Anda di halaman 1dari 32

STUDI KASUS

ASUHAN PADA PASIEN DENGAN KONDISI GAWAT DARURAT DAN KRITIS 1

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis 1
Dosen Pembimbing : Ns. Dody Setyawan, M.Kep

Disusun oleh :
Kelompok 10/A18.1
Fitri Ayu Saputri 22020118120022
Nadia Rizky Priyastuti 22020118130055
Wiwin Pujiati 22020118130094
Sagita Syiami 22020118130103
Rera Fifi Rosanti 22020118130124
Dhea Rizqa Maulidya 22020118130135
Novita 22020117120021

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
A. KASUS
Tn J, usia 57 tahun dirawat di ICU pasca operasi Craniotomy hari ke 2. Pasien
terpasang ventilator modus SIMV, volume tidal 350ml, PEEP 8 mmHg, FiO2 50%, SpO2
100%, frekuensi napas 15x/mnt, terdengar suara gurgling, terdengar suara ronkhi di seluruh
lapang paru, tekanan darah 180/100 mmHg, frekuensi nadi 115 x/mnt, suhu 38oC, GCS
E1M4VET, terlihat cairan residu berwarna hitam pada selang NGT. Hasil pemeriksaan BGA:
pH 7.32, PaCO2 48 mmHg, HCO3 28 mmol/L, PaO2 80 mmHg, BE -3, AaDO2 300, SaO2
94%. Keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat hipertensi. Hasil CT Scan menunjukkan
adanya intracranial hemoragik, tampak tanda-tanda peningkatan TIK. Hasil foto thorak
menunjukkan adanya kardiomegali suspek LVH dan gambaran oedema pulmo.

