Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS SEKUENSING 16S rRNA DI BIDANG MIKROBIOLOGI

Tristia Rinanda

Abstrak. Gen 16S ribosomal RNA (16S rRNA) memiliki daerah yang conserved (lestari)
sehingga tepat digunakan dalam Polymerase Chain Reaction (PCR) dan analisis sekuensing untuk
menentukan taksonomi, filogeni dan keanekaragaman antar spesies. Gen ini juga memiliki
hypervariable region yang merupakan ciri khas tiap mikroorganisme. Analisis sekuensing gen
16S rRNA sudah banyak digunakan di bidang mikrobiologi. Metode berbasis molekuler ini dinilai
cepat dan akurat dalam mengidentifikasi bakteri patogen serta memiliki sejumlah keunggulan
dibandingkan metode mikrobiologi konvensional. (JKS 2011; 3:172-177)

Kata kunci : Analisis sekuensing, 16s rRNA, mikrobiologi

Abstract. The 16S rRNA gene is the most conserved DNA in all cells. For this reason, genes that
encode the rRNA (rDNA) have been used extensively on PCR and sequencing analysis method to
determine taxonomy, phylogeny (evolutionary relationships) and also to estimate rates of species
divergence. This gene also consists of hypervariable region which is specifically characterized
every organism Sequencing analysis has been widely use in microbiology. This molecular based
method is becoming a powerful technology for identification of bacterial isolates in the human
clinical diagnostic laboratory and also has several advantages compare to conventional method.
(JKS 2011; 3:172-177)

Key words: Sequencing analysis, 16S rRNA, microbiology

Pendahuluan ukuran ribosom). Gen 16S rRNA juga


Di bidang mikrobiologi, identifikasi sering disebut sebagai 16S rDNA (16S
mikroorganisme penyebab infeksi ribosomal deoxyribose nucleatic acid),
memegang peranan yang sangat penting. namun menurut konsensus dari American
Hal ini berkaitan dengan ketepatan terapi, Society for Microbiology (ASM), istilah
pencegahan transmisi, serta pencegahan 16S rRNA dinilai lebih tepat1,2.
terjadinya resistensi antimikroba. Gen pengkode RNA ribosomal (rRNA)
Identifikasi mikroorganisme penyebab adalah gen yang paling lestari
infeksi secara konvensional dilakukan (conserved). Porsi sekuens rDNA dari
melalui metode pembiakan dan tiap organisme yang secara genetik
dilanjutkan dengan pemeriksaan berkorelasi umumnya adalah sama.
karakteristik fisiologis dan biokimia. Dengan demikian setiap organisme yang
Metode ini membutuhkan waktu yang memiliki jarak kekerabatan tertentu dapat
lebih lama. Terlebih lagi pada beberapa disejajarkan sehingga lebih mudah untuk
mikroorganisme yang sulit untuk menentukan perbedaan dalam sekuens
dibiakkan seperti mycobacterium dan yang menjadi ciri khas organisme
virus tertentu. Saat ini dikembangkan tersebut. Daerah yang lestari ini juga yang
metode identifikasi berbasis molekuler menyebabkan gen ini dapat digunakan
yang lebih cepat dengan tingkat sebagai primer universal yang digunakan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, dalam Polymerase Chain Reaction (PCR)
yaitu dengan analisis sekuensing gen 16S serta dapat ditentukan urutan
3,4
rRNA (16S ribosomal Ribonucleic nukleotidanya melalui sekuensing . Gen
acid/Asam ribonukleat pengkode ribosom pengkode rRNA digunakan untuk
16S, S menyatakan Svedberg, yaitu satuan menentukan taksonomi, filogeni
(hubungan evolusi) serta memperkirakan
Tristia Rinanda adalah Dosen Bagian Mikrobiologi jarak keragaman antar spesies (rates of
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala species divergence) bakteri. Perbandingan

172
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 11 Nomor 3 Desember 2011

sekuens rDNA dapat menunjukkan Pemilihan gen 16S rDNA sebagai Target
hubungan evolusi antar organisme. Sekuensing
Penggunaan sekuens 16S rRNA dipelopori Gen pengkode rRNA adalah gen yang
oleh Carl Woese, yang juga menemukan mampu mempertahankan kelestariannya
klasifikasi 3 domain terbesar makhluk selama jutaan tahun keanekaragaman
hidup, yaitu bakteri, archaea dan eukaria4. evolusi. Sebagian besar prokariot memiliki
3 jenis rRNA, yaitu 5S, 16S dan 23S.

