Nurmeilis Fkik PDF
Nurmeilis Fkik PDF
TIM PENELITI :
Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt
Dr. Azrifitria, M.Si, Apt
Nita Fitriani
1
LEMBAR PENGESAHAN
Peneliti,
Mengetahui;
2
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Yang Menyatakan,
3
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirohiim.
Alhamdulillah, Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan RidhoNya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini
hingga dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul: “Pengujian Senyawa Etil-p-metoksi
sinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia galanga) dan Derivat Amidasinya
Sebagai Obat Penenang(Sedatif-Hipnotik). Penelitian dengan kategori “Penelitian Ilmu
Pengetahuan (Sains) Tahun Anggaran 2016” ini mendapat bantuan dana dari Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
kami mengucapkan terima kasih karena telah diberikan kepercayaan untuk melakukan
penelitian ini serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat pada laporan
penelitian ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Semoga hasil
penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
Penulis
4
ABSTRAK
5
ABSTRACT
6
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI 3
KATA PENGANTAR 4
ABSTRAK 5
ABSTRACT 6
DAFTAR ISI 7
DAFTAR GAMBAR 9
DAFTAR TABEL 10
DAFTAR LAMPIRAN 11
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 12
1.2 Perumusan Masalah 13
1.3 Tujuan Penelitian 13
1.4 Manfaat Penelitian 13
1.5 Hipotesa 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tanaman Kencur 14
2.2 Tinjauan Senyawa Etil p-metoksisinamat 16
2.3 Tinjauan senyawa Etanolamin 17
2.4 Reaksi Amidasi 18
2.5 Iradiasi Microwave 18
2.6 Obat golongan sedatif hipnotik 19
2.7 Tinjauan hewan percobaan 22
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 24
3.2 Alat dan Bahan 24
3.3 Rancangan penelitian 24
3.4 Preparasi sampel 25
3.5 Isolasi EPMS dari rimpang kencur 25
7
3.6 Rekristalisasi dan Identifikasi EPMS 25
3.7 Reaksi amidasi EPMS 26
3.8 Uji Aktivitas sedatif hipnotik 26
3.9 Analisa data 27
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 42
8
DAFTAR GAMBAR
9
DAFTAR TABEL
10
DAFTAR LAMPIRAN
11
I. PENDAHULUAN
12
yang sejauh mungkin yang menyerupai keadaan tidur alamiah (Katzung, et al,
2007).
Maka pada penelitian ini dilakukan uji praklinik pada tikus galur Sprague
Dawley untuk melihat aktivitas sedatif-hipnotik dari senyawa hasil isolasi rimpang
kencur dan modifikasi strukturnya secara amidasi, diharapkan dapat menggantikan
senyawa sintetik yang sudah ada seperti diazepam, fenobarbital dan dengan
modifikasi strukturnya (derivat amidasi) dapat meningkatkan efek terapi dan
mengurangi efek samping.
1.5 HIPOTESA
1.5.1 Senyawa EPMS dan modifikasi amidasinya memiliki aktivitas sebagai
sedatif-hipnotik pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley
1.5.2 Penambahan gugus amida pada senyawa etil p-metoksisinamat akan
mempengaruhi aktivitas sebagai sedatif hipnotik.
13
II. LANDASAN TEORI
14
(a) (b)
Gambar 2.1. Tumbuhan kencur (a) dan rimpang kencur (b)
15
d. Aktifitas Farmakologi Kaempferia galanga L.