B. ISTILAH-ISTILAH DI DALAM KASUS


1. Craniotomy
Craniotomy adalah pembedahan kranium bertujuan untuk mengangkat abnormalitas
jaringan seperti tumor, kanker, atau hematoma pada kepala (Khadijah & Wulan, 2019).
Bedah craniotomy adalah pembedahan dengan pembuatan lubang di kranium bertujuan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial (George & Charlemen, 2017 dalam
A’la, Dewi & Siswoyo, 2019).
2. Ventilator modus SIMV
Syncronized Intermittent Mandatory Ventilation (SIMV) adalah mode dimana ventilator
memberikan napas kontrol tetapi tetap membiarkan pasien bernapas spontan di antara
napas kontrol tersebut. SIMV dengan kata lain adalah mode dimana pasien menerima
volume dan frekuensi pernapasan dari ventilator, namun pasien diberi kesempatan untuk
napas spontan di antara pernapasan yang diberikan melalui ventilator (Susanto, 2012).
3. Volume tidal
Volume tidal (VT) merupakan volume udara yang masuk dan keluar paru-paru selama
ventilasi normal biasa yang pada dewasa muda sehat berkisar 500 mL bagi laki-laki dan
380 mL bagi perempuan (Sloane, 2004).
4. PEEP
Positive End Expiratory Pressure (PEEP) adalah tekanan positif yang tetap ada di saluran
napas pada akhir siklus pernapasan dimana tekanannya lebih besar dibanding tekanan
atmosfer pada pasien yang terpasang ventilasi mekanis (Carpio & Mora, 2020). PEEP
adalah tekanan positif yang dipertahankan saat akhir ekspirasi dengan satuan cmH 2O
(Arifin, 2019).
5. FiO2
Fraksi oksigen yang dihirup (FiO2) adalah persentase oksigen yang dihantarkan dengan
range antara 21%-100% untuk mengoptimalkan pertukaran gas pada pasien. Fraksi
dituliskan dalam bentuk decimal. Efek FiO2 dapat ditingkatkan dengan manipulasi
volume per menit dan PEEP.
6. SpO2
Saturasi oksigen (SpO2) adalah persentase hemoglobin yang mengikat oksigen dengan
jumlah seluruh hemoglobin yang ada di dalam darah.
7. Frekuensi napas (RR)
Bernafas merupakan pergerakan involunter (tidak disadari) dan volunter (disadari) yang
diatur oleh pusat nafas di batang otak dan dilakukan dengan bantuan otot-otot
pernafasan. Pada waktu inspirasi, diafragma dan otot-otot interkostalis berkontraksi,
memperluas rongga thoraks dan memekarkan paru-paru. Dinding dada akan bergerak ke
atas, ke depan, dan ke lateral, sedangkan diafragma bergerak ke bawah. Setelah inspirasi
berhenti paru-paru akan mengkerut, diafragma akan naik secara pasif dan dinding dada
akan kembali ke posisi semula. Nilai normal frekuensi nafas pada anak-anak bervariasi
tergantung dari usia anak tersebut sedangkan pada orang dewasa mempunyai nilai yang
tetap. Nilai normal frekuensi nafas orang dewasa adalah 12-20 x/menit. Perhatikan pula
adanya penggunaan otot nafas tambahan dan adanya pergerakan dinding dada yang
asimetris.
8. Gurgling
Gurgling merupakan suaran nafas seperti berkumur. Kondisi ini terjadi karena ada
sumbatan yang disebabkan oleh cairan (ex: darah).
9. Ronkhi
Ronkhi merupakan suaran nafas bernada rendah yang dihasilkan saat udara melewati
jalan napas yang penuh cairan/mukus, terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi.
10. Tekanan darah
Tekanan darah adalah daya dorong darah ke semua arah pada seluruh permukaan
tertutup, seperti pada dinding bagian dalam jantung dan pembuluh darah (Sloane, 2004).
11. Frekuensi nadi (HR)
Denyut nadi dapat diraba pada arteri besar seperti a. radialis, a. brakhialis, a.femoralis,
a.karotis. Jantung memompa darah dari ventrikel kiri menuju ke sirkulasi tubuh dan dari
ventrikel kanan ke paru. Dari ventrikel kiri darah dipompa ke aorta dan diteruskan ke
arteri di seluruh tubuh. Akibat kontraksi ventrikel dan aliran darah timbulah gelombang
tekanan yang bergerak cepat pada arteri yang dirasakan sebagai denyut nadi. Dengan
menghitung frekuensi denyut nadi dapat diketahui frekuensi denyut jantung dalam satu
menit. Denyut nadi dewasa normal memiliki frekuensi 60-100 x/menit. Bila frekuensi
nadi < 60 x/menit dinamakan bradikardi. Sedangkan bila > 100 x/menit dinamakan
takikardi. Irama jantung yang normal (teratur) dinamakan irama sinus normal. Irama
jantung yang bukan irama sinus normal dinamakan aritmia. Pada keadaan tertentu denyut
jantung tidak sampai ke arteri, hal ini disebut defisit nadi (pulsus deficit).
12. Suhu
Suhu merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas dari
tubuh ke lingkungan. Produksi panas yang dihasilkan tubuh antara lain berasal dari:
Metabolisme dari makanan (Basal Metabolic Rate), olahraga, shivering atau kontraksi
otot skelet, peningkatan produksi hormon tiroksin (meningkatkan metabolisme seluler),
proses penyakit infeksi, termogenesis kimiawi (rangsangan langsung dari norepinefrin
dan efinefrin atau dari rangsangan langsung simpatetik). Sedangkan hilangnya panas
tubuh terjadi melalui beberapa proses yaitu: radiasi, konveksi, konduksi (Allau, 2009).
13. GCS E1M4VET
Pada GCS terdapat 3 komponen yaitu pergerakan bola mata, verbal, dan pergerakan
motorik yang dinilai dengan memberikan skor pada masing-masing komponen. Nilai
total dari ketiga komponen berkisar antara 3-15, dengan nilai makin kecil semakin buruk
prognosisnya. Pada pasien dengan cedera otak dapat di klasifikasikan sebagai ringan
(skor GCS 14-15), sedang (skor GCS 9-13) dan berat (skor GCS ≤ 8).Selain mudah
dilakukan, GCS juga memiliki peranan penting dalam memprediksi risiko kematian di
awal pemeriksaan. GCS dapat digunakan sebagai prediksi untuk menentukan prognosis
jangka panjang dengan sensitivitas 79-97% dan spesifisitas 84-97% (Mahdian, Fazel,
Fakhrian & Akbari, 2014).
14. NGT
Naso Gastric Tube (NGT) selang yang dimasukkan melalui hidung hingga ke lambung
yang berfungsi sebagai media perantara pemberian nutrisi dan obat-obatan kepada
seorang pasien dengan ketidakmampuan mengkonsumsi makanan cair maupun obat-
obatan secara oral (PKRS & HUMAS RSUD Dr. Soetomo, 2018). Selain itu, NGT
memiliki beberapa tujuan sebagai berikut (Asmadi, 2008 dalam PKRS & HUMAS
RSUD Dr. Soetomo, 2018).
a. Memasukkan makanan cair atau obat-obatan cair
b. Mengeluarkan cairan atau isi serta gas pada lambung
c. Mengirigasi perdarahan lambung akibat keracunan
d. Mencegah dan mengurangi nausea serta vommiting setelah pembedahan
e. Mengambil spesimen lambung untuk pemeriksaan diagnostik.
15. BGA
Blood Gas Analysis (BGA) merupakan prosedur pemeriksaan di dunia kesehatan dengan
tujuan mengukur jumlah oksigen dan karbon dioksida dalam darah. BGA dapat
digunakan pula untuk mennetukan derajat keasaman atau pH darah. Ketidakseimbangan
antara oksigen, karbon dioksida, dan derajat pH darah dapat mengindikasikan adanya
suatu penyakit atau gangguan medis tertentu (Manokharan, 2017).
16. PaCO2
PaO2 adalah tekanan parsial oksigen dalam arteri. PaO2 tidak memiliki peran dalam
asam basa bila terdapat dalam rentang normal. Nilai normal dalam PaO2 adalah 80-100
mmHg (Horne & Swearingen.P, 2001)
17. HCO3
HCO3 merupakan komponen ginjal mayor yang diekskresi atau dihasilkan oleh ginjal
untuk mempertahankan lingkungan asam basa normal. Nilai normal HCO3 adalah 22-26
mEq/L. Penurunan kadar bikarbonat (<22 mEq/L) merupakan indikasi asidosis
metabolik dan jarang sebagai mekanisme kompensasi untuk alkalosis respiratorik.
Peningkatan kadar boskarbonat (>26 mEq/L) menggambarkan alkalosis metabolik, juga
sebagai kompensasi pada respon terhadap asidosis respiratorik (Horne & Swearingen,
2001).
18. PaO2
PaO2 adalah tekanan parsial oksigen dalam arteri. PaO2 tidak memiliki peran dalam
asam basa bila terdapat dalam rentang normal. Nilai normal dalam PaO2 adalah 80-100
mmHg (Horne & Swearingen.P, 2001).
19. BE
Base excess adalah salah satu komponen dalam pemeriksaan analisis gas darah yang
menunjukkan kadar basa dalam basa. Rentang normal base excess antara -2 hingga 2
dimana semakin mendekati angka negatif, maka kadar basa semakin menurun yang
berarti darah bersifat asidemia. Sebaliknya, semakin mendekati angka positif, maka
kadar basa makin meningkat yang berarti darah bersifat alkalemia.
20. AaDO2
Alveolar-arterial oxygen difference (AaDO2 ) merupakan ukuran perbedaan antara
tekanan alveolar (A) oksigen dan tekanan arteri (a) oksigen.
21. SaO2
SaO2 merupakan tingkat penyerapan oksigen, nilai normalnya antara 94-100%.
22. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan atau kondisi meningkatnya tekanan darah sistolik lebih
dari sama dengan 140 mmHg dan diatolik lebih dari sama dengan 90 mmHg (Yonata &
Pratama,2016).
23. CT Scan
Computed Tomography Scanning (CT-Scan) merupakan suatu metode pencitraan
menggunakan sinar-X dan menjadi bagian dari pemeriksaan radiodiagnostik yang dapat
menampilkan gambaran anatomi tubuh dalam bentuk slice .
24. Intrakranial hemoragik
Intrakranial hemoragik merupakan perdarahan pada bagian atau substansi otak yang
terjadi secara langsung.
25. TIK
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah tekanan pada ruang tengkorak dengan sifat dinamis
dan fluktuatif yang dipengaruhi oleh cairan serebrospinal, jaringan otak, dan darah
(Affandi & Panggabean, 2016).
26. Foto thoraks
Foto thoraks atau foto rontgen adalah prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang
elektromagnetik yang menghasilkan gambar bagian dalam dada untuk mendiagnosis
berbagai kondisi yang melibatkan dinding thoraks, serta struktur yang berada dalam
kavitas thoraks termasuk jantung, paru-paru, dan saluran-saluran besar lainnya (Cahyati,
Sugiarti & Mahfudhoh, 2019).
27. Kardiomegali
Kardiomegali merupakan pembesaran pada jantung. Kardiomegali akan memicu
penurunan kualitas kontraksi dari ventrikel (Ignatavicius, 2009 dalam Prasetyo, 2015).
28. LVH
Left Ventricle Hypertrophy (LVH) merupakan pembesaran pada ventrikel kiri jantung
akibat hipertensi.
29. Oedema pulmo
Oedema pulmo akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang
terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi
(edem paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru
non kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat
sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara progresif dan
mengakibatkan hipoksia (Harun & Sally, 2009).
C. DATA PENGKAJIAN YANG PERLU DITAMBAHKAN
D. KASUS YANG KEMUNGKINAN TERJADI
Kasus yang kemungkinan terjadi adalah stroke hemoragik (CVA Hemoragik)
yang disebabkan oleh hipertensi derajat 2 (BP 180/100 mmHg). Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah di otak sehingga dapat meningkatkan
tekanan TIK dan edema serebri. Peningkatan TIK dapat mengakibatkan infark
jaringan serebral sehingga berisiko tidak efektifnya perfusi jaringan otak. Selain itu,
infark serebral pada batang otak dapat mempengaruhi pola napas karena menekan
medulla oblongata yang mengatur terkait pernapasan, penurunan reflek batuk yang
dapat mempengaruhi bersihan jalan napas karena penumpukan cairan atau secret pada
jalan napas sehingga membutuhkan bantuan alat ET, dan mempengaruhi kemampuan
menelan akibat penekaran pada saraf 5, 9,10,11. Infark pada otak di bagian hemisfer
kiri juga dapat mempengaruhi kerusakan menelan (disfagia) sehingga pasien
membutuhkan bantuan alat NGT. Penggunaan alat bantu ET dan NGT juga dapat
berisiko menimbulkan infeksi apabila tidak dilakukan pemasangan dengan baik dan
benar serta tidak menjaga kebersihan.
Pembentukan massa juga dapat mengakibatkan edema serebri yang
mengakibatkan suplai O2 pada otak berkurang. Otak akan mengirim sinyal atau
menstimulus agar jantung memompa lebih untuk memberikan pasokan O2 pada otak.
Hal itu mengaibatkan kerja jantung meningkat khususnya ventrikel kiri yang
memompa darah ke seluruh tubuh, akibatnya jantu mengalami kelelahan. Oto jantung
khususnya venttrikel kiri mengalami penebalan (kardiomegali suspek LVH) sehingga
kontraktilitas jantung menurun yang dapat mengakibatkan penurunan curah jantung.
Hal itu juga mengakibatkan distribusi darah yang mengandung O2 tidak berjalan
dengan baik ke seluruh tubuh salah satunya bagian lambung. Lambung akan
kekurangan suplai O2 dan dapat mengakibatkan stress ulcer lambung yang ditandai
dengan adanya residu berwarna hitam. Kardiomegali juga dapat mengakibatkan
jumlah darah di atrium kiri meningkat yang aan berdampak pada peningkatan cairan
pembuluh darah pada paru-paru. Hal itu mengakibatkan terdorongnya cairan masuk
ke dalam alveoli paru dan terjadi edema paru yang ditandai dengan adanya suara
napas tambahan ronchi sehingga mengganggu pertukaran gas (difusi) pada paru.
Edema paru akan mempengaruhi frekuensi pernapasan menjadi menurun, akibatnya
CO2 di dalam arteri akan meningkat yang membuat pH darah menjadi asam.