Tabel 1. RNA ribosomal pada prokariot (Clarridge, 2004)


Jenis rRNA Ukuran (nukleotida) Lokasi
5S rRNA 120 Ribosom subunit besar
16S rRNA 1500 Ribosom subunit kecil
23S rRNA 2900 Ribosom subunit besar

Penggunaan 5S rRNA juga sudah amplifikasi sekuens akan mengenali daerah


dipelajari namun gen ini terlalu kecil untuk yang lestari dan mengamplifikasi
digunakan dalam penentuan filogenetik. hypervariable region, dengan demikian
Gen 16S dan 23S rRNA memiliki ukuran akan diperoleh sekuens yang khas pada
yang cukup untuk dianalisis. Gen 16S organisme tersebut. Tabel 2 menunjukkan
rRNA berukuran sekitar 1550 pasang basa sekuens DNA dari Beberapa organisme
dan sekitar 500 basa di bagian ujung mewakili tiga kelompok besar, yaitu
sekuens merupakan daerah yang disebut bakteri, eukariot dan archea. Sekuens
dengan hypervariable region. Daerah ini tersebut menunjukkan adanya kesamaan
merupakan bagian yang membedakan antar dan perbedaan sejumlah basa.
organisme. Primer yang digunakan dalam

Tabel 2. Sekuens DNA beberapa Organisme (Clarridge, 2004)

Gen 16S rRNA adalah salah satu gen www.cme.msu.edu/RDP/html/index.html.


yang telah dikarakterisasi dengan Database ini juga menyediakan aplikasi
baik sehingga digunakan dalam identifikasi yang dapat digunakan untuk
mikroorganisme. Ribuan sekuens dari membandingkan sekuens yang diperoleh
berbagai isolat klinis dan dari dengan sekuens yang telah terdaftar di
lingkungan telah terkumpul di satu database tersebut 1,2,3.
database yaitu National Center for Sejak ditemukan pertama kali oleh Woose,
Biotechnology Information (NCBI) sekuens 16S rDNA semakin banyak
yang dapat diakses pada digunakan. Pada tahun 1980-an telah
www.ncbi.nlm.nih.gov, serta Ribosomal dikembangkan standar terbaru dalam
Database Project yang dapat diakses di mengidentifikasi bakteri. Penelitian woose