Ekstrak minyak atsiri kencur memiliki aktivitas antibakteri (antiinfeksi)
dan antijamur dengan konsentrasi 10% memiliki daya hambat sementara (< 24 jam)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Serratia marcescens serta
terhadap jamur Candida albicans, Penicillium sp. dan terhadap Aspergillus nigrum
tidak mempunyai daya hambat. Sedangkan daya hambat terhadap Streptococcus
faecalis, Aerobacter aerogenes, Escherichia coli, Proteus sp., Serratia marcescens
lebih dari 24 jam. (Astuti et al., 1996). Batang kencur juga memiliki efek
antimikroba yang mampu menghambat bakteri dan jamur pada zona hambatnya dan
memiliki aktivitas antioksidan (Rao, 2014). Kencur memiliki aktifitas sebagai
antiinflamasi dan analgesik (Vittalrao et al., 2011) dan kandungan minyak atsiri
sebagai antiinflamasi (Hasanah et al., 2011). Di Asia Tropika, Kencur sering
digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati pembengkakan, encok,
batuk, disentri, diare dan sakit perut. Telah dilakukan penelitian untuk mendukung
klaim penggunaan tradisional pada ekstrak kencur, seperti menunjukkan
menaticidal, obat nyamuk dan larvasida, antimikroba, vasorelaksan, anti neoplastik,
anti alergi, antioksidan, analgesik dan efek penyembuhan luka (Umar et al., 2012).
Selain itu kencur mampu mengobati proses penyembuhan luka bakar dari ekstrak
alkohol Kaempferia galanga Linn. pada tikus galur wistar. Telah diketahui bahwa
ekstrak etanol Kaempferia galanga Linn. dapat mempercepat proses epitelisasi
pada jaringan luka dengan memfasilitasi proliferasi sel epitel, memiliki efek
prohealing yang baik, dan salah satu komponen dari kencur yaitu flavonoid yang
berperan sebagai antioksidan yang merupakan komponen penting dalam
penyembuhan luka (Tara et al., 2006).
16
mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat
menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil
asetat, metanol, air dan n-heksan (Barus, 2009). Hasil penelitian pada pemilihan
pelarut pada suhu kamar didapat bahwa heksan adalah pelarut yang paling sesuai
ditandai dengan persen hasil isolasi tertinggi yaitu 2,111 % yang diikuti dengan
etanol yatu 1,434 %, dan etil asetat 0,542% sedangkan dengan aquades tidak
terdapat kristal (Taufikkurohmah et al., 2008).
2.3 Etanolamin
Etanolamin atau sering disebut dengan 2-aminoetanol atau
MonoEtanolAmina (MEA) merupakan sebuah larutan kental, alkohol amino yang
bersifat higroskopis dengan bau ammonia. Didistribusikan dalam jaringan biologis
dan merupakan komponen dari lesitin. Biasa digunakan sebagai surfaktan, reagen
fluorimetrik, dan untuk menghilangkan CO2 dan H2S dari gas alam dan gas lainnya
(Pubchem). Berat molekul = 61,08. Etanolamin diperoleh dalam skala besar dengan
amonolisis etilen oksida. Etanolamin adalah cairan viskos dengan berat jenis 1,02,
bersifat higroskopis, berbau amoniak, titik lebur = 10,3oC dan titik didih 170,8oC.
Senyawa ini dapat bercampur dengan air, methanol dan aseton. Larut pada suhu
25oC dalam benzene, 14% eter, 2,1% CCl4, 02% n-heptan (Merck, 1976).
Etanolamin digunakan untuk menghilangkan gas asam dari pipa gas. Etanolamin
mengasorpsi CO2 dan H2S, tapi dietanolamin mampu mengabsorpsi karbonil
sulfide. Karena bersifat basa lemah, etanolamin dapat menghasilkan senyawa lain
dengan gas asam dimana senyawa ini akan terurai oleh aliran uap dan etanolamin
dapat diregenerasi kembali untuk dipakai (Wittcoff, H. A, 2004).
17
Gambar 2.3 Struktur senyawa etanolamin (Pubchem).
