Anda di halaman 1dari 31

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pendekatan Kognitif

Pendekatan adalah istilah lain yang memiliki kemiripan dengan strategi

pembelajaran, pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita

terhadap proses pembelajaran. Oleh karena itu, ada dua pendekatan dalam

pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred

approaches) dan pendekatan yang berpusat pada peserta didik (student-centred

approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran

langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran

ekpositori.Sedangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik

menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran

induktif. Menurut Wina (online) Pendekatan dapat diartikan sebagai suatu cara

pandang atau cara menyikapi sesuatu dengan bertolak dari asumsi tertentu.

Pendekatan dalam pembelajaran IPS dimaksudkan sebagai cara pandang kita terhadap

proses belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPS serta upaya penciptaan kondisi

dan iklim kelas yang memungkinkan terjadinya proses belajar

Sebelum menetapkan pendekatan yang bernuansa budi pekerti, maka guru

perlu memahami terlebih dahulu pengetahuan tentang berbagai pendekatan dalam

pembelajaran IPS SD, di antaranya adalah pendekatan kognitif, pendekatan sosial,

pendekatan personal, dan pendekatan perilaku/ Pendekatan Modifikasi Perilaku.

Untuk memperjelas gambaran tentang berbagai pendekatan tersebut, berikut ini akan

dijabarkan pendekatan tersebut satu-persatu.


Pendekatan kognitif adalah merupakan pendekatan yang menekankan pada

bagaimana cara individu memberi respon yang datang dari lingkungan dengan cara

mengorganisasikan data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan

rencana pemecahan masalah dengan simbol-simbol baik verbal maupun non verbal.

Dengan kata lain, pendekatan ini lebih menekankan ada kecekapan intelektual. Ada

juga yang mengistilahkan pendekatan ini dengan pendekatan pengolahan informasi.

Yang termasuk aspek-aspek pendekatan kognitif adalah; 1) Pengetahuan, 2)

Pemahaman, 3) Penerapan, 4) Analisis, 5) Sintesis, dan 6) Evaluasi.

Kurikulum tahun 1994 merumuskan bahwa mata pelajaran ilmu sosial

berfungsi sebagai ilmu pengetahuan untuk mengembangkan kemampuan dan sikap

rasional tentang gejala – gejala sosial serta kemampuan tentang perkembangan

masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia di masa lampau dan masa kini. Ilmu

Pengetahuan Sosial mempelajari berbagai kenyataan sosial dalam kehidupan sehari –

hari yang bersumber dari ilmu bumi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan

tata negara. Jadi, dapat ditafsirkan bahwa materi tersebut diseleksi dan

diorganisasikan untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rasional sebagai bekal

untuk dapat melibatkan dari dalam masyarakat secara nalar.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik pembelajaran

IPS di SD secara umum merupakan pendidikan kognitif sebagai dasar partisipasi

sosial. Artinya pusat perhatian utama pembelajaran IPS adalah pengemabngan murid

sebagai actor sosial yang cerdas. Jadi, pendekatan yang cocok untuk

mengembangkan kecerdasan rasional anak adalah pendekatan yang berorientasi pada

proses penelitian dan proses konseptualisasi. Pendekatan yang berorientasi pada


proses penelitian dikenal sebagai pendekatan inkuiri sedangkan yang berorientasi

pada proses konseptualisasi memusatkan perhatian proses pemahaman dan

penggunaan factor, konsep, generalisasi dan teori.

Tujuan utama pendekatan penelitian sosial (inkuiri) adalah membangun teori

atau secara umum membangun pengetahuan. Untuk membangun mpengetahuan atau

teori diperlukan fakta, konsep, dan generalisasi. Pendekatan penelitian sosial untuk

murid SD tentunya harus disesuaikan tingkat perkembangan kognitif anak usia kelas

3, 4,5, dan 6 karena mata pelajaran IPS diajarkan di kelas- kelas itu. Karena

perkembangan kognitif pada masak anak tersebut adalah operasional konkret maka

pembelajarannya digunakan untuk memperkenalkan dan melatih anak cara berpikir

ilmu sosial yang dapat dibangun mengenai pengetahuan ilmu sosial dengan kerangka

keilmuan sederhana.

Proses dan produk penelitian IPS berupa tubuh pengetahuan teoritis yang

mana proposi (pernyataan) dan generalisasi (kesimpulan) selalu terbuka untuk

direvisi (disempurnakan). Proses dan produk ilmu pengetahuan selalu bersifat

interaktif. Metode ilmiah memungkinkan para ilmuan merevisi dan menyempurnakan

teorinya.

Bagi siswa SD proses penelitian berfungsi sebagai media untuk mengenal

gejala – gejala sosial dan perkembangan masyarakat dengan menggunakan cara kerja

ilmu sosial. Khusunya untuk anak kelas tinggi pengembangan metode penelitian

sosial melalui sebuah masalah, hipotesis, mengumpulkan data dan berakhir dengan

kesimpulan.
1. Masalah

Masalah ada dalam pikiran berkaitan dengan gejala yang tampak atau dapat

ditangkap oleh pancaindra kita. Misalnya sewaktu terjadi hujan lebat sehingga air

sungai melimpah keluar dari badan sungai dana msuk ke kawasan aliran sungai. Dari

pernyataaak diatas kita dapat mengetahui apa – apa yang perlu diamatai dalam

fenomena atau gejala alam. Dari situ akan timbul pertanyaan –pertanyan atau amsalah

dalam fikiran kita seperti: apa penyebab banjir? Apa saja akibat dari banjir?

Bagaimana cara menanggulanginya?

Masalah pada dasarnya muncul dari semua rasa ingin tahu terhadap suatu

gejala yang tertangkap panca indra. Namun, tidak semua yang kita tangkap dapat

menjadi suatu masalah, hal ini tergantung apakah ada pertentangan antara apa yang

kita amati dengan konsep – konsep yang ada dalam pikiran.

Dalam tahap masalah model tersebut tugas guru adalah menyajikan situasi

yang mengandung masalah. Situasi yang bermasalah ini dihadapkan kepada muritd

untuk diamati dan selanjutnya dikaitkan dengan konsep yang ada dalam pikiran

murid. Seyogyianya guru membimbing siswa dengan emmberikan perntanyaan

pelacak atau pemantapan, misalnya kenapa yan begitu?.

2. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai sebagai suastu kesimpulan yang masih

sementara atau setengah benar dan msih memerlukan pengujian lebih lanjut lagi.

