Anda di halaman 1dari 14

KERTAS KEBIJAKAN

MEMPERKUAT PENAATAN DAN PENEGAKAN HUKUM


ADMINISTRASI BAGI PERLINDUNGAN SUNGAI DI INDONESIA :
SUATU REKOMENDASI

LATAR BELAKANG
Pada tahun 2015, data Kementerian dengan penguatan sistem penaatan dan
Lingkungan Hidup dan Kehutanan menun- penegakan hukum bagi para penanggung
jukkan bahwa 67,94% sungai di Indonesia jawab usaha/kegiatan selaku pencemar
berstatus cemar berat1. Salah satu upaya potensial (potential polluters), khususnya
pemerintah mengatasi permasalahan ini industri.
adalah dicanangkannya target pemulihan
terhadap 15 Daerah Aliran Sungai (DAS) pri-
oritas2. Akan tetapi, program pemulihan DAS Penaatan ditujukan agar para penanggung
tersebut tidak akan menyelesaikan permas- jawab usaha/kegiatan menjalankan atau
alahan sungai di Indonesia jika tidak disertai tidak menjalankan hal-hal yang ditentu-
kan dalam izin berikut persayaratannya,
serta peraturan perundang-undangan.
Sedangkan penegakan hukum ditujukan
1 Paparan Direktur Pengendalian Pencemaran
Air, Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran
untuk memulihkan pelanggaran yang terjadi,
dan Kerusakan Lingkungan, Kementerian Lingkun- termasuk memulihkan dampak lingkungan
gan Hidup dan Kehutanan pada kegiatan “Refleksi yang ditimbulkan dari pelanggaran terse-
dan Proyeksi Program Strategis untuk Mendukung but. Penaatan dilakukan dengan menegak-
Pengelolaan dan Pengendalian Pencemaran Daerah
kan atau melaksanakan standar lingkungan
Aliran Sungai di Indonesia” yang diselenggarakan di
Jakarta, 14 April 2016. hidup dalam izin, pengawasan, dan pen-
2 Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
egakan hukum untuk memastikan ketaatan
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah industri terhadap kewajiban bidang lingkun-
Nasional (RPJMN) 2015-2019, Lampiran. gan hidup. Walaupun ada insiatif lain yang

1
ditujukan untuk mendorong ketaatan uat atas kerjasama Indonesian Center for
industri (Proper, audit lingkungan hidup, Environmental Law (ICEL), Van Vollenhoven
dsb), upaya penaatan merupakan tindakan Institute (Leiden University), Lembaga
utama yang harus dilakukan. Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah
(ECOTON) dan peneliti dari Fakultas Hukum
Universitas Indonesia (FHUI).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh ICEL
pada tahun 2016 menunjukkan bahwa
permasalahan terkait dengan penaatan
dan penegakan hukum administrasi cukup
kompleks. Mulai dari sistem perizinan, pen-
gawasan hingga penegakan hukum admin-
istrasi. Masalah lain yang tidak kalah penting
adalah persoalan pembagian kewenangan,
tenaga pengawas serta pengarsipan.

Kertas kebijakan ini menguraikan secara


singkat berbagai permasalahan tersebut
dan rekomendasi berupa langkah konkrit
yang perlu dilakukan pemerintah. Temuan
dan rekomendasi dalam kertas kebijakan
ini dihasilkan dari kajian normatif kebija-
kan terkait dengan perlindungan sungai
maupun kajian empiris pada 6 instansi
bidang lingkungan hidup daerah yang
terkait dengan DAS Bratas maupun DAS
Deli.3 Penyusunan kertas kebijakan ini dib-

3 Instansi bidang Lingkungan Hidup di Provin-


si Sumatera Utara, Kabupaten Deli Serdang (Suma-
tera Utara), Kota Medan (Sumatera Utara), Provinsi
Jawa Timur, Kabupaten Mojokerto (Jawa Timur), dan
Kabupaten Sidoardjo (Jawa Timur).