18
frekuensi antara 0,3 – 300 GHz. Pada umumnya, untuk menghindari interferensi,
peralatan microwave biasanya diatur dengan panjang gelombang 12,2 cm dengan
frekuensi 2,45 GHz (Lidstrom et al, 2001). Radiasi gelombang mikro merupakan
radiasi nonionisasi yang dapat memutuskan suatu ikatan sehingga menghasilkan
energi yang dimanifestasikan dalam bentuk panas melalui interaksi antara zat atau
medium. Energi tersebut dapat direfleksikan, ditransmisikan atau diabsorbsikan
(Varma, 2001).
19
menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta
mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis (Katzung, 2007).
Obat tidur dapat dibenarkan penggunaannya pada insomnia yang ringan,
misalnya pada keadaan stres ringan, seperti perubahan status pekerjaan,
meninggalnya anggota keluarga, dan bila perlu juga pada jet-lag. Penggunaannya
hendaknya dibatasi sampai 1-3 malam dan tidak lebih dari 1-2 minggu untuk
memperkecil resiko toleransi dan ketergantungan. Pemberian obat secara bertahap
dihentikan setelah pasien dapat tidur kembali dengan nyenyak. Seringkali
penggunaan yang intermitten sudah mencukupi (Tjay dan Rahardja, 2002)
Sebagian besar obat-obat hipnotik-sedatif mengubah lama berbagai stadium
tidur (misalnya, menekan tidur dengan gerakan mata cepat/rapid eye movement
(REM) sleep), dan pasien akan mengalami „rebound insomnia‟ kalau obat-obat
tersebut dihentikan. Banyak diantara obat-obat hipnotiksedatif dalam
penggunaannya harus hati-hati karena dapat mengganggu kesadaran di siang hari
Penempatan senyawa utama ke kelompok hipnotik-sedatif menunjukan
bahwa guna terapi utamanya untuk menyebabkan sedasi (bersamaan dengan
hilangnya ansietas) atau untuk mendorong tidur. Sedatif efektif (atau obat
ansiolitik) akan mengurangi ansietas dan menimbulkan efek menenangkan dengan
sedikit atau tanpa efek atas fungsi motorik atau mental. Obat hipnotik akan
menimbulkan kantuk serta mendorong mulai dan dipertahankannya keadaan tidur
yang sejauh mungkin yang menyerupai keadaan tidur alamiah. Efek hipnotik
melibatkan depresi susunan saraf pusat yang lebih menonjol daripada sedasi dan ini
dapat dicapai dengan sebagian besar obat sedatif hanya dengan meningkatkan dosis
(Katzung, 1989).
a. Turunan Barbiturat
Turunan barbiturat merupakan sedatif yang banyak digunakan secara luas
sebelum diketemukannya turunan benzodiazepin. Turunan barbiturat bekerja
sebagai penekan pada aksis serebrospinal dan menekan aktivitas saraf, otot rangka,
otot polos dan otot jantung. Turunan barbiturat dapat menghasilkan derajat depresi
yang berbeda yaitu sedasi, hipnotik atau anestesi, tergantung pada struktur
senyawa, dosis dan cara pemberian (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
20
Mekanisme kerja Turunan barbiturat bekerja dengan menekan transmisi
sinaptik pada sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah
permeabilitas membran sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan
menyebabkan deaktivasi korteks serebral (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Berdasarkan masa kerjanya turunan barbiturat dibagi menjadi empat
kelompok yaitu :
2.2.1.1 Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih),
contoh barbital, mefobarbital dan fenobarbital.
2.2.1.2 Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam),
contoh : alobarbita, amobarbital, aprobarbital dan butabarbital.
