Bukan Tentang Musim Hujan Musim Kawin, Tapi Tentang Musim Hujan dan
Kesiapan
Ini bukan hanya tentang lirik lagu Zivilia “Musim Hujan Musim Kawin” yang bercerita
tentang seorang lelaki yang rela berkorban walau basah, terkena badai,dan kebanjiran asalkan
ia kawin. Tetapi, yang terpenting adalah bagaimana kesiapan kita menghadapi musim hujan.
Saat ini, menurut perkiraan BMKG kita telah memasuki musim hujan dan akan berakhir
hingga tahun depan, jadi dengan kata lain daerah-daerah di Indonesia akan lebih sering di
guyur hujan.
iap tak siap, semuanya harus siap. Begitu besar rasa takut akan turunnya hujan, di Ibu Kota
Jakarta telah dimulai sebuah proyek besar benteng raksasa yang bernama tanggul Giant Sea
Wall yang dari berita memakan nilai anggaran sampai Rp 500 triliun. Semuanya telah
dipersiapkan sedemikian rupa, karena di Jakarta hujan telah dipandang sebagai bencana
raksasa yang bisa merusak kehidupan masyarakat Jakarta.
Sama halnya dengan kota Bandung, begitu besarnya rasa takut akan datangnya hujan yang
menimbulkan banjir di kota Bandung dengan segala inovasinya, Bandung telah membuat Tol
Air yang telah dipasang dibebarapa kawasan yang merupakan langganan banjir. Tol air
merupakan alat penyedot air, cara kerjanya sama dengan pompa air. Alat ini dipasang di
sekitar jalan atau kawasan yang diperkirakan jadi lokasi genangan saat hujan mengguyur.
Dari beritanya Anggaran untuk pengadaan tol air ini mencapai Rp 1 miliar.
Lalu bagaimana dengan bumi Tepo Asa Aroa kita? Morowali Utara yang baru beberapa hari
lalu menggelar perhelatan hari ulang tahunnya yang ke – 3 ini, masyarakatnya menyambut
hujan dengan penuh kekhawatiran. Namun bedanya, di Jakarta dan Bandung mereka telah
siap dengan data kerja dan aksi nyata. Sepeti kata Bacon, yang selalu yakin bahwa
pengetahuan adalah kekuasaan.
Di Morowali Utara rasanya saya tidak melihat dan menemukan Bacon (Pengetahuan adalah
Kekuasaan), Pemerintah Daerah hanya menurunkan pasukannya untuk sekedar meninjau
lokasi banjir dan meminta mereka peduli kepada masyarakat yang terkena banjir.
Padahal dari informasi yang saya dapat bahwa Bupati Morowali Utara adalah seorang yang
memakai gelar Sarjana Tehnik (Tehnik Sipil) dibelakang namanya, yang artinya bahwa sosok
sarjana tehnik sipil adalah orang yang ahli dalam bangun membangun jalan, jembatan dan
bendungan untuk menanggulangi banjir. Dan sependek sepengatahuan saya bahwa bapak
Bupati Morowali Utara adalah sosok manusia yang penuh dengan sejuta rencana.
Namun terkadang sebagai seorang mahasiswa yang masih minim ilmu dan pengalaman ini,
muncul pertanyaan dibenak saya. Apakah Bupati Morowali Utara sedang kehabisan rencana?
Ataukah para pemimpin-pemimpin kita di Morowali Utara telah berubah menjadi lebih sadar
akan kekuasaan alam. Lantas menyikapi hujan cukup dengan sikap perihatin saja? Lalu apa
yang mesti kita lakukan bagi daerah kita yang melihat hujan sebagai bencana?