OVERVIEW STROKE
MenurutWorld Health Organization (WHO) stroke adalah manifestasi klinik
dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun global, yang berlangsung dengan
cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian tanpa ditemukannya
penyakit selain daripada gangguan vaskular.
A. Jenis Stroke
Stroke Iskemik
Menurut Mardjono & Sidharta P (2008) stroke Iskemik (non hemoragic) adalah
penurunan aliran darah kebagian otak yang disebakan karena vasokontriksi akibat
penyumbatan pada pembuluh darah arteri sehingga suplai darah ke otak mengalami
penurunan. Stroke iskemik merupakansuatu penyakit yang diawali dengan terjadinya
serangkain perubahan dalam otak yang terserang, apabila tidak ditangani akan segera
berakhir dengan kematian di bagian otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh trombosis
akibat plak aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar otak
yang tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini merupakan jenis stroke yang paling sering
menyerang seseorang sekitar 80% dari semua stroke (Junaidi, 2011). Berdasarkan
manifestasi klinis menurut ESO excecutive committe dan ESO writting committee (2008)
yaitu:
1. TIA (transient ischemic attack) atau serangan stroke sementara: gejala defisit
neurologis hanya berlangsung kurang dari 24 jam. TIA menyebabkan penurunan
jangka pendek dalam aliran darah ke suatu bagian dari otak. TIA biasanya
berlangsung selama 10-30 menit.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit): gejala defisit neurologi yang akan
menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi gejala akan menghilang tidak
lebih dari 7 hari.
3. Stroke evaluasi (Progressing Stroke): kelainan atau defisit neurologi yang
berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai yang berat sehingga makin lama
makin berat.
4. Stroke komplit (Completed Stroke): kelainan neurologis yang sudah menetap dan
tidak berkembang lagi
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik merupakan stroke yang disebabkan oleh karena adanya perdarahan
suatu arteri serebralis yang menyebabkan kerusakan otak dan gangguan fungsi saraf.
Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk kedalam jaringan otak sehingga
terjadi hematoma (Junaidi, 2011). Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke hemoragik di
kelompokan sebagai berikut:
1. PIS (Perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral disebabkan karena adanya pembuluh darah intraserebral
yang pecah sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan
otak. Keadaan tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial atau
intraserebral sehingga terjadi penekanan pada pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan penurunan aliran darah otak dan berujung pada kematian sel sehingga
mengakibatkan defisit neurologi (Smeltzer & Bare, 2005). Perdarahan intraserebral
(PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak
dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi
dan penyakit darah seperti hemofilia.
2. PSA (Pendarahan subarakhnoid)
Pendarahan subarakhnoid merupakan masuknya darah ke ruang subrakhnoid baik dari
tempat lain (pendarahan subarakhnoid sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari
rongga subrakhnoid itu sendiri (pendarahan subarakhnoid) (Junaidi, 2011). Perdarahan
subarakhnoidal (PSA) merupakan perdarahan yang terjadi masuknya darah ke dalam
ruangan subarakhnoid.

B. Faktor Risiko Stroke


Menurut Mardjono & Sidharta P (2008); Zuryati dan Adityo 2016) secara garis besar
faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifable) dan yang
tidak dapat di modifikasi (nonmodifable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi
diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes mellitus,
merokok, mengkonsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri
karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis
kelamin, ras/suku, dan faktor genetik.
Menurut Haryono T. (2016) hipertensi merupakan faktor risiko stroke paling penting
yang dapat dimodifikasi baik bagi laki‐laki ataupun wanita. Hipertensi dapat
meningkatkan risiko untuk terjadinya stroke sekitar dua sampai empat kali. Tekanan darah
sistemik yang meningkat akan membuat pembuluh darah serebral berkonstriksi. Derajat
konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila tekanan darah meningkat
cukup tinggi selama berbulan‐bulan atau bertahun‐tahun, akan menyebabkan hialinisasi
pada lapisan otot pembuluh darah serebral yang mengakibatkan diameter lumen pembuluh
darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini berbahaya, karena pembuluh serebral tidak
dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan
darah sistemik. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke
jaringan otak tidak adekuat, sehingga akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya,
bila terjadi kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler
menjadi tinggi yang mengakibatkan terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan
perdarahan pada otak.

C. Gejala Stroke
Bagi kebanyakan orang, tidak ada tanda-tanda medis yang terjadi sebelum serangan
stroke terjadi. Karena stroke bisa menyebabkan dampak yang sangat serius, apabila terjadi
tanda-tanda peringatan berikut, maka konsultasi dengan dokter harus segera dilakukan
untuk meminimalkan gejala sisa stroke (defisit yang dihasilkan dari penyakit atau insiden
sebelumnya):
a. Ketidakmampuan untuk berbicara dengan jelas atau mengalami kesulitan untuk
berbicara
b. Sensasi mati rasa secara tiba-tiba dan bersifat sementara, kelemahan atau kelumpuhan
salah satu lengan, satu kaki atau setengah dari wajah (biasanya terjadi di sisi yang
sama)
c. Penglihatan yang kabur secara tiba-tiba atau penurunan kualitas penglihatan pada satu
mata
d. Sakit kepala yang parah secara tiba-tiba
e. Gangguan keseimbangan tubuh dan koordinasi tangan dan kak,i atau terjatuh secara
tiba-tiba tanpa alasan yang jelas
f. Rasa pusing atau pingsan tanpa alasan yang jelas
g. Inkontinensia (buang air kecil secara spontan).

D. Komplikasi Stroke
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat mengakibatkan
luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring, seperti pinggul, sendi
kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang lumpuh
dan penumpukan cairan.
c. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada
otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu
dapat terjadi
b. kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
a. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas mineral
pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya paparan
terhadap sinar matahari.
b. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita depresi
pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis kiri.
c. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas, kekurangan
cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
d. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu pada
bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand syndrome)
terjadi pada 27% pasien stroke
E. PATOFISIOLOGI (PATHWAY)

PH asam HCO3

PCO2 Asidosis respiratorik


terkompensasi sebagian
Penurunan Curah Jantung
RR

Aritmia
Edema paru ditandai dengan suara ronchi Hambatan
pertukaran gas
Takikardi

Terdorongnya cairan ke alveoli

pembuluh darah di paru

Distribusi O2 ke seluruh tubuh terganggu


HIPERTENSI

Jantung sulit memompa darah Konstriksi pembuluh darah serebral


Penurunan aliran darah ke lambung
Kardiomegali suspek LVH
Rupture pembuluh darah
Otot jantung menebal
Stress ulcer lambung Perdarahan jaringan otak

