Anda di halaman 1dari 14

DEKOMPENSASI CORDIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Medical Science

Dosen Pengampu:

Sri Wahyuni M, S.Kp. Ns, M. Kes

Oleh:

Very Marina (P1337424119027)

Nur Aini Oktavia (P1337424119030)

Esa Fadhilah Putri (P1337424119031)

Devi Triandini (P1337424119042)

Gisheila Rachma Dihanita (P1337424119046)

Foniiayu Malinda (P1337424119048)

Armetha Rosa Handayani (P1337424119051)

Poltekkes Kemenkes Semarang

2019/2020

1
Kata Pengantar

            Alhamdulillah puji syukur penulis memanjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan makalah ini. Semoga Allah SWT meridhoi-Nya. Aamiin

            Makalah ini membahas tentang  “Dekompensasi Cordis.” Semoga


makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membaca dan mempelajarinya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan

dan keterbatasan dikarenakan keterbatasan pemahaman dan pengetahuan yang

dimiliki. Oleh karena itu, penulis memohon maaf serta mengharapkan masukan

dan kritik yang membangun. Akhir kata hanya kepada Allah SWT kami memohon

supaya apa yang telah dikerjakan selama ini menjadi amal yang bernilai ibadah.

Aamiin Yarabalalamin.

Semarang, 1 April 2020

Penulis

2
Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................2

Daftar Isi.................................................................................................................3

BAB II PENDAHULUAN.....................................................................................4

A. Latar belakang....................................................................................4

B. Rumusan Masalah...............................................................................5

C. Tujuan Penulisan................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

A. Pengertian Decompensasi Cordis.......................................................6

B. Penyebab Penyakit..............................................................................6

C. Tanda dan Gejala................................................................................7

D. Patofisiologi........................................................................................8

E. Pemeriksaan Penunjang....................................................................10

F. Penatalaksanaan dan Penunjang.......................................................10

1. Penatalaksanaan.........................................................................10

2. Pencegahan................................................................................12

BAB III PENUTUP..............................................................................................13

A. Kesimpulan.......................................................................................13

Daftar Pustaka......................................................................................................14

3
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Decompensasi cordisatau gagal jantung merupakan suatu penyakit jantung


dimana ketidakmampuan jantung sebagai pompa atau kelemahan fungsi
jantung, kegagalan dan penurunana aliran darah dalam sirkulasi arteri yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah pada ventrikel.

Angka kejadian gagal jantung lebih rendah pada perempuan, perempuan


berkontribusi pada setidaknya setengah kasus gagal jantung karena angka
harapan hidup mereka lebih tinggi. Di Amerika, prevalensi gagal jantung
pada usia 50 tahun ialah sebesar (1%), pada usia 80 tahun mencapai (7,5%)
Dari jumlah penduduk 318 juta.

Di Inggris, prevalensi gagal jantung pada usia 60-70 tahun sebesar (5%)
dan mencapai (20%) pada usia 80 tahun dari jumlah penduduk 63,7 juta,
situasi yang sama terjadi di Italia dan Portugal. Di Cina, prevalensi gagal
jantung pada usia 60 tahun ke atas sebesar (0,9%) dari jumlah penduduk
1.236 miliar. 2 Diperkirakan lebih dari 15 juta kasus baru gagal jantung
muncul setiap tahunnya di seluruh dunia.

Prevalensi gagal jantung berdasarkan pernah didiagnosis dokter di


Indonesia sebesar (0,13%) dari jumlah penduduk 251 juta, dan berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala sebesar (0,3%) dari jumlah penduduk 251 juta,
Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi DIY
(0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,18%). Prevalensi
gagal jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di NTT (0,8%),

4
diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara Sulawesi Selatan dan Papua
sebesar (0,5%). (Hasil Rikesdas 2013).

B. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Apa yang dimaksud Decompensasi cordis?


2. Apa yang menjadi penyebab decompensasi cordis?
3. Bagaimana tanda dan gejala decompensasi cordis?
4. Bagaimana patofisiologi decompensasi cordis?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang untuk penyakit decompensasi cordis?
6. Bagaimana cara penatalaksanaan dan pencegahan decompensasi cordis?

C. Tujuan Penulisan

Dalam makalah ini, penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai sebagai
berikut.

