Anda di halaman 1dari 3

“Analisis and Application of Practice Nursing theories Cheryl Tatano Beck’s: Post

Partum Depression (PPD)”

Analisis Teori Post Partum Depression dalam Keperawatan


Depresi Post Partum (PPD) merupakan gangguan mood yang menyertai setelah
melahirkan, kasus ini banyak terjadi pada ibu yang baru melahirkan namun tidak
terdiagnosis. PPD ini banyak sekali dialami oleh ibu post partum sekitar 10-15% dan 19,2 %
ibu yang baru melahirkan mengalami gejala mayor dan minor dari PPD setelah 3 bulan
pasca melahirkan, kemudian dalam studi penelitian dari 214 perempuan, 86 dilaporkan
mengalami gejala depresi (40,2%), tetapi hanya (11,7%) yang sebenarnya terdiagnosis
mengalami depresi, sedangkan dari survei lain mencatat bahwa sepertiga perempuan
mengalami depresi setelah 8 bulan melahirkan dan hal itu berlanjut sampai 12-18 bulan
kemudian. Tetapi dari keseluuhan yang mengalami depresi hanya 15% yang mau mencari
bantuan untuk di rujuk ke tenaga profesional kesehatan mental.
Banyaknya kasus PPD yang tidak terdiagnosis dikarenakan stigma masyarakat
yang beranggapan bahwa ketika seorang ibu setelah melahirkan anaknya pasti akan
merasa bahagia, senang, dan gembira dengan kedatangan buah hatinya, akan tetapi justru
mereka menyembunyikan perasaan yang dialaminya karena takut dianggap menjadi ibu
yang belum siap dan tidak bisa mengurus anaknya. Mereka merasa “kualahan” peran
barunya dalam membagi waktu dengan buah hatinya, merasa waktu tidur jadi berkurang
karena sering begadang karena anaknya menangis, gampang tersinggung, dan sulit
mengontrol emosinya, hal ini terjadi tidak hanya dialami oleh ibu post aprtum primi gravida
melainkan semua wanita beresiko untuk mengulangi terjadi PPD berikutnya setiap
melahirkan. Tentunya hal ini harus segera bisa diatasi dan di cegah sehingga tidak
menimbulkan komplikasi lebih lanjut lagi.
Gangguan mood yang dialami ibu dengan PPD merupakan sebuah gejala yang
unik, sedangkan baby blues merupakan gambaran suasana hati yang dialami ibu yang baru
melahirkan biasanya muncul pada hari ke 5 dan akan kembali setelah hari ke 10-14 post
partum ditandai dengan perasaan emosi labil, sering menangis, kecemasan, kelelahan,
insomnia, marah, sedih, dan marah. Sementara dianggap "normal," blues dapat
berkembang menjadi PPD jika gejala berlangsung lebih dari dua minggu. Inilah yang
membedakan antara PPD dengan baby blues dalam hal lamanya gejala, sedangkan terkait
kondisi baby blues tidak sampai membatasi peran sebagai seorang ibu, akan tetapi pada
PPD akan mempengaruhi kondisi fisik ibu seperti jantung berdebar-debar, perasaan panik,
keringat dingin, sesak napas, nyeri dada, pusing, ringan, mati rasa, takut mati, dan
perasaan ketidaknyataan atau kehilangan kontrol.
Apabila tidak segera di atasi akan berdampak pada kesehatan ibu dan anaknya,
selain PPD juga banyak para ibu post partum mengalami gangguan post partum psikosis
dalam sebuah penelitian mereka tidak menyadari bahwa semua bermula dari pikiran dan
perasaan mereka sendiri dan sering bertindak atas kecenderungan delusi mereka, 5% yang
mengakibatkan pembunuhan bayi dan/atau suicide. Diperkirakan yang bersalah delusi
tentang ketidakmampuan pribadi untuk merawat atau mencintai anak "altruistik"
pembunuhan bayi, dan 62% ibu yang membunuh bayinya dan pergi untuk bunuh diri.
Beberapa ahli percaya bahwa pembunuhan bayi sebenarnya adalah bagian dari rencana
bunuh diri. Meskipun hal ini cukup serius, tetapi wanita yang didiagnosa dan dirawat karena
PPD memiliki prognosis yang baik.
Kondisi PPD berdampak pada gangguan kognitif bayi dan perkembangan emosi
serta psikopatologi yang akan berdampak buruk pada anak. Ada beberapa implikasi untuk
bayi dari ibu dengan PPD diantaranya perilaku protes, kesulitan regulasi, Mereka juga
menunjukkan penurunan kontak mata, bicara, tingkat aktivitas, dan eksplorasi lingkungan.
Mereka beresiko untuk gangguan perkembangan bahasa dan kurang baik pada tes kognitif
pada usia 18 bulan bila dibandingkan dengan teman-teman mereka dari ibu non-depresi.
Efek dari PPD dapat terlihat pada anak-anak di usia 4-5 tahun anak laki-laki dengan ibu
depresi cenderung akan berpengaruh terhadap tingkat kognitif menjadi lambat bila
dibandingkan anak perempuan dan menunjukan lebih pada perilaku kekerasan. Sehingga
hal ini harus segera dikendalikan dan di obati untuk dapat mengurangi potensi negatif
bukan hanya untuk ibu tapi untuk perkembangan bayi.
Secara khusus, efek neurobiologis akan mempengaruhi perubahan hormon pada
post partum sehingga mempengaruhi alam perasaan wanita, Sebuah perbedaan yang
menarik yang membuat PPD unik dari yang lain karena ditandai ditandai dengan
kecemasan yang dominan.
Menurut Cheryl T. Beck bahwa PPD itu memiliki 4 tahapan yaitu menghadapi teror,
sekarat diri, berjuang untuk bertahan hidup, dan mendapatkan kembali kontrol. Pada
kondisi seseorang merasa menghadapi teror hal ini merupakan kondisi dimana wanita
merasa cemas yang berlebihan dan mengerikan, dan pikiran obsesif, setelah itu kondisi
sekarat diri dimana wanita merasa menjalankan tugasnya untuk mengurus anak tanpa ada
semangat hidup, dan merasa yang dialami berada pada kondisi tidak nyata, pada tahap
berjuang untuk bertahan hidup kondisi ini benar-benar butuh pendukung dan mendapatkan
kembali kontrol pada kondisi ini harus tetap dijaga untuk masa pemulihan. Dari ke empat
tahapan itu merupakan pengalaman yang dialami para wanita setelah melahirkan.
Banyak sekali beberapa faktor yang memepengaruhi terjadinya PPD akan tetapi
yang paling berkontribusi yaitu kurangnya dukungan sosial tidak memadai, rendahnya
kualitas hubungan ibu dengan pasangannya, status sosial ekonomi rendah, kurang
pendidikan. Sementara keadaan individual saja tidak mungkin dianggap sebagai faktor
risiko yang kuat, ditambahkan, situasi global nya bisa memberikan kontribusi pada
kehidupan dan perawatan anak stres yang merupakan faktor risiko utama untuk PPD.

