Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Gastritis

1. Definisi

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan

mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut

dan gastritis atrofik kronis. (Aplikasi Nanda 2015)

Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering

diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak

dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi

oleh penyebab lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi

radiasi (Smaltzer dan Bare, 2010). Sedangkan menurut Hirlan tahun

2009, gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa

lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi

dan infeksi. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan

submukosa lambung, secara histopatologi dapat dibuktikan dengan

adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Suyono, 2010).

Gratritis adalah proses implamasi pada mukosa dan submucosa

lambung atau gangguan kesehatan yang disebkan oleh faktor iritasi

dan infeksi.Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya

infiltrasi sel sel radang pada daerah tersebut (hirlan, 2013).Ada dua

1
2

klasifikasi gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (price

dan Wilson,2013).

2. Etiologi

Penyebab dari gastritis yaitu disebabkan oleh infeksi kuman

Helicobacter pylori dan pada awal infeksi mukosa lambung

menunjukkan respon inflamasi akut dan jika di abaikan akan menjadi

kronik.

a. Gastritis Akut

Banyak fator yang menyebabkan gastritis akut, seperti

merokok, jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut,

alergi atau intokisitasi dari bahan makanan danminuman, garam

empedu, iskemia, dan truma langsung. (Muttaqin, 2011)

b. Gastritis Kronis

Penyebab pasti gastritis kronis belum diketahui, tetapi da

dua predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis

kronik, yaitu : infeksi dan non infeksi. (Muttaqin, 2011)

1) Gastritis infeksi

Beberapa peneliti menyebutkan bakteri Helicobacter pylori

merupakan penyebab utama dari gastritis kronik (Anderson,

2013). Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa

kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak

dilakukan perawatan. Saat ini Infeksi Helicobacter pylori


3

diketahui sebagai penyebab tersering terjadinya gastritis

(Wibowo, 2009; Price dan Wilson, 2013). Infeksi lain yang

dapat menyebabkan gastritis kronis yaitu Helycobacter

heilmannii, Mycobacteriosis, Syphilis,infeksi parasit dan

infeksi virus (Wehbi, 2009).

2) Gastritis non infeksi

a) Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika system

kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada

dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan

dan secara bertahap menipiskan dinding lambung,

menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung

dan mengganggu produksi faktor intrinsik yaitu sebuah zat

yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12.

Kekurangan vitamin B-12 akhirnya dapat mengakibatkan

pernicious anemia, sebuah kondisi serius yang jika tidak

dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh.

Autoimmue atrophic gastritis terjadi terutama pada orang

tua (Jackson, 2011).

b) Gastropati akibat kimia, dihubungkan dengan kondisi

refluk garam empedu kronis dan kontak dengan OAINS

atau Aspirin (Mukherjee, 2014).

c) Gastropati uremik, terjadi pada gagal ginjal kronis yang

menyebabkan ureum terlalu banyak beredar pada mukosa


4

lambung dan gastritis sekunder dari terapi obat-obatan

(Wehbi, 2011).

d) Gastritis granuloma non-infeksi kronis yang berhubungan

dengan berbagai penyakit, meliputi penyakit Crohn,

Sarkoidosis, Wegener granulomatus, penggunaan kokain,

Isolated granulomatous gastritis, penyakit granulomatus

kronik pada masa anak-anak, Eosinophilic granuloma,

Allergic granulomatosis dan vasculitis, Plasma cell

granulomas, Rheumatoid nodules, Tumor amyloidosis, dan

granulomas yang berhubungan dengan kanker lambung

(Wibowo,2009).

e) Gastritis limfositik, sering disebut dengan collagenous

gastritis dan injuri radiasi pada lambung (Sepulveda, 2009).