Apabila hipotesisi itu sudah diuji secara empiris menggunakan data yang tersedia

maka hipotesis ini akan menjadi sebuah kesimpulan.


Suatu hipotesis dapat dirumuskan berdasarkan asumsi, sedangkan sumsi

adalah penyataan mengenai hal – hal yang berhubungan dengan unsure – unsure yang

dipermasalahkan yang diterima sebgai kebenaran tanpa bukti – bukti. Asumsi ini

akan berkaitan langsung dengan hipotesis. Apabila suatu hipotesis itu dirubaha maka

hipotesisnya pun juga akan berubah. Hipotesis ini merupakan dasar metodologis

pengumpulan data. Agar data yang akan dikumpulkan benar – benar sesuai dengan

arah hipotesis, perlu sekali kita memberikan batasan dan definisi istilah yang ada

dalam rumusan hipotesis itu sendiri.

3. Pengumpulan data dan analisis

Data berasal dari bahasa Latin datum yang artinya satu informasi petunjuk.

Apabila informasi itu banyak disebut data. Jadi, datum bersifat tunggal, sedangkat

data bersifat banyak. Data yang diperoleh dapat berbentuk kenyataan yang dapat

ditangkap oleh panca indra. Apa yang ditangkap oleh panca indra ini disebut fakta.

Data juga dapat berisi hasill pengukuran atau perhitungan.

Data diperlukan untuk menguji hipotesis. Data yang pertama terkumpul

merupakan data primer. Apabila data tersebut dikumpulkan dari sumber data

pengamatan orang lain disebut data sekunder. Data primer dinilai lebih terpercaya

daripada data sekunder karena masih relative murni belum banyak tercampur

pemikiran.

Untuk mendapatkan data yang terpercaya diperlukan instrument atau alat

pengumpul data dan teknik pengumpulan data yang memadai. Instrument yang baik

adalah alat yang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan ini dikenal sebagai

alat yang valid atau shahih. Data yang diperoleh dari instrument yang valid sangat
menunjang pengujian hipotesis. Apabila data yang mengenai hal – hal yang bersifat

psikologis, sosial atau cultural diperlukan alat pengumpul data berupa pedoman

observasi, daftar cek, catatan pengamatan, angket, pedoman wawancara, dan tes. Alat

ini harus disusun sendiri oleh peneliti kemudian di uji coba, disempurnakan barulah

dipakai setelah kita yakin bahwa alat tersebut cukup memadai.

4. Kesimpulan

Kesimpulan adalah hipotesis yang telah diuji dan dibuktikan kebenarannya.

Kesimpulan yang benar diatas asumsi yang melandasinya maka disebut tesis. Apabila

kesimpulan tersebut terus di uji dan diabngun secara kait-mengait dalam suatu bidang

akan lahir dari kesimpulan tersebut suatu teori. Teori pad dasarnya merupakan

pernyataan hubungan hubungan antar hal yang sudah dites kebenarannya dan berlaku

umum. Oleh karena itu, teori dapat digunakan untuk meramalkan atau

memperkirakan keadaan di masa yang akan dating. Teori merupakan bentuk

pengetahuan yang paling tinggi dan merupakan isi pokok ilmu pengetahuan.

Pendekatan pencapaian konsep adalah merupakan pembelajaran yang melatih

peserta didik dalam membangun dan mengembangkan konsep sendiri berdasarkan

realita yang dialami (dalam pembelajaran IPS ciri-ciri suatu peristiwa), serta dari

pengetahuan yang sudah dimilikinya. Proses konseptualisasi ini erat kaitannya

dengan proses asimilasi akomodasi, dan ekuilibrasi dalam pikiran kita. Oleh karena

itu, dengan proses konseptualisasi ini seseorang akan dapat meningkatkan isi dan

dinamika skemata dalam pikirannya.

Konsep merupakan suatu kata atau pernyataan abstrak yang berguna untuk

mengelompokkan benda, ide, atau peristiwa. Proses pembentukan konsep atau


konseptualisasi pada dasarnya merupakan proses pengelompokan dan pemberian

nama konsep serta merumuskan pengertian konsep itu.

Apabila dilihat dari sifatnya, ada beberapa jenis konsep yakni konsep

teramatai, konsep tersimpul, konsep relasional dan konsep ideal. Konsep teramatai

adalah konsep yang contohnya dapat ditangkap panca indra seperti manusia, jalan

raya. Konsep tersimpul adalah konsep yang contohnya harus disimpulkan dari

beberapa hasil pengamatan atau beberapa peristiwa sebagai indicator, misalnya

sopan, tertib, dan adat. Konsep relasional adalah konsep yang melibatkan jarak dan

atau waktu, misalnya abad, lintang, bujur, dasawarsa. Konsep ideal adalah konsep

tersimpul yang lebih abstrak dan merupakan konsep yang memerlukan pengumpulan

indicator yang lebih luas, misalnya keadilan, takwa, nyaman, dan kesejahteraan.

Prosedur pencapaian konsep meliputi kegiatan sebagai berikut:

1. Guru merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) dan memilih konsep.

2. Guru menyediakan/membuat gambar atau media yang positif (ya) dan negatif

(tidak). Catatan: Apabila tidak tersedia gambar atau media dapat diganti

dengan lagu atau puisi yang sesuai dengan pencapaian konsep.

3. Guru merumuskan atribut atau cirri-ciri khusus dari konsep berdasarkan

media yangditayangkan tadi baik yang positif maupun negative

4. Guru menganalisis cirri-ciri khusus yang diidentifikasi

5. Guru merumuskan pengertian atau defenisi konsep berdasarkan cirri-ciri yang

esensial

6. Guru melakukan penilaian proses dan hasil pencapaian konsep.


B. Pendekatan Pembelajaran Personal

Pembelajaran secara personal adalah kegiatan mengajar guru yang menitik

beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing

individu.Bantuan dan bimbingan belajar kepada individu juga ditemukan pada

pembelajaran klasikal, tetapi prinsipnya berbeda.Pada pembelajaran personal, guru

memberi bantuan kepada masing-masing pribadi.Sedangkan pada pembelajaran

klasikal, guru memberi bantuan secara umum. Sebagai ilustrasi, bantuan guru kelas

tiga kepada siswa yang membaca dalam hati dan menulis karangan adalah

pembelajaran personal.Pada proses membaca dalam hati secara personal siswa

menemukan kesukaran sendiri-sendiri.

