada titik 4)


hmax hmin
Tipe d HB f
No. Data T (s)
Model (cm) (cm) (Hz) (cm) (cm)
1 M4-B1 6 5 4 0.25 7.6 6.8
Model 2 M4-B2 6 5 4 0.25 7.6 6.8
3 3 M4-B3 6 5 4 0.25 7.6 6.8
4 M4-B4 6 5 4 0.25 7.6 6.8

Data tinggi gelombang untuk kondisi tenggelam dan tidak tenggelam berbagai model
pemecah gelombang dapat dilihat pada lampiran.

4.3.1 Koefisien Transmisi (KT)

Tinggi gelombang transmisi (HT) dapat diselesaikan dengan persamaan (2.14).


Salah satu contoh perhitungan gelombang transmisi pada Model 1 HB 5 cm M1-B1, yaitu:
Diketahui : (h ) = 7,3 cm
(h ) = 6,3 cm
H = (h ) − (h )
H = 7,3 − 6,3
H = 1 cm

Tinggi gelombang datang (HI) dapat diselesaikan dengan persamaan (2.13). Salah
satu contoh perhitungan gelombang transmisi pada Model 1 HB 5 cm M1-B1, yaitu :
Diketahui : H max = 7,150 cm
H min = 4,875 cm
H =h − h
H = 7,150 − 4,875
H = 2,275 cm

IV-10
Sehingga besarnya koefisien transmisi (KT) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (2.12) sebagai berikut :

Diketahui : Hi = 2,275 cm
HT = 1 cm
H
K =
H
1
K =
2,275
K = 0,440

IV-11
Tabel 4.19 Pehitungan KT Pada Model I HB = 5 cm dan d = 6 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L KT = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 6 5 4 3.75 10 52.000 0.115 0.154 38.909 0.748 0.129 7.150 4.875 7.300 6.300 2.275 1.000 0.440 1.200 0.192
Model 1 2 M1-B2 6 5 5 3 10 41.000 0.146 0.180 33.286 0.812 0.150 6.950 4.875 7.025 6.200 2.075 0.825 0.398 1.200 0.244
3 M1-B3 6 5 6 2.5 10 21.000 0.286 0.299 20.046 0.955 0.249 6.625 5.025 6.800 6.500 1.600 0.300 0.188 1.200 0.476

Tabel 4.20 Pehitungan KT Pada Model I HB = 5 cm dan d = 7,5 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L KT = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 7.5 5 4 3.75 10 53.000 0.142 0.176 42.563 0.803 0.117 9.800 6.300 9.200 7.400 3.500 1.800 0.514 1.500 0.189
Model 1 2 M1-B2 7.5 5 5 3 10 31.000 0.242 0.261 28.748 0.927 0.174 9.350 6.375 8.850 7.200 2.975 1.650 0.555 1.500 0.323
3 M1-B3 7.5 5 6 2.5 10 23.000 0.326 0.336 22.333 0.971 0.224 8.850 6.600 8.750 7.600 2.250 1.150 0.511 1.500 0.435

Perhitungan tinggi gelombang datang (Hi), tinggi gelombang transmisi (HT), koefisien transmisi (KT) untuk berbagai model pemecah
gelombang dan kedalaman secara rinci dapat dilihat pada lampiran.

IV-12
4.4 Pembahasan
Pada penelitian ini, terdapat 4 jenis variasi yakni pada kemiringan model pemecah
gelombang, kedalaman air, frekuensi gelombang dan tinggi pemecah gelombang.
Untuk variasi model, terdapat 8 jenis model yaitu Model 1 dengan lebar model
(HB) = 5 cm, panjang model (LB) = 10 cm, kemiringan depan model (θd) = 27°,
kemiringan belakang (θb) = 45°, Model 2 dengan lebar model (HB) = 5 cm, panjang
model (LB) = 10 cm, kemiringan depan model (θd) = 34°, kemiringan belakang (θb) =
45°, Model 3 dengan lebar model (HB) = 5 cm, panjang model (LB) = 10 cm, kemiringan
depan model (θd) = 27°, kemiringan belakang (θb) = 63°, Model 4 dengan lebar model
(HB) = 5 cm, panjang model (LB) = 10 cm, kemiringan depan model (θd) = 34°,
kemiringan belakang (θb) = 63°, Model 5 dengan lebar model (HB) = 7 cm, panjang
model (LB) = 10 cm, kemiringan depan model (θd) = 27°, kemiringan belakang (θb) =
45°, Model 6 dengan lebar model (HB) = 7 cm, panjang model (LB) = 10 cm, kemiringan
depan model (θd) = 34°, kemiringan belakang (θb) = 45°, Model 7 dengan lebar model
(HB) = 7 cm, panjang model (LB) = 10 cm, kemiringan depan model (θd) = 27°,
kemiringan belakang (θb) = 63°, Model 8 dengan lebar model (HB) = 7 cm, panjang
model (LB) = 10 cm, kemiringan depan model (θd) = 34°, kemiringan belakang (θb) =
63°.
Untuk 4 model pemecah gelombang dengan HB 5 cm, memiliki 5 kondisi
kedalaman air. Yaitu 6 cm, 7.5 cm, 10 cm, 12,5 cm, 15 cm. Sedangkan untuk 4 model
pemecah gelombang dengan HB 7 cm, memiliki 4 kondisi kedalaman air. Yaitu 7,5 cm
,10 cm, 12,5 cm, 10 cm.
Untuk variasi frekuensi gelombang digunakan frekuensi 4 Hz, 5 Hz dan 6 Hz.

4.4.1 Hubungan Parameter KT dengan d/HB Untuk Setiap Variasi Frekuensi Pada
Masing-Masing Variasi Tinggi Pemecah Gelombang
Dengan menggunakan data hasil perhitungan kedalaman air dan tinggi pemecah
gelombang (d/HB) dengan koefisien transmisi (KT) digambarkan dalam bentuk grafik
hubungan antara d/HB sebagai variabel sumbu X dan KT sebagai variabel sumbu Y. Untuk
setiap variasi frekuensi pada masing-masing variasi ketinggian pemecah gelombang
maka dihasilkan grafik seperti gambar berikut:

IV-13
HB 5 cm kondisi f = 4 Hz
Grafik Hubungan antara KT dan d/HB
f = 4 Hz
2.000
1.800
1.600
1.400
1.200
KT

1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1 2.3 2.5 2.7 2.9 3.1
d/HB
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.6. Grafik Hubungan KT dengan d/HB untuk f = 4 Hz pada HB = 5 cm

Gambar 4.6. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat tinggi


muka air diam (d) bertambah.
Semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa dengan tinggi pemecah
gelombang (HB) 5 cm tidak terlalu berpengaruh pada keadaan d/HB lebih dari 2.1 cm.

HB 5 cm kondisi f = 5 Hz
Grafik Hubungan antara KT dan d/HB
f = 5 Hz
2.000
1.800
1.600
1.400
1.200
KT

1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
1.10 1.30 1.50 1.70 1.90 2.10 2.30 2.50 2.70 2.90 3.10
d/HB
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.7. Grafik Hubungan KT dengan d/HB untuk f = 5 Hz pada HB = 5 cm

Gambar 4.7. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat tinggi


muka air diam (d) bertambah.

IV-14
Semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa dengan tinggi pemecah
gelombang (HB) 5 cm tidak terlalu berpengaruh pada keadaan d/HB lebih dari 2.1 cm.

HB 5 cm kondisi f = 6 Hz
Grafik Hubungan antara KT dan d/HB
2.000
f = 6 Hz
1.800
1.600
1.400
1.200
KT

1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
1.10 1.30 1.50 1.70 1.90 2.10 2.30 2.50 2.70 2.90 3.10
d/HB
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.8. Grafik Hubungan KT dengan d/HB untuk f = 6 Hz pada HB = 5 cm

Gambar 4.8. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat tinggi


muka air diam (d) bertambah.
Semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa dengan tinggi pemecah
gelombang (HB) 5 cm tidak terlalu berpengaruh pada keadaan d/HB lebih dari 2.1 cm.

HB 7 cm kondisi f = 4 Hz

Grafik Hubungan antara KT dan d/HB


f = 4 Hz
1.200

1.000

0.800

0.600
KT

0.400

0.200

0.000
1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200
d/HB

Model 5 Model 6 Model 7 Model 8


Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.9. Grafik Hubungan KT dengan d/HB untuk f = 4 Hz pada HB = 7 cm

IV-15
Gambar 4.9. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat tinggi
muka air diam (d) bertambah.
Semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa dengan tinggi pemecah
gelombang (HB) 7 cm tidak terlalu berpengaruh pada keadaan d/HB lebih dari 1.6 cm.

HB 7 cm kondisi f = 5 Hz

Grafik Hubungan antara KT dan d/HB


1.200 f = 5 Hz
1.000
0.800
0.600
KT

0.400
0.200
0.000
1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200
d/HB
Model 5 Model 6 Model 7 Model 8
Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.10. Grafik Hubungan KT dengan d/HB untuk f = 5 Hz pada HB = 7 cm

Gambar 4.10. Gambar 4.5. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat


akibat tinggi muka air diam (d) bertambah.
Semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa dengan tinggi pemecah
gelombang (HB) 7 cm tidak terlalu berpengaruh pada keadaan d/ HB lebih dari 1.6 cm.

HB 7 cm kondisi f = 6 Hz

Grafik Hubungan antara KT dengan d/HB


1.200
f = 6 Hz
1.000
0.800
0.600
KT

0.400
0.200
0.000
1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2.200
d/HB
Model 5 Model 6 Model 7 Model 8
Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.11. Grafik Hubungan KT dengan d/HB untuk f = 6 Hz pada HB = 7 cm


IV-16
Gambar 4.11. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat tinggi
muka air diam (d) bertambah.
Semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa dengan tinggi pemecah
gelombang (HB) 7 cm tidak terlalu berpengaruh pada keadaan d/HB lebih dari 1.6 cm.

4.4.2 Hubungan Parameter KT dengan T untuk Setiap Tinggi Mukai Air Diam
Dengan menggunakan data hasil perhitungan periode gelombang (T) dengan
koefisien transmisi (KT), digambarkan dalam bentuk grafik hubungan antara T sebagai
variabel sumbu Y dan KT sebagai variabel sumbu X. Untuk setiap variasi kedalaman
muka air diam (d) pada masing-masing variasi ketinggian pemecah gelombang maka
dihasilkan grafik seperti gambar berikut.

HB 5 cm kondisi d = 6 cm
Grafik Hubungan antara KT dan T
d = 6 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
KT

1.100
0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80
T
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.12. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 6 cm pada HB = 5 cm

Gambar 4.12. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat


bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

IV-17
HB 5 cm kondisi d = 7.5 cm
Grafik Hubungan antara KT dan T
d = 7.5 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
KT

1.100
0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80
T
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.13. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 7.5 cm pada HB = 5 cm

Gambar 4.13. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat


bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 5 cm kondisi d = 10 cm

Grafik Hubungan antara KT dan T


d = 10 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
KT

1.100
0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80
T
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.14. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 10 cm pada HB = 5 cm

IV-18
Gambar 4.14. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat
bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 5 cm kondisi d = 12.5 cm

Grafik Hubungan antara KT dan T


d = 12.5 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
1.100
KT

0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80
T

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4


Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.15. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 12.5 cm pada HB = 5 cm

Gambar 4.15. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat


bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

IV-19
HB 5 cm kondisi d = 15 cm

Grafik Hubungan antara KT dan T


d = 15 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
1.100
KT

0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80
T
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.16. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 15 cm pada HB = 5 cm

Gambar 4.16. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat


bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 7 cm kondisi d = 7.5 cm
Grafik Hubungan antara KT dan T
d = 7.5 cm
1.000
0.900
0.800
0.700
0.600
0.500
KT

0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80
T

Model 5 Model 6 Model 7 Model 8


Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.17. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 7.5 cm pada HB = 7 cm

IV-20
Gambar 4.17. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat
bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 7 cm kondisi d = 10 cm

Grafik Hubungan antara KT dan T


d = 10 cm
1.000
0.900
0.800
0.700
0.600
KT

0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
2.40 2.60 2.80 3.00 T 3.20 3.40 3.60 3.80

Model 5 Model 6 Model 7 Model 8


Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.18. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 10 cm pada HB = 7 cm

Gambar 4.18. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat


bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

IV-21
HB 7 cm kondisi d = 12.5 cm

Grafik Hubungan antara KT dan T


f = 12.5 cm
1.000
0.900
0.800
0.700
0.600
0.500
KT

0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80
T

Model 5 Model 6 Model 7 Model 8


Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.19. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 12.5 cm pada HB = 7 cm

Gambar 4.19. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat


bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 7 cm kondisi d = 15 cm

Grafik Hubungan antara KT dan T


f = 15 cm
1.000
0.900
0.800
0.700
0.600
KT

0.500
0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80
T
Model 5 Model 6 Model 7 Model 8
Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.20. Grafik Hubungan KT dengan T untuk d = 15 cm pada HB = 7 cm


IV-22
Gambar 4.20. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat
bertambahnya periode waktu (T).
Dengan semakin meningkatnya nilai KT menunjukan bahwa pemecah tidak
terlalu berpengaruh terhadap gelombang yang mempunyai periode gelombang yang
cukup besar. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan T pada saat
kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

4.4.3 Hubungan Parameter KT dengan Lb/Lo Untuk Setiap Tinggi Mukai Air
Diam
Dengan menggunakan data hasil perhitungan panjang pemecah gelombang (LB)
dan Panjang gelombang ukur (Lo) dengan koefisien transmisi (KT), digambarkan dalam
bentuk grafik hubungan antara LB/Lo sebagai variabel sumbu Y dan KT sebagai variabel
sumbu X. Untuk setiap variasi kedalaman muka air diam (d) pada masing-masing variasi
ketinggian pemecah gelombang maka dihasilkan grafik seperti gambar berikut.

HB 5 cm kondisi d = 6 cm
Grafik Hubungan antara KT dan LB/Lo
d = 6 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
1.100
KT

0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500
LB/Lo
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.21. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 6 cm pada HB = 5 cm

Gambar 4.21. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat


berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang

IV-23
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
LB/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 5 cm kondisi d = 7.5 cm
Grafik Hubungan antara KT dan Lb/Lo
d = 7.5 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
1.100
KT

0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500
LB/Lo
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.22. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 7.5 cm pada HB = 5 cm

Gambar 4.22. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat


berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
LB/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

IV-24
HB 5 cm kondisi d = 10 cm
Grafik Hubungan antara KT dan LB/Lo
d = 10 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
KT

1.100
0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
0.150 0.200 0.250 0.300 L /Lo 0.350 0.400 0.450 0.500
B

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4


Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.23. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 10 cm pada HB = 5 cm

Gambar 4.23. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat


berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
Lb/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 5 cm kondisi d = 12.5 cm

Grafik Hubungan antara KT dan LB/Lo


d = 12.5 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
KT

1.100
0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500
LB/Lo

Model 1 Model 2 Model 3 Model 4


Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.24. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 12.5 cm pada HB = 5 cm


IV-25
Gambar 4.24. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat
berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
LB/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 5 cm kondisi d = 15 cm
Grafik Hubungan antara KT dan LB/Lo
d = 15 cm
2.100
1.900
1.700
1.500
1.300
1.100
KT

0.900
0.700
0.500
0.300
0.100
0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500 0.550
LB/Lo
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4
Model 1 Model 2 Model 3 Model 4

Gambar 4.25. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 15 cm pada HB = 5 cm

Gambar 4.25. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat


berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
LB/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

IV-26
HB 7 cm kondisi d = 7.5 cm

Grafik Hubungan antara KT dan LB/Lo


d = 7.5 cm
1.000
0.900
0.800
0.700
0.600
0.500
KT

0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55
LB/Lo

Model 5 Model 6 Model 7 Model 8


Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.26. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 7.5 cm pada HB = 7 cm

Gambar 4.26. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat


berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
LB/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 7 cm kondisi d = 10 cm
Grafik Hubungan antara KT dan LB/Lo
d = 10 cm
1.000
0.900
0.800
0.700
0.600
0.500
KT

0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55
LB/Lo

Model 5 Model 6 Model 7 Model 8


Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.27. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 10 cm pada HB = 7 cm