Mengeluarkan residu hitam Membentuk massa


Suplai O2 pada otak berkurang

Edema serebri TIK

Sumbatan pembuluh darah dan O2 serebral


Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebr
Infark jaringan serebral

Batang otak Hemisfer kiri

Kompresi medula oblongata Reflek batuk menurun Kelemahan pada N. 5,9,10,11 Disfagia

Penekanan saluran pernafasan Penumpukan sekret Kerusakan menelan

Bunyi napas gurgling


Pola napas tidak efektif Gangguan menelan
Bersihan jalan nafas tidak efektif
Pemasangan NGT

Pemasangan ET Resiko infeksi


F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
A. ANALISA DATA

Nama : Tn. J No. CM :


Usia : 57 tahun DM : CVA Hemoragic

No. Tanggal/Jam Data Fokus Masalah Etiologi


1. DS : - Penurunan curah jantung Penurunan kontraktilitas
DO : dan aritmia
BP 180/100 mmHg, HR 115x/menit
(takikardi), hasil foto thoraks menunjukkan
kardiomegali suspek LVH
2. DS : - Ketidakefektifan bersihan Akumulasi secret
DO : jalan napas (kemungkinan berupa
GCS E1M4VET, KU soporos coma, RR darah) pada jalan napas
15x/menit, volume tidal 350 mL, terdengar (orofaring)
suara gurgling
3. DS : - Ketidakefektifan pola napas Gangguan pusat
DO : pernapasan (pada medula
RR 15x/menit, terpasang ventilator modus oblongata) akibat
SIMV, FiO2 50%, SpO2 100%, PEEP 8 intracranial hemoragic
mmHg, SaO2 94%
4. DS : - Hambatan pertukaran gas Kegagalan proses difusi
DO : pada alveoli
GCS E1M4VET, KU soporos coma, RR
15x/menit, hasil BGA : pH 7.32; PaCO2 48
mmHg; HCO3 28 mmol/L; PaO2 80 mmHg;
BE -3; AaDO2 300 dengan interpretasi
Asidosis Respiratorik Terkompensasi Sebagian,
hasil foto thoraks menunjukkan adanya oedema
paru, terdengar suara ronkhi di seluruh lapang
paru
5. DS : - Risiko ketidakefektifan Perdarahan intraserebral
DO : perfusi jaringan otak disertai peningkatan TIK
GCS E1M4VET, KU soporos coma, BP
180/100 mmHg, HR 115x/menit, hasil CT Scan
: adanya intracranial hemoragic, tampak tanda-
tanda peningkatan TIK
6. DS : - Gangguan menelan Gangguan saraf V, IX, X,
DO : XI akibat perdarahan
Terpasang NGT dan tampak cairan residu batang otak
berwarna hitam pada selang NGT
7. DS : - Risiko infeksi Pemasangan alat-alat
DO : medis invasif
GCS E1M4VET, suhu tubuh 38oC, terpasang
alat-alat medis meliputi ET dan NGT

B. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : Tn. J No. CM :


Usia : 57 tahun DM :CVA Hemoragic

No. Diagnosa Keperawatan Tanggal Ditemukan Tanggal Teratasi


Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas
1.
disertai aritmia
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d akumulasi secret
(kemungkinan darah) pada jalan napas (orofaring)
3. Ketidakefektifan pola napas b.d gangguan pusat pernapasan
(medula oblongata) terkait intracranial hemoragic
4. Hambatan pertukaran gas b.d kegagalan proses difusi pada
alveoli
5. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d perdarahan
intraserebral disertai peningkatan TIK
6. Gangguan menelan b.d gangguan saraf V, IX, X, XI akibat
perdarahan batang otak
7. Risiko infeksi b.d pemasangan alat-alat medis invasif

C. RENCANA KEPERAWATAN

Nama : Tn. J
Usia : 57 tahun
No. CM :
DM :CVA Hemoragic
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Ttd

1. Penurunan curah jantung b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Jantung
penurunan kontraktilitas disertai 3 x 24 jam penurunan curah jantung a. Monitor EKG, adakah perubahan
aritmia pasien dapat berkurang dengan kriteria segmen ST, sebagaimana
hasil sebagai berikut : mestinya (2N-4040.6).
Keefektifan Pompa Jantung b. Lakukan penilaian komprehensif
a. Tekanan darah sistol yang awalnya pada sirkulasi perifer misalnya
cukup meningkat (3) menjadi cek nadi perifer, edema, pengisian
menurun dalam rentang normal (5) ulang kapiler, warna dan suhu
(II E 0400015). ekstrimitas secara rutin sesuai
b. Tekanan darah diastol yang kebijakan agen (2N-4040.7).
awalnya sedikit meningkat (4) c. Monitor tanda-tanda vital secara
menjadi menurun dalam rentang rutin (2N-4040.8).
normal (5) (II E 0400195). d. Monitor disritmia jantung,
c. Fraksi ejeksi yang awalnya deviasi termasuk gangguan ritme dan
sedang dari kisaran normal (3) konduksi jantung (2N-4040.9).
menjadi tidak ada deviasi dari e. Dokumentasikan disritmia
kisaran normal (5) (II E 0400045). jantung (2N-4040.10).
d. Denyut nadi perifer yang awalnya f. Catat tanda gejala penurunan
deviasi sedang dari kisaran normal curah jantung (2N-4040.11).
(3) menjadi tidak ada deviasi dari g. Monitor status pernafasan terkait
kisaran normal (5) (II E 0400065). adanya gejala gagal jantung
e. Ukuran jantung yang awalnya (2N-4040.12).
deviasi sedang dari kisaran normal h. Evaluasi perubahan tekanan darah
(3) menjadi tidak ada deviasi dari (2N-4040.17).
kisaran normal (5) (II E 0400075). i. Evaluasi respon pasien terhadap
f. Disritmia yang awalnya deviasi ektopi atau disritmi(2N-4040.18).
sedang dari kisaran normal (3)
menjadi tidak ada deviasi dari Pengaturan Hemodinamik
kisaran normal (5) (II E 0400105).
a. Lakukan auskultasi pada jantung
(2N-4150.15).
b. Monitor dan catat tekanan darah,
denyut jantung, irama, dan denyut
nadi (2N-4150.16).
c. Monitor curah jantung, indeks
kardiak dan indeks kerja stroke
ventrikuler, yang sesuai
(2N-4150.19).
d. Monitor denyut nadi perifer,
pengisian kapiler, suhu dan warna
ekstremitas (2N-4150.23).
e. Monitor apa ada edema perifer,
distensi vena jugularis, bunyi
jantung S3 dan S4, dyspnea,
penambahan berat badan dan
distensi organ, terutama di paru-
paru atau jantung (2N-4150.26).

2. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Nafas
napas b.d akumulasi secret 3 x 24 jam diharapkan jalan napas a. Auskultasi suara nafas, catat area
(kemungkinan darah) pada jalan pasien dapat efektif adekuat dengan yang ventilasinya menurun atau
napas (orofaring) kriteria hasil sebagai berikut : tidak ada dan adanya suara
Status Pernafasan : Kepatenan Jalan tambahan (2K-3140.11).
Nafas b. Kelola nebulizer ultrasonik,
a. Frekuensi pernafasan yang awalnya sebagaimana mestinya
deviasi sedang dari kisaran normal (2K-3140.16).
(3) menjadi tidak ada deviasi dari c. Monitor status pernafasan dan
kisaran normal (5) (II E 0410045). oksigenasi, sebagaimana mesti-
b. Kemampuan untuk mengeluarkan nya (2K-3140.21).
sekret yang awalnya deviasi sedang
dari kisaran normal (3) menjadi Monitor Pernafasan
tidak ada deviasi dari kisaran
a. Monitor suara nafas tambahan
normal (5) (II E 0410125).
seperti ngorok atau mengi
c. Suara nafas tambahan awalnya
deviasi sedang dari kisaran normal (2K-3350.3).
(3) menjadi tidak ada deviasi dari b. Auskultasi suara nafas, catat area
kisaran normal (5) (II E 0410075). dimana terjadi penurunan atau
d. Akumulasi sputum awalnya deviasi tidak adanya ventilasi dan
sedang dari kisaran normal (3) keberadaan suara nafas tambahan
menjadi tidak ada deviasi dari (2K-3350.11).
kisaran normal (5)(II E 0410205). c. Auskultasi suara nafas setelah
tindakan, untuk dicatat
(2K-3350.13).
d. Monitor sekresi pernafasan pasien
(2K-3350.20).
e. Posisikan pasien miring ke
samping, sesuai indikasi untuk
mencegah aspirasi, lakukan
teknik log roll, jika pasien di
duga mengalami cedera leher
(2K-3350.27).
f. Berikan bantuan terapi nafas jika
diperlukan misalnya, nebulizer
(2K-3350.29).

3. Ketidakefektifan pola napas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor Pernafasan
gangguan pusat pernapasan 3 x 24 jam diharapkan pola napas
(medula oblongata) terkait pasien dapat efektif dengan kriteria a. Monitor kecepatan, irama,
intracranial hemoragic hasil sebagai berikut : kedalaman dan kesulitan bernafas
(2K-3350.1).
Status Pernafasan b. Catat pergerakan dada, catat
a. Frekuensi pernafasan yang awalnya ketidaksimetrisan, penggunaan
deviasi sedang dari kisaran normal otot-otot bantu nafas, dan retraksi
(3) menjadi tidak ada deviasi dari pada otot supraclaviculas dan
kisaran normal (5) (II E 0415011). interkosta (2K-3350.2).
b. Suara auskultasi nafas yang c. Monitor pola nafas misalnya
awalnya deviasi sedang dari bradipneu, takipneu, hiper-
kisaran normal (3) menjadi tidak ventilasi, pernafasan kusmaul,
ada deviasi dari kisaran normal (5) pernafasan 1:1, apneustik,
(II E 0415044). respirasi biot, dan pola ataxic
c. Kepatenan jalan nafas yang (2K-3350.4).
awalnya deviasi sedang dari d. Monitor saturasi oksigen pada
kisaran normal (3) menjadi tidak pasien yang tersedasi seperti
ada deviasi dari kisaran normal (5) SaO2, SvO2, SpO2 sesuai dengan
(II E 0415325). protokol yang ada (2K-3350.5).
d. Saturasi oksigen yang awalnya
deviasi sedang dari kisaran normal
(3) menjadi tidak ada deviasi dari
kisaran normal (5) (II E 0415089).