Ciri-ciri yang menonjol pada pembelajaran personal dapat ditinjau dari segi

(a) tujuan pengajaran, (b) siswa sebagai subjek yang belajar, (c) guru sebagai

pembelajar, (d) program pembelajaran, serta (e) orientasi dan tekanan utama dalam

peaksanaan pembelajaran. Model personal dikembangkan dengan beberapa tujuan

esensial (1) untuk mengarahkan perkembangan dan kesehatan mental dan emosional

melalui pengembangan rasa percaya diri dan pandangan realistis tentang dirinya,

dengan rasa membangun empati dirinya terhadap orang lain, (2) mengembangkan

keseimbangan proses pendidikan beranjak dari kebutuan dan aspirasi siswa sendiri,

menempatkan siswa sebagai partner didalam menentukan apa yang ia pelajari dan

bagaimana ia mempelajarinya, (3) mengembangkan aspek-aspek khusus kemampuan

berpikir kualitatif, seperti keativitas, ekspresi-ekspresi pribadi.

Pendekatan ini bertitik tolak dari teori Humanistik, yaitu berorientasi pada

pengembangan individu.Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam


mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya.Pendekatan ini

menjadikan pribadi peserta didik mampu membentuk hubungan harmonis serta

mampu memproses informasi secara efektif.Tokoh humanistik adalah Abraham

Maslow (1962), R. Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb.Menurut teori ini, guru harus

berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas

dalam belajar mengembangkan diri, baik emosional maupun intelektual. Teori

humanistik timbul sebagai cara untuk memanusiakan manusia. Pada teori humanistik

ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong bukan menahan sensitifitas

peserta didik terhadap perasaanya.Implikasi teori ini dalam pendidikan adalah sebagai

berikut.

 Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan.

 Tingkahlaku yang ada dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).

 Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.

 Sebagian besar tingkahlaku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.

 Mengajar adalah bukan hal penting, tapi belajar bagi peserta didik adalah

sangat penting.

 Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan

yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai

pribadi yang cakap.

Ada beberapa model pembelajaran yang termasuk pendekatan ini ,

diantaranya adalah pembelajaran tanpa arahan, pengajaran tidak langsung, pelatihan

kesadaran, sinektik, sistem konseptual, dan pertemuan kelas. Dalam pembahasan ini
hanya empat modelyang akan diperkenalkan, yaitu (1) model pembelajaran tanpa

arahan, (2) model pembelajaran pengajaran tidak langsung (non-directivet eaching),

(3) model pembelajaran pelatihan kesadaran (awareness training), dan (4) model

pembelajaran pertemuan kelas (classroom meeting).

1. Model Pembelajaran Tanpa Arahan

Model ini adalah model yang berfokus pada upaya memfasilitasi kegiatan

pembelajaran.Lingkungan belajar diorganisasi sedemikian rupa untuk membantu

siswa mengembangkan integritas kepribadian, meningkatkan efektifitas serta

membantu merealisasikan harapan atau cita-cita siswa.Model ini didasari asumsi

bahwa siswa memiliki rasa tanggung jawab terhadap aktifitas belajarnya, karena

keberhasilannya tergantung pada kemauan yang ada dalam dirinya. Model ini pada

prinsipnya adalah meletakkan peranan guru untuk secara aktif membangun kerjasama

yang diperlukan untuk memberikan bantuan yang dibutuhkan pada saat para siswa

mencoba memecahkan masalah. Secara prinsip, model ini digunakan dalam berbagai

cara. Pertama, sebagai model dasar untuk melaksanakan pendidikan secara keseluruhan.

Kedua, model ini digunakan dengan cara mengombinasikannya dengan model lain

untuk menjamin bahwa hubungan itu dibuat sendiri oleh para siswa. Ketiga, model

ini digunakan pada saat siswa merencanakan kegiatan mandiri atau kelompok.

Keempat, model ini dipakai secara periodik pada saat memberikan penyuluhan

kepada siswa, menemukan apa yang sedang mereka pikirkan dan rasakan, dan

membantu mereka memahami apa yang mereka lakukan.

Model ini digunakan dalam berbagai situasi dan berbagai mata pelajaran, dan

secara khusus dirancang untuk mengembangkan “selfunderstanding” dan


“independence”, karea itu dapat dipakai secara efektif untuk mencapai tujuan yang

bersifat sosial dan moral. Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk berbagai

bentuk situasi, baik personal, sosial, maupun akademis. Peran guru adalah

memfasilitasi terjadinya proses belajar yang didorong oleh kemauan dan rasa

tanggung jawab. Dalam keadaan ini, guru harus dapat merespon dan menerima

pikiran-pikiran siswa, perasaan mereka, dan dapat meyakinkan siswa bahwa semua

pikiran dan perasaan mereka diterima oleh guru.

Implementasi model pembelajaran tanpa arahan leih banyak dilakukan dalam

bentuk wawancara tidak langsung yang dilakukan melalui beberapa urutan yang

terbagi dalam lima fase. Fase pertama, membantu siswa mendefinisikan situasi.Fase

kedua, menemukan masalah.Pada fase ini siswa dimotifasi untuk mendefinisikan

masalah.Fase ketiga, mengembangkan pemahaman siswa.Siswa difikuskan

kegiatannya untuk mendiskusikan masalah, dan guru memberi dorongan sehingga

tumbuh motivasu dan berperan memberikan dorongan sehingga tumbuh motifasi dan

keterlibatan siswa.Fase keempat, merencanakan dan merumuskan keputusan. Guru

bertugas mengklarifikasi bentuk-bentuk keputusan yang mungkin dapat dirumuskan.

Fase kelima, integrasi dimana para siswa mendapatkan pemahaman leboh mendalam

dan mengembangkan tindakan positif.Fase keenam, siswa melakukan bentuk

tindakan positif.

2. Model Pembelajaran Tidak Langsung (non-directiveteaching)

Sebelumnya perlu disampaikan bahwa yang dimaksud dengan nondirektif

adalah tanpa mengguru. Model pengajaran nondirektif merupakan hasil karya Carl

Roger dan tokoh lain pengembang konseling nondirektif. Roger mengaplikasikan


strategi konseling ini untuk pembelajaran. Ia meyakini bahwa hubungan manusia

yang positif dapat membantu indvidu berkembang. Oleh karena itu, pengajaran harus

didasarkan atas hubungan yang positif, bukan semata-mata didasarkan atas

penguasaan materi ajar belaka.

