Anda di halaman 1dari 11

KOMPLEKSOMETRI

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Salah satu metode titrimetri adalah titrasi pembentukan kompleks yang juga dikenal

sebagai kompleksometri. Metode ini memungkinkan penentuan analisis pengukuran untuk

sejumlah kation bervalensi banyak dalam larutan air. Metode ini berdasarkan penentuan khelat

organik yang larut dalam air dan praktis tidak terdisosiasi.

Dewasa ini pereaksi yang paling sering digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah

ligan bergigi banyak yaitu asam etilen diamin tetra asetat (EDTA). Krena senyawa ini sukar larut

dalam air maka garam dinatriumnya lebih mudah larut digunakan untuk membuat larutan

pentiter.

Keuntungan dari metode kompleksometri adalah waktu pengerjaannya lebih sederhana

dibandingkan gravimetri dan spektrometer. Sedangkan kerugiannya adalah penentuan titik akhir

susah ditentukan, karena sangat dipengaruhi oleh pH dan bahan yang digunakan cukup banyak

dibandingkan dengan metode lain yaitu larutan bak, indikator, larutan dapar, dan larutan asam

atau basa.

Titrasi kompleksometri ini digunakan untuk penetapan kation bervalensi banyak dalam air.

Di dalam dunia farmasi, metode ini banyak digunakan dalam penetapan kadar suatu senyawa

obat yang mengandung ion logam Misalnya penentuan kadar MgSO4 yang digunakan sebagai

laksativum atau ZnO yang digunakan sebagai antiseptik.

I.2 Maksud dan Tujuan


I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara penentuan kadar suatu zat dengan menggunakan metode

analisis volumetri.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Menentukan kadar zat CaCl2 dengan menggunakan metode kompleksometri

I.3 Prinsip Percobaan

Penentuan kadar CaCl2 dengan menggunakan metode kompleksometri dengan zat titrasi atau

titran digunakan komplekson EDTA, menggunakan indikator Biru hidroksi Naftol dengan titik

akhir titrasi dicapai pada saat larutan berubah dari warna merah jambu menjadi warna biru tua.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Analisa kimia farmasi kuantitatif untuk zat-zat anorganik yang mengandung ion-ion logam

seperti aluminium, bismuth, kalsium, magnesium dan zink dengan cara gravimetri memakan

waktu yang lama, karena prosedurnya meliputi pengendapan, penyaringan, pencucian dan

pengeringan atau pemijaran sampai bobot tetap(1).

Sekarang ditemukan prosedur titrimetri yang baru untuk penentuan ion-ion logam ini dengan

pereaksi etilen diamion tetra asetat dinatrium, yang umumnya disebut EDTA dengan

menggunakan indikator terhadap ion logam yang mempunyai sifat seperti halnya indikator pH

pada titrasi asam basa, dengan dasar pembentukan kompleks khelat yang digolongkan dalam

golongan komplekson(1).
Dalam penentuan ion-ion logam secara titrasi kompleksometri umumnya digunakan komplekson

III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat, dimana EDTA bereaksi dengan ion logam

yang polivalent seperti Al+++ , Bi+++ , Ca++ , Cu++ membentuk senyawa atau kompleks khelat yang

stabil dan larut dalam air(1).

Dalam perkembangan analisa kimia kompleks, kompleksometri pengkhelat yang paling umum

dan menonjol dalam penggunaannya adalah EDTA, faktor-faktor yang membuat EDTA sebagai

titrimetri (3) :

 Dengan ion logam membentuk kompleks 1:1 sehingga reaksi hanya berlangsung satu

tahap.

 Konstan kestabilan khelatnya umumnya besar sekali sehingga reaksinya sempurna

(kecuali logam alkali).

 Banyak ion logam yang bereaksi cepat.

Pemberian khelat adalah anion organik yang pada jarak tertentu mempunyai beberapa

gugus dengan fungsi dasar elektron atau senyawa organik dengan dua atau lebih gugus donor

elektron pada jarak tertentu. Setiap molekul akan membentuk satu atau lebih cincin dengan ion

logam bervalensi dua atau lebih. Kompleks yang terjadi dengan cara ini disebut khelat karena

berbentuk gunting(2).

Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan pH, tidak juga

karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena perubahan pM (M adalah khelat logam )

(3).

Syarat-syarat indikator logam, yaitu (4) :

 Reaksi warnanya harus sensitif, dengan kepekaan yang besarterhadap logam.


 Reaksi warnanya harus spesifik.

 Perbedaan warna dari indikator bebas dengan indikator kompleks harus mempunyai

kestabilan yang efektif dimana pH titrasi tidak boleh tidak teroksidasi dan tereduksi.

 Kestabilan kompleks logam indikator harus cukup.