1. Untuk mengetahui Decompensasi cordis.


2. Untuk mengetahui penyebab decompensasi cordis.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala decompensasi cordis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi decompensasi cordis.
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk penyakit decompensasi
cordis.
6. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan dan pencegahan decompensasi
cordis.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Decompensasi Cordis

Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan


jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien. (Diane C. Baughman dan
Jo Ann C. Hockley, 2000).

Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi


memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan
untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu
sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi.
(Soeparman IPD II 1987, 193).

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana serambi kiri dan kanan
dari jantung tidak mampu untuk memberikan keluaran yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan dan menyebabkan terjadinya kongesti
pulmonal dan sistemik (Maryllin E Doengoes, rencana asuhan keperawatan
2000 ; 52).

Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit


gagal jantung merupakan suatu keadaan atau kondisi patofisiologis dimana
jantung sebagai pompa tidak mampu lagi memompakan darahnya dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dalam melakukan
metabolisme sehingga dapat menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan
sistemik.

B. Penyebab Penyakit

6
Menurut Smeltzer, (2001), penyebab gagal jantung meliputi:

1. Kelainan otot jantung, misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan


patologis dimana terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak “streak”).
2. Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg)
atau hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah di paru-paru akibat
kongesti pulmonal).
3. Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan
pada otot jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau
katup jantung) rematik (setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada
musculoskeletal)
4. Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah
melalui jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup
alveonar), pada peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna
(peningkatan tekanan darah berat disertai kelainan pada retina, ginjal dan
kelainan serebal).
5. Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam
tiroktosikosis) meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau
berkurangnya oksigen dalam darah, anemia atau berkurangnya kadar
hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal elektrolit dapat
menurunkan kontraktilitas otot jantung.

C. Tanda dan Gejala

Tanda dominan : Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan


akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung.
Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel
mana yang terjadi.

1. Decompensasi cordis kiri :

7
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang datang dari paru, tanda dan gejala yang
terjadi yaitu:
a. Dispnoe
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Dapat terjadi ortopnu. Beberapa pasien dapat
mengalami ortopnu pada malam hari yang dinamakan Paroksimal
Nokturnal Dispnea (PND)
b. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
c. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas
dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
d. Batuk
2. Decompensasi cordis kanan :
a. Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b. Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema
pitting, penambahan berat badan.
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
d. Anoreksia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
dalam rongga abdomen.
e. Nokturia
f. Kelemahan.
3. Decompensasi cordis congestif
Gejalanya merupakan gabungan dekompensasi cordis kiri dan kanan.

8
D. Patofisiologi

Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme primer yang


dapat dilihat :

1. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis


2. Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-
aldosteron
3. Hipertrofi ventrikel.

Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk


mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk
mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung. Namun,
dengan berlanjutnya gagal jantung kompensasi menjadi kurang efektif ( Price
dan Wilson, 2006)

Sekresi neurohormonal sebagai respon terhadap gagal jantung antara


lain:

1. Norepinephrin menyebabkan vasokontriksi, meningkatkan denyut


jantung, dan toksisitas myocite
2. Angiotensin II menyebabkan vasokontriksi, stimulasi aldosteron, dan
mengaktifkan saraf simpatis
3. Aldosteron menyebabkan retensi air dan sodium
4. Endothelin menyebabkan vasokontriksi dan toksisitas myocite
5. Vasopresin menyebabkan vasokontrikso dan resorbsi air
6. TNF @ merupakan toksisitas langsung myosite
7. ANP menyebabkan vasodilatasi, ekresi sodium, dan efek antiproliferatif
pada myocite
8. IL 1 dan IL 6 toksisitas myocite ( Nugroho, 2009).
Berdasar hukum Fank-Starling, semakin teregang serabut otot jantung
pada saat pengisian diastolik, maka semakin kuat kontraksinya dan akibatnya
isi sekuncup bertambah besar. Oleh karena itu pada gagal jantung, tejadi

9
penambahan volum aliran balik vena sebagai kompensasi sehingga dapat
meningkatkan curah jantung (Masud, 1992).