IV-27
Gambar 4.27. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat
berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
LB/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

HB 7 cm kondisi d = 12.5 cm
Grafik Hubungan antara KT dan LB/Lo
d = 12.5 cm
1.000
0.900
0.800
0.700
0.600
0.500
KT

0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55
LB/Lo

Model 5 Model 6 Model 7 Model 8


Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.28. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 12.5 cm pada HB = 7 cm

Gambar 4.28. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat


berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
LB/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

IV-28
HB 7 cm kondisi d = 15 cm
Grafik Hubungan antara Kt dan Lb/Lo
d = 15 cm
1.000
0.900
0.800
0.700
0.600
0.500
Kt

0.400
0.300
0.200
0.100
0.000
0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50 0.55
Lb/Lo

Model 5 Model 6 Model 7 Model 8


Model 5 Model 6 Model 7 Model 8

Gambar 4.29. Grafik Hubungan KT dengan LB/Lo untuk d = 15 cm pada HB = 7 cm

Gambar 4.29. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat


berkurangnya panjang gelombang (Lo), dimana panjang pemecah gelombang adalah
konstan.
Dengan semakin menurunnya nilai KT menunjukan bahwa cukup pemecah
mempengaruhi nilai transmisi gelombang pada gelombang yang memiliki nilai panjang
gelombang cukup kecil. Dan dapat dilihat pada setiap grafik hubungan antara KT dan
Lb/Lo pada saat kedalaman air (d) bertambah, maka grafik KT pun meningkat.

4.4.4 Hubungan Parameter KT dengan m (kemiringan) Untuk Setiap Tinggi


Mukai Air Diam
Dengan menggunakan data hasil kemiringan (m) dengan koefisien transmisi (KT)
digambarkan dalam bentuk grafik hubungan antara m sebagai variabel sumbu X dan KT
sebagai variabel sumbu Y. Untuk setiap jenis model maka dihasilkan grafik seperti
gambar berikut :

IV-29
A. Kondisi HB = 5 cm pada Model dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

HB 5 cm kondisi d = 6 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


d = 6 cm
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
KT

1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.30. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 6 cm pada model 1 dan model
2 dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

Gambar 4.30. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m. Sehingga untuk kedalaman air (d) = 6 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

HB 5 cm kondisi d = 7.5 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


d = 7.5 cm
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
KT

1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.31. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 7.5 pada model 1 dan model 2
dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

IV-30
Gambar 4.31. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya
nilai m. Sehingga untuk kedalaman air (d) = 7.5 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

HB 5 cm kondisi d = 10 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


2
d = 10 cm
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
KT

1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.32. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 10 cm pada model 1 dan model
2 dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

Gambar 4.32 menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat bertambahnya


nilai m. Sehingga untuk kedalaman air (d) = 10 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin kecil.

HB 5 cm kondisi d = 12.5 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


2
d = 12.5 cm
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
KT

1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.33. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm pada model 1 dan
model 2 dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)
IV-31
Gambar 4.33. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya
nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 12.5 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

HB 5 cm kondisi d = 15 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


d = 15 cm
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
KT

1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.34. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 15 cm pada model 1 dan model
2 dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

Gambar 4.34. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 15 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

IV-32
B. Kondisi HB = 5 cm pada Model dengan m belakang = 1:0.5 (θb = 63°)

HB 5 cm kondisi d = 6 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


d = 6 cm
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
KT

1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.35. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 6 cm pada model 3 dan model
4 dengan m belakang = 1:0.5 (θb = 63°)

Gambar 4.35. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 6 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

HB 5 cm kondisi d = 7.5 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


d = 7.5 cm
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
KT

1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.36. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 7.5 cm pada model 3 dan
model 4 dengan m belakang = 1:0.5 (θb = 63°)
IV-33
Gambar 4.36. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat
bertambahnya nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 7.5 cm dapat disimpulkan
bahwa semakin besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan
semakin besar.

HB 5 cm kondisi d = 10 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


d = 10 cm
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
KT

1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.37. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 10 cm pada model 3 dan model
4 dengan m belakang = 1:0.5 (θb = 63°)

Gambar 4.37. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 10 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

IV-34
HB 5 cm kondisi d = 12.5 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


d = 12.5 cm
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
KT

1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.38. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm pada model 3 dan
model 4 dengan m belakang = 1:0.5 (θb = 63°)

Gambar 4.38. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m. Sehingga untuk kedalaman air (d) = 12.5 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

HB 5 cm kondisi d = 15 cm

Grafik Hubungan antara KT dan m


d = 15 cm
2
1.9
1.8
1.7
1.6
1.5
1.4
1.3
KT

1.2
1.1
1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.39. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm pada model 3 dan
model 4 dengan m belakang = 1:0.5 (θb = 63°)

IV-35
Gambar 4.39. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya
nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 15 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

C. Kondisi HB = 7 cm pada Model dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

HB 7 cm kondisi d = 7.5 cm
Grafik Hubungan antara KT dan m
d = 7,5 cm
1
0.9
0.8
0.7
KT

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.40. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 7.5 cm pada model 5 dan
model 6 dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

Gambar 4.40. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 7.5 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

IV-36
HB 7 cm kondisi d = 10 cm
Grafik Hubungan antara KT dan m
d = 10 cm
1
0.9
0.8
0.7
KT

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.41. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 10 cm pada model 5 dan model
6 dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

Gambar 4.41. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 10 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

HB 7 cm kondisi d = 12.5 cm
Grafik Hubungan antara KT dan m
d = 12,5 cm
1
0.9
0.8
0.7
KT

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.42. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm pada model 5 dan
model 6 dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

IV-37
Gambar 4.42. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat bertambahnya
nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 12.5 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin kecil.

HB 7 cm kondisi d = 15 cm
Grafik Hubungan antara KT dan m
d = 15 cm
1
0.9
0.8
0.7
KT

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.43. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 15 cm pada model 5 dan model
6 dengan m belakang = 1:1 (θb = 45°)

Gambar 4.43. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat bertambahnya


nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 15 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin kecil.

IV-38
D. Kondisi HB = 7 cm pada Model dengan m belakang = 1:0.5 (θb = 63°)

HB 7 cm kondisi d = 7.5 cm
Grafik Hubungan antara KT dan m
d = 7,5 cm
1
0.9
0.8
0.7
KT

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.44. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 7.5 cm pada model 7 dan
model 8 dengan m belakang = 1:0.5 (θb = 63°)

Gambar 4.44. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 7.5 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

HB 7 cm kondisi d = 10 cm
Grafik Hubungan antara KT dan m
d = 10 cm
1
0.9
0.8
0.7
KT

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5

f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.45. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 10 cm pada model 7 dan model
8 dengan m belakang = 1: 0.5 (θb = 63°)
IV-39
Gambar 4.45. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung menurun akibat bertambahnya
nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 10 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin kecil.

HB 7 cm kondisi d = 12.5 cm
Grafik Hubungan antara KT dan m
d = 12,5 cm
1
0.9
0.8
0.7
0.6
KT

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.46. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 12.5 cm pada model 7 dan
model 8 dengan m belakang = 1: 0.5 (θb = 63°)

Gambar 4.46. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya


nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 12.5 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

HB 7 cm kondisi d = 15 cm
Grafik Hubungan antara KT dan m
d = 15 cm
1
0.9
0.8
0.7
0.6
KT

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
1 1.5 m 2 2.5
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz
f = 4 Hz f = 5 Hz f = 6 Hz

Gambar 4.47. Grafik Hubungan KT dengan m untuk d = 15 cm pada model 7 dan model
8 dengan m belakang = 1: 0.5 (θb = 63°)
IV-40
Gambar 4.47. menunjukkan bahwa grafik KT cenderung meningkat akibat bertambahnya
nilai m, Sehingga untuk kedalaman air (d) = 15 cm dapat disimpulkan bahwa semakin
besar nilai m maka Koefisien yang ditransmisi atau diteruskan akan semakin besar.