Kasus
Sheela adalah seorang ibu 30 tahun dari empat anak yang telah menikah selama
delapan tahun. Dia tinggal bersama suami di sebuah desa kecil. Dia melahirkan anak
keempat tiga bulan sebelumnya. Kehamilan dan persalinan sudah lancar, dan bidan
tradisional yang tidak terlatih membantu persalinanya di rumah, karena kehamilan
dipandang di desanya sebagai kejadian normal yang tidak memerlukan medis. Sheela tidak
menerima perawatan antenatal atau setelah melahirkan. Selama sebulan setelah
melahirkan, Sheela merasa normal, tapi kemudian ia mulai menunjukkan perilaku tidak
biasa. Dia menjadi tertutup dan berhenti berbicara kepada siapa pun di rumah, kehilangan
minat dalam kegiatan sehari-hari dan berhenti untuk merawat anak-anaknya. orang – orang
yang berada didalam keluarga sibuk dengan kehidupan mereka sendiri dan tampak acuh
tak acuh terhadap kondisinya. Suatu hari, ketika semua anggota keluarganya telah pergi ke
ladang untuk bekerja, Sheela membakar dirinya dan berjalan keluar dari rumah dengan
kondisi tertutup api. Beberapa pria tetangga melihatnya dan berusaha mematikan api
dengan selimut. Dan salah satu dari mereka berlari untuk memanggil keluarganya di
ladang. Shela dibawake rumah sakit dengan bajai, dan dirawat unit luka bakar. Dia telah
mengalami luka bakar 63% ,delapan hari setelah masuk, ia meninggal karena shock dan
septicemias
Pertanyaan :
1. Dari kasus diatas sebagai perawat diskripsikan beberapa masalah yang dihadapi oleh
Sheela
2. Bagaimana Membedakan Post Partum Depresi dengan Depresi yang lain?
3. Jelaskan asumsi dan Intervensi Keperawatan yang dapat dilakukan
4. Sebutkan perbedaan Post Partum Depresi dengan Baby Blues

Anda mungkin juga menyukai