173
Tristia Rinanda, Analisis Sekuensing 16S rRNA di Bidang Mikrobiologi

menunjukkan bahwa sifat yang conserved produk PCR dengan ukuran tertentu
dari gen 16S rRNA diduga disebabkan digunakan sebagai cetakan. Primer pada
karena peran yang sangat esensial dari gen tahap PCR juga digunakan dalam
ini terhadap fungsi sel. Pada gen-gen yang sekuensing, hanya saja masing-masing
mengkode enzim, mutasi dapat terjadi primer digunakan secara terpisah dalam
lebih sering dan umumnya dapat ditolerir satu siklus sekuensing (forward saja atau
oleh sel karena hanya menyebabkan reverse saja). Berbeda dengan PCR,
perubahan struktur dan biasanya tidak produk yang dihasilkan dari sekuensing
memegang peranan yang krusial seperti memiliki ukuran yang berbeda-beda. Hal
ini disebabkan karena pada sekuensing
halnya rRNA. Pada bakteri, jika terdapat
ditambahkan ddNTP (di-
gen yang mengkode enzim yang deoxyribonuclease Triphosphat) atau
dibutuhkan untuk penggunaan laktosa, dNTP terminator yang dilabel dengan zat
maka bakteri dapat menggunakan gula lain warna. Terminator ini pada satu siklus
atau protein sebagai sumber energi2. akan berikatan secara acak dan
menghentikan proses pembacaan. Pada
Aplikasi Analisis Sekuensing 16S rRNA tiap basa terminator (ddATP, ddGTP,
di Bidang Mikrobiologi ddCTP, atau ddTTP), terdapat zat warna
Metode sekuensing telah mengalami fluoresen yang dapat menyerap panjang
perkembangan yang cukup pesat. gelombang yang berbeda sehingga basa
Perkembangan teknologi saat ini telah terminator akan dapat dibaca dengan
memungkinkan dilakukannya analisis fluorometri2.
terhadap jutaan sekuens DNA per tahun. Sekuens DNA terbentuk dari hasil
Kualitas analisis sekuensing sangat pensejajaran pembacaan primer reverse
tergantung pada faktor kecepatan prosedur dan forward dan umumnya disebut sebagai
kerja dan teknologi yang digunakan. sekuens konsensus (consensus sequence).
Identifikasi mikroorganisme penyebab Sekuens konsensus ini kemudian
infeksi dilakukan dengan menumbuhkan dibandingkan dengan data sekuens yang
bakteri dari berbagai spesimen klinis pada tersedia di database menggunakan software
media tertentu2. tertentu. Beberapa sistem dapat
Pada metode mikrobiologi konvensional menentukan urutan nukleotida melalui
membutuhkan waktu yang lama pada saat pembacaan satu primer, namun pembacaan
identifikasi berdasarkan karakteristik dengan dua primer memberikan hasil yang
fisiologis dan biokimianya sedangkan pada lebih akurat. Beberapa database yang dapat
identifikasi berbasis molekuler melalui digunakan untuk membandingkan sekuens
analisis sekuensing, waktu yang 16S rRNA antara lain GenBank
dibutuhkan jauh lebih singkat. Langkah (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/), Ribosomal
analisis sekuensing dimulai dengan Database Project (RDP-II)
mengisolasi DNA dari kultur bakteri, baik (http://rdp.cme.msu.edu/html/), Ribosomal
kultur padat maupun cair. DNA yang Database Project European Molecular
diperoleh akan dijadikan sebagai cetakan Biology Laboratory
dalam tahap amplifikasi dengan PCR. (http://www.ebi.ac.uk/embl/), Smart Gene
Primer yang digunakan dalam PCR adalah IDNS (http://www.smartgene.ch) dan
primer 16S rRNA yang bersifat universal Ribosomal Differentiation of Medical
berukuran sekitar 1500 pb, sehingga dapat Microorganisms (RIDOM)
mengamplifikasi daerah 16S rRNA dari (http://www.ridom.com/)1,2.
seluruh bakteri. Produk PCR dimurnikan Dalam penggunaan klinis sangat penting
terlebih dahulu dengan menggunakan kit untuk dipertimbangkan apakah diperlukan
komersial untuk menghilangkan sisa-sisa sekuensing dari keseluruhan gen (sekitar
primer serta fragmen nukleotida2,3,4. 1500 pb). Sekuensing keseluruhan gen
Produk PCR yang telah dimurnikan dapat digunakan untuk membedakan strain
ditentukan urutan nukleotidanya dengan dari suatu mikroorganisme. Dalam
metode sekuensing. Pada tahap sekuensing penemuan spesies baru, sekuensing

174
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 11 Nomor 3 Desember 2011

keseluruhan gen 16S rRNA sangat dilakukan dengan mengisolasi


diperlukan. Pada sebagian besar isolat mikroorganisme tersebut dari spesimen
klinis bakteri, fragmen pendek, yaitu 500 klinis, lalu mengamati karakteristik
pb di bagian awal gen 16S rRNA dinilai fenotipiknya. Metode ini memiliki
sudah cukup informatif dalam beberapa kelemahan, yaitu tidak dapat
mengidentifikasi. Kattar et al menyatakan digunakan pada mikroorganisme yang
bahwa spesies dari Bordetella sp dapat tidak dapat dikultur serta menunjukan hasil
ditentukan dari sekuens DNA di bagian uji biokimia yang tidak dapat digolongkan
awal gen 16S rRNA yang dimilikinya2,5,6. pada genus atau spesies tertentu(secara
fenotipik membingungkan atau belum
Analisis Sekuensing versus Mikrobiologi pernah ditemukan sebelumnya)2,5. Pada
Konvensional dalam Identifikasi isolat berasal dari saluran nafas,
Penyebab Infeksi mikrobiologi konvensional membutuhkan
Perkembangan identifikasi mikrorganisme waktu lama, tidak dapat membedakan
penyebab infeksi dengan metode berbasis infeksi dan kolonisasi serta dapat
molekuler memberikan kontribusi yang dipengaruhi oleh pemberian antibiotik7.
sangat penting di bidang mikrobiologi. Dari segi waktu, analisis sekuensing
Identifikasi dengan analisis sekuensing gen memiliki keunggulan karena dapat
16S rRNA dinilai memberikan hasil yang dilakukan dalam waktu singkat. Clarridge
sangat akurat dan dapat dijadikan sebagai (2004) telah melakukan analisis dan
metode diagnosis dalam aplikasi klinis. merangkum waktu yang dibutuhkan untuk
Analisis sekuensing dinilai dapat mengidentifikasi satu sampel klinik
menjawab berbagai permasalahan yang menggunakan metode sekuensing (Tabel
berkaitan dengan identifikasi berbasis 3), dimana analisis sekuensing terhadap
mikrobiologi konvensional. Dalam satu sampel klinis dapat dilakukan dalam
mikrobiologi konvensional, identifikasi rata-rata 40 menit2.