4. Hambatan pertukaran gas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Asam Basa : Asidosis
kegagalan proses difusi pada 3 x 24 jam diharapkan hambatan Respiratorik
alveoli pertukaran gas b.d kegagalan proses a. Pertahankan kepatenan jalan
difusi pada alveoli yang dialami pasien napas (2G-1913.1).
membaik dengan kriteria hasil sebagai b. Pertahankan bersihan jalan napas
berikut : (2G-1913.2).
Status Pernapasan: Pertukaran Gas c. Monitor pola napas (2G-1913.3).
a. Tekanan parsial karbondioksida di d. Tingkatkan ventilasi dan
darah arteri (PaCO2) yang awalnya kepatenan jalan napas pada
sedikit tinggi (3) menjadi normal kondisi asidosis respiratorik dan
(5) (II E 0402095). peningkatan level PaCO2, dengan
b. Derajat keasaman (pH) darah arteri tepat (2G-1913.10).
yang awalnya sedikit asam kisaran e. Monitor terhadap hipoventilasi
7.32 (3) menjadi netral kisaran dan rawat penyebabnya (misalnya
7.35-7.45 (5) (II E 0402105). ventilasi mekanik jangka pendek
c. Tingkat kesadaran yang awalnya yang tidak sesuai, reduksi kronik
menurun (3) meningkat menjadi pada ventilasi alveolar, COPD,
kesadaran normal (5) ingestif opioid akut, penyakit-
(II E 0402165). penyakit obstruktif jalan napas
dan pembatasan jalan napas)
(2G-1913.17).
f. Monitor faktor-faktor penentu
sirkulasi oksigen ke jaringan
(misalnya PaO2, SaO2, Hb, COP)
untuk mempertimbangkan
oksigenasi arteri yang adekuat
(2G-1913.20).
g. Monitor kerja pernapasan
(misalnya RR, HR, penggunaan
otot-otot pernapasan, diaforesis)
(2G-1913.23).
h. Monitor status neurologi
(misalnya tingkat kesadaran dan
konfusi) (2G-1913.29).
i. Instruksikan pasien dan/atau
keluarga pada tindakan-tindakan
sesuai prosedur untuk merawat
asidosis respiratorik(2G-1913.30)

5. Risiko ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor Tekanan Intrakranial
jaringan otak b.d perdarahan 3 x 24 jam diharapkan risiko (TIK)
intraserebral disertai peningkatan ketidakefektifan perfusi jaringan otak a. Bantu menyisipkan perangkat
TIK pada pasien berkurang dengan kriteria pemantauan TIK (2I-2590.1).
hasil sebagai berikut : b. Rekam pembacaan TIK
Perfusi Jaringan : Serebral (2I-2590.7).
a. Tekanan intrakranial yang awalnya c. Monitor tekanan aliran darah otak
mengalami peningkatan (3) terkait (2I-2590.9).
perdarahan intraserebral menurun d. Monitor status neurologis
menjadi normal kembali (5) (2I-2590.10).
(II E 0406025). e. Monitor intake dan output
b. Tekanan darah sistolik yang (2I-2590.14).
awalnya cukup meningkat (3) f. Monitor efek rangsangan
menjadi menurun dalam rentang lingkungan pada TIK
normal (5) (II E 0406135). (2I-2590.27).
c. Tekanan darah diastolik sistolik g. Jaga tekanan arteri sistemik
yang awalnya cukup meningkat dalam jangkauan tertentu (2I-
(4) menjadi menurun dalam 2590.31).
rentang normal (5) (II E 0406145). h. Beritahu dokter untuk
d. Penurunan kesadaran yang awalnya peningkatan TIK yang tidak
dialami pasien (3) membaik dan bereaksi sesuai peraturan
mengalami peningkatan kesadaran perawatan (2I-2590.33).
menuju normal (5) (II E 0406195).
Kolaborasi :
a. Pemberian manitol dosis 0,25-
0,50 gr/kg BB selama 20 menit,
diulang setiap 4-6 jam untuk
menurunkan tekanan intrakranial.
b. Pemberian amlodipin sesuai dosis
sebagai antihipertensi.

6. Gangguan menelan b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemberian Makan dengan Tabung
saraf V, IX, X, XI akibat 3 x 24 jam diharapkan gangguan Enteral
perdarahan batang otak menelan b.d gangguan saraf menelan a. Konsultasikan dengan tenaga
akibat perdarahan batang otak yang kesehatan lain dalam memilih
dialami pasien membaik dengan kriteria jenis dan persentase makanan
hasil sebagai berikut : (1D-1056.9).
Status Neurologi : Sensori Kranial / b. Tinggikan kepala tempat tidur 30-
Fungsi Motorik 45 derajat selama pemberian
a. Kemampuan menelan pada pasien makan (1D-1056.10).
yang awalnya cukup terganggu (3) c. Hentikan pemberian makan 30-60
akibat gangguan pada saraf V, IX, menit sebelum meletakkan kepala
X, dan XI menjadi tidak terganggu pasien dengan posisi kepala di
atau pulih ke keadaan normal bawah (1D-1056.13).
semula (5) (II J 0913085). d. Irigasi selang setiap 4-6 jam saat
memberikan makan dan setelah
setiap pemberian makan
intermiten (1D-1056.15).
e. Gunakan teknik yang bersih dalm
memberikan makan lewat selang
(1D-1056.16).
f. Monitor pasien jika merasa
kenyang, mual, dan muntah
(1D-1056.19).
g. Periksa sisa makanan setiap 4-6
jam untuk 24 jam pertama,
kemudian setiap 8 jam selama
pemberian berkelanjutan
(1D-1056.20).
h. Periksa sisa makanan setiap
sebelum makan intermiten
(1D-1056.21).
i. Cuci kulit di sekitar perangkat
dengan sabun dan keringkan
segera (1D-1056.26).
j. Isi ulang makanan setiap 4 jam
(1D-1056.29).
k. Monitor apa ada bunyi usus tiap
4-8 jam (1D-1056.30).
l. Monitor intake dan output
(1D-1056.35).