IV-41
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa :

1. Parameter yang mempengaruhi transmisi gelombang adalah tinggi pemecah


gelombang (HB), periode gelombang (T), kemiringan pemecah gelombang (m),
panjang pemecah gelombang (Lb), dan panjang gelombang (Lo).
2. Pemecah gelombang yang bisa dikatakan efektif meredam gelombang yaitu
pemecah gelombang dengan nilai koefisien transmisi (KT) terkecil yaitu model I
dengan tinggi pemecah gelombang (HB) = 5 cm dan variasi kemiringan depan
sebesar 1:1.5 dengan sudut 27° dan kemiringan belakang sebesar 1:1 dengan sudut
45° dengan interval nilai KT 0.118 – 1.911.
3. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pengaruh variasi kemiringan talud tidak
simetris pada pemecah gelombang tipe tenggelam terhadap koefisien transmisi
gelombang memperlihatkan hasil pada kondisi f = 4 Hz, f = 5 Hz dan f = 6 Hz adalah
semakin kecil kemiringan pada bagian depan dan belakang pemecah gelombang,
maka nilai koefisien transmisi gelombang (KT) atau energi yang diteruskan akan
semakin kecil.

5.2. Saran

Penelitian ini jauh dari sempurna, masih banyak komponen yang belum termasuk
dalam kajian penelitian ini. Oleh karena itu disarankan pada penelitian berikutnya
mengkaji lebih lanjut beberapa kondisi berikut :
1. Diharapkan ada peneliti lain yang mengkaji lebih lanjut dengan variasi perletakkan
model, variasi arah gelombang, dan variasi kerapatan model.
2. Pembacaan gelombang sebaiknya menggunakan pembacaan secara otomatis, hal
ini dikarenakan pada pembacaan manual cenderung memiliki banyak kesalahan
pembacaan mistar pada flume.

V-1
DAFTAR PUSTAKA

CEM, (2003). Coastal Engineering Manual Part II. US Army Coastal Engineering Reaserch
Center, Wahington

CERC, (1984). Shore Proection Manual, US Army Coastal Engineering Research Centre,
Wahington

Horikawa, K. (1978). Coastal Engineering. University Of Tokyo Press. Tokyo.

Hughes, S.A. (1993). Physical Models and Laboratory Techniques in Coastal Engineering.
Coastal Engineering Research Center USA.

Hughes, S.A dkk, (2008). Physical Model Study of Wave Action in New Thomson Harbor.
Sitka. Alaska.

Pratikto, W. A, Armono, H. D, Suntoyo. (1997). Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut,


Yogyakarta.

Sorensen, R. (2006). Basic Coastel Engineering. Spinger. New York.

Triatmodjo, B. (1999), Teknik Pantai, Beta Offset. Yogyakarta

Triatmodjo, B. (2011). Perencanaan bangunan pantai, Beta offset. Yogyakarta

Van der Meer, J.W. (1994) & I.F.R Daement. (1994), Stability and wave transmission at low
Crested Rubble – Mound Structures. J. Waterway, Port, Coastal, and Ocean
Engineering, 120 (1) :1-19

Van der Meer, J. W. (1995), Conceptual Design of Rubble Mound Breakwaters

Warnock, J.E, (1950). Hydraulic Similitude, In Engineering Hydraulics, editing by H.


Rouse, Jhon Wiley & Sons, New York.

P-1
LAMPIRAN

L-1
Lampiran 1 : Tabel Hasil Pengukuran dan Pengambilan Data untuk HB = 5 cm

Tabel L.1 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Tiap Variasi Model untuk HB = 5 cm pada d = 6 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 M1-B1 4 3.75 2.275 1.800 1.000 0.750 2.275 1.800 1.000 0.750
Model 1 2 M1-B2 5 3 2.075 1.800 0.800 0.550 2.075 1.800 0.800 0.550
3 M1-B3 6 2.5 1.400 1.425 0.200 0.300 1.425 1.400 0.300 0.200
1 M2-B1 4 3.75 1.750 0.900 1.000 0.700 1.750 0.900 1.000 0.700
Model 2 2 M2-B2 5 3 1.975 1.600 0.800 0.550 1.975 1.600 0.800 0.550
3 M2-B3 6 2.5 1.425 1.250 0.300 0.300 1.425 1.250 0.300 0.300
1 M3-B1 4 3.75 2.150 2.025 0.700 1.025 2.150 2.025 1.025 0.700
Model 3 2 M3-B2 5 3 1.500 2.700 0.600 0.400 2.700 1.500 0.600 0.400
3 M3-B3 6 2.5 1.200 1.550 0.200 0.275 1.550 1.200 0.275 0.200
1 M4-B1 4 3.75 2.525 3.275 0.850 0.800 3.275 2.525 0.850 0.800
Model 4 2 M4-B2 5 3 2.000 1.550 0.800 0.475 2.000 1.550 0.800 0.475
3 M4-B3 6 2.5 1.325 1.175 0.300 0.300 1.325 1.175 0.300 0.300

L-1
Tabel L.2 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Tiap Variasi Model untuk HB = 5 cm pada d = 7.5 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 M1-B1 4 3.75 2.275 1.800 1.000 0.750 2.275 1.800 1.000 0.750
Model 1 2 M1-B2 5 3 2.075 1.800 0.800 0.550 2.075 1.800 0.800 0.550
3 M1-B3 6 2.5 1.400 1.425 0.200 0.300 1.425 1.400 0.300 0.200
1 M2-B1 4 3.75 1.750 0.900 1.000 0.700 1.750 0.900 1.000 0.700
Model 2 2 M2-B2 5 3 1.975 1.600 0.800 0.550 1.975 1.600 0.800 0.550
3 M2-B3 6 2.5 1.425 1.250 0.300 0.300 1.425 1.250 0.300 0.300
1 M3-B1 4 3.75 3.000 2.600 1.500 1.300 3.000 2.600 1.500 1.300
Model 3 2 M3-B2 5 3 2.650 2.600 1.400 1.000 2.650 2.600 1.400 1.000
3 M3-B3 6 2.5 2.175 1.800 1.000 0.850 2.175 1.800 1.000 0.850
1 M4-B1 4 3.75 2.800 2.800 1.700 1.200 2.800 2.800 1.700 1.200
Model 4 2 M4-B2 5 3 2.500 2.300 1.400 1.100 2.500 2.300 1.400 1.100
3 M4-B3 6 2.5 1.750 2.000 2.000 0.850 2.000 1.750 2.000 0.850

L-2
Tabel L.3 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Tiap Variasi Model untuk HB = 5 cm pada d = 10 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 M1-B1 4 3.75 2.275 1.800 1.000 0.750 2.275 1.800 1.000 0.750
Model 1 2 M1-B2 5 3 2.075 1.800 0.800 0.550 2.075 1.800 0.800 0.550
3 M1-B3 6 2.5 1.400 1.425 0.200 0.300 1.425 1.400 0.300 0.200
1 M2-B1 4 3.75 1.750 0.900 1.000 0.700 1.750 0.900 1.000 0.700
Model 2 2 M2-B2 5 3 1.975 1.600 0.800 0.550 1.975 1.600 0.800 0.550
3 M2-B3 6 2.5 1.425 1.250 0.300 0.300 1.425 1.250 0.300 0.300
1 M3-B1 4 3.75 3.300 2.900 3.075 2.300 3.300 2.900 3.075 2.300
Model 3 2 M3-B2 5 3 3.725 4.325 2.600 2.300 4.325 3.725 2.600 2.300
3 M3-B3 6 2.5 2.400 2.500 2.025 1.600 2.500 2.400 2.025 1.600
1 M4-B1 4 3.75 3.100 3.500 3.200 2.200 3.500 3.100 3.200 2.200
Model 4 2 M4-B2 5 3 3.950 3.600 0.600 2.300 3.950 3.600 2.300 0.600
3 M4-B3 6 2.5 2.300 2.500 2.075 1.600 2.500 2.300 2.075 1.600