2.2.1.3 Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam),
contoh : siklobarbital, heptabarbital, heksetal, pentobarbital
2.2.1.4 Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (kurang dari 0,5 jam),
Contoh : tiopental, tiamital dan metoheksital
(Siswandono dan Soekardjo, 2000).
b. Turunan Benzodiazepin
Turunan benzodiazepin adalah obat pilihan yang banyak digunakan sebagai
sedatif-hipnotik karena mempunyai efikasi dan batas keamanan lebih besar
dibanding turunan sedatif-hipnotik lain, yang antara lain menyangkut efek samping,
pengembangan toleransi, ketergantungan obat, interaksi obat dan kematian akibat
kelebihan dosis. Penggunaan jangka panjang, terutama dalam dosis tinggi, dapat
menimbulkan ketergantungan fisik dan mental (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Mekanisme kerja Turunan benzodiazepin menekan transmisi sinaptik pada
sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membran
sel sehingga mengurangi rangsangan sel postsinaptik dan terjadi deaktivasi korteks
serebral. Turunan benzodiazepin mengikat reseptor khas di otak dan meningkatkan
transmisi sinaptik GABA-ergik (gama-aminobutyric acid) dengan cara
meningkatkan pengaliran klorida pada membran postsinaptik dan menurunkan
pergantian neropinefrin, katekolamin, serotonin dan lain-lain amin biogenik dalam
otak, dan hal ini kemungkinan bertanggung jawab pada beberapa efek
farmakologisnya (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
21
2.7 Tinjauan Hewan Percobaan
a. Klasifikasi Tikus Putih
Menurut Suckow (2006) klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus) adalah :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
22
begitu besar. Aktifitasnya tidak terganggu oleh adanya manusia disekitarnya. Ada
dua sifat yang membedakan tikus putih dari hewan percobaan yang lain, yaitu
bahwa tikus putih tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di
tempat esofagus bermuara ke dalam lubang dan tikus putih tidak mempunyai
kandung empedu (Fauziah, 2010).
Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan. Tikus putih
dapat tinggal sendirian di dalam kandang dan hewan ini lebih besar dibandingkan
dengan mencit, sehingga untuk percobaan laboratorium, tikus putih lebih
menguntungkan daripada mencit (Fauziah, 2010). Keunggulan tikus putih
dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan
perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Secara umum,
berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar.
Biasanya pada umur empat minggu beratnya 35-40 g, dan berat dewasa rata-rata
200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Galur Sprague Dawley
merupakan galur yang paling besar diantara galur yang lain.
Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian.
Galur-galur tersebut antara lain : Wistar, Sprague Dawley, Long Evans, dan
Holdzman. Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague Dawley dengan ciri-ciri
berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya
(Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus ini pertama kali diproduksi oleh
peternakan Sprague Dawley. Tikus Sprague Dawley merupakan jenis outbred tikus
albino serbaguna secara ekstensif dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah
ketenangan dan kemudahan penanganannya.
23
III. METODOLOGI PENELITIAN
c. Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini adalah penelitian prospektif eksperimental, memakai
Rancang Acak Lengkap (RAL) bersifat komparatif.
Kegiatan yang dilakukan adalah isolasi senyawa epms dan derivat
amidasinya, pengamatan berat badan tikus, uji aktivitas sedatif hipnotik pada tikus
ptutih jantan berupa pengamatan aktivitas motorik, daya cengkram pada alat
rotarod dibandingkan dengan kontrol dan pembanding.
24
d. Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Etil-parametoksi sinamat
(EPMS) yang diisolasi dari rimpang kencur Kaempferia galanga. Kaempferia
galanga diperoleh dari kebun Balitro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat)
di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Determinasi tumbuhan kencur (Kaempferia
galanga L.) dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi,
LIPI Cibinong.
25
asetat dan dicek menggunakan KLT dengan eluen n-heksan : etil asetat
perbandingan 9:1. Lalu dilakukan identifikasi terhadap kristal yang didapat.