3. Patofisiologi

a. Gastritis Akut

Pada orang yang mengalami stress akan terjadi perangsangan saraf


simpatis NV (Nerves Vagus) yang akan meningkatkan produksi
asam klorida (HCl) didalam lambung. Adanya HCl yang berada
didalam lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan
anoreksia. Zat kimia maupun makanan yang merangsang akan
menyebabkan sel epitel kolumner, yang berfungsi untuk
menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Lapian mukosa
gaster terdapat sel yang memproduksi HCl (terutama daerah
fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi mukosa gaster akan
menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia juga dapat
5

meyebabkan rasa nyeri ini ditumbulkan oleh karena kontak HCl


mukosa gaster.
b. Gastritis Kronis

Helicobacter Pyory merupakan bakteri gram negatif. Organisme

ini menyerang sel permukaan sel gaster, memperberat timbulnya

desquanisme ini menyerang sel dan muncullah respon radang

kronis pada gaster yaitu : destruksi kelenjar dan metaplasia.

Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap

iritasi, yaitu dengan mengganti sel mukosa gaster, misalnya dengan

sel desaumosa yang ebih kuat, maka elastisitasnya juga berkurang

pada saat mencerna makanan, labung melakukan gerakan

peristaltik terapi karena sel penggantinya.


6

4. Pathway

Obat-obatan (NISAD, H. phylori Kafein


aspirin, sulfanomida,
steroid, digitalis)

Melekat pada epitel Me produksi


lambung bikarbonat (HCO₃⁻)
Mengganggu
pembentukan sawat
mukosa lambung
Menghancurkan lapisan
mukosa lambung

Menyebabkan difusi
kembali asam lambung
& pepsin
Kekurangan volume cairan

Perdarahan
Inflamasi Erosi mukosa lambung

Nyeri epigastrium
Mukosa lambung
kehilangan intergitas
jaringan

Refluk isi duodenum


kelambung
Dorongan ekspulasi isi
Anoreksia lambung kemulut
Mual

Muntah

Nyeri akut Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari Kekurangan volume
kebutuhan tubuh cairan
7

5. Manifestasi Klinis

a. Gastritis akut :

Nyeri epigastrium, mual, muntah, perdarahan terselubung maupun

nyata.Dengan endoskopi terlihat mukosa lambung hyperemia dan

udem, mungkin juga ditemukan erosi dan perdarahan aktif.

b. Gasritis kronik :

Kebanyakan gastritis asimptomatik, keluhan lebih berkaitan

dengan komplikasi gastritis atrofik, seperti tukak lambung,

defisiensi zat besi,anemia pernisiosa, dan karsinoma lambung.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya

antibiotik H.pylori dalam darah. Hasil tes yang positif

menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada

suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa

pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga diakukan

untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung

akibat gastritis.

b. Pemeriksaan pernapaasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien

terinfeksi oleh bakteri H.pylori atau tidak.


8

c. Pemeriksaan feses. Tes ini memeriksa apakah terdapat H.pylori

dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasika

terjadinya infeksi.

d. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini

dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian

atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X

e. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya

tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasnya

akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum

dilakukan ronsen. Cairan inni akan melapisi saluran cerna akan

terlihat lebih jelas ketika di ronsen.

7. Penatalaksanaan

a. Gastritis akut

Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya,

diet lambung dengan porsi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan

untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor

H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan antasid juga

ditujukan sebagai sifoproktektor berupa sukralfat dan

prostaglandin.

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap

setiap pasien dengan resiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit


9

yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi

penyebab, serta dengan pengobatan suportif.

Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida

dan antagonos H2 sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun

hasilnya masih jadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap

dianjurkan. Pencegahan ini terutama pasien yang menderita

penyakit dengan keadaan klinis yeng berat. Untuk penggunaan

aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik

adala dengan Misaprostol, dan Derivat Prostaglandin.

Penatalaksaan medikal untuk gastritis akut dilakukan

dengan menghindari alkohol dan makanan sampai gejala

berkurang. Bila gejala menetap, diperlukan cairan intravena. Bila

terdapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada

hemoragi sauran gastrointestinal atas. Bila gastritis terjadi karena

alkali kuat, gunakan jus karena adanya bahaya perforasi.

b. Gastritis kronis

Faktor utama diandai oleh kondisi progresif epitel kelenjar

disertai sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis

dan mukosa mempunyai permukaan yang rata, gastriti kronis

digolongkan menjadi dua kategori tipe A (Altrofik atau Fundal)

dan tipe B (Antral).

Gastritis kronis tipe A disebut juga gastritis altrofik atau

fundal, karena gastritis terjadi pada bagian fundus lambung.