L-3
Tabel L.4 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Tiap Variasi Model untuk HB = 5 cm pada d = 12.5 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 M1-B1 4 3.75 2.275 1.800 1.000 0.750 2.275 1.800 1.000 0.750
Model 1 2 M1-B2 5 3 2.075 1.800 0.800 0.550 2.075 1.800 0.800 0.550
3 M1-B3 6 2.5 1.400 1.425 0.200 0.300 1.425 1.400 0.300 0.200
1 M2-B1 4 3.75 1.750 0.900 1.000 0.700 1.750 0.900 1.000 0.700
Model 2 2 M2-B2 5 3 1.975 1.600 0.800 0.550 1.975 1.600 0.800 0.550
3 M2-B3 6 2.5 1.425 1.250 0.300 0.300 1.425 1.250 0.300 0.300
1 M3-B1 4 3.75 3.200 3.300 3.900 2.900 3.300 3.200 3.900 2.900
Model 3 2 M3-B2 5 3 5.000 4.100 3.900 3.600 5.000 4.100 3.900 3.600
3 M3-B3 6 2.5 3.000 2.700 3.000 2.800 3.000 2.700 3.000 2.800
1 M4-B1 4 3.75 3.000 3.100 3.900 3.100 3.100 3.000 3.900 3.100
Model 4 2 M4-B2 5 3 4.600 3.900 3.200 3.500 4.600 3.900 3.500 3.200
3 M4-B3 6 2.5 3.400 2.900 2.600 2.800 3.400 2.900 2.800 2.600

L-4
Tabel L.5 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Variasi Model untuk HB = 5 cm pada d = 15 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 M1-B1 4 3.75 2.275 1.800 1.000 0.750 2.275 1.800 1.000 0.750
Model 1 2 M1-B2 5 3 2.075 1.800 0.800 0.550 2.075 1.800 0.800 0.550
3 M1-B3 6 2.5 1.400 1.425 0.200 0.300 1.425 1.400 0.300 0.200
1 M2-B1 4 3.75 1.750 0.900 1.000 0.700 1.750 0.900 1.000 0.700
Model 2 2 M2-B2 5 3 1.975 1.600 0.800 0.550 1.975 1.600 0.800 0.550
3 M2-B3 6 2.5 1.425 1.250 0.300 0.300 1.425 1.250 0.300 0.300
1 M3-B1 4 3.75 3.750 3.400 3.500 3.800 3.750 3.400 3.800 3.500
Model 3 2 M3-B2 5 3 5.275 4.600 3.700 4.000 5.275 4.600 4.000 3.700
3 M3-B3 6 2.5 3.300 3.600 3.800 3.300 3.600 3.300 3.800 3.300
1 M4-B1 4 3.75 3.800 3.800 3.500 3.900 3.800 3.800 3.900 3.500
Model 4 2 M4-B2 5 3 4.600 4.300 3.350 4.000 4.600 4.300 4.000 3.350
3 M4-B3 6 2.5 2.900 3.400 2.800 2.400 3.400 2.900 2.800 2.400

L-5
Lampiran 2 : Tabel Hasil Pengukuran dan Pengambilan Data untuk HB = 7 cm

Tabel L.6 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Tiap Variasi Model untuk HB = 7 cm pada d = 7.5 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 M1-B1 4 3.75 3.900 3.900 0.700 0.600 3.900 3.900 0.700 0.600
Model 1 2 M1-B2 5 3 3.350 1.900 0.700 0.500 3.350 1.900 0.700 0.500
3 M1-B3 6 2.5 3.000 1.900 0.600 0.300 3.000 1.900 0.600 0.300
1 M2-B1 4 3.75 3.900 3.600 0.800 0.800 3.900 3.600 0.800 0.800
Model 2 2 M2-B2 5 3 3.500 1.500 0.700 0.500 3.500 1.500 0.700 0.500
3 M2-B3 6 2.5 3.200 1.800 0.400 0.400 3.200 1.800 0.400 0.400
1 M3-B1 4 3.75 3.700 4.500 1.000 0.800 4.500 3.700 1.000 0.800
Model 3 2 M3-B2 5 3 3.200 2.000 0.600 0.500 3.200 2.000 0.600 0.500
3 M3-B3 6 2.5 3.000 1.500 0.300 0.500 3.000 1.500 0.500 0.300
1 M4-B1 4 3.75 2.500 4.000 0.900 0.800 4.000 2.500 0.900 0.800
Model 4 2 M4-B2 5 3 2.500 2.400 0.800 0.700 2.500 2.400 0.800 0.700
3 M4-B3 6 2.5 2.600 2.400 0.500 0.700 2.600 2.400 0.700 0.500

L-6
Tabel L.7 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Tiap Variasi Model untuk HB = 7 cm pada d = 10 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 7.5 4 3.75 4.300 4.400 2.500 2.200 4.400 4.300 2.500 2.200
Model 1 2 7.5 5 3 4.100 3.500 1.900 1.700 4.100 3.500 1.900 1.700
3 7.5 6 2.5 3.000 2.500 1.700 1.400 3.000 2.500 1.700 1.400
1 7.5 4 3.75 4.300 4.000 3.000 2.200 4.300 4.000 3.000 2.200
Model 2 2 7.5 5 3 4.200 3.500 2.000 1.600 4.200 3.500 2.000 1.600
3 7.5 6 2.5 2.600 2.600 1.800 1.300 2.600 2.600 1.800 1.300
1 7.5 4 3.75 4.200 3.700 2.300 1.800 4.200 3.700 2.300 1.800
Model 3 2 7.5 5 3 4.100 3.300 2.100 1.500 4.100 3.300 2.100 1.500
3 7.5 6 2.5 3.200 2.800 1.900 1.700 3.200 2.800 1.900 1.700
1 7.5 4 3.75 4.200 4.000 2.400 1.700 4.200 4.000 2.400 1.700
Model 4 2 7.5 5 3 4.100 3.000 2.000 1.600 4.100 3.000 2.000 1.600
3 7.5 6 2.5 3.000 2.600 1.800 1.800 3.000 2.600 1.800 1.800

L-7
Tabel L.8 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Tiap Variasi Model untuk HB = 7 cm pada d = 12.5 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 7.5 4 3.75 5.600 4.800 3.000 3.200 5.600 4.800 3.200 3.000
Model 1 2 7.5 5 3 4.300 3.900 3.000 2.900 4.300 3.900 3.000 2.900
3 7.5 6 2.5 3.000 2.500 2.600 3.100 3.000 2.500 3.100 2.600
1 7.5 4 3.75 6.300 5.400 3.500 3.300 6.300 5.400 3.500 3.300
Model 2 2 7.5 5 3 4.500 4.200 3.000 2.900 4.500 4.200 3.000 2.900
3 7.5 6 2.5 3.000 2.500 2.300 2.500 3.000 2.500 2.500 2.300
1 7.5 4 3.75 5.500 5.100 3.000 3.600 5.500 5.100 3.600 3.000
Model 3 2 7.5 5 3 4.900 4.000 3.000 2.800 4.900 4.000 3.000 2.800
3 7.5 6 2.5 3.200 2.800 2.800 2.600 3.200 2.800 2.800 2.600
1 7.5 4 3.75 6.000 5.000 3.700 3.600 6.000 5.000 3.700 3.600
Model 4 2 7.5 5 3 4.300 3.600 2.800 3.300 4.300 3.600 3.300 2.800
3 7.5 6 2.5 3.000 2.900 2.100 2.700 3.000 2.900 2.700 2.100

L-8
Tabel L.9 Pembacaan Tinggi Gelombang di Depan Pemecah Gelombang Tiap Variasi Model untuk HB = 7 cm pada d = 15 cm

Tinggi Gelombang di Tinggi Gelombang di


Tipe Depan Model Belakang Model
No. Data f (Hz) T(s) Depan Model Belakang Model
Model
1 2 3 4 Max Min Max Min
1 7.5 4 3.75 4.500 2.700 3.400 3.000 4.500 2.700 3.400 3.000
Model 1 2 7.5 5 3 5.000 3.800 3.400 2.800 5.000 3.800 3.400 2.800
3 7.5 6 2.5 3.500 3.000 2.600 2.300 3.500 3.000 2.600 2.300
1 7.5 4 3.75 4.400 2.400 2.900 3.300 4.400 2.400 3.300 2.900
Model 2 2 7.5 5 3 5.200 4.300 3.400 3.800 5.200 4.300 3.800 3.400
3 7.5 6 2.5 3.800 3.500 2.600 2.900 3.800 3.500 2.900 2.600
1 7.5 4 3.75 4.900 4.100 4.500 4.200 4.900 4.100 4.500 4.200
Model 3 2 7.5 5 3 5.400 4.400 3.500 3.900 5.400 4.400 3.900 3.500
3 7.5 6 2.5 3.900 3.100 2.900 2.900 3.900 3.100 2.900 2.900
1 7.5 4 3.75 4.900 3.800 4.400 4.300 4.900 3.800 4.400 4.300
Model 4 2 7.5 5 3 5.200 4.400 3.800 3.800 5.200 4.400 3.800 3.800
3 7.5 6 2.5 4.200 3.400 3.000 2.900 4.200 3.400 3.000 2.900