2
3
4
5
TEMUAN

A.
PERLU PERBAIKAN SISTEM PERIZINAN LINGKUNGAN
1. Izin Pembuang Limbah Cair (IPLC) sudah ditetapkan (lihat infografis).
harus didasarkan pada Daya Tampung
Beban Pencemaran Air (DTBPA) Selain itu, penelitian ini juga menemukan
bahwa instansi bidang lingkungan hidup di
Berdasarkan UU 32/20091 tentang daerah belum mempunyai sistem pengarsi-
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan pan yang lengkap terkait dengan perizinan
Hidup, perizinan merupakan salah satu lingkungan beserta dokumen pendukun-
instrumen pencegahan dalam pengen- gnya maupun usaha atau kegiatan yang
dalian usaha atau kegiatan agar tidak berpotensi mencemari sungai. Salah satu
menimbulkan pencemaran atau kerusakan konsekuensi dari tidak adanya arsip adalah
lingkungan hidup. PP 27/20122 tentang penghitungan akumulasi limbah cair dari
Izin Lingkungan mengatur bahwa pada sektor industri yang telah diizinkan untuk
izin lingkungan dicantumkan izin perlind- dibuang ke badan air di tiap sungai tidak
ungan dan pengelolaan lingkungan hidup dapat dilakukan.
yang wajib dimiliki oleh penanggung jawab
usaha atau kegiatan, yaitu IPLC bagi industri.
Artinya, kewajiban dalam IPLC merupakan
bagian dari kewajiban izin lingkungan. 2. Kewenangan menetapkan DTBPA
harus mengacu pada Peraturan
Penelitian ini menemukan bahwa IPLC saat Pemerintah No. 82 Tahun 2001
ini belum efektif sebagai instrumen pengen- tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
dalian pencemaran. Sekalipun semua indus- Pengendalian Pencemaran Air
tri menaati IPLC, belum menjamin bahwa
sungai tidak akan tercemar. Hal ini dikare- Selama ini, penetapan status strategis nasi-
nakan penentuan baku mutu air limbah yang onal untuk beberapa sungai di Indonesia
diizinkan pada IPLC belum didasarkan pada telah menimbulkan mispersepsi pemerin-
hasil penghitungan DTBPA. Padahal DTBPA tah daerah tentang siapa yang berwenang
seharusnya sebagai dasar untuk menentu- mengendalikan pencemaran air sungai,
kan alokasi beban pencemar setiap sektor termasuk menetapkan DTBPA. Di Jawa
yang berkontribusi membuang limbah cair, Timur, Sungai Brantas ditetapkan sebagai
termasuk industri. Terlebih, penelitian ini sungai strategis nasional, akan tetapi sam-
juga menemukan bahwa belum ada satu- pai saat ini Gubernur Jawa Timur (Pemda
pun sungai di Indonesia yang DTBPA-nya Jatim) belum menetapkan DTBPA untuk
sungai Brantas. Hal ini karena Pemda Jatim
menganggap kewenangan menetapkan
DTBPA untuk sungai strategis nasional ada
1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 ten-
tang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hid- pada Pemerintah Pusat. Hal yang sama
up. terjadi juga di Sumatera Utara terkait den-
2 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun gan Sungai Deli yang sejatinya merupakan
2012 tentang Izin Lingkungan. kewenangan Pemerintah Provinsi setempat.