g. Reaksi Amidasi Etanolamin
Sebanyak 1,060 gram EPMS (5 mmol) dilarutkan ke dalam 10 mL
etanolamin kemudian diiradiasi dalam microwave oven tanpa modifikasi dengan
kekuatan 600 watt selama 5 menit dalam erlenmeyer tertutup. Kemudian hasil reaksi
dipartisi dengan aquades dan etil asetat. Lapisan etil asetat dikeringkan dengan
Na2SO4 anhidrat lalu diuapkan dan dimurnikan dengan pelarut heksan
26
Efek (%) = durasi tidur rata-rata kelompok uji
durasi tidur rata-rata kelompok kontrol
i. Analisa data
Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan SPSS. Analisis
yang dilakukan adalah kenormalan dan uji homogenitas . Kemudian untuk melihat
hubungan antara kelompok perlakuan, dilakukan analisis varian satu arah
(ANOVA) jika data terdistribusi normal dan homogen. Jika terdapat perbedaan
signifikan antar kelompok, dilakukan analisis uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
Namun, jika data tidak terdistribusi normal dan homogen maka dilakukan analisis
Kruskal Walis
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
28
Kristal yang didapat berwarna putih kemudian dilakukan pengecekan dengan
KLT. Eluen yang digunakan adalah heksan:etil asetat perbandingan 9:1,
didapatkan nilai Rf= 0,7 .
Penyiapan simplisia dilakukan di Laboratorium penelitian I, FKIK UIN
Jakarta. Sebanyak 55 Kg rimpang kencur segar dirajang dan dihaluskan hingga
didapat serbuk rimpang kencur sebanyak 7,97 Kg. pembuatan serbuk simplisia
bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel simplisia dan memperluas
permukaan simplisia, sehingga simplisia akan lebih banyak kontak dengan pelarut
ketika diekstraksi dan menghasilkan banyak kristal yang tersari ke dalam pelarut
yang selanjutnya dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksan hingga
dilakukan proses isolasi. Kristal yang didapat sebanyak 323,7 gram. Hasil
rendemen kristal etil p-metoksisinamat adalah 4,06 %
b. Spektrofotometri IR
Dari hasil analisis spektrofotometri IR diperoleh penafsiran spektrum IR dari
berbagai bilangan gelombang absorbansi gugus fungsi yang spesifik seperti
terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini.
29
Gambar 4.1 spektrum IR
c. Spektrofotometri H-NMR
Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 ppm
(3H) berbentuk triplet dan juga pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Sinyal
ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen. Spektrum 1H-NMR juga
memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet.
Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan Oksigen (-OCH3, metoksi).
Pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan
puncak pada pergeseran kimia 7,65 ppm (1H) berbentuk doublet, dengan rentang
nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,26 Hz. Bentuk tersebut
adalah olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran
kimia 6,9 ppm-7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua
subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling
30
secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian
menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinhyal H 5/9 dan H 6/8. Dari data yang
diperoleh, senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.) adalah etil
pmetoksisinamat
31
Hasil analisis 1H-NMR menggunakan pelarut CDCl3 menunjukkan nilai
pergeseran kimia (δ) seperti tercantum pada tabel 4.2 berikut
d. Spektrofotometri GC-MS
Uji kemurnian kristal etil p-metoksisinamat dilakukan untuk membuktikan
bahwa senyawa tersebut merupakan senyawa murni. Uji kemurnian yang dilakukan
O
yaitu dengan mengukur titik leleh yang dihasilkan 48-52 C serta dengan
pengukuran Kromatografi Gas Spektrometri Massa (GC-MS) menunjukkan bahwa
senyawa isolat kencur muncul pada waktu 9,892 dan memiliki berat molekul 206,0
dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 117; 89; 63 dan 39. Literatur untuk
senyawa etil p-metoksisinamat menunjukkan bahwa senyawa tersebut muncul pada
waktu retensi 9,90 dengan berat molekul 206,4 serta memiliki fragmentasi massa
pada 161; 134; 118; 103; 69; 63 dan 39 (Umar et al., 2012) .
