Anda di halaman 1dari 3

CERITA TENTANG HUJAN, SAYA DAN MOROWALI UTARA KITA

Oleh : Arief Ibrahim


Tik tik tik bunyi hujan di atas genting
Airnya turun tidak terkira
Cobalah tengok dahan dan ranting
Pohon dan kebun basah semua
Tik tik tik bunyi hujan bagai bernyanyi
Saya dengarkan tidaklah jemu
Kebun dan jalan semua sunyi
Tidak seorang berani lalu
Tik tik tik hujan turun dalam selokan
Tempatnya itik berenang-renang
Bersenda gurau meyelam-nyelam
Karena hujan berenang-renang
Ciptaan : Ibu Soed
Dulu, saat saya masih kecil saya sangat senang ketika hujan turun. Sebab dulu saya selalu
percaya bahwa ketika hujan turun ia akan selalu membawa pesan keberkahan dari langit. Dan
ketika saya masih kecil hal yang paling berkesan kala itu adalah saat hujan turun saya akan
selalu bernyanyi tik-tik bunyi hujan di atas genting airnya turun tidak terkira, cobalah tengok
dahan dan ranting, pohon dan kebun basah semua’.......
Ketika saya masih kecil, hujan juga punya banyak cerita bagi teman sebaya saya. Saat hujan
turun banyak anak kecil yang datang ke Pelabuhan kala itu, sembari menikmati guyuran
hujan yang membawa pesan keberkahan, para anak kecil menikmati hujan dengan bermain
sepak bola, Mandi-mandi dilaut (beranang dilaut), dan bercerita tentang indahnya hujan
dipinggir laut. Sungguh indah pemandangan kala itu dan mungkin pemandangan seperti itu
akan sulit didapatkan lagi sekarang.
Saat ini, ketika saya remaja cerita tentang hujan itu berubah. Hari ini ketika hujan turun
seolah-olah bagaikan Monster dari langit yang datang menyerang bumi seperti di serial
televisi anak. Setiap hujan datang saya dan mungkin kebanyakan orang di Morowali Utara
khususnya Kolonodale menyambut turunnya hujan tidak lagi dengan hati yang riang gembira
seperti lirik lagu diatas. Hari ini, ketika hujan turun hati kami bergetar dengan penuh rasa
khawatir dan cemas, sebab hari ini tak ada lagi cerita tentang pohon dan kebun, atau cerita
tentang hujan turun dalam selokan tempat itik berenang dan bersendau gurau.
Mungkin lirik lagu pada bait kedua diatas benar-benar telah menggambarkan cerita tentang
hujan hari ini : Tik tik tik bunyi hujan bagai bernyanyi, Saya dengarkan tidaklah jemu, Kebun
dan jalan semua sunyi, Tidak seorang berani lalu.
Mengapa kebun dan jalan semua sunyi dan tak ada seorang yang berani lalu? Sebab hujan di
Morowali Utara berarti rasa awas masyarakat yang semakin harus meningkat karena hujan
hari ini berarti ketakutan akan kebanjiran.

Bukan Tentang Musim Hujan Musim Kawin, Tapi Tentang Musim Hujan dan
Kesiapan
Ini bukan hanya tentang lirik lagu Zivilia “Musim Hujan Musim Kawin” yang bercerita
tentang seorang lelaki yang rela berkorban walau basah, terkena badai,dan kebanjiran asalkan
ia kawin. Tetapi, yang terpenting adalah bagaimana kesiapan kita menghadapi musim hujan.
Saat ini, menurut perkiraan BMKG kita telah memasuki musim hujan dan akan berakhir
hingga tahun depan, jadi dengan kata lain daerah-daerah di Indonesia akan lebih sering di
guyur hujan.
 
iap tak siap, semuanya harus siap. Begitu besar rasa takut akan turunnya hujan, di Ibu Kota
Jakarta telah dimulai sebuah proyek besar benteng raksasa yang bernama tanggul Giant Sea
Wall yang dari berita memakan nilai anggaran sampai Rp 500 triliun. Semuanya telah
dipersiapkan sedemikian rupa, karena di Jakarta hujan telah dipandang sebagai bencana
raksasa yang bisa merusak kehidupan masyarakat Jakarta.

Sama halnya dengan kota Bandung, begitu besarnya rasa takut akan datangnya hujan yang
menimbulkan banjir di kota Bandung dengan segala inovasinya, Bandung telah membuat Tol
Air yang telah dipasang dibebarapa kawasan yang merupakan langganan banjir. Tol air
merupakan alat penyedot air, cara kerjanya sama dengan pompa air. Alat ini dipasang di
sekitar jalan atau kawasan yang diperkirakan jadi lokasi genangan saat hujan mengguyur.
Dari beritanya Anggaran untuk pengadaan tol air ini mencapai Rp 1 miliar.