6
B.
Perlu Penguatan Instrumen Pengawasan
1. Kepastian Insentif dan bagi Pejabat atasan atau kebijakan penetapan
Pengawas Lingkungan Hidup di Daerah tugas, pokok, fungsi dan jabatan
yang belum menerapkan prinsip
Jika merujuk Pasal 71 ayat (3) UU 32/2009 right man in the right place;
bahwa PPLH merupakan pejabat fungsional, d. tidak ada alokasi anggaran yang
di daerah sebagian besar PPLH belum men- cukup untuk memenuhi tunjangan
jadi pejabat fungsional. Berdasarkan data sebagai PPLH daerah.
pada awal tahun 2015, tercatat jumlah
PPLH aktif di seluruh Indonesia 126 orang,
Kekurangan PPLH ini menghambat pelaksa-
71 orang di antaranya PPLH Daerah.1 Lebih
naan pengawasan sangat signifikan karena
lanjut dari hasil penelitian ditemukan bahwa
banyak industri yang akhirnya tidak bisa
banyak pegawai negeri sipil yang telah
diawasi.
menyelesaikan pelatihan PPLH tidak menja-
bat sebagai fungsional. Faktor yang menye-
babkan pejabat yang telah mendapat pela-
tihan PPLH di daerah tidak menjadi pejabat 5. Pengawasan harus jelas dan konsisten
fungsional diantaranya:
Setelah aturan diberlakukan terhadap setiap
a. pejabat bersangkutan mengemban industri (baik melalui izin ataupun pera-
tanggung jawab sebagai pejabat turan perundang-undangan), pemerintah
struktural, sehingga tidak bisa men- terutama penerbit izin wajib melakukan
jalankan tugas sebagai PPLH meng- pengawasan untuk memastikan ketaatan
ingat PPLH harus menjabat sebagai industri dimaksud. Dalam penelitian ini
pejabat fungsional; ditemukan bahwa instansi atau pejabat
b. beban tugas PPLH yang beresiko yang berwenang tidak melakukan penga-
cukup tinggi tidak diimbangi insentif wasan kepada semua industri yang berada
yang lebih baik. Karena hal ini juga, di bawah kewenangannya. Adapun bentuk
pegawai di daerah tidak termotivasi pendekatan lain untuk mendorong keta-
untuk menjadi PPLH; atan industri, seperti Proper dan pembi-
c. bagi pegawai di daerah yang telah naan, dilaksanakan tanpa mekanisme yang
mendapat pelatihan PPLH, sulit koheren dengan pengawasan.
memenuhi syarat diangkat sebagai
pejabat fungsional PPLH sesuai
Permen PAN-RB 39/2011.2 Hal ini
6. Perlu dilakukan pengawasan secara
sebagian besar disebabkan keadaan
rutin
birokrasi di daerah tidak mendukung
seperti sulitnya mendapatkan izin Pengawasan rutin, baik langsung maupun
tidak langsung, yang seharusnya menjadi
langkah utama dalam pengawasan, tidak
1 Paparan Direktur Pengaduan, Pengawasan berjalan dengan baik. Umumnya pemerin-
dan Sanksi Administrasi tentang Pengawasan dan tah daerah tidak melakukan pengawasan
Sanksi Administrasi yang disampaikan pada disku-
secara rutin terhadap semua pemegang
si terfokus “Mekanisme Perizinan, Pengawasan, dan
Pengenaan Sanksi Administrasi setelah Penggabun- izin. Selain alasan keterbatasan PPLH di
gan Kementerian Lingkungan Hidup dengan Kemen- daerah dan anggaran, beberapa instansi
terian Kehutanan” pada Rabu, 4 November 2015. lingkungan hidup di daerah menganggap
2 Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan bahwa pengawasan rutin dapat digantikan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 39 Ta-
hun 2011tentang Jabatan Fungsional Pengawas
Lingkungan Hidup dan Angka Kreditnya.