32
Gambar 4.4. Fragmentasi MS etil p-metoksisinamat
33
4.3 Derivat EPMS secara amidasi
Reaksi amidasi dilakukan dengan mereaksikan etil pmetoksisinamat dengan
etanolamin sebagai reagen. Reaksi ini ditujukan untuk mengubah gugus ester
menjadi gugus amida dengan penambahan amin primer. Senyawa amida yang
terbentuk selanjutnya diujikan aktivitas sedatif hipnotiknya. Reaksi ini berlangsung
melalui iradiasi microwave pada daya 600 watt selama 5 menit dalam erlenmeyer
tertutup. Reaksi ini dilakukan dalam erlenmeyer tertutup dimana reaks dilakukan
berulang dengan perbandingan reaksi EPMS (5 mmol) dan etanoalmin (10 mmol).
Gambar 4.7 . Hasil spot KLT: 1. EPMS, 2. Sampel amidasi, 3. Senyawa amidasi standar
34
Tabel 4.4. Karakteristik senyawa hasil amidasi
35
absorbansi pada bilangan gelombang ν 3500-2500 cm-1 yang merupakan frekuensi
serapan spesisfik dari OH yang terdapat pada etanolamin. Keberadaan NH ditandai
oleh pita absorbansi pada bilangan gelombang ν 3411,29 cm-1 dan pada bilangan
gelombang ν 1067,5 cm-1 menandakan keberadaan C-N. Hal ini memperkuat
bahwa etil p metoksisinamat telah bereaksi dengan etanolamin membentuk amida
36
Tabel 4.5 Hasil pengamatan aktivitas motorik
Kelompok aktivitas motorik refleks cahaya nadi
Hasil statistik Anova 1 arah untuk onset hipnotik (waktu mulainya timbul efek tidur)
menunjukan bahwa senyawa EPMS dosis 100, 200 dan 400 mg/kg dan senyawa
amidasi EPMS dosis 100, 200 dan 400 mg/kg mempunyai efek sedasi- hipnotik yang
signifikan dibandingkan kontrol negatif (p<0,05). Kemudian dilanjutkan uji beda
nyata terkecil untuk melihat perbedaan antar kelompok, hasilnya menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna untuk onset tidur antara senyawa EPMS 100,
200 dan 400 mg/kg dengan senyawa amidasi dosis 400 mg/kg, sedangkan untuk
senyawa amidasi dosis 100 dan 200 mg/kg ada perbedaan. yang bermakna . Hal ini
menunjukan efek hipnotik senyawa amidasi EPMS lebih kecil dibandingkan senyawa
EPMS. Sementara untuk durasi tidur menunjukan senyawa EPMS dosis 100 mg/kg
menunjukan efek yang sama dengan diazepam, maka belum ada efek untuk
meningkatkan durasi tidur diazepam, tetapi pada dosis 200 dan 400 mg/kg telah
terlihat efeknya untuk memperpanjang waktu tidur diazepam. Sedangkan senyawa
amidasinya terlihat justru memperpendek durasi tidur. Hasil statistik secara lengkap
terdapat di lampiran
37
Tabel.4.6 Rerata Onset dan durasi tidur senyawa EPMS dan amidasi EPMS
Kelompok Rerata (menit)
onset sedasi onset tidur durasi tidur
kontrol negatif 0 0 0
kontrol positif 10,4 22,8 40,8
EPMS 100 mg/kg 10,2 14 49,6
EPMS 200 mg/kg 11,4 15,8 91
EPMS 400 mg/kg 8,6 11,8 77,4
Amidasi EPMS 100
mg/kg 22,2 41,2 28,6
Amidasi EPMS 200
mg/kg 30,8 33,2 22,8
Amidasi EPMS 400
mg/kg 9,4 10,8 17,2
70
60
50
40
30 onset sedasi
20
10 onset tidur
0
durasi tidur
kontrol kontrol EPMS EPMS EPMS Amidasi Amidasi Amidasi
negatif positif 100 200 400 EPMS EPMS EPMS
mg/kg mg/kg mg/kg 100 200 400
mg/kg mg/kg mg/kg
kelompok perlakuan
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Senyawa EPMS hasil isolasi rimpang kencur dimodifikasi strukturnya secara