10

Gastritis kronis tip A merupakan suatu penyakit autoimun yang

disebabkan oleh adanya autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar

lambung dan faktor intrinsik. Tidak adanya sel parietal dan chief

cell dapat menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya

kadar gastrin.

Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral

karena umunya mengenai daerah atrium lambung dan lebih sering

terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A. Penyebab

utama gastritis tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter

Pylory. Faktor gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol

berlebihan, merokok, dan refluks yang dapat mencetuskan

terjadinya ukus peptikum dan karsinoma.

Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada

penyakit yang dicurigai. Bila terdapat ulkus duodenum, dapat

diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun

demikian lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis. Alkohol

dan obat yang diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila

terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabka oleh perdarahan

kronis), maka penyakit ini harus diobati. Pada anemia pernisiosa

harus diberi pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai.

Gastritis kronis diatasi denga memodifikasi diet dan meningkatkan

istirahat serta memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat

diatasi dengan antibiotik (seperti Tetraksilin atau Amoxicillin) dan


11

gaam bismuth (pepto bismol). Pasien dengan gastritis tipe A

biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gastritis

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan proses awal dari keperawatan untuk

mendapatkan data denan cara :

a. Wawancara

1) Data Subyektif

Klien mengatakan nyeri pada ulu hati

Kelien mengatakan mual, dan muntah

Klien mengatakan tidak nafsu makan

2) Data Obyektif

Klien tampak meringis kesakitan

Klien tampak lemas

Klien tampak porsi makan tidak dihabiskan

b. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Klien tampak lemah, letih, lesu, tampak pucat, klien tampak

menahan nyeri, klien tampak berih, kesadaran composmentis

dengan GCS 15

2) Kepala

Bentuk simetris, warna rambut,palpasi tidak ada nyeri tekan


12

3) Mata

Bentuk mata simetris, tidak ada nyeri tekan, konjungtiva tidak

anemis

4) Telinga

Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan,

pendegaran baik, tidak ada serumen

5) Hidung

Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada masa, tidak ada nyeri

tekan, tidak ad polip, terdapat silia

6) Mulut

Bentuk simetris, tidak ada karies pada gigi, fungsi menelan

baik

7) Leher

Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada pembesaran kelenjar

tyroid, tidak ada nyeri tekan.

8) Dada

Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan,

pergerakan dada sama

9) Abdomen

Bentuk simetris, tidak ada luka, terdapat nyeri tekan pada

epigastrium, peristaltik usus normal 22x/menit

10) Ekstermitas

Atas
13

Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, jumlah

jari lengkap, fungsi persendian baik

Bawah

Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, jumlah

jari lengkap, fungsi persendian baik

11) ,kulit dan kuku

Bentuk kuku simetris, warna kulit, turgor kulit baik.

c. Pola Pemeliharaan Kesehatan

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan

kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan

kesehatan, kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang

praktek kesehatan.

d. Pola Nurtisi –Metabolik

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit,

nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah,

makanan kesukaan.

e. Pola Eliminasi

Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan Kulit.

Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi

(oliguri, disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan

miksi, Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi

saluran kemih dll.

f. Pola Latihan-Aktivitas
14

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan

sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit,

gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain, Range Of

Motion (ROM), riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan

kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.

g. Pola Kognitif Perseptual

Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori

meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,

pembau dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola

kognitif didalamnya mengandung kemampuan daya ingat klien

terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan

kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama

(orang, atau benda yang lain).Tingkat pendidikan, persepsi nyeri

dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri

skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan

bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien,

adakah gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori

(nyeri), penciuman dan lain-lain.

h. Pola Istirahat-Tidur

Menggambarkan Pola Tidur, istirahat dan persepasi tentang energi.

Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur,

insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih.

i. Pola Konsep Diri-persepsi Diri


15

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap

kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri,

harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri. Manusia sebagai

system terbuka dimana keseluruhan bagian manusia akan

berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai system

terbuka, manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural

spriritual dan dalam pandangan secara holistik.Adanya kecemasan,

ketakutan atau penilaian terhadap diri., dampak sakit terhadap diri,

kontak mata, isyarat non verbal, ekspresi wajah, merasa tak

berdaya, gugup atau relaks.

j. Pola Peran dan Hubungan

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien

terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal

klien.Pekerjaan, tempat tinggal, tidak punya rumah, tingkah laku

yang passive/agresif terhadap orang lain, masalah keuangan dll.

k. Pola Reproduksi/Seksual

Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan

dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat

haid, pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hubungan

seksual, pemeriksaan genital.

l. Pola mekanisme koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan

penggunaan systempendukung. Penggunaan obat untuk menangani


16

stress, interaksi dengan orang terdekat, menangis, kontak mata,

metode koping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap

tingkat stress.

m. Pola Keyakinan Dan Spiritual

Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk

spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam

melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya.Agama,

kegiatan keagamaan dan budaya,berbagi denga orang lain,bukti

melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan

pantangan dalam agama selama sakit(Perry,2009)(Asmadi,

2011).

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperwatan meruakan langkah kedua dari proses

keperawatan untuk menentukan masalah yang didapatkan dari

pengkajian. Masalah keperawatan yang timbul pada penyakit gastritis

yaitu meliputi :

a. Asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

masukkan nutrisi yang tidak adekuat

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan masukan cairan

tidak cukup dan kehilangan cairan berlebihan karena muntah

c. Nyeri akut berhubungan dengan mukosa lambung teriritrasi


17

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan penatalaksanaan diet

dan proses penyakit.

3. Intervensi

Merupakan langkah ke tiga dari proses keperawatan untuk melakukan

perencanaan dalam mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada

penyakit gastritis.

Tabel 2.1 Perencanaan


NO DIAGNOSA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1 Asupan nutrisi kurang dari 1. Kaji adanya 1. Mengetahui
kebutuhan tubuh b.d masukkan alergi makanan adanya alergi
nutrisi yang tidak adekuat makanan
2. Monitor adanya 2. Mengetahui
Setelah dilakukan tindakan peurunan berat berat badan
keperawatan selama 2x24 jam badan selama sakit
diharapkan adanya peningkatan 3. Kolaborasi 3. Untuk
BB dengan kriteria hasil : dengan ahli gizi meningkatkan
1. Adanya peningkatan berat untuk asupan nutrisi
badan sesuai dengan tujuan menentukan pasien
2. BB ideal sesuai dengan jumlah kalori dan
dengan tinggi badan nutrisi yang
3. Mampu mengidentifikasi dibutuhkan
kebutuhan nutrisi pasien. 4. Agar dapat
4. Tidak ada tanda malnutrisi 4. Anjurkan pasien memenuhi
5. Menunjukkan peningkatan untuk pemasukan
fungsi pengecapan dari meningkatkan nutrisi
menelan intake 5. Untuk
6. Tidak terjadi penurunan 5. Anjurkan makan menghindari
berat badan yang berarti sedikit tapi sering rasa mual
6. Berikan informasi 6. Untuk
tentang meningkatkan
kebutuhan nutrisi pemahaman
pasien dan
keluarga

2 Kekurangan volume cairan b.d 1. Pertahankan 1. Untuk


18

masukan cairan tidak cukup catatan intake mengetahui


dan kehilangan cairan dan output yang jumlah cairn
berlebihan karena muntah akurat yang masuk
Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor status 2. Mengetahui
keperawatan selama 2x24 jam hidrasi adanya
diharapkan kebutuhan volume (kelembapan dehidrasi,
cairan dalam batas normal membran sianosis
dengan kriteria hasil : mukosa, nadi
1. Mempertahankan urin adekuat,
output sesuai dengan usia tekanan darah
dan BB, BJ urine normal, ortostatik), jika
HT normal diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh, dala batas normal 3. Monitor vital 3. Mengetahui
3. Tidak ada tanda-tanda sign perkembangan
dehidrasi pasien
4. Elastisitas turgor kulit baik,
Monitor Mengetahui
membran mukosa lembab,
4.
4.

masukan jumlah cairan


tidak ada rasa haus yang
makanan/minu yang masuk
berlebihan.
man cairan dan
hitung intake
kalori harian

