Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan Asuhan Keperawatan pada klien Ny. Y dengan Mitral

Regugitasi di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura selama 3 hari

tanggal 06 Maret sampai 08 Maret 2019, kesenjangan antara teori dan kasus yang

penulis peroleh akan dibahas sebagai berikut :

A. Pengkajian

Pengumpulan data dasar Ny. Y dengan Mitral Regurgitasi dilakukan pada

tanggal 05 Maret 2019 di Ruang ICU Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura,

data tersebut dikumpulkan dari klien sendiri, keluarga, orang terdekat klien dan

data medis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik, dan studi pustaka. Data yang dikaji meliputi bio-

psiko,sosiol dan spiritual. Dalam pengkajian Ny. Y yang berhubungan dengan

gejala-gejala mitral regurgitasi sesuai dengan teori yang dipelajari tidak jauh

berbeda dengan kenyataan yang ada di lapangan. Perbedaan keadaan ini

disebabkan oleh sifat ataupun karakter manusia yang unik, manusia memiliki

respon yang berbeda terhadap masalah.

Berdasarkan hasil pengkajian dapat dilaporkan bahwa ditemukan sedikit

kesenjangan yang berarti atau tidak tidak terlalu menyimpang dari konsep.

Dilihat dalam pengumpulan data melalui wawancara, pemeriksaan fisik

(inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi), observasi, menelaah catatan dan

laporan diagnostic serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lain.

96
97

Manifestasi klinis dari mitral regurgitasi menurut Bonow et al (2006),

Papadakis & McPhee (2007) adalah menimbulkan gejala seperti keletihan,

kelemahan, dyspnea saat aktivitas, dan ortopnea. Pada pemeriksaan fisik

thoraks khususnya jantung, biasanya akan ditemukan suara jantung tambahan

atau bunyi jantung III (murmur) saat auskultasi apeks jantung. Umumnya

penyebab mitral regurgitasi adalah penyakit jantung reumatik. Pada regurgitasi

berat atau akut, manifestasi gagal jantung sebelah kiri berkembang, temasuk

bendungan paru dan edema.

Berdasarkan proses pemberian asuhan keperawatan pada klien Ny. Y

dilakukan pada tanggal 06 Maret sampai 08 Maret 2019 di Ruang ICU Rumah

Sakit Umum Daerah Jayapura. Dari hasil pengkajian, penulis menemukan

adanya keluhan antara lain sesak nafas, dan mudah lelah. Klien memerlukan

bantuan saat makan, minum, BAB/BAK, serta mengganti pakaian di tempat

tidur. Sesak nafas kerap dirasakan klien saat aktivitas seperti saat makan dan

mandi. Klien mengatakan lelah/capek, dan lemas pada tangan dan kaki, KU :

sakit berat, Tekanan darah : 70/57 mmHg, Nadi : 108x/menit, teraba lemah dan

tidak teratur, Respirasi : 30x/menit, Suhu badan : 35,5 oC, akral dingin, CRT <

3 detik, tampak pucat, terdengar bunyi jantung III (murmur), dan udem pada

tangan dan kaki.

Sehingga berdasarkan data hasil pengkajian tersebut, terdapat data bahwa

klien mengalami penurunan curah jantung dikarenakan klien mengalami sesak

nafas, keletihan, nadi teraba lemah dan tidak teratur, tekanan darah menurun,

udem pada tangan dan kaki, tampak pucat, akral dingin serta terdengar bunyi
98

jantung III (murmur) pada apeks jantung. Hasil pemeriksaan jantung pada

tanggal 05 Maret 2019 diperoleh hasil EKG : irama denyut jantung tidak

teratur, X-Ray : AV (atrioventrikel) dilatasi, dan kardiomegali. Hal inilah yang

dapat menyebabkan klien mengalami penurunan curah jantung. Yang mana

menurut Arif Muttaqin (2014 : 155), penyebab penurunan curah jantung adalah

gagal ventrikel kiri dimana aliran darah kembali ke dalam atrium kiri melalui

katup yang rusak selama sistol dan berkurangnya aliran darah ke seluruh tubuh.

