Anda di halaman 1dari 6

19

B. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Menurut (Syamsudin dan Sesilia Andriani Keban, 2013:33),
Penyakit paru obstruktif kronis adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau
menghembuskan napas. Beberapa penyakit yang lazim terjadi adalah
emfisema,bronchitis kronis dan asma. Udara harus dapat masuk dan
keluar dari paru paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh. (Syamsudin dan
Sesilia Andriani Keban, 2013:33)
Menurut Ikawati(2016:163)PPOK adalah suatu penyakit yang bisa
dicegah dan diatasi, yang dikarakterisir dengan keterbatasan aliran
udara yang menetap, yang biasanya bersifat progresifdan terkait dengan
adanya respon inflamasi kronis saluran napas dan paru paru terhadap
gas atau partikel berbahaya.
2. Penyebab atau faktor resiko
Menurut Ikawati (2016:165) penyebab PPOK antara lain:
a. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK dengan resiko
30 kali lebih besar pada perokok dibanding dengan bukan perokok.
Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap,
umur mulai merokok, dan status merokok yang terakhir saat PPOK
berkembang.
b. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan
keramik yang terpapar debu silica, atau pekerja yang terpapar debu
katun dan debu gandum, toluene diisosianat, dan abses yang
mempunyai resiko yang lebih besar dari pada yang bekerja di tempat
selain yang disebutkan.
c. Polusi Udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin memburuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini berasal dari luar
rumah seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, maupun polusi
dari dalam rumah misalnya asap dapur.
20

d. Infeksi
Adanya kolonasi bakteri pada saluran pernapasan secara kronis
merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran nafas,
terlepas dari paparan rokok.
e. Usia
Semakin bertambah usia, semakin besar risiko menderita PPOK .
Pada pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun,
kemungkinan besar dia menderita gangguan genetik berupa defisiensi
αI- antitripsin.
f. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK dari pada wanita, mungkin ini
terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Wanita juga akan
mengalami PPOK yang ebih parah dari pada pria. Hal ini diduga
karena ukuran paru paru wanita umumnya relatif lebih kecil dari pada
pria, sehingga dengan paparan rokok yang sama presentase paru
yang terpapar pada wanita lebih besar dari pada pria.
3. Patofisiologis
Menurut Syamsudin dan Sesilia Andriani Keban, (2013:34), PPOK
ditandai oleh pertambahan neutrofil, makrofag, dan T-limfosit(khususnya
CD +) di sejumah bagian paru-paru, dan berkaitan dengan tingkat
hambatan aliran udara. Mungkin terjadi peningkatan eosinofil pada
beberapa pasien, khususnya jika terjadi pemburukan penyakit, sel- sel
inflamasi ini mampu meepaskan sejumlah sitokin dan mediator inflamasi,
terutama leukotrien 4, interleukin-8, dan tumor necrosis factor –a. pola
inflamasi ini sangat berbeda dari pola yang terlihat pada penderita asam
bronkial. Perubahan akibat inflamasi mungkin masih terjadi setelah
berhenti merokok.
21

4. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Aspiani (2014:63), pemeriksaan PPOK ada dua antara


lain:
a. Pemeriksaan faal paru: spirometer (spirogram) atau memeriksa nilai
arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhan menggunakan
mini Wright Peak Flow Meter.
b. Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP 1)
merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan
spirometer dan dapat digunakan untuk melihat beratnya obstruksi
saluran napas.
5. Tanda dan gejala
Menurut Ikawati (2016: 174) tanda dan gejala PPOK adalah sebagai
berikut:
a. Gejala klinik PPOK
1) “smoker’ s cough”, biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang
dingin, kemudian berkembang menjadi sepanjang tahun.
2) Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna kuning,
hijau atau kekuningan bila terjadi infeksi.
3) Dispnea , terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernapasan.
b. Gejala pada eksaserbasi akut
1) Peningkatan volume sputum
2) Perburukan pernapasan secara akut
3) Dada terasa berat
4) Peningkatan purulensi sputum
5) Peningkatan kebutuhan bronkodilator
6) Lelah dan lesu
7) Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik 9 cepat lelah,
terengah- engah)
6. Gejala berat
a. Cyanosis, terjadi kegagalan respirasi
b. Gagal jantung dan oedema perifer
22

c. Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang


memerah yang disebabkan polycythemia .
7. Penatalaksanaan
Menurut Marlene (2015:247), penatalaksanaan PPOK antara lain:
a. Pantau AGD dan sampaikan ke dokter
b. Pantau saturasi oksigen
c. Pantau tanda- tanda awal asidosis pernapasan (sakit kepala, konfusi)
d. Berikan obat- obatan yang sudah diresepkan
Menurut Aspiani (2014:), dalam penatalaksanaan penderita ppok
perlu diperhatikan faktor- faktor yang dapat memperburuk perjalanan
penyakit, yang harus dicegah terjadinya pada penderita.
a. Faktor- faktor yang dapat memperburuk penyakit misalnya:
merokok, polusi udara, lingkungan pekerjaan, faktor genetik,
infeksi saluran pernapasan dan perubahan cuaca.
b. Derajat obstruksi saluran pernapasan yang terjadi. Oleh karena
itu identivikasi komponen- komponen yang memungkinkan
terdapatnya reversibilitas(obstruksi) sangat perlu dilakukan.
c. Tahap perjalanan penyakit. Perjalanan penyakit PPOK lambat
dan progresif perjalannya.
d. Penyakit lain diluar paru, misalnya: sinusitis, faringitis.
Tujuan penatalaksanaan
a. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi
gejala,tidak hanya pada fase akut, tapi juga fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam
melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila
penyakitnya dapat dideteksi lebih awal

8. Komplikasi
Menurut Marlene (2015:248 ), komplikasi PPOK antara lain:
a. Infeksi
b. Cedera akibat jatuh
23

c. Gagal napas
24

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reny Yuli. 2014. Buku Ajaran Asuhan Keperawatan Gerontik Jilid 1.CV
Trans Media: Jakarta.

Hurst, Marlene. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. EGC :


Jakarta.

Ikawati, Zulliez. 2016. Penatalaksanaan Terapi Kognitif Penyakit Sistem


Pernapasan. Bursa Ilmu: Yogyakarta.

Keban, Sesilia Andriani dan Syamsudin. 2013. Buku Ajaran Farmakoterapi


Gangguan Saluran Pernapasan. Salemba Medika: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai