Anda di halaman 1dari 12

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Tuberkulosis adalah (TB) adalah suatu penyakit menular yang paling
sering mengenai parenkim paru, biasanya yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. TB dapat menyebar hampir kesetiap bagian
tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Infeksi awal
biasanya terjadi dalam 2 sampai 10 minggu setelah pajanan.pasien kemudian
dapat membentuk penyakit aktif karena respon sistem imun menurun atau
tidak adekuat.
TB ditularkan ketika seorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan
organisme. Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.
Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.
Tuberculosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti meningen,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman Somantri, 2012). Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Tuberkulosis
(Mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei)
saat seorang pasien Tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung
bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas (Widoyono, 2008).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis,
(Smeltzer, 2012). Tuberkulosis merupakan infeksi paru akut atau kronis yang
ditandai dengan infiltrasi paru dan pembentukan granulasi dengan perkijuan,
fibrosis, dan kavitasi. prognosis penyakit ini sangat bagus dengan program
pengobatan yang benar dan lengkap.
B. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen M. tuberkulosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman
mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor
fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang
banyak oksigen. oleh karena itu, M. tuberkulosis senang tinggal di daerah
apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi
tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
C. PATOFISIOLOGI
Ketika seorang klien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara
tidak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai, dan tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet
nuclei menguap. Menguapnya bakteri droplei ke udara dibantu dengan
pergerakan angin akan membuat bakteri tuberculosis yang mengandung dalam
droplet nuclei terbang ke udara. Apabila bakteri ini dihirup oleh orang sehat,
maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri tuberculosis. Penularan
bakteri lewat udara disebut dengan istilah air borne infection. Bakteri yang
terhisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk
hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan
menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut
focus primer, lesi primer, atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan
limfe regional, yang bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks
primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan
menjdi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri tuberculosis dan
bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari komples primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui berbagai jalan, yaitu :
 Percabangan bronkus. Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus
dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring
(menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
 Sistem saluran limfe. Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan
adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberculosis milier.
 Aliran darah. Aliran vena pulmonalis yang melewati ke paru dapat
membawa atau mengangkat material yang mengandung bakteri
tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ melalui aliran
darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
 Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer). Jika pertahanan tubuh
(inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan bakteri
tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman
(tidur). Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit keras atau
memakai obat yang dapat melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama,
maka bakteri tuberculosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang
disebut sebagai reaktivasi infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi
ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu,
infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis baru.
Biasanya infeksi pasca primer terjadi didaerah apeks paru.
1. Tuberkulosis Primer
Tuberculosis primer adalah infeksi penderita TB dari penderita yang
belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila banteri TB
terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau
bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveolar. Jika pada proses ini
bakter ditangkap oleh makrofag lemah, maka bakteri akan berkembang
biak dalam tubuh makofag yang lemah dan menghancurkan makrofag.
Dari proses ini dihasilkan bahan kemoktasis yang menarik monosit dan
aliran darah membentuk tuberkel. Bakteri TB menyebar melalui saluran
pernapasan ke kelenjar getah bening regional (hilus) membentuk epiteloid
granuloma. Granuloma mengalami nekrosis sentral sebagai akibat
timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivitas) terhadap
bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes
tuberkulin. Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus
Ghon, sedangkan focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati
bertempat di hilus dan disebut juga TB Primer. Bakteri menyebar lebih
lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada
berbagai organ. Jadi TB Primer merupakan infeksi yang bersifat
sistematis.
2. Tuberculosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri
TB masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90%
di antaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi
bila daya tahan tubuh menurun. Berbeda dengan TB Primer, pada TB
sekunder kelenjar limfe regional dan organ lainnya jarang                                                      
terkena. Lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi
dengan adanya pembentukan granuloma. Nekrosis jaringan lebih
mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut
tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan
menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum dapat dikatakan
bahwa, pembentukan kavitas dan manifestasi lainnnya dari TB Sekunder
adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas
seluler (delayed hipersensitivitas). TB Paru pasca primer dapat
disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogan, terutama pada usia
tua, yang semasa mudanya pernah mempunyai riwayat terkena TB. Lesi
sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan
oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi oleh
jaringan fibrotic yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas
yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotic yang tebal. Masalah lain pada
kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa
sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri dada, dan batuk
darah. Pasien TB Paru menampakkan gejala klinis, yaitu :
a. Tahap asimtomatis.
b. Gejala TB Paru yang khas, kemudian stagnasi dan regresi.
c. Eksaserbasi yang memburuk
d. Gejala berulang dan menjadi kronik.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda :
a. Tanda-tanda infiltrate (redup, bronchial, ronki basah, dan lain-lain)
b. Tanda-tanda penarikkan paru, diafragma, dan mediatinum.
c. Secret di saluran napas dan ronkhi.
d. Suara napas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung
dengan bronkus.
E. KOMPLIKASI
 Kerusakan jaringan paru yang masif
 Gagal napas
 Fistula bronkopleural
 Pneumotoraks
 Efusi Pleura
 Pneumonia
 Infeksi organ tubuh lain oleh focus mikrobakterial kecil
 Penyakit hati terjadi sekunder akibat terapi obat
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Rontgen Thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil
pengobatan dan ini tergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan
bakteri tuberkel terhadap OAT, apakah sama baiknya dengan respon dari
klien. Penyembuhan yang lengkap sering kali yang terjadi di beberapa area
dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang
lengkap.
b. CT scan atau MRI memperlihatkan adanya gangguan meluasnya
kerusakan paru.
c. Radiologis TB Paru Milier
d. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnostic terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Bahan pemeriksaan untuk isolasi
Mycobacterium Tuberculosis berupa :
 Sputum, diambil pada pagi hari / sputum yang baru keluar.
 Urine. Urine pertama di pagi hari
 Cairan kumbah lambung. Pemeriksaan ini digunakan jika klien tidak
dapat
 mengeluarkan sputum.
 Bahan-bahan lain, misalnya pus.
G. PENATALAKSANAAN
Zain (2012) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga
bagian yaitu pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case
finding). Pencegahan TB Paru
a. Pemeriksaan kontak yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita TB BTA positif. Pemeriksaan meliputi : tes
tuberculin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negative diberikan BCG vaksinasi.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu, misal : penghuni rumah tahanan, petugas kesehatan,
siswa-sisiwi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit.
Pengobatan Tuberkulosis Paru
Berikut penatalaksanaan pengobatan tuberkulosisi. Mekanisme Kerja
Obat anti-Tuberkulosis (OAT).
a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Streptomisin (S).
 Intraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan Isoniazid
(INH).
b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the persisters (bakteri semidormant).
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Rifampisin (R) dan
Isoniazid (INH).
 Intraseluler, untuk slowly growing bacilli digunakan Rifampisin dan
Isoniazid. Untuk very slowly growing bacilli, digunakan Pirazinamid (Z).
c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis
terhadap bakteri terhadap asam.
 Ekstraseluler, jenis obat yang digunakan ialah Etambutol (E), asam pra
amino salisilik (PAS), dan sikloserine.
 Intraseluler, kemungkinan masih dapat dimusnahkan oleh Isoniazid dalam
keadaan telah terjadi resistensi sekunder.
Pengobatan TB terbagi dalam dua fase yaitu fase intensif ( 2-3 bulan ) dan
fase lanjutan ( 4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol. (Depkes RI, 2012). Disamping itu, perlu pemahaman tentang
strategi penanggulangan TB yang dikenal dengan Directly Observed
Treatment Short Course (DOTSC). Lima komponen DOTSC yang
direkomendasikan WHO yaitu :
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan para pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan sputum secara makroskopik langsung,
dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan
kultur.
c. Pengobatan TB dengan panduan OAT jangka pendek di bawah
pengawasan langsung oleh PMO, khususnya dalam dua bulan pertama di
mana penderita harus minum obat setiap hari.
d. Kesinambungan ketersediaan panduan OAT jangka pendek yang cukup.
e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Penemuan penderita. Terdapat empat kategori yaitu : kategori I,II,III, dan
IV. Kategori ini didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TUBERKULOSIS PARU

1. PENGKAJIAN
Anamnese
a. Biodata
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB
patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 2012)
b. Keluhan Utama
 Keluhan Respiratorik, meliputi batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri
dada.
 Keluhan sistemis, meliputi demam, hilang timbul, dan keluahn sistemis
lainnya seperti anoreksia, penurunan BB, malaise, dan keringat malam.
c. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang
di rasakan saat ini. Dengan adanya batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita
untuk mencari pengonbatan. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB seperti
diabetes mellitus.
e. Riwayat Penyakit Keluarga Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tapi
hal ini perlu ditanyakan sebagai factor predisposisi penularan di dalam
rumah
f. Pemeriksaan
 Pemeriksaan Umum
Klien dengan TB paru biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh
secara signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak,
denyut nadi meningkat, hipertensi.
 Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing)
 Inspeksi :
 Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Adanya penurunan proporsi
diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi
diameter lateral. Gerakan pernapasan tidak simetris, sehingga terlihat
pada sisi sakit pergerakan dadanya tertinggal. Batuk dan sputum.
 Palpasi : palpasi trachea dan gerakan dinding thoraks anterior /
ekskrusi pernapasan.
 Perkusi : terdapat bunyi sonor pada seluruh lapang paru.
 Auskultasi : terdapat bunyi tambahan ronkhi.
B2 (Blood)
 Inspeksi : inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
 Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
 Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran.
 Auskultasi : TD normal, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis.
B4 (Bladder)
Dibiasakan dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjBal masih normal sebagai ekskresi karena
minum OAT.
B5 (Bowel)
Biasanya mengalami mual, muntah, anoreksia, penurunan BB.
B6 (Bone)
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d secret kental dan mengandung
nanah, Fatigue, kemampuan batuk kurang, edema trachea/faring
2. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan jaringan efektif paru, atelektasis,
kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema bronchial.
4. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d perasaan
mual, batuk produktif.
5. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan b/d
kurangnya informasi tentang proses dan penatalaksanaan perawatan di
rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Kapita Selekta Penyakit Nurse’s Quick Check. edisi 2, alih bahasa Dwi Widiarti,

2011. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif, Kartini, dkk. 2012. “Kapita Selekta Kedokteran.” Fakultas

Kedokteran UI : Media Aesculapius.

Muttaqin, Arif, 2008. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Pernapasan.” Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, S.C., 2013. “Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth, edisi

12”. Jakarta : EGC,

Somantri, Irman, 2012. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Pernapasan.” Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson Judith M, Ahern Nancy R, 2011. “ Buku Saku Diagnosis Keperawatan,

edisi 9,Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.” Jakarta :

EGC

Anda mungkin juga menyukai