Selain itu klien juga mengalami gangguan perfusi jaringan perifer. Hasil

pemeriksaan tanda-tada vital Tekanan darah : 70/57 mmHg, Nadi : 108x/menit,

teraba lemah dan tidak teratur, Respirasi : 30x/menit, Suhu badan : 35,5oC,

akral dingin, CRT < 3 detik, dan udem pada tangan dan kaki. Yang mana

menurut Doenges (2012), menjelaskan bahwa manifestasi klinik gejala

penyakit katup jantung adalah takipnea/dispnea, tekanan darah

menurun/meningkat, nadi teraba lemah dan cepat, akral dingin, dan udem.

Dimana gejala tersebut adalah penyebab gangguan perfusi jaringan perifer.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon

manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual / potensial) dari

individu atau kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan

perawat dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status

kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan, atau mencegah perubahan.

(Nikmatur, 2014).
99

Pada tahap ini penulis menemukan kesenjangan antara diagnosa

keperawatan pada teori dan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien Ny.

Y dengan mitral regurgitasi di Runag ICU Rumah Sakit Umum daerah

Jayapura. Berdasarkan teori yang ada, kemungkinan diagnose keerawatan pada

klien mitral regurgitasi menurut Arif Muttaqin (2014) :

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan ventrikel

kiri untuk memompa darah.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan perembesan cairan,

kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan

retensi cairan interstitial.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung ke

jaringan.

Sedangkan berdasarkan data-data yang diperoleh penulis pada saat di

lapangan tanggal 05 Maret 2019, dapat ditegakkan diagnosa keperawatan

sebagai berikut :

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakmampuan ventrikel

kiri untuk memompa darah.

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan

curah jantung.

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan perembesan cairan,

kongesti paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan

retensi cairan interstitial.


100

d. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai O2 dengan kebutuhan metabolisme basal.

Pada masalah gangguan penurunan curah jantung, menurut Arif Muttaqin

(2014) klien mengalami penurunan curah jantung karena ketidakmampuan

ventrikel kiri memompa darah, hal ini ditandai dengan adanya tekanan darah

menurun yaitu 70/57 mmHg, nadi teraba lemah, tidak teratur dan takikardi

yaitu 108x/menit disertai dengan sesak nafas dengan respirasi 30x/menit, dan

keletihan yang dirasakan oleh klien. Hasil pemeriksaan X-Ray : kardiomegali,

AV dilatasi, EKG : irama jantung tidak teratur, dan pada auskultasi apeks

jantung terdengar bunyi jantung III (murmur).

Pada masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, menurut Doenges

(2012), klien akan mengalami gangguan perfusi jaringan perifer diakibatkan

karena penurunan curah jantung, mengakibatkan kurangnya suplai O2 ke

seluruh tubuh yang ditandai dengan klien merasakan sesak nafas, respirasi

30x/menit, keletihan, lemas, akral dingin, CRT < 3 detik, suhu badan 35,5 oC,

tekanan darah 70/57 mmHg, nadi teraba lemah, tidak teratur dan takikardi yaitu

108x/menit, serta udem pada tangan dan kaki.

Pada masalah ketidakefektifan pola nafas data yang diperoleh adalah klien

merasakan sesak nafas setiap makan dan mandi, respirasi 30x/menit, adanya

pernafasan cuping hidung, respon batuk, dan produksi sputum warna putih

kekuniangan, suara nafas ronchi, dan vocal fremitus teraba lemah pada semua

lobus paru, BUN : 69,9 mg/dL, creatin : 1,84 mg/dL, dan terdapat udem pada

tangan dan kaki. Yang mana menurut Arif Muttaqin (2014), penyebab
101

ketidakefektifan pola nafas disebabkan karena perembesan cairan, kongesti

paru akibat sekunder dari perubahan membran kapiler alveoli dan retensi cairan

interstitial.

Pada masalah gangguan aktivitas sehari-hari data yang didapat adalah

klien mengeluh sesak nafas, lelah/capek, lemas pada tangan kaki, tidak bisa

bergerak sendiri, tekanan darah 70/57 mmHg, nadi 108x/menit, respirasi

30x/menit, udem pada tangan dan kaki, tampak sesak setiap makan dan mandi.