5. Kolaborasikan 5. Mencegah
pemberian IV terjadinya
syok
hipovolemik

3 Nyeri akut b.d mukosa 1. Lakukan 1. Mengetahui


lambung teriritrasi pengkajian nyeri tingkat nyeri
Setelah dilakukan tindakan secara
keperawatan selama 2x24 jam komperhensif
diharapkan nyeri berkurang, termasuk lokasi
dengan kriteria hasil : karateristik,
1. Mampu mengontrol nyeri durasi,
(tahu penyebab nyeri, frekuensi,
mampu menggunakan kualitas, dan
tekhnik farmakologi faktor presipitasi
untuk mengurangi nyeri, 2. Mengetahui
mencari bantuan) 2. Observasi reaksi rasa nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri nonverbal dari melalui ekspresi
berkurang dengan ketidak wajah
menggunakan manajemen nyamanan
nyeri 3. Agar memudah
3. Mampu mengenali nyeri kan untuk
(skala,intensitas, 3. Gunakan teknik berkomunikasi
frekuensi dan tanda nyeri) komunikasi dengan pasien
4. Menyatakan rasa nyaman teraupetik untuk
setelah nyeri berkurang mengetahui
pengalaman 4. Mengetahui
nyeri pasien penyebab nyeri

4. Kaji kultur yang 5. Mengurangi


19

mempengaruhi rasa nyeri


respon nyeri

5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(distraksi dan 6. Proses
relaksasi) penyembuhan
6. Kolaborasi
dalam
pemberian obat
4 Defisiensi pengetahuan b.d 1. Berikan 1. Agar
penatalaksanaan diet dan penilaian mengetahui
proses penyakit. tentang tingkat tingkat
Setelah dilakukan tindakan pengetahuan pengetahuan
2x24 jam diharapkan pasien tentang pasien
pengetahuan bertambah dengan proses penyakit
kriteria hasil : yang spesifik.
1. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman 2. Jelaskan 2. Agar pasien
tentang penyakit kondisi, patofisioligi memahami
prognosis dan program dari penyakit tentang
pengobatan dan bagaiman penyakitnya
2. Pasien dan keluarga hal ini
mampu menjelaskan berhubungan
prosedur yang dijelskan dengan anatomi
dengan benar fisiologi,
3. Pasien dan keluarga dengan cara
mampu menjelaskan yang tepat
kembali apa yang 3. Agar pasien
dijelskan perawat/tim dapat dengan
kesehata lainnya. 3. Sediakan mudah
informasi pada mengetahui
pasien tentang penyakitnya
kondisi dengan
cara yang tepat

4. Agar pasien
4. Diskusikan dapat dengan
pilihan terapi nyaman
atau memilih
penanganan pengobatann
ya
5. Agar pasien
5. Gambarkan dapat
tanda dan gejala mengetahui
yang biasa tanda dan
muncul pada gejala
penyakit, dengan tepat
dengan cara dan cepat
yang tepat
20

C. Konsep Dasar Nyeri Akut

1. Definisi Nyeri Akut

Nyeri Akut adalah Pre-definisi, nyeri akut adalah respon normal

fisiologis yang dapat diramalkan akibat suatu stimulus kuat kimiawi,

termal atau mekanik yang terkait dengan pembedahan, trauma atau

penyakit akut.

Meskipun nyeri akut merupakan respon normal akibat adanya

kerusakan jaringan, namun dapat menimbulkan gangguan fisik,

psikologis, maupun emosional dan tanpa manajemen yang adekuat dapat

berkembang menjadi nyeri kronik.

Nyeri akut yaitu penyakit yang waktunya singkat atau timbul

secara cepat, biasanya nyeri akut berlangsung kurang dari 6 bulan.