7
dengan Proper3. Pemahaman seperti ini akuntabilitas dan langkah pembinaan yang
tentu keliru karena kewenangan Proper jelas pula. Bahkan masih terdapat temuan di
bukan kewenangan yang melekat pada mana pengaduan yang disampaikan tidak
penerbit izin lingkungan. Proper merupa- ditindaklanjuti dengan alasan tidak tersedia
kan kewenangan Menteri yang pada pelak- anggaran untuk melakukan verifikasi.
sanaannya melibatkan pemerintah daerah.
Sehingga pelaksanaan pengawasan oleh Penelitian ini juga menemukan kasus di
penerbit izin tidak bisa dikesampingkan mana dalam menangani pengaduan,
dengan Proper. pemerintah langsung mengambil peran
sebagai penengah bagi para pihak alih-alih
Laporan rutin pelaksanaan izin (swapantau) sebagai penegak hukum administrasi. Hal
merupakan kewajiban bagi pemegang izin ini menjadi masalah karena proses medi-
sekaligus dapat menjadi salah satu bahan asi rentan mengarah pada hasil yang tidak
penting bagi pelaksanaan pengawasan sepenuhnya berhubungan dengan kepent-
rutin. Namun umumnya tidak ada inisiatif ingan publik bidang lingkungan hidup
dari pemerintah daerah untuk memberikan yang perlu dibenahi, seperti pemulihan,
teguran bagi perusahaan yang tidak men- yang mana bisa dilakukan dengan penega-
girimkan laporan swapantau. Pengarsipan kan hukum administrasi. Dengan kata lain,
dan penilaian laporan swapantau juga tidak mediasi saja tidak cukup untuk meminta
dilakukan secara konsisten oleh pemerintah pertanggungjawaban industri yang melang-
daerah. Bahkan pemerintah daerah tidak gar kewajiban bidang lingkungan hidup.
tahu apakah semua penanggung jawab
usaha/kegiatan telah mengirimkan laporan Manajemen informasi pengaduan juga
swapantau atau tidak. belum seragam antar instansi, baik vertikal
(KLHK, Instansi bidang Lingkungan Hidup/
Umumnya pemerintah daerah juga tidak Provinsi, Instansi LH Kab/Kota) maupun hor-
memiliki pengarsipan yang bisa digu- izontal (antar instansi LH sederajat). Kasus
nakan sebagai bahan untuk melakukan yang ditemukan, dalam hal masyarakat
pengawasan rutin. Dari 6 instansi bidang menyampaikan pengaduan pada instansi
lingkungan hidup, tidak ada satupun yang yang tidak berwenang untuk menindaklan-
mempunyai sistem pengarsipan yang juti, pengaduan tersebut tidak disampaikan
memudahkan pengawas untuk mengeta- kepada pejabat yang berwenang. Kasus
hui riwayat kepatuhan industri. Sekalipun lain adalah ketika masyarakat -karena ket-
ada arsip, sistem yang digunakan tidak ter- erdesakan- menyampaikan pengaduan ke
integrasi. Misalnya arsip terkait pengaduan, beberapa instansi sekaligus, masing-mas-
pengawasan dan Proper tidak diolah secara ing instansi tersebut menindaklanjuti tanpa
terpadu sehingga dapat menjelaskan rekam melakukan koordinasi.
jejak penaatan suatu usaha atau kegiatan.
Akibatnya, pengawas yang hendak men-
elusuri riwayat kepatuhan harus meluang-
kan waktu cukup banyak memeriksa kai- 8. Perlu ada Konsistensi dalam Koordinasi
tan antara arsip satu dengan lainnya. Tidak Pengawasan
jarang arsip yang dibutuhkan baru diketahui
Dalam hal Menteri melakukan pengambila-
tidak tersedia pada saat dibutuhkan.
lihan kewenangan melakukan pengawasan
yang dimiliki daerah (Pasal 73 ayat (1) UU
32/2009), masalah yang ditemukan di lapa-
7. Kualitas Kinerja Penanganan ngan adalah:
Pengaduan perlu Ditingkatkan
a. pengawas dari pusat kesulitan men-
Hasil verifikasi atas pengaduan tidak ditin- elusuri dokumen usaha atau kegia-
daklanjuti secara optimal. Dalih pembi- tan untuk kebutuhan pengawasan;
naan kerap kali dijadikan alasan tanpa ada b. pihak pemerintah daerah merasa
tidak ada kepastian mengenai
peran mereka pasca kewenangan
3 Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusa- mengawasi tersebut diambil alih.
haan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper).