Model pengajaran tidak langsung (non-directive teaching) menekankan pada

upaya memfasilitasi belajar.Tujuan utamanya adalah membantu siswa mencapai

integrasi pribadi, efektifitas pribadi, dan penghargaan terhadap dirinya secara

realitas.Peran guru dalam model pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator.Oleh

karena itu, guru hendaknya mempunyai hubungan pribadi yang positif dengan

siswanya, yaitu sebagai pembimbing bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

Dalam menjalangkan perannya ini, guru membantu siswa menggali ide atau gagasan

tentang kehidupannya, lingkungan sekolahnya, dan hubungannya dengan orang lain.

a. Prosedur Pembelajaran 

Teknik utama dalam mengaplikasikan model pembelajaran pengajaran tidak

langsung adalah apa yang diistilahkan oleh Roger sebagai non-directive Interview

atau wawancara tanpa menggurui, yaitu wawancara tatap muka antara guru dan

siswa. Selama wawancara guru berperan sebagai kolaourator dalam proses

penggalian jati diri dan pemecahan masalah siswa. Inilah yang dimaksud dengan

tanpa menggurui (non-directive).

Guru megggunakan teknik wawancara ini untuk membimbing siswa dalam

mencari topik-topik pelajaran tertentu yang menarik baginya. Namun demikian,

teknik tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang lambat atau memiliki masalah

belajar, tetapi dapat pula digunakan untuk siswa yang pintar dan tidakmempunyai
masalah belajar yang berarti.Secara singkat model pembelajaran ini dapat membantu

siswa memperkuati persepsi terhadap dirinya dan mengevaluasi kemajuan dan

perkembangan dirinya.

Kunci utama keberhasilan dalam menerapkan model ini adalah kemitraan

antara guru dan siswa. Misalnya, ketika siswa mengeluhkan tentang nilainya yang

rendah, guru hendaknya jangan sekali-kali menyelesaikan masalah tersebut dengan

menjelaskan bagaimana seharusnya cara belajar yang baik (menggurui), tetapi guru

hendaknya mendorong siswa mengekspresikan perasaannya tentang permasalahan

yang dihadapi, seperti perasaan tentang sekolah, dirinya, dan orang lain disekitarnya.

Ketika ia sudah mengekspresikan semua perasaannya, biarkan siswa itu sendiri

menentukan perubahan yang menurutnya tepat bagi dirinya.

Menurut Roger, iklim wawancara yang dilakuakan oleh guru harus memenuhi

empat syarat, yaitu (1) guru harus menunjukkan kehangatan dan tanggap atas masalah

yang dihadapi siswa serta m emperlakukannya an sebagaimana layaknya manusia, (2)

guru harus mampu membuat siswa mengekspresikan perasaannya tanpa tekanan

dengan cara tidak memberikan penilaian (mencap salah atau buruk), (3) siswa harus

bebas mengekspresiakan secara simbonlis perasaannya dan (4) proses konseling

(wawancara) harus bebas dari tekanan.

Secara umum, sebagaimana halnya model pembelajaran lain, model

pembelajaran ini jugamemiliki tahapan Rogermengelompokkannya dalam empat

tahap.Tahap pertama, membantu siswa menemukan inti permasalahan yang

dihadapinya.Biasanya hal initerjadi diawal wawancara, tetapi kadang terjadi disaat


wawancara telah atau sedang berlangsung.Biasanya pembatasan masalah yang

dihadapi siswa sangat bervariasi tergantung jenis masalah atau siswanya.

Tahap kedua, guru mendorong (memancing ) siswa agar dapat

mengekspresikan perasaannya, baik positif maupun negatif. Di samping itu, guru

harus mendorong (memancing) siswa agar dapat menyatakan dan menggali

permasalahannya.Bagaimana caranya?Yaitu dengan menerima dngan tangan terbuka

dan kehangatan serta tanpa memberikan penilaian (mencap jelek atau buruk)

terhadapanya.

Tahap ketiga, siswa secara bertahap mmengembangkan pemahaman

(kesadaran) akan dirinya. Ia berusaha menemukan makna dari pengalamannya,

menemukan hubungan sebab dan akibat dan pada akhirnya memehami (menyadari)

makna dari perilaku sebelumnya. Dalam hal ini, dimana siswa berada dalam tahapan

diantara upaya menggali permaslahan sendiri dan upaya memahami perasaannya,

guru mendorong siswa untuk membuat perencanaan dan pengambilan keputusan

berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.Tugas guru angan memberikan

alternative, tetapi berusaha membantu mengklarifikasi alternatif –alternatif yang

diajukan siswa.

Tahap keempat, siswa melaporkan tindakan (berua alternatif-alternaif

pemecahan masalah yang telah dimbilnya pada tahap ketiga diatas). Lebih jauh ia

merefleksikan ulang tindakann yang telah diambilnya tersebut, dan berupaya

membuatnya lebih baik dan efektif. Keempat tahapan ini dapat terjadi dalam satu seri

wawancara atau beberapa kali seri wawancara.

b. Aplikasi
Model pembelajaran pengajaran tidak langsung (tanpa menggurui) bias

digunakan untuk berbagai situasi masalah, baik masalah pribadi, social, dan

akademik. Dalam masalah pribadi siswa menggali perasaan tentang dirinya. Dalam

masalah social, ia menggali perasaan tentang hubungannya dengan orang lain dan

menggali bagaimana perasaan tentang diri tersebut berpengaruh terhadap orang lain.

Dalam masalah akademik, ia menggali perasaan tentang kompetisi dan minatnya.

Dari semua kasus diatas, esensi atau muatan wawancara harus bersifat

personal, bukn eksternal .Artinya, harus dating dari perasaan, pengalaman,

pemahamn dan solusi yang dipilihnya sendiri.Inilah inti dari istilah tidakmenggurui

(non-directive) yang dimaksud oleh Roger.