Tabel 3. Prosedur dan waktu yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi bakteri dalam kegiatan
Laboratorium rutin (Clarridge, 2004)
Waktu Pemrosesan (dalam
No Prosedur Waktu
mesin/instrumen)
1 Pemanenan. Organisme diperoleh dengan 3-5 menit per
menumbuhkannya pada media kultur padat atau sampel
cair.
2 Ekstraksi DNA 30 menit 10 menit dan 3 menit
3 Amplifikasi dengan PCR 30 menit 2 jam
4 Karakterisasi produk PCR dengan 20 menit 1 jam
elektroforesis
5 Purifikasi produk PCR 1 jam
6 Siklus Sekuensing 30 menit 30 menit
7 Purifikasi produk PCR 1 jam
8 Sekuensing gen 16s RNA. Setelah running, 1 jam 2,5 jam
petugas dapat melakukan pekerjaan lainnya
9 Analisis hasil sekuensing 5-15 menit per
sampel
10 Pencarian nama/spesies dalam database. Jika Tidak
sekuens DNA organisme tersebut telah ada diikutsertakan
dalam database, maka waktu yang dibutuhkan dalam kalkulasi
hanya sekitar 1 menit. Jika merupakan waktu
organisme baru, maka sekuens harus
dibandingkan secara detil dengan data dari
sejumlah database. Waktu yang diperlukan
untuk kegiatan ini sekitar 15-30 menit.
11 Melaporkan hasil 30 menit
Total waktu yang dibutuhkan dalam 60 sampel/40 jam 1 sampel /40 menit
pemeriksaan 20 sampel per minggu

175
Tristia Rinanda, Analisis Sekuensing 16S rRNA di Bidang Mikrobiologi

Analisis sekuensing gen 16S rRNA saat ini pneumonia telah mengembangkan
sudah banyak digunakan, terutama di resistensi terhadap optochin sehingga
bidang penelitian. Pemakaian di bidang diperlukan metode identifikasi lain yang
klinis sebagai prosedur diagnostik memang lebih akurat. El Aila et al (2010)
belum banyak digunakan terkait dengan melakukan identifikasi S. pneumoniae
biaya pemeriksaan yang mahal. Namun dengan analisis sekuensing gen 16S rRNA
tidak dapat dipungkiri bahwa tuntutan akan dan memberikan hasil yang lebih akurat 10.
suatu metode diagnostik dengan tingkat Sacchi et al (2002) menggunakan gen 16S
spesifisitas dan sensitivitas tinggi, cepat rRNA untuk mengidentifikasi Bacillus
dan akurat mengharuskan adanya aplikasi antracis, bakteri yang sering digunakan
berbasis molekuler ini dalam identifikasi dalam bioterorisme11.
berbagai sampel klinis. Nolte (2008)
menyatakan bahwa untuk mengidentifikasi Kesimpulan
bakteri yang berasal dari saluran Gen 16S rRNA adalah gen yang bersifat
pernafasan, metode mikrobiologi lestari (conserved) dan dijumpai pada
konvensional dinilai kurang akurat setiap organisme. Struktur yang lestari ini
sehingga tidak lagi dimasukkan dalam menyebabkan gen 16S rRNA dapat
pedoman penatalaksanaan. Metode digunakan dalam PCR dan analisis
identifikasi berbasis molekuler dengan sekuensing. Dalam struktur gen ini
amplifikasi asam nukleat dan sekuensing terdapat sejumlah basa yang disebut
menunjukkan keunggulan dari segi waktu, hypervariable region untuk merupakan ciri
sensitivitas dan akurasi yang lebih baik 7. khas yang membedakan tiap organisme.
Lau et al (2004) juga menggunakan Struktur yang unik ini menjadi dasar
analisis sekuensing gen 16S rRNA untuk dijadikannya gen 16S rRNA dalam
mengidentifikasi Arcobacter dari penderita mengidentifikasi mikroorganisme di
apendisitis akut gangrenosa. Arcobacter bidang mikrobiologi. Analisis sekuensing
adalah bakteri Gram negatif yang 16S rRNA merupakan jawaban atas
sulit untuk diidentifikasi melalui kebutuhan akan suatu metode diagnosis di
karakteristik fenotip .3
Kuppeveld bidang mikrobiologi cepat dan akurat
et al (1992) menggunakan sekuensing 16S utnuk melengkapi metode mikrobiologi
rRNA untuk menentukan spesies konvensional yang memiliki beberapa
Mycoplasma yang secara klinis sulit serta kelemahan. Selain dari segi waktu
membutuhkan waktu lama untuk pemeriksaan yang lebih singkat, analisis
8
ditumbuhkan/dikultivasi . Selain dari isolat sekuensing juga dapat mengidentifikasi
organisme yang tidak dapat dan sulit
klinis, sekuensing gen 16S rRNA juga
untuk dikultur serta tidak dapat
dapat digunakan untuk mengidentifikasi
diidentifikasi secara fenotip (karena
bakteri patogen yang terdapat di
adanya resistensi terhadap antibiotik
lingkungan. Magray et al (2011)
tertentu). Meskipun analisis sekuensing
melakukan identifikasi bakteri patogen dari
membutuhkan biaya yang lebih mahal,
sumber air minum di Srinagar, India, dan namun ketepatan identifikasi yang
menemukan bahwa Escherichia coli adalah dihasilkan dapat dijadikan pertimbangan
bakteri patogen terbanyak-9. untuk menggunakan metode ini dalam
Sekuensing gen 16S rRNA juga digunakan aplikasi klinis.
untuk mengidentifikasi bakteri tertentu
yang tidak dapat diidentifikasi lagi Daftar Pustaka
secara fenotip. Streptococcus pneumonia 1. Amman RI, Ludwig W, Schleifer KH.
adalah bakteri Gram positif yang Phylogenetic Identification and In Situ
dapat dikarakterisasi secara fenotipik Detection of Individual Microbial Cells
berdasarkan sensitivitasnya terhadap without Cultivation. Microbiol Rev. 1995.
antibiotik optochin. Namun saat ini S. 59(1): 143-69

