Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS KONDAKTING LAGU “O MIO BABBINO CARO”

Oleh :
Christine Bernadette Kurnia Saik
NIM 16100690131

PRODI SENI MUSIK


FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2017/2018
KATA PENGANTAR

Syukur dan Pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya paper ini
boleh terselesaikan. Turut bersyukur juga atas terselesainya kuliah “kondakting
orkes” bisa terselesikan dalam semester ini.

Paper ini menjelaskan tentang analisis kondakting lagu “O Mio Babbino


Caro” oleh Giacomo Puccini. Saya memilih lagu tersebut karena sesuai dengan
mayor saya yaitu vokal klasik. Disamping terdapat versi vokal dan piano, lagu ini
juga terdapat versi orkes lengkap.

Semoga ilmu yang didapat dalam mata kuliah kondakting orkes ini dapat
diterapkan dalam masyarakat daengan baik.

2
BAB I
1.1. Sejarah Kondakting

Secara etimologis ‘conducting’ berasal dari kata ‘conduct’yang berarti


memimpin suatu penapilan music dengan aba-aba tangan atau tongkat pengaba.
Sementara ‘conducting,’ diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia berarti
“mengkondak/bertindak sebagai konduktor’/ memimpin orkes. Menurut kamus
music mengkondak adalah suatu aktivitas berdiri di depan orkes untuk memimpin
dan mengatur derap rtimik dengan sepotong tongkat kecil.

Inti dari perjalanan sejarah kondakting adalah pemberian ketukan atau


tempo oleh konduktor. Hanya saja sepanjang sejarah terdapat beberapa kali
pembaharuan cara pemberian aba-aba oleh konduktor demi terciptnya cara yang
efisien. Awal Kondakting diawalidengan cara pemberian tempo ataupun aba-aba
secara audio yakni ketukan atau tempo yang dapat didengar. Cara seperti
demikian dapat ditemui di

 Yunani kuno yang melekatkan sepotong besi pada sepatu,


kemudian mengetuk-ngetuknya ke tanah dengan maksud untuk
memberi tempo.
 Pada abad pertengahan cenderung menggunakan tepukan tangan
untuk memberikan aba-aba
 Di Perancis, konduktor memberikan tempo dengan memukul
meja dan memukul lantai dengan tongkat panjang.

Namun kekurangan dari cara-cara seperti diatas adalah hanya semakin membuat
gaduh. Pada abad selanjutnya, di gereja katolik Roma pemimpin koor
menggunakan tangan untuk memberi aba-aba sederhana kepada penyanyi. Pada
abad ke 17, mereka mulai menggunakan peralatan seperti tongkat. Pemakaina
tongkat ini juga secara tak langsung menjadi penyebab meninggalnya Jean
Baptista Lully. Pada abad ini juga beberapa kondakter mulai menggunakan benda-
benda lain yang membantu seperti gulungan kertas, sapu tangan atau apa saja

3
yang penting aba-aba dapat terlihat jelas. Pada abad ke 17, metode aba-aba naik-
turun yang lama dari tactus (satuan kedtukan), sudah tidak memadai lagi untuk
berbagai ritme pada music Barok. Pada abad ke 18 kebiasaan modern membuat
perbedaan gerakan empat perempat dan tiga perempat sudah digunakan , namun
belum diterima secara utuh oleh masyarakat. Di era Baroq, seorang anggota
ansamble sering bertindak sebagai conductor/pengaba lewat ketukan yang
terlihat /visual. Anggota ensamble yang sering mnjadi conductor ialah pemain
biola utama menggunakan bow/busur sebagai tongkat pengaba, namun ada juga
seorang lutenist menggerakan leher instrument untuk memberi aba-aba saat mulai
ketukan, selain itu dalam pertunjukan opera sering terdapat dua conductor
keyboardist conductor atas penyanyi sementara pemain biola utama sebagai
conductor orkes. Awal abad ke 19, mereka a mulai lazim menggunakan konduktor
(secara khusu) untuk memimpin orkes. Penggunaan baton mulai lazim
digunakan . Baton digunakan pertama kali pada tahun 1974, oleh seorang
komposer Belgia yg bernama Guillime Alexis Paaris saat memimpin opera.
Kemudian baton terseburt digunakan hingga sekarang. Spohr memperkenalkan
pemberian nomor birama pada score agar proses latihan lebih mudah dan efisien.

Disamping itu, terdapat penemuan prinsip kondakting yang diberlakukan


hingga sekarang. Tokoh yang menemukan prinsip kondakting ialah Weber.
Kemudian metode kondakting tersebut diwariskan kepada Wagner. Prinsip
wagner mengatakan bahwa “music harus selalu bernyanyi, untuk itu, maka
konduktor harus bisa menentukan tempo yang tepat. Teori wagner juga
metronome merupakan suatu petunjuk yang tidak pasti.

4
BAB II

2.1. Tentang Komposer

SeGiacomo Puccini (1858-1924) adalah seorang komponis Italia.