Lalu bagaimana dengan bumi Tepo Asa Aroa kita? Morowali Utara yang baru beberapa hari
lalu menggelar perhelatan hari ulang tahunnya yang ke – 3 ini, masyarakatnya menyambut
hujan dengan penuh kekhawatiran. Namun bedanya, di Jakarta dan Bandung mereka telah
siap dengan data kerja dan aksi nyata. Sepeti kata Bacon, yang selalu yakin bahwa
pengetahuan adalah kekuasaan.
Di Morowali Utara rasanya saya tidak melihat dan menemukan Bacon (Pengetahuan adalah
Kekuasaan), Pemerintah Daerah hanya menurunkan pasukannya untuk sekedar meninjau
lokasi banjir dan meminta mereka peduli kepada masyarakat yang terkena banjir.

Padahal dari informasi yang saya dapat bahwa Bupati Morowali Utara adalah seorang yang
memakai gelar Sarjana Tehnik (Tehnik Sipil) dibelakang namanya, yang artinya bahwa sosok
sarjana tehnik sipil adalah orang yang ahli dalam bangun membangun jalan, jembatan dan
bendungan untuk menanggulangi banjir. Dan sependek sepengatahuan saya bahwa bapak
Bupati Morowali Utara adalah sosok manusia yang penuh dengan sejuta rencana.

Namun terkadang sebagai seorang mahasiswa yang masih minim ilmu dan pengalaman ini,
muncul pertanyaan dibenak saya. Apakah Bupati Morowali Utara sedang kehabisan rencana?
Ataukah para pemimpin-pemimpin kita di Morowali Utara telah berubah menjadi lebih sadar
akan kekuasaan alam. Lantas menyikapi hujan cukup dengan sikap perihatin saja? Lalu apa
yang mesti kita lakukan bagi daerah kita yang melihat hujan sebagai bencana?

ADA TAKDIR dan ADA NASIB


Seperti kata bijak yang mengatakan bahwa hidup adalah pilihan. Maka perubahan itu harus
kita jemput bukan kita tunggu!
Sejak kecil saya selalu diajarkan tentang Takdir dan Nasib. Kalau Takdir adalah ketentuan
dari Tuhan yang tidak bisa kita ubah dan harus kita terima, seperti "suatu kelahiran atau suatu
kematian." Tetapi, kalau nasib bisa kita ubah dan tugas kita adalah menjemput perubahan
nasib dengan usaha yang kita punya.
Nasib tergantung pada takdir kita, tapi nasib bisa kita siasati menjadi keadaan yang lebih
baik. Mari belajar dari negeri Sakura, Jepang sangat sering mengalami gempa dan itu tidak
bisa kita ubah, tapi orang Jepang bisa menyiasati dengan membangun rumah dan gedung
yang aman dari gempa. Orang Jepang di rumah-rumah mereka menyiapkan bahan makanan
yang siap untuk dibawa ketika gempa untuk bertahan hidup terkait dengan nasib, makanya
ketika terjadi Tsunami di Jepang, korbannya lebih sedikit daripada Tsunami di Aceh. 
Bukankah juga didalam agama dijelaskan dalam surat Ar-Ra'd : 11, jelas sekali Allah
mengatakan bahwa: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan (nasib) suatu
bangsa sehingga bangsa itu mau mengubah keadaan (nasib) yang ada pada mereka sendiri".
Sekarang, sudah saatnya kita masyarakat Morowali Utara dan utamanya pemerintah daerah
agar sedikit berpikir dan saling berkolaborasi untuk menciptakan ruang kehidupan yang lebih
baik. Marilah mulai dengan mengontrol rasa dan hasrat ingin memiliki, penaklukan dan
tindakan-tindakan menzalimi alam hanya akan membuat bencana. 
Sebab, tugas kita hari ini bukan untuk melawan alam apalagi menjadikan alam sesuatu untuk
kita taklukkan. Agar kelak hujan bukan lagi ibarat Monster seperti diserial Tv anak tetapi
hujan kembali menjadi sebuah keberkahan untuk kita. Dan pada saat 5 atau 10 tahun yang
akan datang kita katakan pada anak dan cucu kita bahwa kita bukan merupakan bagian dari
perusak alam dan hari ini nikmatilah hujan yang turun seperti lagu yang dibuat oleh ibu
Soed, "cobalah tengok dahan dan ranting, pohon dan kebun basah semua".

Anda mungkin juga menyukai