3. Model Pembelajaran Pelatihan Kesadaran (Awarenes training)

Model pembelajaran pelatihan kesadaran merupakan suatu model

pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran manusia.Model ini

dikembangkan oleh Milliam Schutz.Ia menekankan pentingnya pelatihan

interpersonal sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi (pemahamn diri

individu).Mengapa demikian? Karena ia percaya bahwa ada empat tipe

perkembangan yang dibutuhkan untuk mrealisasikan potensi individu secara utuh,

yaitu (1) fungsi tubuh, (2) fungsi personal, termasuk didalamnya akuisisi pengetahuan

dan pengalaman, kemamapuan berfikir logis, kreatif dan integrasi intelektual, (3)

perkembangan interpersonal, (4) hubungan institusi-institutsi sosial, organisasi social,

dan budaya masyarakat. Oleh karena itulah,Schutz inginmengembangkan model

pembelajaran untuk memenuhi salah satu dari keempat tipe perkembangan tersebut,
yaitu perkembangan interpersonal. Tujuannya adalah untuk meningkatkan

pemahaman diri dan kesadaran akan perilaku prang lain sehinngga dapat membantu

siswa mengembangkan perkembangan pribadi dan sosialnya.

a. Prosedur Pembelajaran 

Kunci utama prosedur pembelajaran model ini didasarkan atas teori

encounter. Teori ini menjelaskan metode untuk meningkatkan kesadaran hubungan

antar manusia yang didasarkan atasketerbukaan, kejujuran ,kesadaran diritanggung

jawab, perhatian terhadap diri sendiri atau orng lain, dan orientasi pada kondisi saat

ini.Model pembelajaran ini terdiri atas dua tahapan.Pertama adalah penyampaian dan

penyelesaian tugas. Pada tahapan ini guru memberikan pengarahan tentang tugas

yang akan diberikan dan bagaimana melaksanakannya. Tahapan kedua adalah diskusi

atau ananlisis tahap pertama. Jadi, intinya siswa diminta melakukan sesuatu

(berkaitan dengan teori acounter tadi), setelah itu mendiskusikannya(refleksi

bersama) atas apa yang telah terjadi.

b. Aplikasi 

Sampai saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru yang menerapkan

model ini.Permainan sederhana dapat dilakukan untuk keperluan ini.Model ini juga

dapat dilakukan sebagai selingan yang tidak memakan waktu terlalu banyak.Dalam

pelaksanaan diskusi, keterbukaan dan kejujuran menjadi sangat penting.Hasil

penelitian menunjukkan bahwa model ini dapat meningkatkan perkembangan emosi.

4. Model Pembelajaran Pertemuan Kelas


Model ini diciptakan berdasarkan terapi realitas yang dipeloporioleh William

glasser. Terapi realitas merupakan landasan teori kepribadian yang digunakan untuk

terapi tradisional dan dapat diaplikasikan untuk pengajaran .Glasser percaya bahwa

permasalahan manusia kebanyakan disebabkan oleh kegagalan mengfungsikan diri

dalam lingkungan sosialnya (kegaglan fungsi sosial).Ia percaya bahwa setiap manusia

mempunyai dua kebutuhan dasar yaitu, cinta dan harga diri. Keduanya terjadi dalam

hubungan antara satu individu dengan individu yang lain dalam satu lingkungan

sosial. Individu mempunyai masalah karena gagal memenuhi kebuthan dasar, yaitu

keterikatan (cinta) dan kehormatan (harga diri). 

Intinya manusia harus memilki kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain

agar dapat mencintai dan dicintai, dihargai dan saling menghargai. Kemampuan ini

tidak dapat dilakuaan melalui terapi individu seperti yang ditawarkan oleh para ahli

jiwa (psikiater), tetapi melalui konteks kelompok sosial ,seperti lingkungan kelas atau

sekolah. Oleh karena itu, Glasser mengaplikasikannya untuk pembelajaran dikelas.

Jadi, model pertemuan, (diskusi kelas) adalah model pembelajaran yang ditujukan

untuk membangun suatu kelompok sosial yang saling menyayangi, saling

menghargai, mempunyai disiplin diri, dan komitmen untuk berperilaku positif.

a. Bentuk pertemuan kelas

 Pertemuan untuk memecahkan masalah sosial. Dalam kegiatan ini biasanya

para siswa mencoba membagi tanggung jawab, belajar serta bertindak dengan

cara memecahkan masalah mereka di dalam kelas


 Pertemuan yang tidak hanya terbatas bagi para siswa, dimana didalamnya para

peserta terlibat di dalam mendiskusikan berbagai masalah kehidupan sosial

 Pertemuan sebagaimana bentuk pertama dan kedua, namun para siswa terikat

untuk membahas sesuatu yang berkaitan dengan hal – hal yang sedang

dipelajari di dalam kelas.

b. Prosedur pembelajaran

Model pertemuan (diskusi kelas) terdiri atas enam tahap, yaitu (1)

menciptakan iklim (suasana) yang kondusif, (2) menyampaaikan permasalah diskusi,

(3)membuat penilaian pribadi, (4) mengidentifikasi alternatef tindakan solusi, (5)

membuat komitmen, (6) merencanakan tindak lanjut tindakan.

Langkah pertama, merupakan prasyarat pertemuan kelas. Bukan hanya

sekedar melakukan pertemuan atau diskusi baru, tetapi lebih jauh membangun suatu

kualitas hubungan yang kondusif, hangat, personal, dan terbuka sehingga perasaan

dan pendapat semua orang akan dihargai,dierima tampa ada tekanan, rasa takut

penghakiman atau penilaian. Setiap orang berbicara atas namanya sendiri dan semua

orang hendaknya didorong untuk berpartisipasi.

Langkah kedua, penyampaian masalah yang akan dibahas (didiskusikan)

dapat dating dari siswa atau dari guru. Guru hendaknya menghindari adanya siswa

yang dijadikan sampel atau contoh. Permasalahan yang diajukan hendaknya yang

berkaitan dengan perilaku yang hendak diperbaiki.sebagai contoh, perilaku yang

diajukan adalah perilaku berbohong, sebagaimana sering terjadi/ dilakukan oleh


siswa. Dalam penyampaian masalah ini, guru tidak harus menyebutkan nama nama

siswa yang suka berbohong.

Setelah permasalahan disampaikan, (langkah ketiga) dua hal yang harus

dilakukan oleh siswa yaitu (1) mengidentifikasi konsekuensi jika permasalahan

tersebut dilakukan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, dan (2) menjelaskan

norma norma social (sebagai rujukan) yang mengaur hal tersebut.Tujuan langkah

ketiga adalah agar semua siswa membuat penilaian pribadi terhadap permasalahan

yang diajukan. Untuk kebutuhan ini, mereka perlu memberikan pejelasan mengapa

masalah tersebut relevan atau tidak menurut nilai atau norma social yang berlaku.