Yang mana menurut Arif Muttaqin (2014), gangguan aktivitas sehari-hari

disebabkan karena ketidakseimbangan suplai O2 dengan metabolism basal,

sehingga klien merasakan sesak nafas, keletihan, dan lemas sehingga tidak

mampu memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri.

C. Intervensi

Intervensi atau rencana tindakan yang dilakukan pada masalah penurunan

curah jantung adalah kaji dan laporkan tanda penurunan curah jantung, catat

bunyi jantung, palpasi nadi perifer, istirahatkan klien dengan tirah baring

optimal, atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus dinaikan

45o atau klien didudukkan dikursi, berikan istirahat psikologi dengan

lingkungan yang tenang, berikan O2 tambahan dengan nasal, kolaborasi

pemberian diet jantung, kolaborasi untuk pemberian terapi (diuretic,

vasodilator, captopril), dan pemberian cairan IV pembatasan jumlah total

sesuai indikasi. Hindari cairan garam. Yang mana menurut Arif Muttaqin
102

(2014), intevensi ini dilakukan untuk mengurangi beban kerja jantung dan

klien dapat beristirahat dengan nyaman.

Pada masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, rencana tindakan

yang dilakukan adalah observasi TTV per jam, pertahankan posisi tirah baring

(bedrest), ubah posisi klien tiap 2 jam, inspeksi adanya luka pada kulit,

tinggikan anggota tubuh yang udem lebih tinggi 20 o dari jantung, kolaborasi

pemberian cairan IV sesuai program, dan kolaborasi pemberian terapi

vasodilator. Menurut Doenges (2012), tindakan ini dilakukan bertujuan untuk

meningkatkan ekskresi cairan, menurunkan kelebihan volume cairan dan

kongesti paru.

Pada masalah ketidakefektifan pola nafas, rencana tindakan yang

dilakukan adalah Kaji frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya

pernafasan, adanya dispnea, penggunaan otot bantu pernafasan, auskultasi

bunyi nafas, observasi karakteristik batuk dan produksi sputum, tinggikan

kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler,

kolaborasi pemberian O2 kanula atau masker, dan kolaborasi dalam pemberian

bronkodilator bila perlu. Yang mana menurut Arif Muttaqin (2014), tindakan

ini dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kebutuhan suplai O2, sehingga

sesak nafas yang dirasakan klien berkurang.

Pada masalah gangguan aktivitas sehari-hari, rencana tindakan yang

dilakukan adalah catat frekuensi dan irama jantung serta perubahan tekanan

darah selama dan sesudah beraktivitas, tingkatkan istirahat, batasi aktivitas dan

berikan aktivitas senggang yang tidak berat, anjurkan menghindari peningkatan


103

tekanan abdomen, pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut, berikan

waktu istirahat diantara waktu aktifitas, dan pertahankan penambahan O2

sesuai instruksi. Yang mana menurut Arif Muttaqin (2014), tindakan ini

dilakukan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ADL klien.

D. Implementasi

Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan pada

masalah penurunan curah jantung adalah Mengkaji dan melaporkan tanda

penurunan curah jantung, mencatat bunyi jantung murmur, melakukan palpasi

nadi perifer, membantu klien istirahat dengan tirah baring optimal, mengatur

posisi tirah baring yang ideal dengan kepala tempat tidur harus dinaikan 45o

atau klien didudukkan dikursi, memberikan klien istirahat psikologi dengan

lingkungan yang tenang, memberikan O2 nasal kanul 5-6 lpm, melanjutkan

hasil kolaborasi dalam penentuan diet rendah gula dan rendah garam,

melanjutkan pemberian hasil kolaborasi untuk pemberian terapi Vascon 0,1

mcq/IV, Dopamin 2,5 mg/IV, Disulf 1 tab/oral, Diviti 2,5 cc/SC, ISDM 2,5

mg/oral, CPG 75 mg/oral, Aspilet 80 mg/oral, Furosemide ½ amp (10 mg)/IV.

Dan melanjutkan pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai

indikasi, klien diberikan cairan Clinimix 1000 cc/24 jam.