amidasi dengan iradiasi microwave menghasilkan senyawa yang lebih polar
yaitu N-(hidroksietil)-p-metoksi sinamamida (BM. 221)
2. Senyawa EPMS dan derivat amidasi EPMS mempunyai aktivitas sedatif
hipnotik yang signifikan dibandingkan kontrol negatif (p< 0,05), namun
derivat amidasi EPMS lebih rendah aktivitasnya dibandingkan EPMS
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan modifikasi struktur yang lebih nonpolar dari EPMS untuk
mendapatkan aktivitas sedatif hipnotik yang lebih tinggi
2. Perlu dilakukan pengujian aktivitas lainnya dan toksisitasnya pada hewan coba
untuk mendapatkan data preklinik yang lengkap supaya bisa lanjut ke uji klinik
39
DAFTAR PUSTAKA
Achutan, C.R., Padikkala, J., 1997. Hypolidemic effect of Alpinia Galanga (Rasna) and
kaempferia Galanga (Kachoori). Indian Journal of Chnical Biochemistry, 1997,
12 (1), 55-58 55
Ali MS, Dash PR, Nasrin M. 2015. Study of sedative activity of different extract of
Kaempferia galangal in swiss albino mice. BMC Complementary & Alternative
Medicine 15, 1-5.
Astuti, Yuni; Dian Sundari; M. Wien Winarno. 1996. Tanaman Kencur (Kaempferia
galanga L.) Informasi Tentang Fitokimia dan Efek Farmakologi. Warta
Tumbuhan Obat Indonesia.
Fauziah Ermawati, Elly. 2010. Efek Antipiretik Ekstrak Daun Pare (Momordica
charantia L.) Pada Tikus Putih Jantan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Gupta BD, Dandya PC. 1971. A pharmacologycal analysis of behaviour in rat, Jpn J
Pharmacol
Hasanah, Aliya Nur; Fikri Nazaruddin; Ellin Febrina; dan Ade Zuhrotun. 2011. Analisis
Kandungan Minyak Atsiri dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang
Kencur (Kaempferia galanga L.) Jurnal Matematika & Sains. Vol. 16 No. 3
He ZH, Yue GGL, Lau CBS, Ge W, But PPH. 2012. Antiangiogenic effects and
mechanisms of trans-ethyl p-methoxycinnamate fro Kaempferia galangal L. J
agric Food chem., 60, 11309-11317.
Huang L, Yagura T, Chen S. 2008. Sedative activity of hexane extract of Kaempferia
galangal L and its active compounds. Journal of ethnopharmacology. 120, 123-
125.
Katzung, Betram G. 2007. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 7. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Ko, H-J, Kim, H-J, Kim, S.Y., Yun, H-., Baek, K-J., Kwon, Y.S., Whang, W.K. Choi,
H-R., Park, K-C, Kim, D-S. 2014. Hypopigmentary Effects of Ethyl P-
Methoxycinnamate Isolated from Kaempferia galanga Phytotherapy
Research.Volume 28, 274–279.
40
Komala, I., Supandi, Nurhasni. 2014. Evaluasi pengaruh modifikasi struktur senyawa
EPMS yang diisolasi dari rimpang kencur (kaempferia galanga) terhadap
aktivitas antiinflamasinya. Pulitpen, LP2M UIN Jakarta
Kusuma, I., Yusuf, H. 2011. Phospholipid complex as a carrier of Kaempfaria galanga
rhizome extract to improve its analnesic activity. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 3, 44-46.
Kuichi F., Nakamura N, Tsuda Y, Kondo K, Yoshimura H. 1988. Studies on crude frugs
effective on visceral larva migrans. Larvicidal principles in Kaempferia rhizome.
Chem.. pharm. Bull, 36, 412-415.