L-9
Lampiran 3 : Tabel Rekap Hasil Perhitungan untuk HB = 5 cm

Tabel L.10 dengan HB = 5 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 6 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L K T = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 6 5 4 3.75 10 52.000 0.115 0.154 38.909 0.748 0.129 7.150 4.875 7.300 6.300 2.275 1.000 0.440 1.200 0.192
Model 1 2 M1-B2 6 5 5 3 10 41.000 0.146 0.180 33.286 0.812 0.150 6.950 4.875 7.025 6.200 2.075 0.825 0.398 1.200 0.244
3 M1-B3 6 5 6 2.5 10 21.000 0.286 0.299 20.046 0.955 0.249 6.625 5.025 6.800 6.500 1.600 0.300 0.188 1.200 0.476
1 M1-B1 6 5 4 3.75 10 53.000 0.113 0.152 39.381 0.743 0.127 6.700 4.900 7.200 6.200 1.800 1.000 0.556 1.200 0.189
Model 2 2 M1-B2 6 5 5 3 10 41.000 0.146 0.180 33.286 0.812 0.150 6.850 4.925 7.000 6.200 1.925 0.800 0.416 1.200 0.244
3 M1-B3 6 5 6 2.5 10 21.000 0.286 0.299 20.046 0.955 0.249 6.575 4.925 6.800 6.300 1.650 0.500 0.303 1.200 0.476
1 M1-B1 6 5 4 3.75 10 52.000 0.115 0.154 38.909 0.748 0.129 7.000 4.800 7.200 5.800 2.200 1.400 0.636 1.200 0.192
Model 3 2 M1-B2 6 5 5 3 10 40.000 0.150 0.183 32.733 0.818 0.153 7.800 5.100 6.900 6.200 2.700 0.700 0.259 1.200 0.250
3 M1-B3 6 5 6 2.5 10 24.000 0.250 0.205 29.270 1.220 0.171 6.850 5.000 6.800 6.300 1.850 0.500 0.270 1.200 0.417
1 M1-B1 6 5 4 3.75 10 64.000 0.094 0.136 44.205 0.691 0.113 8.200 4.575 7.600 6.350 3.625 1.250 0.345 1.200 0.156
Model 4 2 M1-B2 6 5 5 3 10 40.000 0.150 0.183 32.733 0.818 0.153 6.900 4.800 7.000 6.200 2.100 0.800 0.381 1.200 0.250
3 M1-B3 6 5 6 2.5 10 31.000 0.194 0.220 27.264 0.879 0.183 6.400 5.000 6.800 6.300 1.400 0.500 0.357 1.200 0.323

L - 10
Tabel L.11 dengan HB = 5 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 7.5 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L KT = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 7.5 5 4 3.75 10 53.000 0.142 0.176 42.563 0.803 0.117 9.800 6.300 9.200 7.400 3.500 1.800 0.514 1.500 0.189
Model 1 2 M1-B2 7.5 5 5 3 10 31.000 0.242 0.261 28.748 0.927 0.174 9.350 6.375 8.850 7.200 2.975 1.650 0.555 1.500 0.323
3 M1-B3 7.5 5 6 2.5 10 23.000 0.326 0.336 22.333 0.971 0.224 8.850 6.600 8.750 7.600 2.250 1.150 0.511 1.500 0.435
1 M1-B1 7.5 5 4 3.75 10 52.000 0.144 0.178 42.019 0.808 0.119 9.300 6.475 8.900 7.200 2.825 1.700 0.602 1.500 0.192
Model 2 2 M1-B2 7.5 5 5 3 10 40.000 0.188 0.215 34.947 0.874 0.143 9.100 6.400 8.800 7.300 2.700 1.500 0.556 1.500 0.250
3 M1-B3 7.5 5 6 2.5 10 26.000 0.288 0.302 24.842 0.955 0.201 8.800 6.900 8.600 7.400 1.900 1.200 0.632 1.500 0.385
1 M1-B1 7.5 5 4 3.75 10 51.000 0.147 0.181 41.482 0.813 0.121 9.450 6.450 8.900 7.400 3.000 1.500 0.500 1.500 0.196
Model 3 2 M1-B2 7.5 5 5 3 10 40.000 0.188 0.215 34.947 0.874 0.143 9.300 6.350 8.700 7.200 2.950 1.500 0.508 1.500 0.250
3 M1-B3 7.5 5 6 2.5 10 21.000 0.357 0.364 20.582 0.980 0.243 8.800 6.600 8.600 7.350 2.200 1.250 0.568 1.500 0.476
1 M1-B1 7.5 5 4 3.75 10 52.000 0.144 0.178 42.019 0.808 0.119 9.225 6.400 9.200 7.400 2.825 1.800 0.637 1.500 0.192
Model 4 2 M1-B2 7.5 5 5 3 10 41.000 0.183 0.211 35.572 0.868 0.141 8.975 6.475 8.850 7.200 2.500 1.650 0.660 1.500 0.244
3 M1-B3 7.5 5 6 2.5 10 23.000 0.326 0.336 22.339 0.971 0.224 8.800 6.800 8.750 7.600 2.000 1.150 0.575 1.500 0.435

L - 11
Tabel L.12 dengan HB = 5 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 10 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L K T = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 10 5 4 3.75 10 53.000 0.189 0.216 46.382 0.875 0.108 11.800 8.900 12.025 9.550 2.900 2.475 0.853 2.000 0.189
Model 1 2 M1-B2 10 5 5 3 10 41.000 0.244 0.263 38.083 0.929 0.131 13.000 8.175 12.400 9.400 4.825 3.000 0.622 2.000 0.244
3 M1-B3 10 5 6 2.5 10 21.000 0.476 0.479 20.898 0.995 0.239 11.750 8.950 11.400 9.700 2.800 1.700 0.607 2.000 0.476
1 M1-B1 10 5 4 3.75 10 52.000 0.192 0.219 45.736 0.880 0.109 11.925 8.800 11.900 9.300 3.125 2.600 0.832 2.000 0.192
Model 2 2 M1-B2 10 5 5 3 10 41.000 0.244 0.263 38.083 0.929 0.131 12.975 8.175 12.400 9.500 4.800 2.900 0.604 2.000 0.244
3 M1-B3 10 5 6 2.5 10 21.000 0.476 0.479 20.898 0.995 0.239 11.550 8.850 11.700 9.600 2.700 2.100 0.778 2.000 0.476
1 M1-B1 10 5 4 3.75 10 52.000 0.192 0.219 45.736 0.880 0.109 12.275 8.400 12.475 9.100 3.875 3.375 0.871 2.000 0.192
Model 3 2 M1-B2 10 5 5 3 10 41.000 0.244 0.263 38.083 0.929 0.131 12.600 8.200 12.000 9.400 4.400 2.600 0.591 2.000 0.244
3 M1-B3 10 5 6 2.5 10 21.000 0.476 0.479 20.898 0.995 0.239 11.450 8.600 11.400 9.350 2.850 2.050 0.719 2.000 0.476
1 M1-B1 10 5 4 3.75 10 52.000 0.192 0.219 45.736 0.880 0.109 12.050 8.550 12.800 9.200 3.500 3.600 1.029 2.000 0.192
Model 4 2 M1-B2 10 5 5 3 10 42.000 0.238 0.257 38.836 0.925 0.129 12.400 8.250 12.000 9.600 4.150 2.400 0.578 2.000 0.238
3 M1-B3 10 5 6 2.5 10 21.000 0.476 0.479 20.898 0.995 0.239 11.325 8.800 11.425 9.350 2.525 2.075 0.822 2.000 0.476