Dalam tahap keempat, siswa secara lebih dalam mengidentifikasi alternatif-

alternaif tindakan soslusi untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini dilanjutkan

pada langkah kelima,dimana siswa membuat komitmen bersama untuk mencari

alternatif tindakan yang telah dibuat pada langkah sebelumnya.Tahap terkhir, guru

meminta siswa menjelaskan atau melaporkan efektitas dari alternative-alternatif

tindakan yang dilakukan.Selanjutnya memberi saran tindakan selanjutnya.

c. Aplikasi 

Model pertemuan kelas ini dapat dilakukan maksimal tiga kali dalam sehari.

Akan tetapi, biasanya sekali sehari sudah cukup tergantung dari permasalahn yang

terjadi .umumnya, pertemuan kelas berlangsung dimana siswa dan guru duduk

melingkar dan saling mendekat satu sama lain.Pada pertemuan pagi hari, sebelum

pelajaran kelas dimulai, pertemuan kelas dapat membahas peristiwa-peristiwa yang

terjadi kemarin.Atau mungkin merefleksikan kejadian yang terjadi diluar kelas. Siswa

dilatih mengkritisi permasalahan, memberikan penilaian pribadi berdasarkan nilai


atau norma social yang berlakudan telah dikenalnya serta member ide solusi

pemecahannya.Jika permasalahan yang dibahas berkaitan perilaku siswa didalam

kelas, setelah komitmen dibuat harus dilaksanakan dengan serius. Guru harus benar-

benar memonitor hal ini. Jika tidak, hasil pertemuan kelas tidak bermakna.Kwatir

dianggap hanya main-main belaka.

Model ini dapat diaplikasikan unttuksemua jenis fungsionalisasi, baik social maupun

akademik, dan terutama iaplikasikan untuk perkembangan fungsi personal. Dengan

demikian, dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi lebih

bertanggung jawab,punya integrasi, disiplin dan dapat mengarahkan dan memonitor

kemajuannya sendiri.

C. Pendekatan Sistem Perilaku

Aunurrahman (2009:168) mengatakan bahwa pembelajaran behavioral pada

mulanya dikembangkan pada eksperimen terhadap kondisi yang bersifat klasikal oleh

Pavlov, kemudian dikembangkan oleh Thorndike dalam bentuk sistem raward di

dalam pembelajaran.Model ini memusatkan perhatian pada perilaku yang

teramati.Beranjak dari psikologi behavioristik, model mengajar kelompok ini

mementingkan penciptaan sistem lingkungan belajar yang memungkinkan manipulasi

penguatan tingkah laku (reinforcement) secara efektif sehinga terbentuk pola tingkah

laku yang dikehendaki.Secara teoritik kelompok model sistem perilaku ini berasal

dari teori-teori belajar sosial.Model ini juga dikenal sebagai model “Modifikasi

Perilaku atau Behavioral Modification, Terapi Perilaku atau Behavioral Therapy dan

Sibernetika atau Cybernetic.” (Winataputra dalam Aunurrahman, 2009:168)


Terdapat beberapa bentuk model yang termasuk ke dalam kelompok model

Sistem Perilaku, yaitu Belajar Tuntas (Mastery Learning), Pengajaran Langsung

(Direct Instruction), Simulasi (Simulation), dan Belajar Sosial (Social Learning).

1. Belajar Tuntas (Mastery Learning)

Belajar Tuntas merujuk kepada sebuah kerangka kerja untuk merencanakan

urutan pembelajaran yang pada awalnya digagas oleh John B. Carrol (1971) dan

Benjamin Bloom (1971). Prinsipnya, belajar tuntas adalah aktifitas proses

pembelajaran yang bertujuan agar bahan ajar dapat dikuasai secara tuntas oleh siswa.

Ciri-ciri Belajar Tuntas menurut Aunurrahman (2009:169) adalah sebagai berikut;

 Tujuan pembelajaran dinyatakan secara jelas dan tersruktur serta memuat apa

yang harus dilakukan siswa. Maka, tujuan harus menggambarkan bentuk

tindakan, seperti menyatakan, menjelaskan, memberi tanda, menguraikan, dan

sebagainya.

 Tujuan pembelajaran harus dikelompokkan. Misalnya, di dalam pembelajaran

Aritmatika, tujuan pembelajaran dikelompokkan seperti, penomoran, nilai

tempat, dan sebagainya.

 Tujuan pembelajaran harus merupakan pilihan tindakan yang benar-benar dan

mungkin dapat dilakukan, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi akibat

proses pembelajaran benar-benar dapat diukur.

 Tujuan pembelajaran harus menggambarkan kebermaknaan urutan (sequence)

atau unit.
2.Pengajaran Langsung (Direct Instruction)

Pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang kegiatannya erfokus

pada aktifitas-aktifitas akademik.Sehingga di dalam implementasi kegiatan

pembelajaran guur melakukan kontrol yang ketat terhadap kemampuan belajar siswa,

pendayagunaan waktu, serta iklim kelas.Pengarahan dan kontrol yang ketat di dalam

pengembangan model pembelajaran langsung ini terutama seklai dilakukan ketika

guru menjelaskan tentang tugas belajar dan menjelaskan materi pelajaran.Tujuan

model pembelajaran langsung adlah untuk memaksimalkan penggunaan waktu

belajar siswa. (Joyce, Weil & Calhoun, dalam Aunurrahman 2009:169).Sedangkan,

menurut Aunurrahman (2009:169) dampak pengajarannya adalah tercapainya

ketuntasan muatan akademik dan ketrampilan, meningkatnya motivasi belajar siswa,

serta meningkatnya kemampuan siswa. Sedangkan dampak pengiringnya (nurturant

effect) adalah meningkatnya kepercayaan diri siswa.

3. Simulasi (Simulation)

Para ahli psikologi mengonseptualisasikan siswa dengan subyek yang mampu

melakukan dan mengendalikan diri melalui mekanisme umpan balik terhadap dirinya

sendiri (self regulation feedback system).Asumsi ini didasari bahwa perilaku manusia

memiliki pola gerakan seperti berfikir, berperilaku simbolik dan berperilaku

nyata.Dalam situasi khusus individu memodifikasi perilakunya sesuai dengan umpan

balik yang diterimanya dari lingkungan.