Kim NJ. Byun SB, Cho JE, Chung K, Ahn YJ. 2008. Larvicidal activity of Kaempferia
galanga rhizome phenylpropanoids towards three masquito species. Pest Manag
Sci, 64, 857-862.
Lakshmanan, D., Werngren, J., Jose, L., Suja, K.P., Nair, M.S.Varma, R.L.,
Mundayoor, S. Hoffner, S., Kumar, A. 2011. Ethyl p- methoxycinnamate
isolated from a traditional anti-tuberculosis medicinal herb inhibits drug resistant
strains of Mycobacterium tuberculosis in vitro. Fitoterapia 82, 757–76.
Liu B, Liu F., Chen, C., Gao, H. 2010. Supercritical carbon dioxide extraction of ethyl
p-methoxycinnamate from Kaempferia galanga L. rhizome and its apoptotic
induction in human HepG2 cells Natural Product Research Vol. 24, 1927–1932.
Liu, XC, Liang Y, Shi WP, Liu QZ, ZhouL, Liu Z. 2014. Repellent and insectisidal
effect of the essential oil of Kaempferia galanga rhizome to liposcelis
bostrychophila (Psocoptera: Liposcelidae). J.econ.entomol, 107, 1706-1712.
Othman R, Ibrahim, H, Mohd MA, Mustafa MR, Awang K. 2006. Bioassay-guided
isolation of a vasorelaxant active compound from Kaepferia galangal L.
Phytomedicine 13, 61-66.
Rao V., Narasinga dan DSVGK Kaladhar. 2014. Antioxidant And Antimicrobial
Activities of Rhizome Extracts Of Kaempferia galanga. World Journal of
Pharmacy And Pharmaceutical Science 3, 1180-1189
Reza, M. 2015. Amidasi senyawa EPMS melalui reaksi langsung dengan iradiasi
microwave dan uji aktivitas antiinflamasi. Skripsi FKIK UIN Jakarta
Suckow, Mark A; Weisbroth, Steven H; Franklin, Craig L. 2006. The Laboratory Rat
2nd Edition. American College of Laboratory: British Library
41
Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; Bairy Laximinarayana
Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound Healing Activity of
Alkoholic Extract of Kaempferia galanga in Wistar Rats. Indian J.physiol
Pharmacol 50 (4) : 384-390
Tewtrakul S, Yuenyongsawad, S, Kummee, S, Atsawajaruwan, L. 2005. Chemical
componenrs and biological activities of volatile oil of Kaempferia galangan
Linn. Songklanakarin J.Sci.Technol., 27, 503-507
Tjay dan Rahardja. 2002. Obat-obat penting
Turner, RA. 1965. Anticonvulsant screening method in pharmacology. New york and
london academic press.
Umar, Muhammad I, Asmawi, M., Z., Sadikun, A. Atangwho, I.J., Yam, F. Y., Altaf, R.
and Ahmed, A. 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-
methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia
galanga L.Extracts. Molecules 2012, 17, 8720-8734.
Umar, M. I., Asmawi, M. Z., Sadikun, A., Majid, A.M.S.A.,Al-Suede, F. S. R. Hasan,
L.E.A., Altaf., R., Ahamed, M. B. H. 2014. Ethyl-p-methoxycinnamate isolated
from kaempferia galanga inhibits inflammation by suppressing interleukin- 1,
tumor necrosis factor-a, and angiogenesis by blocking endothelial functions
CLINICS 69, 134-144.
USDA (united states departement of agriculture). Natural resource conservation service.
Akses online via http://plants.usda.gov/(Diakses pada tanggal 9 Desember 2015)
Vittalrao, Amberkar Mohanbabu; Tara Shanbhag; Meena Kumari K; K. L. Bairy And
Smita Shenoy. 2011. Evaluation Of Antiinflammatory And Analgesic Activities
Of Alcoholic Extract Of Kaempferia galanga in Rats. Indian J Physiol
Pharmacol 2011; 55 (1) : 13–24
42
43