2. Mekanisme Nyeri Akut

Antara suatu rangsang kuat (kimiawi termal atau kimiawi) sampai

dirasakannya sebagai persepsi nyeri terdapat 5 proses elektrofisiologik

yang jelas, dimulai dengan proses transduksi, konduksi, modulasi,

transmisi dan persepsi (gambar-1). Keseluruhan proses ini disebut

nosisepsi (nociception), dari sinilah asal kata nyeri nosisepsi, yakni

nyeri yang perjalanannya mengikuti alur perjalanan nyeri yang dimulai

dari teraktivasinya nosiseptor.

a. Transduksi, adalah proses di mana suatu stimulus kuat diubah

menjadi aktivitas listrik yang biasa disebut potensial aksi. Dalam


21

hal nyeri akut yang disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan

akan melepaskan mediator kimia, seperti prostaglandin, bradikinin,

serotonin, substasi P, dan histamin. Zat-zat kimia inilah yang

mengsensitasi dan mengaktivasi nosiseptor mengasilkan suatu

potensial aksi (impuls listrik). Perubahan zat-zat kimia menjadi

impuls listrik inilah yang disebut proses transduksi.

b. Konduksi adalah proses perambatan dan amplifikasi dari potensial

aksi atau impuls listrik tersebut dari nosiseptor sampai pada kornu

posterior medula spinalis pada tulang belakang.

c. Modulasi adalah proses inhibisi terhadap impuls listrik yang masuk

ke dalam kornu posterior, yang terjadi secara spontan yang

kekuatanya berbeda-beda setiap orang, (dipengaruhi oleh latar

belakang pendidikan, kepercayaan atau budaya). Kekuatan

modulasi inilah yang membedakan persepsi nyeri orang per orang

terhadap suatu stimlus yang sama.

d. Transmisi adalah proses perpindahan impuls listrik dari neuron

pertama ke neuron kedua terjadi dikornu posterior medula spinalis,

dari mana ia naik melalui traktus spinotalamikus ke talamus dan

otak tengah. Akhirnya, dari talamus, impuls mengirim pesan

nosiseptif ke korteks somatosensoris, dan sistem limbik.

e. Persepsi adalah proses yang sangat kompleks yang sampai saat ini

belum diketahui secara jelas. Namun, yang dapat disimpulkan di

sini bahwa persepsi nyeri merupakan pengalaman sadar dari


22

penggabungan antara aktivitas sensoris di korteks somatosensoris

dengan aktivitas emosional dari sistim limbik, yang akhirnya

dirasakan oleh tubuh.

Gambar 2.1 - Proses elektrofisiologik dan nyeri, mulai dari

transduksi, konduksi, modulasi, transmisi dan persepsi

3. Pembagian Nyeri Akut

a. Nyeri Somatik, jika organ yang terkena adalah organ soma seperti

kulit, otot, sendi, tulang, atau ligament karena di sini mengandung

kaya akan nosiseptor. Terminologi nyeri muskuloskeletal diartikan

sebagai nyeri somatik. Nosiseptor di sini menjadi sensitif terhadap

inflamasi, yang akan terjadi jika terluka atau keseleo. Selain itu,

nyeri juga bisa terjadi akibat iskemik, seperti pada kram otot. Hal
23

inipun termasuk nyeri nosiseptif. Gejala nyeri somatik umumnya

tajam dan lokalisasinya jelas, sehingga dapat ditunjuk dengan

telunjuk. Jika kita menyentuh atau menggerakan bagian yang

cedera, nyerinya akan bertambah berat.

b. Nyeri viseral, jika yang terkena adalah organ-organ viseral atau

organ dalam, meliputi rongga toraks (paru dan jantung), serta gga

abdomen (usus, limpa, hati dan ginjal), rongga pelvis (ovaruim,

kantung kemih dan kandungan).3 Berbeda dengan organ somatik,

yang nyeri kalau diinsisi, digunting atau dibakar, organ somatik

justru tidak. Organ viseral akan terasa sakit kalau mengalami

inflamasi, iskemik atau teregang. Selain itu nyeri viseral umumnya

terasa tumpul, lokalisasinya tidak jelas disertai dengan rasa mual-

muntah bahkan sering terjadi nyeri refer yang dirasakan pada kulit.