 Reaksi pengusiran indikator oleh EDTA harus belangsung cepat

Dan berdasarkan perubahan warna dari indikator logam ini dapat kita beda-bedakan (1) :

1. Cara titrasi langsung, pada titrasi ini larutan ion logam ditambah larutan dapar dan

indikator, kemudian langsung dititrasi dengan komplekson III. Titrasi ini digunakan

untuk penentuan ion-ion logam kalium, magnesium dan zink.

2. Cara titrasi tidak langsung, digunakan untuk menentukan senyawa aluminium dan

bismth, karena pada titrasi secara langsung terjadi kesalahan yang disebabkan karena

pengendapan dari logam sebagai hidroksida dalam suasana alkali.

II.2 Uraian Bahan

1. Aquades (5)

Nama resmi : Aqua destilata

Nama lain : Aquades

Pemerian : Cairan jenuh, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa

RM/BM : H20/18,02

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai pelarut


2. Kalsium klorida (6)

Nama resmi :
Calcii chloridum
Nama lain :
Kalsium klorida
RM/ BM :
CaCl2/ 110,99
Pemerian :
Granul atau serpihan, putih keras, tidak berbau
Kelarutan :
Mudah larut dalam air, dalam etanol dan dalam
etanol menidih; sangat mudah larut dalam air
panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang 99,0%dan tidak lebih
dari 107,0 % CaCl2.2H2O

3. Asam klorida (6)

Nama resmi : Acidum Hydochloridum


Nama lain : Asam klorida
RM/BM : HCl/ 36,46
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau
merangsang
Kelarutan : Larut dengan 2 bagian molekul air, asap hilang
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pelarut

4. Dinatrium adetat (6)

Nama resmi : Dinatrii adetat


Nama lain : Dinatrium adetat
RM/BM : C10H14N2Na2O82.H2O/ 46,07
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau
Kelarutan : Larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai titran

5. Biru Hidroksi naftol (5)


Nama resmi : Biru Hidroksi Naftol
RM/BM : C20H14N2O11S3 / 554,52
Pemerian : Hablur, biru kecil
Kelarutan : Mudah larut dalam air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai indikator

II.3 Prosedur Kerja (1)

Timbang seksama sejumlah contoh, larutkan dalam 25 ml air, untuk zat yang sukar larut dapat

ditambahkan sedikit asam klorida encer. Encerkan dengan air secukupnya hingga 50 ml,

tambahkan 20 ml larutan NaOH P titrasi dengan dinatrium EDTA 0,05 M menggunakan

indikator campuran asam kalken karbonat P hingga warna merah muda berubah menjadi biru

Timbang seksama lebih kurang 1 g, masukkan ke dalam gelas piala 250 ml, larutkan dalam

campuran 100 ml air dan 5 ml asam klorida 3 N. Pindahkan larutan ke dalam labu ukur 250-ml

encerkan dengan air sampai tanda. Dipipet 50 ml larutan ke dalam erlenmeyer, tambahkan 100

ml air, 15 ml natrium hidroksida 1 N dan 300 mg indikator biru hidroksi naftol LP. Titrasi

dengan dinatrium edetat 0,05 M sampai titik akhir berwarna biru tua (6).

1 ml dinatrium edetat 0,05 M setara dengan 7,351 mg CaCl2 2H2O

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat yang digunakan :

 Buret 50 ml

 Erlenmeyer 250 ml

 Gelas kimia 100 ml


 Gelas ukur 10 ml

 Pipet skala

 Pipet tetes

 Pipet volume 10 ml

 Sendok tanduk

 Statif dan klem

 Stirer Kertas laminating

 Kain putih

 Timbangan analitik

III.1.2 Bahan yang digunakan :

 Aquadest

 Aluminium foil

 EBT (Erichrome Black)

 Kalsium klorida (CaCl2)

 Dinatrium etilen diamin tetra asetat (Na-EDTA) 0,05 M

 Kertas timbang

III.2 Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan.


2. Dipipet seksama 10 ml larutan CaCl2 , kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu

ditutup dengan aluminium foil.

3. Ditambahkan HCl pekat kedalam erlenmeyer yang telah besisi CaCl2 .

4. Dibuat larutan NaOH dengan cara ditimbang seksama 600 mg lalu ditambahkan aquadest

sebanyak 15 ml kemudian dihomogenkan sampai larut.

5. Ke dalam larutan CaCl2 ditambahkan larutan NaOH yang telah dibuat dan ditambahkan 1

mg EBT.

6. Dititrasi secara perlahan-lahan dengan menggunakan titran Natrium EDTA, titik akhir

titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah ungu menjadi biru.

7. Titrasi dihentikan kemudian dicatat volume titran yang digunakan kemudian dihitung

persen kadarnya.