L - 12
Tabel L.13 dengan HB = 5 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 12.5 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L K T = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 12.5 5 4 3.75 10 52.000 0.240 0.260 48.160 0.926 0.104 14.225 10.475 15.500 11.400 3.750 4.100 1.093 2.500 0.192
Model 1 2 M1-B2 12.5 5 5 3 10 41.000 0.305 0.317 39.492 0.963 0.127 15.000 10.025 15.000 11.100 4.975 3.900 0.784 2.500 0.244
3 M1-B3 12.5 5 6 2.5 10 21.000 0.595 0.596 20.985 0.999 0.238 13.950 10.500 13.900 11.200 3.450 2.700 0.783 2.500 0.476
1 M1-B1 12.5 5 4 3.75 10 52.000 0.240 0.260 48.165 0.926 0.104 14.900 10.500 15.000 11.600 2.200 3.400 1.545 2.500 0.192
Model 2 2 M1-B2 12.5 5 5 3 10 41.000 0.305 0.317 39.492 0.963 0.127 15.400 10.500 15.100 11.500 2.450 3.600 1.469 2.500 0.244
3 M1-B3 12.5 5 6 2.5 10 21.000 0.595 0.596 20.985 0.999 0.238 14.500 11.000 14.600 11.300 1.750 3.300 1.886 2.500 0.476
1 M1-B1 12.5 5 4 3.75 10 52.000 0.240 0.260 48.160 0.926 0.104 14.500 10.600 15.400 11.500 3.900 3.900 1.000 2.500 0.192
Model 3 2 M1-B2 12.5 5 5 3 10 41.000 0.305 0.317 39.492 0.963 0.127 15.200 10.000 15.200 11.300 5.200 3.900 0.750 2.500 0.244
3 M1-B3 12.5 5 6 2.5 10 21.000 0.595 0.596 20.985 0.999 0.238 14.300 11.200 14.600 11.100 3.100 3.500 1.129 2.500 0.476
1 M1-B1 12.5 5 4 3.75 10 52.000 0.240 0.260 48.160 0.926 0.104 14.300 11.000 15.100 11.200 3.300 3.900 1.182 2.500 0.192
Model 4 2 M1-B2 12.5 5 5 3 10 41.000 0.305 0.317 39.492 0.963 0.127 15.400 10.700 15.000 11.400 4.700 3.600 0.766 2.500 0.244
3 M1-B3 12.5 5 6 2.5 10 21.000 0.595 0.596 20.985 0.999 0.238 14.600 11.100 14.700 11.500 3.500 3.200 0.914 2.500 0.476

L - 13
Tabel L.14 dengan HB = 5 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 15 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L KT = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 15 5 4 3.75 10 52.000 0.288 0.302 49.684 0.955 0.101 17.100 13.200 18.100 13.800 3.900 4.300 1.103 3.000 0.192
Model 1 2 M1-B2 15 5 5 3 10 41.000 0.366 0.373 40.249 0.982 0.124 18.500 12.800 18.100 13.400 5.700 4.700 0.825 3.000 0.244
3 M1-B3 15 5 6 2.5 10 21.000 0.714 0.711 21.107 1.005 0.237 17.500 14.000 17.100 14.100 3.500 3.000 0.857 3.000 0.476
1 M1-B1 15 5 4 3.75 10 52.000 0.288 0.302 49.684 0.955 0.101 17.900 13.400 18.100 13.800 2.250 4.300 1.911 3.000 0.192
Model 2 2 M1-B2 15 5 5 3 10 41.000 0.366 0.373 40.249 0.982 0.124 18.200 13.200 18.100 13.900 2.500 4.200 1.680 3.000 0.244
3 M1-B3 15 5 6 2.5 10 21.000 0.714 0.711 21.107 1.005 0.237 17.500 13.700 17.200 14.200 1.900 3.000 1.579 3.000 0.476
1 M1-B1 15 5 4 3.75 10 52.000 0.288 0.302 49.684 0.955 0.101 17.250 13.500 18.000 14.000 3.750 4.000 1.067 3.000 0.192
Model 3 2 M1-B2 15 5 5 3 10 41.000 0.366 0.373 40.249 0.982 0.124 18.300 13.025 18.000 13.800 5.275 4.200 0.796 3.000 0.244
3 M1-B3 15 5 6 2.5 10 21.000 0.714 0.711 21.107 1.005 0.237 17.600 13.900 17.500 13.700 3.700 3.800 1.027 3.000 0.476
1 M1-B1 15 5 4 3.75 10 51.000 0.294 0.307 48.903 0.959 0.102 17.400 13.100 18.300 13.600 4.300 4.700 1.093 3.000 0.196
Model 4 2 M1-B2 15 5 5 3 10 40.000 0.375 0.381 39.341 0.984 0.127 18.200 13.175 18.050 14.000 5.025 4.050 0.806 3.000 0.250
3 M1-B3 15 5 6 2.5 10 20.500 0.732 0.730 20.544 1.002 0.243 17.500 14.100 17.200 14.300 3.400 2.900 0.853 3.000 0.488

L - 14
Lampiran 4 : Tabel Rekap Hasil Perhitungan untuk HB = 7 cm

Tabel L.15 dengan HB = 7 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 7,5 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L KT = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 7.5 7 4 3.75 10 41.000 0.183 0.211 35.582 0.868 0.197 10.000 5.800 9.300 8.300 4.200 1.000 0.238 1.071 0.244
Model 1 2 M1-B2 7.5 7 5 3 10 30.000 0.250 0.268 27.998 0.933 0.250 9.350 6.000 9.000 8.200 3.350 0.800 0.239 1.071 0.333
3 M1-B3 7.5 7 6 2.5 10 19.000 0.395 0.400 18.752 0.987 0.373 9.000 6.000 8.800 8.200 3.000 0.600 0.200 1.071 0.526
1 M1-B1 7.5 7 4 3.75 10 42.000 0.179 0.207 36.209 0.862 0.193 9.500 5.600 9.500 8.200 3.900 1.300 0.333 1.071 0.238
Model 2 2 M1-B2 7.5 7 5 3 10 31.000 0.242 0.261 28.748 0.927 0.243 9.300 5.800 9.000 8.200 3.500 0.800 0.229 1.071 0.323
3 M1-B3 7.5 7 6 2.5 10 20.000 0.375 0.381 19.671 0.984 0.356 9.000 5.800 8.900 8.100 3.200 0.800 0.250 1.071 0.500
1 M1-B1 7.5 7 4 3.75 10 40.000 0.188 0.215 34.947 0.874 0.200 10.200 5.500 9.500 8.500 4.700 1.000 0.213 1.071 0.250
Model 3 2 M1-B2 7.5 7 5 3 10 30.000 0.250 0.268 27.998 0.933 0.250 9.000 5.800 9.100 8.400 3.200 0.700 0.219 1.071 0.333
3 M1-B3 7.5 7 6 2.5 10 20.000 0.375 0.381 19.671 0.984 0.356 9.000 6.000 8.900 8.300 3.000 0.600 0.200 1.071 0.500
1 M1-B1 7.5 7 4 3.75 10 41.000 0.183 0.211 35.582 0.868 0.197 9.800 5.800 9.300 8.300 4.000 1.000 0.250 1.071 0.244
Model 4 2 M1-B2 7.5 7 5 3 10 30.000 0.250 0.268 27.998 0.933 0.250 8.700 6.000 9.000 8.200 2.700 0.800 0.296 1.071 0.333
3 M1-B3 7.5 7 6 2.5 10 20.000 0.375 0.381 19.671 0.984 0.356 8.800 6.200 8.800 8.200 2.600 0.600 0.231 1.071 0.500