Simulasi yang diterapkan di kelas dirancang untuk mencapai kelebihan

tertentu dalam pendidikan.Melalui model ini, guru mengontrol partisipasi siswa

dalam skenario permainan untuk menjamin bahwa kelebihan atau keuntungan dari
model ini benar-benar dapat dicapai. Untuk mencapai hasil yang diharapkan,

pengembangan model simulasi ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai

berikut:

Tahap Orientasi

1) Menyajikan berbagai topik simulasi dan konsep yang akan diintegrasikan

dalam simulasi

2) Menjelaskan prinsip simulasi dan permainan

3) memberikan gambaran teknis tentag pelaksanaan simulasi

Tahap Latihan Peserta

1) Merancang skenario (berisi aturan, peranan masing-masing pemeran,

prosedur, sistem pencatatan, bentuk-bentuk keputusan yang harus dibuat, dan

merumuskan tujuan yang akan dicapai).

2) Melakukan percobaan singkat dalam suatu episode

Tahap Proses Simulasi

1) Melaksanakan aktifitas permainan dan pengaturan kegiatan

2) memperoleh balikan dan evaluasi terhadap performa dan hasil pengamatan

3) melakukan klarifikasi terhadap kekeliruan konsepsi (misscoception)

4) melanjutkan kegiatan stimulasi

Tahapan Pemantapan

1) Membuat ringkasan tentang peristiwa-peristiwa yang diamati dan persepsi-

persepsi yang terkadang berkembang selama simulasi

2) Membuat ringkasan tentang kesulitan/kendala yang dihadapi dalam simulasi

3) Menganalisis proses simulasi


4) Membandingkan aktifitas simulasi dengan kenyataab sesungguhnya

5) Menghubungkan proses simulasi dengan isi pelajaran

6) Menilai dan merancang kembali simulasi mengacu pada catatan ringkasan

serta analisis selama proses simulasi yang telah dilakukan.

D. Pendekatan Sosial

Pendekatan social merupakan cara pandang ilmu social yang menekankan

hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain. Dalam pendekatan ini

terhadap model – model pembelajaran yang difokuskan pada peningkatan

kemampuan individu dalam berhubungan dengan orang lain, terlibat dalam proses

demokratis dan bekerja secara produktif dalam masyarakat.

Model –model interaksi social ini beranjak dari pandangan bahwa segala

sesuatu tidak terlepas dari realitas kehidupan, individu tidak mungkin melepaskan

dirinya dari interaksi dengan orang lain. Karena itu proses pembelajaran harus dapat

menjadi wahana untuk mempersiapkan siswa agar dapat berinteraksi secara luas

dengan masyarakat. Model interaksi social didasarkan pada dua asumsi pokok; yaitu

(1) masalah – masalah social dapat diidentifikasi dan dipecahkan melalui kesepakatan

– kesepakatan bersama melalui proses social dengan melibatkan berbagai kelompok

masyarakat, (2) proses social yang demokratis perlu dikembangkan dalam upaya

perbaikan system kehidupan social masyarakat secara terarah dan berkesinambungan.

Dalam hal ini, akan dipelajari 3 model pembelajaran yang termasuk ke dalam

pendekatan pembelajaran social, yaitu (1) model pembelajaran bermain peran, (2)

model pembelajaran simulasi social, (3) model pembelajaran kajian yurispridensi.


1. Model Pembelajaran Bermain Peran

Model ini dirancang khususnya untuk membantu siswa mempelajari nilai –

nilai social dan moral dan pencerminannya dalam perilaku. Disamping itu, model ini

digunakan untuk membantu para siswa mengumpulkan dan mengorganisasikan isu –

isu moral dan social, mengembangkan empati terhadap orang lain, dan berupaya

memperbaiki keterampilan social.

2. Model Pembelajaran Simulasi Sosial

3. Model Pembelajaran Kajian Yurisprudensi

E. Pendekatan Sosial, Personal dan Perilaku dalam Pembelajaran IPS SD

Pendekatan sosial, personal, dan perilaku pada prinsipnya merupakan bentuk

sentuhan pedagogisnya terhadap dimensi sosial dan personal atau dimensi

intelegensia emosional. Dapat dianalisis bahwa dimensi atau aspek sosial dan

personal atau emosional memiliki aspek – aspek emosi, nilai, sikap serta perilaku

sosial yang satu sama lain memiliki saling keterkaitan.

1. Emosi

Emosi dapat diartikan sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran,

perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap. Bertolak

pengertian dari Goleman (dalam Sardjiyo, 2014 : 5.19) mengartikan emosi sebagai

suatu perasaan atau suatu keadaan biologis dan psikologis dans erangkaian

kecenderungan untuk bertindak. Tercangkup dalam emosi ini adalah amarah, jengkel,

malu, cinta, dll. Pikiran emosional cenderung bersifat epat, namun ceroboh atau tidak

teliti berbeda dengan pikiran rasional yang cenderung sangat teliti namun lambat.
Pemikiran emosional merupakan dorongan hati bukan dorongan kepala. Kedua jenis

pikiran ini saling mengisi dan potensial dalam diri manusia.

Untuk menyeimbangkan kedua aspek tersebut perlu adanya pendidikan emosi

yang harmonis dengan pendidikan rasio. Menurut W.T. Grand Consurtiums (dalam

Sardjiyo, 2014 : 5.20) keterampilan emosional mencangkup hal – hal berikut:

a. Mengidentifikasi dan member nama – nam perasaan

b. Mengungkapkan perasaan

c. Menilai intensitas perasaan

d. Mengelola perasaan

e. Menunda pemuasan

f. Mengendalikan dorongan hati

g. Mengurangi stress

h. Mengetahui perbedaan antara perasaan dan tindakan

2. Nilai dan sikap

a. Nilai

Menurut Dolley (dalam Sardjiyo, 2014 : 5.20) kata value atau ni;ai memiliki dua

sisi yaitu sbegai kata benda dan kata sifat. Sebagai kata benda nilai mempunyai

dua pengertian. Pertama, sebagai objek sesuatu dianggap sebagai suatu nilai

apabila memiliki kualitas kebaikan atau harga. Misalnya gula-manis, gadis cantik,

udara sejuk. Yang disebut nilai adalah manis, cantik, dan sejuk. Kedua, sebagai

pengamat suatu hal dianggap bernilai atau memiliki nilai apabila dilihat dari

pikiran seseorang sebagai memimiliki, kualitas atau harga. Contohnya, gadis itu

dianggap cantik apabila dilihat dari pandangan orang lain.