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Data Pengamatan

No. Volume Volume Na-EDTA 0,05 Perubahan warna


CaCl2 M
1. 10 ml 2,5 ml ungu larutan biru

BAB V

PEMBAHASAN
Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang berdasarkan atas pembentukan kompleks

yang larut dari reaksi komponen zat uji (logam) dengan titran (komplekson). Untuk penentuan

ion-ion logam ini dengan pereaksi etilen diamin tetraasetat dinatrium, yang umumnya disebut

EDTA dengan menggunakan indikator terhadap ion logam yang mempunyai sifat seperti halnya

indikator pH pada titrasi asam basa/ dengan dasar pembentukan kompleks khelat yang

digolongkan dalam golongan komplekson. Faktor-faktor seperti suhu, pelarut, ion lawannya atau

zat-zat/ ion-ion pembentuk kompleks lainnya dapat mempengaruhi pembentukan kompleks

khelat.

Prinsip dan dasar reaksi dalam penentuan ion-ion logam secara titrasi kompleksometri

umumnya digunakan komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat, dimana

EDTA bereaksi dengan ion-ion logam yang polivalent seperti Al , Bi , Ca dan Cu membentuk

senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air.

Ion kompleks adalah suatu senyawa bermuatan yang terbentuk oleh suatu ion sederhana

dengan ion-ion lain atau molekul netral, pembentukan ion kompleks kooordinasi berlangsung

bila ion pusat menerima elektron-elektron untuk mengisi orbital-orbital yang belum lengkap

dengan penerimaan pasangan elektron fungsi oleh ion pusat. Garam kompleks adalah garam

rangkap yang dalam larutannya memberikan ion-ion yang berbeda dengan ion-ion garam tunggal

pembentuknya, dengan perkembangan ilmu kimia perhatian orang terhadap senyawa kompleks

tidak hanya terbatas pada garam-garam saja, tetapi meluas pada persenyawaan-persenyawaan

garam.

Pada percobaan ini sampel CaCl2 berbentuk larutan dipipet seksama sebanyak 100 ml,

dalam tiap 10 ml mengandung CaCl2 50 mg. Sebelumnya diberi indikator EBT (Erichrome Black
T) dan terjadi perubahan warna larutan dari putih menjadi merah ungu, yang terjadi karena ion

Ca terikat pada EBT membentuk suatu kompleks. Lalu dititrasi dengan NaEDTA sampai terjadi

perubahan warna larutan dari merah ungu menjadi biru yang terjadi karena pembentukan

kompleks khelkat antara ion Ca dengan NaEDTA sehingga ketika ion Ca habis bereaksi dengan

EDTA maka warnanya menjadi biru (warna EBT).

Pada percobaan ini sebelum dititrasi terlebih dahulu ditambahkan HCl kedalam larutan

CaCl2, kemudian ditambahkan larutan NaOH. Penambahan HCl dan NaOH bertujuan untuk

memperoleh pH tertentu yang tetap sehingga akan dihasilkan kompleks yang lebih stabil

sehingga akan lebih memudahkan dalam pengamatan titik akhir titrasi Dari hasil percobaan

diperoleh kadar CaCl2 adalah 102,237% , hal ini tidak sesuai dengan pustaka yang menyatakan

tidak boleh lebih dari 102,0 %.

Faktor-faktor kesalahan yang mungkin menyebabkan perbedaan hasil tersebut adalah :

 Sampel yang terlalu tua

 Kurang teliti dalam penimbangan

 Kesalahan dalam titrasi

 Kurang teliti mengamati titik akhir titrasi

 Titran yang sudah tidak bagus.

BAB VI

PENUTUP

VI.1 Kesimpulan

Persentase kemurnian CaCl2 adalah 102,237 % jadi tidak memenuhi syarat karena menurut

pustaka tidak boleh lebih dari 102,0 %.


VI.2 Saran

Sebaiknya jumlah titran diperbanyak kemudian dibagikan dalam tiap kelompok sehingga dapat

lebih memperlancar jalannya praktikum dan alat-alat dilengkapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Susanti,S., Wunas,Y., (1979), Analisis Kimia Farmasi Kuantitatif, Lembaga Penerbitan

UNHAS, Makassar, (141-145)

2. Harjadi, W., (1990), Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta, 234,245

3. Roth,H, J., Blasche, G., (1985), Analisis Farmasi, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 257-260

4. Day, R.A, Underwood, A,A,L., (1993) Analisa Kimia Kualitatif, edisi IV, PT Erlangga,

Jakarta, 152

5. Ditjen POM, (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Depertemen Kesehatan RI, Jakarta,

87, 673, 1027

6. Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depertemen Kesehatan RI, Jakarta,

179, 278, 930

Anda mungkin juga menyukai