8
Apakah seluruh wewenangnya men- 6. Memperjelas posisi Proper dalam
jadi gugur atau tetap bisa melaku- kerangka pengawasan
kan pengawasan? Apakah harus
mendampingi pemerintah pusat? Umumnya pemerintah daerah mengang-
Anggaran siapa yang digunakan?; gap bahwa Proper sebagai alternatif dari
c. tidak ada kriteria jelas dalam memi- pengawasan. Bahkan terdapat kecend-
lih usaha/kegiatan yang akan diawasi. erungan mengesampingkan pengawasan
Contoh: unit tata lingkungan yang karena sudah melaksanakan Proper. Padahal
akan melakukan pembinaan dan Proper merupakan program pemerintah
unit pengawasan yang akan melaku- pusat dimana sudah menjadi kewajiban
kan pengawasan bisa memilih peru- bahwa pejabat pemberi izin-lah yang wajib
sahaan yang sama namun tidak sal- melakukan pengawasan. Selain itu Proper
ing berkoordinasi; secara legal bukanlah pengganti penga-
wasan. Selain itu, hasil Proper yang merah
d. pemerintah provinsi melakukan
dan hitam kerap tidak langsung ditindaklan-
pengawasan terhadap usaha/kegia-
juti dengan penegakan hukum.
tan yang izin lingkungannya diterbit-
kan bupati/walikota karena bupati/ Arsip yang diperoleh dari Proper umunya
walikota dianggap tidak mengawasi. juga belum didayagunakan sebagai pen-
Padahal aturan tentang ini belum dukung pengawasan. Sebaliknya, arsip pen-
ada; gawasan juga seharusnya dapat digunakan
e. tidak ada prosedur yang jelas ten- sebagai basis dalam menentukan peserta
tang mekanisme perbantuan PPLH Proper. Artinya, industri yang telah taat ber-
dari wilayah administratif lain. dasarkan hasil pengawasan-lah yang dapat
menjadi peserta Proper. Dengan demikian
ada integrasi yang kuat antara pengawasan
dengan Proper.

C.
PERLU KEJELASAN PENJATUHAN SANKSI ADMINISTRASI
1. Penjatuhan sanksi harus jelas dan ditindaklanjuti dengan pembinaan.
konsisten d. Contoh: membuang limbah tanpa
pengolahan ditindaklanjuti dengan
Tipologi respon pemerintah daerah dari kee- pembinaan.
nam instansi lingkungan hidup yang diteliti
e. Memberi kelonggaran dalam pelak-
dapat diidentifikasi sebagai berikut:
sanaan sanksi.
a. Pelanggaran yang sama persis dire-
spon dengan pendekatan berbeda. Contoh kasus: industri yang dijatuhi sanksi
administrasi paksaan pemerintah karena
b. Contoh kasus: dua perusahaan
tidak menjalankan Instalasi Pembuangan
melakukan multi-pelanggaran
Air Limbah (IPAL) diberi dispensasi perpan-
yang sama persis namun salah satu
jangan waktu pelaksanaan sanksi untuk
ditindaklanjuti dengan surat evalu-
memperbaiki IPAL-nya, seharusnya pening-
asi, yang lain dengan surat teguran
katan sanksi.
tertulis tanpa ada alasan yang jelas
tentang alasan pembedaan respon
Penjatuhan sanksi teguran tertulis diberikan
tersebut.
berkali-kali tanpa peningkatan sanksi.
c. Pelanggaran yang cukup berat