Nyeri Inflamasi, merupakan nyeri nosiseptif yang ditandai

dengan gejala nyeri spontan yang terjadi karena terjadinya

sensitisasi nosiseptor akibat adanya proses inflamasi. Dari sekian

banyak mediator inflamasi (misalnya histamin, serotonin

prostaglandin dan bradikinin) maka yang paling berperan dalam

proses nyeri inflamasi adalah prostaglandin. Itulah sebabnya maka

manajemen pada nyeri inflamasi adalah pemberian obat-obatan

golongan anti-inflamasi.
24

4. Penilaian Nyeri

Sebelum melakukan manajemen nyeri, perlu dilakukan penilaian

atau asesmen intesitasnya. Banyak cara untuk menentukan intensitas

nyeri, namun yang paling sederhana ada 3 macam yakni; Visual

Analog Scale (VAS), Numeric Rating Scale (NRS) dan Faces Scale

dari Wong-Backer.

a. Visual Analog Scale (VAS) / Skala analog visual

Skala ini bersifat satu dimensi yang banyak dilakukan pada

orang dewasa untuk mengukur intensitas nyeri pascabedah.

Berbentuk penggaris yang panjangnya 10 cm atau 100 mm. Titik 0

adalah tidak nyeri dan titik 100 jika nyerinya tidak tertahankan.

Disebut tidak nyeri jika pasien menunjuk pada skala 0-4 mm, nyeri

ringan 5-44mm, nyeri sedang 45-74mm, nyeri berat 75- 100 mm.

Sisi yang berangka pada pemeriksa sedang yang tidak berangka

pada sisi penderita.

Gambar 2.2- Skala Analog Visual

b. Numerical Rating Scale (NRS) (Skala numerik angka)

Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka 0 –

10. Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri

berat yang tidak tertahankan. NRS digunakan jika ingin


25

menentukan berbagai perubahan pada skala nyeri, dan juga menilai

respon turunnya nyeri pasien terhadap terapi yang diberikan. Jika

pasien mengalami disleksia , autism, atau geriatri yang demensia

maka ini bukan metode yang cocok.

Gambar 2.3- Numerical Rating Scale

c. Faces Scale (Skala Wajah)

Pasien disuruh melihat skala gambar wajah. Gambar

pertama tidak nyeri (anak tenang) kedua sedikit nyeri dan

selanjutnya lebih nyeri dan gambar paling akhir, adalah orang

dengan ekpresi nyeri yang sangat berat. Setelah itu, pasien disuruh

menunjuk gambar yang cocok dengan nyerinya. Metode ini

digunakan untuk pediatri, tetapi juga dapat digunakan pada geriatri

dengan gangguan kognitif.

Gambar 2.4-Wong Beker Faces Skale

5. Interpretasi Skala Nyeri

Skala apapun yang digunakan tujuannya untuk menentukan

inensitas atau level nyeri pasien. Secara umum level nyeri dibagi atas 3

bagian yakni:

a. Nyeri ringan
26

b. Nyeri sedang

c. Nyeri berat

Atas dasar level nyerinya seorang pasien akan diberikan obat

sesuai dengan petunjuk dari "Three Step Ladder WHO"

Gambar 2.5-Three Steep Ladder WHO

6. Manajemen Nyeri

Jika penyakit dasar ditangani secara efektif, maka juga dapat

menghilangkan atau mengurangi nyeri. Jika mengalami infeksi dan

mengkonsumsi antibiotik, antibiotik itu dapat membasmi infeksi, juga

dapat menghilangkan nyeri akibat infeksi itu. Walaupun penyakit

dasarnya dapat diobati, seringkali analgesik masih diperlukan untuk

mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri. Analgesik nonopioid dan

opioid sangat baik untuk menghilangkan nyeri nosiseptif tetapi tidak

untuk nyeri neuropatik.

1. Analgesik Non-Opoid

a. Parasetamol
27

Memiliki sifat analgesik dan antipiretik tapi tidak memiliki

sifat anti-inflamasi. Sampai saat ini mekanisme kerjanya belum

diketahui dengan jelas.6 Masyarakat mengenalnya sebagai obat

sakit kepala atau obat demam.

Merupakan analgesik non-opioid yang paling aman,

sehingga dapat diberikan kepada bayi baru lahir sampai orang

tua. Juga bisa diberkan kepada ibu hamil maupun yang

menyusui. Bahkan masih bisa diberikan kepada penderita

dengan gangguan ginjal dan gangguan hati.

Dosis 500-1000 mg setiap 4-6 jam, maksimal 4g / hari.

