Anda di halaman 1dari 3

1.

Fakor risiko
a) Gizi
Faktor gizi juga dianggap berpengaruh terhadap kejadian mola hidatidosa. Bila wanita
hamil, terutama antara hari ke-13 dan 21, mengalami kekurangan asam folat dan
histidine, sehingga dapat terjadi gangguan pembentukan thymidine, yang merupakan
bagian penting dari DNA. Akibat kekurangan gizi ini akan menyebabkan kematian
embrio dan gangguan angiogenesis, yang pada akhirnya akan menimbulkan hidropik.
b) Riw.Abortus
Ada kaitan antara riwayat abortus dengan kejadian mola hidatidosa yang semakin
meningkat. Ibu hamil dengan riwayat abortus sebelumnya, memiliki risiko 1,4 kali lebih
besar mengalami abortus pada kehamilan selanjutnya. Abortus sering kali mengakibatkan
komplikasi seperti perdarahan, infeksi, perforasi, dan syok. Pada mola hidatidosa, sebagai
tanda dan keluhan pertama penderita adalah adanya pendarahan. Oleh karena itu, antara
riwayat abortus, kejadian mola hidatidosa dan kematian ibu berkaitan satu sama lain.11
2. Patogenesis
Mola Hidatidosa komplit hanya mengandung DNA paternal sehingga bersifat androgenetik
tanpa adanya jaringan janin. Hal ini terjadi karena satu sel sperma membawa kromosom
23,X- melakukan fertilisasi terhadap sel telur yang tidak membawa gen maternal (tidak
aktif), kemudian mengalami duplikasi membentuk 46XX homozigot. Namun, fertilisasi juga
dapat terjadi pada dua spermatozoa yang akan membentuk 46XY atau 46XX heterozigot.
Secara makroskopik, pada kehamilan trimester dua Mola Hidatidosa komplit berbentuk
seperti anggur karena vili korialis mengalami pembengkakan secara menyeluruh. Pada
kehamilan trimester pertama, vili korialis mengandung cairan dalam jumlah lebih sedikit,
bercabang dan mengandung sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas hiperplastik dengan banyak
pembuluh darah.12
Mola Hidatidosa parsial merupakan triploid yang mengandung dua set kromosom paternal
dan satu set kromosom maternal, tetapi pada triploid akibat dua set kromosom maternal tidak
menjadi Mola Hidatidosa parsial. Pada Mola Hidatidosa parsial, seringkali terdapat mudigah
atau jika ditemukan sel darah merah berinti pada pembuluh darah vili korialis.12
3. Anamnesis:
Gejala Hipertiroid: Takikardia, kelelahan, gugup, kehilangan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan, diare, tremor pada tangan, dsb.
Hypertiroidisme dapat berhubungan dengan produksi TSH oleh jaringan tropholastic atau
karena kemiripan sub unit alfa dari hCG dengan TSH.
4. Diagnosa Banding
a) Kehamilan anembrionik
Kehamilan anembrionik, secara spesifik blighted ovum dapat datang dengan gejala
klinis dan temuan usg yang mirip dengan mola hidatidosa. Blighted ovum menandakan
penghentian perkembangan dari sel preembrionik atau embrionik disk sebelum
terbentuknya embrio hidup.
b) Tumor fibroid atau ovarium dengan kehamilan
Kondisi ini kadang sulit dibedakan dengan Mola Hidatidosa karena keduanya
menyebabkan ukuran uterus lebih besar dibandingkan periode gestasi.8
c) Kehamilan multiple
Mola hidatidosa komplit dapat mirip dengan kehamilan multiple karena kedua
kondisi ini dikaitkan dengan onset dari preeklampsia yaitu sebelum usia 20 minggu.8
5. Manaemen:
a) Kuretase
Merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan mola, dan sementara proses
evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCL atau RL dengan
kecepatan 40-60 tpm
b) Histerektomi
Merupakan pilihan pada wanita yang sudah cukup umur dan cukup mempunyai anak.
Karena hal ini dapat menjadi predisposisi timbulnya keganansan. Batasan yang dipakai
adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga.
6. Pemeriksaan kadar serum β-hCG serum kuantitatif
Adapun batas akhir penilaian β -hCG kuantitatif adalah:
a) Pada minggu ke-4, kadar β-hCG ≤ 1000 m IU/ml.
b) Pada minggu ke-6, kadar β-hCG ≤ 100 m IU/ml.
c) Pada minggu ke-8 kadar β-hCG ≤ 20-30 mIU/ml.
d) Pada minggu ke-12 kadar β-hCG ≤ 5 m lU/ml.

Pertanyaan:
1. Setelah post kuret, Kapan seorang wanita dapat hamil kembali? Dan jika tidak boleh hamil,
kontrasepsi apa yang sebaiknya digunakan?
Wanita yang dengan riwayat MH, dapat kembali hamil lagi setelah >1 tahun post kuret. Jadi,
tidak boleh hamil dalam 12 bulan post kuret karena reaksi kehamilan yang positif akan
menyulitkan observasi.
Untuk kontrasepsi yang di tawarkan yaitu kontrasepsi oral atau kondom selama waktu
monitoring. Kemudian bisa juga memakai pil kontrasepsi, karena dapat mencegah kehamilan
dan menekan pembentukan LH oleh hipofisis yang dapat mempengaruhi kadar HCG.
Sementara pemasangan AKDR tidak dianjurkan sampai kadar HCG tidak terdeteksi karena
dapat meningkatkan risiko perforasi rahim jika masih terdapat Mola Invasif.
2. Kenapa harus di lakukan evaluasi pada kasus MH ini?
Jadi evaluasi ini bertujuan untuk melakukan konfirmasi diagnostik apakah proses involusi
telah berjalan normal atau telah terjadi proses ke arah keganasan yang dikenal dengan
Persistent Trofoblastic Diseases secara dini.
Setelah Kuret, pasien biasanya di evaluasi selama 1 tahun. Untuk pengawasan secara ketat,
dilakukan dalam 3 bulan atau 12 minggu pertama pasca evakuasi.
Frekuensi pemantauan setiap minggu pada mola hidatidosa risiko tinggi dan setiap 2 minggu
pada mola hidatidosa risiko rendah.
3. Kapan pemeriksaan kadar HCG dilakukan?
Pemeriksaan kadar hCG pasca evakuasi mola komplit dianjurkan setiap dua minggu pasca
evakuasi, hingga terjadi normalisasi (<5 mlU/ml) hingga 3 bulan, kemudian di ikuti setiap
bulan hingga 6 bulan-12 bulan. Dengan pemeriksaan kadar hCG dapat dideteksi terjadinya
TTG pada tahap dini. Pada kasus Mola Hidatidosa Partial, pemantauan kadar hCG dilakukan
setiap 2 minggu sekali hingga kadar hCG kembali normal, kemudian dilanjutkan dengan 1
kali pemeriksaan kadar hCG tambahan untuk konfirmasi yang dilakukan pada 4 minggu
kemudian. Jika kadar hCG pada pemeriksaan tambahan tersebut normal, maka pemantauan
dianggap tuntas/komplit.8,15

Anda mungkin juga menyukai