9
Penerbit izin atau pengawas umum- tidak konsisten dalam membedakan antara
nya tidak bisa menentukan sanksi secara pengambilalihan kewenangan pengawasan
responsif, dalam arti sanksi yang tepat untuk dengan membantu pemerintah kabupaten/
memberikan efek jera sekaligus mendesak kota melakukan pengawasan. Pada beber-
penanggung jawab usaha/kegiatan untuk apa kesempatan, pemerintah provinsi men-
melakukan pemulihan. Hal ini dikarenakan gambil alih kewenangan kabupaten/kota,
ketiadaan rekam jejak pengawasan secara yang mana tidak sesuai dengan peraturan
komprehensif sehingga tidak dapat diketa- perundang-undangan. Pada kesempatan
hui pelanggaran yang dilakukan secara lain, pemerintah provinsi hanya memper-
berulang. Lemahnya rekam jejak ini dikare- bantukan tenaga pengawas kepada pemer-
nakan belum adanya pengarsipan yang intah kabupaten/kota yang tidak punya
baik atas pelaporan swapantau, hasil pen- PPLH. Dalam kondisi-kondisi seperti ini, ada
gawasan, penanganan pengaduan dan hasil dua macam persepsi pemerintah kabu-
Proper. paten/kota tentang kewenangan penjatu-
han sanksi: (i) sanksi seharusnya dijatuhkan
oleh pihak yang melakukan pengawasan;
atau (ii) sanksi tetap dijatuhkan oleh pener-
2. Memperjelas Prosedur second-line bit izin.
enforcement
Persepsi pemerintah kabupaten/kota ten-
Dikarenakan ada bias persepsi dalam mem- tang siapa yang menjatuhkan sanksi dalam
bedakan kerja sama pengawasan dengan hal kewenangan diambil alih oleh ment-
pengambilalihan kewenangan pengawasan, eri juga masih terbagi dalam dua persepsi
siapa pihak yang seharusnya berwenang tersebut.
menjatuhkan sanksi dianggap tidak jelas.
Tindakan pemerintah provinsi terkadang

D.
PERLU PENGEMBANGAN MEKANISME AKUNTABILITAS
DALAM PERIZINAN, PENGAWASAN DAN PENEGAKAN
HUKUM
1. Memperbaiki kualitas penerapan kegiatan atau program. Lantaran akuntabili-
Akuntabilitas dan menajamkan tas meminta pemerintah untuk dapat men-
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi jelaskan kepada masyarakat tentang alasan
Pemerintah (LAKIP) dari setiap keputusan yang diambil oleh
pemerintah. Dengan demikian data yang
Pemerintah daerah telah keliru memaknai disajikan harus valid, bisa dipertanggung-
kewajiban membuat LAKIP dengan akunt- jawabkan, bahkan bisa diuji oleh masyarakat.
abilitas. Seolah-olah dengan membuat LAKIP, dengan demikian, tidak bisa diang-
LAKIP, yang terlebih hanya diterbitkan satu gap begitu saja sebagai wujud akuntabilitas
tahun satu kali, sudah sama dengan telah pemerintah karena: (1) data yang disajikan
akuntabel. Padahal pengisian LAKIP dilaku- tidak menjawab ketercapaian kinerja den-
kan hanya dengan penghitungan kuanti- gan luaran yang dituju; dan (2) tidak men-
tas antara perencanaan dengan realisasi jawab kebutuhan penerapan akuntabilitas
tanpa menganalisis apakah hal yang dire- yang insidentiil. Oleh karena itu, pemerin-
alisasikan mencapai outcome dari setiap tah daerah perlu terus memperbaiki kualitas

10
penerapan akuntabilitas, misalnya dengan Pemerintah juga belum dapat melihat
meningkatkan pelayanan informasi yang potensi untuk mendayagunakan penga-
proaktif dalam proses penyusunan Amdal wasan masyarakat dalam mendukung kewa-
ataupun penanganan pengaduan. jiban pengawasannya yang belum dijalankan
dengan baik. Padahal, dengan adanya par-
tisipasi masyarakat dalam melakukan pen-
gawasan akan memperingan tugas pemer-
2. Membangun sistem pengarsipan yang intah untuk mendeteksi dini keberadaan
terintegrasi pelanggaran. Untuk itu diperlukan adaya
keterbukaan informasi yang utuh dan cepat
Pengarsipan yang tidak tersistem menjadi
bagi masyarakat.
salah satu penghambat yang signifikan
dalam mendukung kinerja pemerintah
daerah. Hasil pemeriksaan arsip pada 6
instansi lingkungan hidup menunjukkan
fakta antara lain:

a. Pemerintah daerah tidak mempu-


nyai data jumlah dan profil usaha
atau kegiatan yang artinya tidak
dapat mengidentifikasi sumber
pencemar ke sumber air;
b. tidak ada data lengkap riwayat
kepatuhan usaha atau kegiatan;
c. Penyimpanan dan penataan doku-
men lingkungan hidup tidak ter-
sistem secara ideal.