Dengan kata lain, sesuatu dapat dinilai memiliki value apabila memang hal itu

memiliki kualitas kebaikan dan dilihat oleh pengamat sebagai hal yang baik. Di

lain pihak, sebagai kata kerja menilai sesuatu sebagai memiliki perilaku mental

untuk memberi atau mengatakan sesuatu sebagai memiliki kualitas kebaikan.

Misalnya, menilai barang yang artinya melihat apakhan barang itu berguna atau

tidak, baik atau tidak.

Dalam pengertian teknis, nilai adalah suatu jenis kepercayaan yang ada dalam

keseluruhan system kepercayaan orang, mengenai bagaimana seseorang

seharusnya atau tidak seharusnya berperilaku atau perlu tidak sesuatu dicapai

Nilai juga meruoakan ukuran untuk menetapkan baik dan buruk. Nilai dapat

dibangun dalam satu tatanan atau system yang bisa merupakan system nilai

perseorangan atau kelompok. Contohnya setiap orang memiliki system nilai

religious yang terbentuk dari pengetahuan pemahaman pelaksanaan dan

komitmen seseorang pada agama yang dipeluknya dengan baik.

b. Sikap

Sikap adalah suatu kondisi kesiapan mental dan syarat yang terbentuk melalui

pengalaman yang memancarkan arah atau pengarah yang dinamis terhadap respon

atau tanggapan individu terhadap objek atau situasi yang dihadapinya. Dengan

rumusan sederhana sikap dapat dipahami sebagai kecenderungan seseorang untuk

berbuat berkenaan dengan objek atau situasi. Contohnya : apabila tiba-tiba kita

berhadapan dengan seekor anjing galak maka seketika kita kaget dan siap

berteriak dan lari. Berteriak dan lari bukanlah sikap, tetapi perilaku yang

merupakan sikap adalah kesiapan kita untuk berteriak dan lari.


3. Perilaku sosial

Perilaku sosia juga sering disebut keterampilan sosial atau keterampilan studi

sosial. Keterampilan mengandung unsure kemahiran dan kemampuan melakukan

sesuatu dengan baik. Keterampilan ini memiliki 2 karakteristik yakni development

atau bertahap dan practice atau latihan. Artinya keterampilan memerlukan latihan

secara bertahap.

Termasuk ke dalam keterampila sosia antara lain berkomunikasi, membaca,

menulis, menggunakan kepustakaan, menganalisis, menggunakan peta. Keterampilan

sosial pada dasarnya mencangkup semua kemampuan operasional yang

memungkinkan individu dapat berhubungan dan hidup bersama secara tertib dan

teratur dengan orang lain. Dengan demikian, dapat meemrankan dirinya sebagai actor

sosial yang cerdas seacar rasional, emosional, dan sosial. Semua itu mencerminkan

pola perilaku sosial seseorang.

Di sekolah dasar aspek emosi, sosial, dan keterampilan sosial dapat

dikembangkan melalui berbagai kegiatan, antara lain :

1. Kehidupan kelas sehari –hari yang menitikberatkan pada kepedulian orang

lain, kebebasan dan persamaan, kemerdekaan berpikir, tanggung jawab, dan

penghormatan terhdap harga diri manusia.

2. Mempelajari sejarah dan perkembangan kehidupan Negara terutama mengenai

cita –cita dan ideologinya yang memerlukan usaha untuk terus mewujudkan

3. Mempelajari riwayat hidup tokoh – tokoh penting yang mencerminkan nilai –

nilai dari bangsa dan negaranya

4. Mempelajari hokum beserta system hokum dan system peradilannya


5. Merayakan hari besar yang memperkenalkan nilai dan sikap

6. Menganalisis makna kata – kata dalam proklamasi pembukaan UUD 1945

batang tubuh dan peraturan perundangan lainya

Dari keenal bentuk pembelajaran diatas dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:

1. Pembelajaran formal yang menitikberatkan pada pemahaman dan analisis di

dalam atau di luar kelas.

2. Pembelajran informal yang menitikberatkan pada penghayatan, perlibatan,

dan penciptaan suasana yang mencerminkan komitmen terhadap nilai dan

sikap terutama di luar kelas.

Khusus untuk pembelajaran formal terdapat 4 pendekatan menurut Howe

yang berorientasi pada nilai dan sikap sebagi berikut:

1. Transmisi nilai secara bebas. Anak didik diberi kebebasan untuk

menangkap, mengkaji dan memilih nilai atas dasar pertimbangannya

sendiri. Bagi Indonesia model ini dapat diadaptasi menjadi transmisi nilai

secara bebas terarah. Anak disajikan pilihan nilai secara bebas atas

alternative nilai yang secara sosial dapat diterima dalam masyarakat

Indonesia.

2. Penanaman nilai yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran nilai

secara langsung mengenai konsep dan nilai yang sudah dianggap baik

3. Suri teladan ini menitikberatkan pada penampilan teladan dalam berbagai

bidang dan berbagai lingkungan kehidupan. Misalnya adanya siswa telada,

gfuru teladan, dokter telda.


4. Klarifikasi nilai yang menitikberatkan pada langkah sistematis dalam

menghayati, memahami, dan melaksanakan nilai. Langkah – langkahnya

sebagai berikut :

a. Bangga atas nilai dan perilaku

1) Menunjukkan rasa senang dan bangga

2) Mengatakan nilai pada orang lain

b. Memilih nilai dan perilaku

1) Memilih dari berbagai kemungkinan

2) Memilih setelah mengujiya

3) Memilih dengan bebas

c. Bertindak atas dasar pilihan itu

1) Bertindak atau berperilaku

2) Bertindak sesuai pola secara tetap

Pada dasarnya model klarifikasi nilai ini merupakan bentuk komunikasi

dialogis guru murid dalam memantapkan nilai yang dihayati murid atas

pengarahan guru. Dengan cara ini murid tidak akan merasa bahwa nilai

itu diajarkan tetapi dipahami, dihayati, dan dipilih sendiri

5. Klarifikasi nilai terintegrasi struktur. Model ini menitikberatkan pada

pembelajaran nilai melalui proses analisis konsep bidang studi. Jadi

sebenarnya model ini bertolak dari pendekatan kognitif, tetapi diupayakan

bermuara pada pembelajaran nilai. Misalnya dapat menganalisis masalah

banji melalui pertanyaan ideal. Pada saat membicarakan materi gur selalu
menghubungkan dengan nilai dan sikap warga masyrakat.

Aunurrahman.2009 .Belajar dan Pembelajaran.Alfabeta. Bandung

Anda mungkin juga menyukai