176
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 11 Nomor 3 Desember 2011

2. Clarridge JE. Impact of 16S rRNA Gene


Sequence Analysis for Identification of
Bacteria on Clinical Microbiology and
Infectious Diseases. Clin. Microbiol. Rev.
2004. 17(4): 840-62
3. Lau SKP, Woo PCY, Teng JLL, Leung
KW, Yuen KY. Identification by 16S
Ribosomal RNA Gene Sequencing of
Arcobacter butzleri Bacteraemia in a
Patient with Acute Gangrenous
Appendicitis. J Clin Pathol: Mol Pathol
2002.55:182–185
4. Cai H, Archambault M, Prescott JF. 16S
Ribosomal RNA Sequence–based
Identification of Veterinary Clinical
Bacteria. J Vet Diagn Invest. 2003.
15:465–469
5. Kattar M, et al. Application of 16S rRNA
gene Sequencing to Identify Bordetella
hinzii as The Causative Agent of Fatal
Septicemia. J. Clin. Microbiol. 38:789-94.
6. Fox GE, Wisotzkey JD, Jurtshuk P. How
Close Is Close: 16s rRNA Sequence
Identity May Not Be Sufficient To
Guarantee Species Identity. Int. J. Syst.
Bacteriol. 1992. 42(1): 166-70
7. Nolte FS. Molecular Diagnostics for
Detection of Bacterial and Viral
Pathogens in Community-Acquired
Pneumonia. CID. 2008.47:123-6
8. Kuppeveld FJM, Logt JTM, Angulo AF,
Zoest MJ, Quint WGV, Niesters
HGM, Galama JMD, Melchers
WJG. Genus- and Species-Specific
Identification of Mycoplasmas by 16S
rRNA Amplification. Appl. Environ.
Microbiol. 1992. 58(8): 2606-15
9. Magray MSUD, Kumar A, Rawat AK,
Srivastava S. Identification of Escherichia
coli through Analysis of 16S rRNA and
16S-23S rRNA Internal Transcribed
Spacer Region Sequences.
Bioinformation. 2011. 6(10): 370-371
10. El Aila NA, et.al. The Development of a
16S rRNA Gene Based PCR for the
Identification of Streptococcus
pneumoniae and Comparison with Four
Other Species Specific PCR Assays.
BMC Infectious Diseases. 2010.
104(10):1-8
11. Sacchi CT,et.al. Sequencing of 16S rRNA
Gene: A Rapid Tool for Identification of
Bacillus anthracis. Emerging Infectious
Diseases 2002. 8(10): 1117-23

177

Anda mungkin juga menyukai