Pada masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer tindakan yang

dilakukan adalah mengobservasi TTV, mempertahankan posisi tirah baring

(bedrest), mengubah posisi klien tiap 2 jam (miring kanan/kiri), menginspeksi

adanya luka pada kulit, meninggikan anggota tubuh yang udem lebih tinggi 20 o
104

dari jantung, memberikan hasil kolaborasi cairan IV sesuai program yaitu

Clinimix 1000cc/24 jam, dan memberikan hasil kolaborasi terapi vasodilator

terapi Vascon 0,1 mcq/IV, Dopamin 2,5 mg/IV, Disulf 1 tab/oral, Diviti 2,5

cc/SC, ISDM 2,5 mg/oral, CPG 75 mg/oral, Aspilet 80 mg/oral, Furosemide ½

amp (10 mg)/IV.

Pada maslah ketidakefektifan pola nafas, tindakan yang dilakukan adalah

mengkaji pernafasan klien, adanya pernafasan cuping hidung, melakukan

auskultasi pernafsan, mengobservasi karakteristik batuk dan sputum,

meninggikan kepala tempat tidur klien dengan posisi duduk atau semi fowler,

memberikan O2 kanula atau masker 5-6 lpm, memberikan hasil kolaborasi

broncodilator yaitu Ventolin 2 ml (2,5 mg) /Inhalasi (uap) melalui nebulizer

dan obat batuk Vestein syrup I cup/oral.

Pada masalah gangguan aktivitas sehari-hari, tindakan yang dilakukan

adalah mencatat frekuensi dan irama jantung serta perubahan tekanan darah

selama dan sesudah beraktivitas, meningkatkan istirahat dan berikan aktivitas

yang tidak berat, mengajurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan

abdomen, seperti menganjurkan klien untuk tidak mengejan/mengedan karena

mampu meningkatkan beban kerja jantung, mempertahankan klien tirah baring

(bedrest), memberikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas,

mempertahankan pemberian O2 sesuai instruksi simpel mask 5-6 lpm.

E. Evaluasi
105

Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi berjalan atau catatan

perkembangan menggunakan SOAPIE. Dari empat diagnosa keperawatan

masalah yang teratasi adalah ketidakefektifan pola nafas yang mana klien

mengatakan sesak berkurang, respirasi terakhir 24x/menit, tidak menggunakan

pernafan cuping hidung, SpO2 terakhir 100%, dan pada gangguan aktifitas

sehari-hari yang mana klien mengatakan mampu mengubah posisinya ditempat

tidur dan kebutuhan ADL klien terpenuhi dengan bantuan perawat dan

keluarga.

Penurunan curah jantung pada klien mitral regusgitasi menurut Arif

Muttaqin (2014) akibat dari ketidakmampuan ventrikel kiri mempompa darah,

dan katub mitral yang tidak tertutup dengan sempurna menyebabkan darah

akan kembali ke atrium kiri. Menyebabkan berkurangnya aliran darah ke

seluruh tubuh.

Sehingga dari empat diagnosa keperawatan yang tidak teratasi adalah

penurunan curah jantun dan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yang

mana pada evaluasi hari ke tiga diperoleh klien masih meraskan sesak walupun

sudah berkurang, ketika telah diberikan O2 dengan pemberian terakhir dengan

kanul nasal 3-4 lpm, lelah/capek, akral dingin pada ekstremitas, tampak pucat,

lemas, dan udem pada tangan dan kaki.

Dalam mengatasi masalah tersebut penulis memerlukan waktu yang lama

dan perawatan yang intensif, hal ini dapat dilihat dari kemajuan dan

peningkatan status kesehatan ke arah yang lebih baik.


106

Secara keseluruhan dari tahapan proses keperawatan penulis dapat

melaporkan bahwa terdapat sedikit kesenjangan, yaitu pada pemunculan

diagnosa keperawatan. Kesenjangan terdapat pada munculnya diagnosa

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. Hal ini bisa dikarenakan oleh :

1. Sifat ataupun karakter manusia yang unik, setiap manusia memiliki respon

yang berbeda-beda terhadap masalah yang sama.

2. Membutuhkan perawatan yang khusus dan intensif.

3. Membutuhkan sarana dan prasarana yang memdai, khususnya pada

penangan kasus jantung.

Anda mungkin juga menyukai