E. Pemeriksaan Penunjang

1. EKG: Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia dan


kerusakan pola munkin terlihat. Disritmia misalnya : takhikardi, fibrilasi
atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah
imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram: Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan
dalam fungsi atau struktur katub atau penurunan kontraktilitas
ventrikular.
3. Scan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
4. Kateterisasi jantung: Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan sisi kiri, dan
stenosi katup atau insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri koroner. Zat
kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal
dan ejeksi fraksi atau perubahan kontraktilitas. (Wilson Lorraine M,
2001)
5. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi fleura yang menegaskan diagnosa CHF.
6. Elektrolit serum, yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah
sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air. (
Nursalam M, 2002)

F. Penatalaksanaan dan Penunjang

1. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis menurut Smeltzer (2001), meliputi:

10
a. Digitalis untuk kekuatan kontraksi jantung dengan efek peningkatan
curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah,
peningkatan diuresis dan mengurangi edema.
b. Diuretik diberikan untuk memacu sekresi natrium dan air melalui
ginjal.
c. Vasodilator digunakan untuk mengurangi tekanan terhadap
penyembuhan oleh ventrikel dan peningkatan kapasitas vena.
d. Diet : pembatasan natrium dan lemak.

Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan


hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah
pada penderita yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi
kordis dapat dibagi menjadi:

a) Non medikamentosa.
Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah
istirahat, dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus
dikurangi benar-benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat
konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Sering tampak gejala-
gejala jantung jauh berkurang hanya dengan istirahat saja. Penderita
dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
Cairan diberikan sebanyak 80-100 ml/kgbb/hari dengan maksimal
1500 ml/hari.
b) Medikamentosa pengobatan dengan cara medikamentosa masih
digunakan diuretik oral maupun parenteral yang masih merupakan
ujung tombak pengobatan gagal ginjal, sampai edema atau asites
hilang (tercapai euvolemik).
c) Operatif
Pemakaian alat dan tindakan bedah antara lain :
 Revaskularisasi (perkutan, bedah)
 Operasi katup mitral
 Aneurismektomi

11
 Kardiomioplasti
 External cardiac support
 Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung
biventricular
 Implantable cardioverter defibrillators (ICD)
 Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart
 Ultrafiltrasi, hemodialisis.

2. Pencegahan

Pencegahan utama gagal jantung adalah menjalani gaya hidup sehat.


Tindakan ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan bergizi
seimbang, membatasi konsumsi garam dan gula, menjaga berat badan
ideal, berolahraga secara rutin, berhenti merokok, dan membatasi
konsumsi minuman beralkohol. Selain itu, pemeriksaan kesehatan secara
rutin, terutama tekanan darah, gula darah, dan kolesterol, juga perlu
dilakukan untuk mendeteksi gangguan kesehatan yang dapat
menyebabkan gagal jantung adalah manusia (Kaelan, 2005).

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. penyakit gagal jantung merupakan suatu keadaan atau kondisi


patofisiologis dimana jantung sebagai pompa tidak mampu lagi
memompakan darahnya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan dalam melakukan metabolisme sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik.
2. Penyebab penyakit: Kelainan otot jantung, hipertensi sistemik, peradangan
dan penyakit degeneratif, penyakit jantung lain, dan faktor sistemik.
3. Tanda dan Gejala: Meningkatnya volume intravaskuler Kongestif jaringan
akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung.
Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel
mana yang terjadi.
4. Patofisiologi: Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya
beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan
hipertrofi ventrikel.
5. Pemeriksaan Penunjang: EKG, Sonogram, kateterisasi jantung, scan
jantung, foto thorax, dan elektrolit serum.
6. Penatalaksanaan: Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada
dasarnya diberikan hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan
tindakan bedah pada penderita yang potentially curable.
7. Pencegahan: menjalani gaya hidup sehat.

13
Daftar Pustaka

Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Edisi 3. Jakarta ;
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ervinaria Uly Imaligy. 2014. Gagal jantung pada geriatri.
Nursalam. M. Nurs. 2002. Managemen Keperawatan, Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional. Jakarta; Balai Penerbit FKUI
Rohmawati, Winda. Laporan Akhir Studi: Asuhan Keperawatan Penurunan
Curah Jantung pada Decompensasi Cordis. Surabaya: Universitas
Airlangga.

14

Anda mungkin juga menyukai