7. Risiko infeksi b.d pemasangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol Infeksi
alat-alat medis invasif 3 x 24 jam diharapkan risiko infeksi b.d a. Batasi jumlah pengunjung
pemasangan alat-alat medis invasif pada (4V-6540.7).
pasien berkurang dengan kriteria hasil b. Anjurkan pengunjung untuk
sebagai berikut : memcuci tangan pada saat
Status Imunitas memasuki dan meninggalkan
a. Suhu tubuh yang awalnya ruangan pasien (4V-6540.10).
meningkat dalm kisaran 38oC (4) c. Cuci tangan sebelum dan sesudah
menjadi dalam rentang normal kegiatan perawatan pasien
(36,5 – 37,5oC) (4V-6540.12).
b. Terbebas dari tanda dan gejala d. Lakukan tindakan pencegahan
infeksi berupa leukosit dalam yang bersifat universal
rentang normal (3580-8150/uL) (4V-6540.13).
e. Tingkatkan intake nutrisi pasien
Kontrol Risiko: Proses Infeksi (4V-6540.28).
a. Mengidentifikasi faktor - faktor f. Edukasi keluarga mengenai tanda
infeksi dan gejala infeksi dan kapan
b. Memonitor faktor lingkungan yang harus melaporkannya kepada
berhubungan dengan risiko infeksi perawat (4V-6540.33).
c. Tidak ada tanda infeksi pada akses g. Monitor waktu penggunaan alat-
invasif (ET dan NGT) alat invasif
h. Monitor tanda-tanda demam,
takikardi, hipovolemia

Kolaborasi :
a. Pemberian antibiotik sesuai dosis
dan indikasi
b. Pemberian antipiretik sesuai dosis
dan indikasi
DAFTAR PUSTAKA
A’la, M. Z., Dewi, D.P & Siswoyo. 2019. Analisis Masalah Keperawatan pada Pasien Post
Kraniotomi di RSD Dr. Soebandi Jember (Studi Retrospektif Januari 2016 – Desember
2017). Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta. 6(3) : 677-683
Affandi, I.G & Panggabean, R. 2016. Pengelolaan Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke.
CKD-238. 43(3) : 180-184 (Tinjauan Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas
Padjajaran/RSUP Hasan Sadikin Bandung)
Arifin. 2019. Prinsip Dasar Ventilasi Mekanik di www.papdi.or.id/pdfs/758/dr%20Arifin%20
-%20ventilasi%20mekanik%20(PIN%20surabaya%20okt%202019).pdf (diakses 22
April 2020)
Cahyati, Y., Sugiarti, S & Mahfudhoh, D. 2019. Pengaruh Waktu Tunggu Pasien Rawat Jalan
Foto Thorax dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Instalasi Radiologi. Jurnal Health
Care Media. 3(6) : 19-23
Carpio, A.L.M & Mora, J.I. 2020. Positive End-Expiratory Pressure (PEEP) di
www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441904/ (diakses 22 April 2020)
Hariyono, T. J. I. P. T. O. "Hipertensi dan Stroke." (2006).
Harun S & Sally N. EdemParuAkut. 2009. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, SetiatiS,editor. BukuAjarIlmuPenyakitDalam 5th ed. Jakarta:
PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas
Indonesia. p. 1651-3.
Junaidi, Iskandar. "Stroke waspadai ancamannya." (2011).
Khadijah, S. S & Wulan, D. R. 2019. Hubungan Status Elektrolit dan Penggunaan Ventilator
Mekanik dengan Kejadian Delirium pada Pasien Pascaoperasi Kraniotomi di Intensive
Care Unit. Proceeding of Sari Mulia University Nursing National Seminars. 1(1) : 137-
150
Mahdian M, Fazel MR, Fakharian E, Akbari H & Mahdian S. 2014. Cerebral state index
versus Glasgow coma scale as a predictor for in-hospital mortality in brain-injured
patients. Chinese J Trauma. 17:220-4
Manokharan, P. 2017. Analisis Gas Darah dan Aplikasinya di Klinik di
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/ff76a052cc9d611d598a2b4380a
fb62c.pdf (diakses 22 April 2020)
Organisation, Eumpean Stmlte. "Executive Committe; ESO Writing
Committee." Guidelinesfor management of ischaemic stmite and transient ischaemic
attack (2008): 457-507.
Prasetyo, A.S. 2015. Keadaan Kardiomegali pada Pasien Gagal Jantung Kongetif. Jurnal
Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama. 2(3) : 19-22
Qurbany, Zuryati Toiyiba, and Adityo Wibowo. "Stroke Hemoragik ec Hipertensi Grade
II." Jurnal Medula 5.2 (2016): 114-118.
Ruang Seruni Irna Medik Instalasi Promosi Kesehatan Rumah Sakit dan Hubungan
Masyarakat (PKRS & HUMAS) RSUD Dr. Soetomo Surabaya. 2018. Penatalaksanaan
pada Pasien dengan NGT di rsudrsoetomo.jatimprov.go.id/wp-content/uploads/2019/
08/PFE_3_v210618_Leaflet_PENATALAKSANAAN-PADA-PASIEN-NGT-2106_
OK_opt.pdf+&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id (diakses 22 April 2020)
Sidharta, Priguna, and Mahar Mardjono. "Neurologi Klinis Dasar." Cetakan ke-12. Jakarta:
Dian Rakyat (2008).
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Widyastuti, P., editor. Jakarta (ID) :
Buku Kedokteran EGC
Smeltzer, Suzanne C., and Brenda G. Bare. "Brunner & Suddarth, Tratado de enfermagem
médico-cirúrgica." Brunner & Suddarth, Tratado de enfermagem médico-cirúrgica.
2005. 1133-1133.
Susanto, T. 2012. Ventilasi Mekanik di www.slideshare.net/tandangsusanto/ventilasi-
mekanik-14481627 (diakses 20 April 2020)
World Health Organization. Cerebrovascular disorders: a clinical and research
classification. World Health Organization, 1978.
Yonata, A. & Pratama, A.S. 2016. Hipertensi sebagai Faktor Pencetus Terjadinya Stroke.
Medical Journal of Lampung University. 5(3) : 17-21

Anda mungkin juga menyukai