Metabolismenya sebagian besar terjadi di hati. Efek

sampingnya bisa bersifat hepatotoksis, terutama pada pasien-

pasien dengan gangguan hati atau malnutrisi.

b. AINS (Anti-Inflammatory Non-Steroid)

Kerjanya menginhibisi enzim COX-1 dan COX- 2 yang

mengkonversi asam arakidonat menjadi prostaglandin dan

tromboksan, di mana prostaglandin merupakan salah satu

mediator nyeri dan inflamasi. 9

COX–1 diekspresikan secara konstitutif untuk fungsi-

fungsi fisiologis seperti fungsi ginjal, proteksi mukosa

lambung, dan fungsi trombosit. 9

COX-2 diekspresikan terutama pada keadaan nyeri dan

inflamasi. Jadi bersifat induktif (inducible). 11


28

Ada 2 macam AINS yakni, AINS non-selektif dan AINS

selektif. AINS non-selektif menginhibisi baik enzim COX-1

maupun enzim COX-2, contohnya Ketorolac, Diclofenac,

Ibuprofen, Asam Mefenamat, Meloxikam dan Piroxicam. 9

Karena AINS non-selektif ini selain menginhibisi e n z i m

COX-2 juga COX-1 , maka untuk pemakaian jangka lama

dapat menimbulkan efek samping berupa iritasi lambung,

gangguan ginjal dan gangguan pembekuan darah. 9

Untuk mengurangi gangguan iritasi lambung, dapat

dikombinasikan dengan obat PPI (proton pump inhibitor) guna

memproteksi mukosa lambung.

AINS selektif hanya menginhibisi enzim COX-2 saja, tapi

tidak untuk enzim COX-1. Berfungsi meredakan nyeri dan

inflamasi, tapi tidak mengganggu mukosa lambung, ginjal

maupun fungsi trombosit. Walaupun begitu AINS selektif

dapat mengundang efek protrombotik, sehingga dapat memicu

serangan jantung dan strok. Contoh AINS selektif adalah

Selekosib dan Parekosib.

Semua analgesik non-opioid baik parasetamol, AINS non-

selektif maupun AINS selektif bersifat "celling effect", artinya

efek analgesiknya terbatas. Kenaikan dosis tidak dapat

menambah analgesiknya, justru efek sampingnya yang

bertambah.
29

2. Analgesik Opoid

Opioid merupakan analgetik terkuat dan sangat umum

digunakan setelah pembedahan, kanker, luka bakar dan lainnya.

2,11 Opioid bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik

(disebut reseptor μ) Aktivasi dari reseptor μ akan menghambat

transmisi nyeri baik di perifer maupun sentral.

Opioid sebaiknya diberikan dengan dosis titrasi. Dosis ideal

dicapai jika nyeri sudah berkurang dan efek samping dapat

ditoleransi. Dosis sebaiknya lebih rendah pada pasien geriatric,

gagal ginjal, gangguan fungsi hati, sebab cenderung memiliki efek

samping akibat opioid. Efek samping yang paling sering adalah

sedasi, konstipasi, mual-muntah, dan gatal. Dikenal dua macam

opioid yakni opioid lemah contohnya kodein dan tramadol, dan

opioid kuat, contohnya morfin, pethidin dan fentanil. Morfin

dianggap sebagai gold standard dari berbagai analgesik opioid.

Pasien yang mengkonsumsi opioid jangka panjang dapat

mengalami ketergantungan secara fisik dan akan mengalami gejala

sisa saat dihentikan, oleh karena itu harus dihentikan secara

bertahap.

3. Teknik Distraksi
30

Manajemen ini merupakan teknik non-farmakologi yang

dilakukan dengan cara mengalihkan perhatian misalnya dengan

mendengarkan musik, menonton televisi, dan bercerita pada orang

lain.

4. Teknik Relaksasi (Napas Dalam)

Manajemen ini merupakan teknik non farmakologi yang

dilakukan dengan cara menarik napas dalam selama 1-5 menit

dengan menghirup melalui hidung kemudian mengeluarkannya

melaluli mulut secara perlahan dan kondisi badan atau tubuh

dilemaskann

Anda mungkin juga menyukai