L - 15
Tabel L.16 dengan HB = 7 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 10 cm
Tinggi Tinggi Gelombang
Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L K T = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 10 7 4 3.75 10 40.000 0.250 0.268 37.330 0.933 0.188 12.800 8.200 12.500 10.000 4.600 2.500 0.543 1.429 0.250
Model 1 2 M1-B2 10 7 5 3 10 30.000 0.333 0.342 29.200 0.973 0.240 12.500 8.400 11.700 9.700 4.100 2.000 0.488 1.429 0.333
3 M1-B3 10 7 6 2.5 10 20.000 0.500 0.502 19.927 0.996 0.351 11.700 8.700 11.300 9.900 3.000 1.400 0.467 1.429 0.500
1 M1-B1 10 7 4 3.75 10 40.000 0.250 0.268 37.330 0.933 0.188 12.500 8.200 12.500 9.500 4.300 3.000 0.698 1.429 0.250
Model 2 2 M1-B2 10 7 5 3 10 30.000 0.333 0.342 29.200 0.973 0.240 12.500 8.300 11.700 9.700 4.200 2.000 0.476 1.429 0.333
3 M1-B3 10 7 6 2.5 10 20.000 0.500 0.502 19.927 0.996 0.351 11.600 8.700 11.600 9.900 2.900 1.700 0.586 1.429 0.500
1 M1-B1 10 7 4 3.75 10 41.000 0.244 0.263 38.083 0.929 0.184 12.500 8.300 12.300 9.700 4.200 2.600 0.619 1.429 0.244
Model 3 2 M1-B2 10 7 5 3 10 30.000 0.333 0.342 29.200 0.973 0.240 12.300 8.200 11.700 9.600 4.100 2.100 0.512 1.429 0.333
3 M1-B3 10 7 6 2.5 10 19.000 0.526 0.528 18.950 0.997 0.369 11.800 8.500 11.600 9.500 3.300 2.100 0.636 1.429 0.526
1 M1-B1 10 7 4 3.75 10 40.000 0.250 0.268 37.330 0.933 0.188 12.400 8.200 12.400 9.800 4.200 2.600 0.619 1.429 0.250
Model 4 2 M1-B2 10 7 5 3 10 30.000 0.333 0.342 29.200 0.973 0.240 12.300 8.200 11.500 9.500 4.100 2.000 0.488 1.429 0.333
3 M1-B3 10 7 6 2.5 10 20.000 0.500 0.502 19.927 0.996 0.351 11.700 8.700 11.300 9.500 3.000 1.800 0.600 1.429 0.500

L - 16
Tabel L.17 dengan HB = 7 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 12,5 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L KT = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 12.5 7 4 3.75 10 41.000 0.305 0.317 39.492 0.963 0.177 15.900 10.200 15.100 11.700 5.700 3.400 0.596 1.786 0.244
Model 1 2 M1-B2 12.5 7 5 3 10 29.000 0.431 0.435 28.755 0.992 0.243 15.400 10.700 14.800 11.600 4.700 3.200 0.681 1.786 0.345
3 M1-B3 12.5 7 6 2.5 10 20.000 0.625 0.625 19.984 0.999 0.350 14.300 11.000 14.600 11.500 3.300 3.100 0.939 1.786 0.500
1 M1-B1 12.5 7 4 3.75 10 41.000 0.305 0.317 39.492 0.963 0.177 16.300 10.000 15.300 11.200 6.300 4.100 0.651 1.786 0.244
Model 2 2 M1-B2 12.5 7 5 3 10 30.000 0.417 0.421 29.699 0.990 0.236 15.500 10.500 14.800 11.800 5.000 3.000 0.600 1.786 0.333
3 M1-B3 12.5 7 6 2.5 10 20.000 0.625 0.625 19.984 0.999 0.350 14.200 11.000 14.400 11.900 3.200 2.500 0.781 1.786 0.500
1 M1-B1 12.5 7 4 3.75 10 40.000 0.313 0.323 38.649 0.966 0.181 15.900 10.000 15.000 11.200 5.900 3.800 0.644 1.786 0.250
Model 3 2 M1-B2 12.5 7 5 3 10 30.000 0.417 0.421 29.699 0.990 0.236 15.500 10.100 14.900 11.900 5.400 3.000 0.556 1.786 0.333
3 M1-B3 12.5 7 6 2.5 10 20.000 0.625 0.625 19.984 0.999 0.350 14.400 10.800 14.800 11.900 3.600 2.900 0.806 1.786 0.500
1 M1-B1 12.5 7 4 3.75 10 40.000 0.313 0.323 38.649 0.966 0.181 16.000 10.000 15.500 11.300 6.000 4.200 0.700 1.786 0.250
Model 4 2 M1-B2 12.5 7 5 3 10 30.000 0.417 0.421 29.699 0.990 0.236 15.000 10.200 14.800 11.500 4.800 3.300 0.688 1.786 0.333
3 M1-B3 12.5 7 6 2.5 10 20.000 0.625 0.625 19.984 0.999 0.350 14.500 11.000 14.000 11.300 3.500 2.700 0.771 1.786 0.500

L - 17
Tabel L.18 dengan HB = 7 cm untuk setiap variasi model pada muka air diam (d) = 15 cm

Tinggi Tinggi Gelombang


Tipe Gelombang di di Belakang Hi HT
No. Data d (cm) HB (cm) f (Hz) T (s) LB (cm) Lo (cm) d/Lo d/L L L/Lo HB/L K T = HT /Hi d/HB LB/Lo
Model Depan Model Model
hmax hmin hmax hmin (cm) (cm)
1 M1-B1 15 7 4 3.75 10 40.000 0.375 0.381 39.341 0.984 0.178 16.600 13.000 17.200 13.800 3.600 3.400 0.944 2.143 0.250
Model 1 2 M1-B2 15 7 5 3 10 30.000 0.500 0.502 29.891 0.996 0.234 17.800 12.800 17.300 13.900 5.000 3.400 0.680 2.143 0.333
3 M1-B3 15 7 6 2.5 10 20.000 0.750 0.750 19.997 1.000 0.350 17.100 13.500 17.100 14.200 3.600 2.900 0.806 2.143 0.500
1 M1-B1 15 7 4 3.75 10 41.000 0.366 0.373 40.249 0.982 0.174 17.300 12.900 17.600 14.200 4.400 3.400 0.773 2.143 0.244
Model 2 2 M1-B2 15 7 5 3 10 31.000 0.484 0.482 31.141 1.005 0.225 18.000 12.800 17.500 13.700 5.200 3.800 0.731 2.143 0.323
3 M1-B3 15 7 6 2.5 10 20.000 0.750 0.750 19.997 1.000 0.350 17.400 13.400 17.000 14.100 4.000 2.900 0.725 2.143 0.500
1 M1-B1 12.5 7 4 3.75 10 40.000 0.313 0.323 38.649 0.966 0.181 15.900 10.000 15.000 11.200 5.900 3.800 0.644 1.786 0.250
Model 3 2 M1-B2 12.5 7 5 3 10 30.000 0.417 0.421 29.699 0.990 0.236 15.500 10.100 14.900 11.900 5.400 3.000 0.556 1.786 0.333
3 M1-B3 12.5 7 6 2.5 10 20.000 0.625 0.625 19.984 0.999 0.350 14.400 10.800 14.800 11.900 3.600 2.900 0.806 1.786 0.500
1 M1-B1 15 7 4 3.75 10 41.000 0.366 0.373 40.249 0.982 0.174 17.800 12.900 18.200 13.500 4.900 4.700 0.959 2.143 0.244
Model 4 2 M1-B2 15 7 5 3 10 31.000 0.484 0.486 30.863 0.996 0.227 18.200 13.000 17.500 13.600 5.200 3.900 0.750 2.143 0.323
3 M1-B3 15 7 6 2.5 10 20.000 0.750 0.750 19.997 1.000 0.350 17.500 13.300 17.000 14.000 4.200 3.000 0.714 2.143 0.500

L - 18
Lampiran 5 : Dokumentasi Penelitian

Model I (Hb = 5 cm ; θb = 45° ; θd = 27°)

Model II (Hb = 5 cm ; θb = 45° ; θd = 34°)

Model III (Hb = 5 cm ; θb = 63° ; θd = 27°)

L - 19
Model IV (Hb = 5 cm ; θb = 63° ; θd = 34°)

Model V (Hb = 7 cm ; θb = 45° ; θd = 27°)

Model VI (Hb = 7 cm ; θb = 45° ; θd = 34°)

L - 20
Model VII (Hb = 7 cm ; θb = 63° ; θd = 27°)

Model VIII (Hb = 7 cm ; θb = 63° ; θd = 34°)

Tampak atas model Hb = 5cm Tampak atas model Hb = 7cm

L - 21
Tinggi gelombang di depan model

Tinggi gelombang di belakang model

L - 22

Anda mungkin juga menyukai