Giacomo Puccini berasal dari keluarga yang sangat miskin. Pamannya yang
mengajarkannya bermain piano. Pada usia 19 tahun ia mendapat pekerjan
sebagai organis dan pemimpin paduan suara di tempat kelahirannya, Lucca.
Kemudian ia pergi ke Milan untuk belajar musik lebih mendalam. Ia menulis
opera yang pertama untuk suatu perlombaan tetapi ia tidak memenangkannya.
Kemudian ia menulis beberapa opera lagi dan ternyata sukses. Opera tersebut
antara lain La Boheme diproduksi tahun 1896, Tosca diproduksi tahun 1900,
Madame Butterfly diproduksi tahun 1904 dan Turandot.
Setelah orang tuanya meninggal, Puccini melarikan diri ke kota bernama
Lucca bersama wanita bernama Elvira Gemignani. Setelah itu Puccini
bersama wanita itu ke Milan dan menetap disana sampai akhir hidup Puccini.
Puccini meninggal dunia sebelum menyelesaikan karya Turandot, tetapi
karyanya kemudian diselesaikan oleh temannya Franco Alfano, dan pertama
kali dipentaskan pada tahun 1926.

5
BAB III

3.1. Analisis Kondakting

“O Mio Babbino Caro” merupakan aria yang berasal dari opera “Gianini
Schini” yang ditulis oleh Giacomo Puccini. Bagian ini dinyanyikan oleh tokoh
bernama Lauretta setelah terjadi perseteruan antara ayahnya dengan keluarga
pria yang dicintainya yakni Rinuccio. Ayah dari Lauretta tidak menyetujua
hubungan percintaan antara Lauretta dan Rinuccio. “O Mio Babbino Caro”
berisi permohonan dari Lauretta kepada ayahnya agar menyetujui hubungan
Lauretta dengan kekasihnya.
Sebagai seorang konduktor, seseorang wajib memperhatikan unsur unsur
yang terkandung dalam sebuah lagu. O Mio Babbino Caro dimainkan dalam
tangga nada As mayor dengan tanda sukat 6/8. Lagu ini dimainkan dengan
tempo Andantino dengan ukuran 120 bps. Pergerakan dinamika yang terjadi
didalam lagu adalah antara p (piano), pp (pianissimo), ppp (pianissisimo).
Komponen instrument yang digunakan untuk memainkan karya ini adalah
seperti instrument yang digunakan dalam orkes pada umunya, hanya saja
terdapat tambahan Harpa dan vokal.Melodi utama terdapat dalam instrument
music vokal, sementara instrument lain hanyalah pengiring. Untuk menyikapi
hal tersebut, konduktor harus bisa mengatur keseimbangan suara antara
instrument pengiring dan instrument yang memainkan melodi utama (vokal)
agar tidak saling menutupi.
Prelude lagu ini terdiri atas tremolo oktav yang dimainkan oleh string.
String juga berfungsi sebagai “remain melodi” karena string memainkan
melodi yang sama dengan vokal. Harpa dalam lagu ini Sementara pada bagian
akhir lagu ini terdapat dialog dengan Rinuccio.
Tanda sukat yang tertera pada lagu adalah 6/8 namun sering dikondak
dengan aba-aba legato ¾ dikarenakan kondak 6/8 terlihat terlalu mngetuk-
ngetuk , melelahkan dan akan mengganggu music itu sendiri.. Aba-aba legato
menunjukan kelembutan yang mengalir sambung menyambung dari

6
denyut ketukan ke denyut ketukan lainnya, dan jarang bergerak dalam
garis lurus melainkan dengan gerakan melengkung. Aba-aba yang legato
merupakan aba-aba yang paling cocok dengan lagu ini. Konduktor
memberikan aba-aba aktif pada ketukan ke 3 untuk memulai ketukan. Karena
lagu ini termasuk lagu yang lembut dan liris, maka tagnan kondakter harus
mengalir lembut dan a lot seperti karet bukan melamba-lambai seperti penari.
Tidak terdapat pergantian sukat dalam lagu ini, sehingga tetap diakhiri dengan
tanda sukat 6/8 namun dengan aba-aba ¾.
Lagu ini dikelompokkan kedalam jenis bentuk lagu tiga bagian. Bagian A
terdapat pada birama 1 sampai birama 8 ketukan ke 5. Bagian B terdapat pada
birama 8 ketukan ke 6 smpai birama 15 ketukan ke 5. Bagian C terdapat pada
birama 15 ketukan ke 6 sampai selesai.
Terdapat tanda fermaa pada birama 25 ketukan ke 3. Bagian ini adalah
bagian puncak dari lagu ini. Bagian ini berisi puncak permohonan seorang
Lauretta kepada ayahnya. Tanda fermata serta melodi lagu ini turut
menggambarkan bahwa lauretta sungguh-sungguh memohon kepada ayahnya
agar menyetujui hubungan Lauretta dan kekasihnya. Fermata terjadi pada
ketukan ke-4 sampai ketukan terakhir dalam birama kecuali harpa pada
ketukan terakhir birama. Durasi fermata haruslah lebih lama disbanding
dengan nilai nada asli yang diberi fermata. Fermata dalam lagu ini
dikelompokkan kedalam jenis fermaya yang tidak ditentukan panjangnya,
lama fermatanya bergantung kondakter Setelah fermata usai, konduktor
memberikan cue/ aba-aba aktif pada ketukan ke 3 untuk masuk pada ketukan
pertama.. Kondakter perlu memberikan aba-aba aktif agar tidak ada yang
saling mendahului dan agar terjadi kesinambungan antara gerakan tangan
konduktor dan music yang dimainkan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Garibaldi, Pipin, “Kondakting”(Analisis Simfoni Kelima Beethoven), Media


Kreativa, Yogyakarta,2018

Banoe, Pomo. “Kamus Musik”, Kanisius, Yogyakarta, 2002

https://www.britannica.com/biography/Giacomo-Puccini

Anda mungkin juga menyukai