3. Kejelasan tentang pelaksanakan


keterbukaan informasi dalam
perizinan, pengawasan dan penegakan
hukum

Masyarakat kerap kesulitan mendapatkan


informasi yang menjadi haknya. Bahkan
masyarakat yang melakukan pengaduan
tidak mendapatkan informasi tentang
tindak lanjut dari pengaduan, jika tidak
menanyakan kepada pejabat yang ber-
wenang. Selain itu, banyak informasi yang
seharusnya disampaikan terutama kepada
masyarakat terdampak tapi tidak tersam-
paikan. Dalam proses itu selalu timbul per-
debatan antara pihak pemerintah dengan
masyarakat tentang informasi apa yang
bisa dan tidak bisa disampaikan dan kapan
informasi itu harus disampaikan. Hal lain
adalah pemenuhan kebutuhan informasi
terutama bagi masyarakat yang berpotensi
terdampak. Masyarakat yang berpotensi ter-
dampak harus mengetahui bilamana ada
usaha atau kegiatan yang melanggar aturan
karena dengan demikian masyarakat dapat
melakukan pengawasan sosial atau bahkan
meminta ganti kerugian.

11
REKOMENDASI

Berdasarkan temuan-temuan di atas, beri- dan penegakan hukum administrasi bagi


kut ini langkah-langkah yang perlu dilakukan perlindungan sungai di Indonesia:
pemerintah dalam optimalisasi penaatan

Perbaikan sistem perizinan lingkungan


Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota atau bupati/walikota yang berwenang
selaku penerbit izin lingkungan perlu: dalam pengendalian pencemaran air di
Memperbaiki baku mutu air limbah yang sungai A,B,C)
diizinkan sesuai alokasi beban pencemaran 2. Menetapkan DTBPA sungai dan langkah
air untuk masing-masing industri berdasar- tindak lanjut untuk memenuhinya.
kan DTBPA. 3. Melakukan inventarisasi sumber pence-
mar (usaha atau kegiatan).
Pemangku kewenangan atas sungai harus 4. Terapkan strategi kerja sama pemulihan
secara paralel: sungai terintegrasi termasuk penerti-
1. Melakukan inventarisasi sungai dan men- ban kepatuhan terhadap alokasi beban
etapkan pihak yang bertanggung jawab pencemaran air dari point-source.
menjalankan tugas pengendalian pence-
maran air (apakah Menteri, gubernur,

Penguatan Instrumen Pengawasan


Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota untuk menjelaskan kepada masyarakat
selaku penerbit izin lingkungan perlu: tentang alasan menentukan kebijakan
1. Konsisten dalam melakukan penga- tersebut.
wasan perilaku industri dan menegakkan 3. Membuat SOP pengawasan dan penan-
hukum administrasi terhadap pelanggar ganan pengaduan yang terpadu.
aturan secara konsisten. 4. Pemenuhan tenaga pengawas dan kebi-
2. Mempunyai kebijakan strategis untuk jakan yang mendukungnya baik dari sisi
mendorong ketaatan industri melalui anggaran maupun pengembangan kap-
optimalisasi pengawasan dan penanga- asitas dan integritasnya.
nan pengaduan, serta memanfaatkan
kanal sumber informasi terkait usaha Pemerintah Pusat:
atau kegiatan lainnya secara sistematis.
1. Merevisi Peraturan Pemerintah No. 82
Termasuk kebijakan yang harus dimi-
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
liki adalah menentukan prioritas pen-
Air dan Pengendalian Pencemaran Air
gawasan dengan mempertimbangkan
dengan salah satunya mempertegas kai-
keterbatasan sumber daya manusia dan
tan hasil pemantauan kualitas air den-
anggaran, serta mekanisme akuntabilitas
gan upaya penaatan. Upaya penataan

12
perizinan lingkungan hidup (termasuk c. Menerapkan kebijakan tidak meng-
bidang pembuangan limbah cair), pen- gunakan produk dengan peringkat
gawasan dan penegakan hukum admin- merah dan hitam, setidaknya untuk
istratif merupakan rangkaian respon kalangan pemerintah.
otomatis menanggapi kondisi sungai d. Memberikan kejelasan tentang
yang cemar. kewenangan pemberian sanksi
2. Memperbaiki regulasi Proper agar sejalan dalam hal terdapat temuan pelang-
dan berfungsi dengan baik sebagai garan pada Proper.
pelengkap dari pengawasan rutin. e. Dalam konteks Proper, sebagai
Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota pelengkap pengawasan rutin, perlu
perlu kreatif namun juga tegas dalam didorong untuk beyond compliance.
mendayagunakan modalitas kebijakan Artinya, untuk kedepannya hanya
yang menjadi kewenangannya dengan : industri yang telah patuh dengan
a. Mengumpulkan arsip Proper yang standar ketaatan (telah lulus pen-
sudah pernah ada dan mengolahnya gawasan) dapat mengikuti Proper
dalam arsip untuk merekam riwayat untuk meningkatkan kinerjanya dan
kepatuhan industri. Proper sebagai insentif.
b. Menyebarluaskan hasil Proper (untuk Hal ini dengan catatan, aturan yang ada
semua peringkat) disertai penjela- harus tegas membedakan antara Proper
san dalam hal perusahaan yang dengan pengawasan.
mendapat merah atau hitam telah
dijatuhi atau belum dijatuhi sanksi
administratif.

Memperjelas Penjatuhan Sanksi Administrasi


Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota terhadap objek pengawasan.
selaku penerbit izin lingkungan perlu:
Mempunyai dan menerapkan mekanisme Pemerintah Pusat:
akuntabilitas dalam hal menerapkan atau 1. Mengoptimalkan penerapan penegakan
tidak menerapkan sanksi administrasi ter- hukum administrasi untuk mendorong
hadap pelanggaran yang dilakukan indus- ketaatan industri.
tri. Mekanisme akuntabilitas bisa dilaku-
2. SOP Penegakan Hukum Administrasi.
kan melalui laporan pengawasan kepada
publik, di mana pemerintah menjelaskan 3. Tetapkan Peraturan Pelaksana tentang
tindakan yang telah dilakukan untuk men- Pengawasan dan Penegakan Hukum
dorong penaatan dan alasan menjatuhkan Administrasi.
atau tidak menjatuhkan sanksi adminstrasi

Pengembangan Mekanisme Akuntabilitas, termasuk


pengarsipan
Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota pengawasan, penanganan pengaduan dan
selaku penerbit izin lingkungan perlu: Proper.
Mengoleksi dan mengarsipkan riwayat keta-
atan industri, hasil pemantauan kualitas Pemerintah Pusat:
air sungai serta semua data terkait dengan 1. Menerapkan mekanisme apresiasi dan
pengendalian pencemaran air dalam sistem depresiasi terhadap kinerja pemerintah
yang terintegrasi. Termasuk di dalamnya daerah dalam bidang perizinan lingkun-
perlu memperbaiki sistem pengarsipan gan hidup (termasuk izin pembuangan

13
limbah cair), pengawasan dan penega- Komisi Informasi Pusat:
kan hukum, misalnya melalui pengumu- Proaktif mendorong Kementerian
man hasil penilaian kinerja. Lingkungan Hidup dan Kehutanan mem-
2. Mengembangkan sistem pengarsipan perjelas stasus keterbukaan informasi terkait
yang terintergasi antara pusat dan daerah perizinan, Proper, pengawasan dan penega-
terkait dengan perizinan, pengawasan kan hukum.
dan penegakan hukum.
3. SOP Pengarsipan
4. SOP Keterbukaan Informasi terkait den-
gan penaatan industri
5. Umumkan indikator penilaian kinerja
pemerintah dalam perbaikan kualitas air
sungai, khususnya mendorong ketaatan
industri

ICEL

14

Anda mungkin juga menyukai