Anda di halaman 1dari 24

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

SISTEM KARDIOVASKULAR

Dosen Pengampu:
Ns.Dewi Masyitah, S.Kep, M.Kep, Sp.KMB

Kelompok 4 :

1. Desi angraini (PO71202200023)


2. Evi elakhiri (PO71202200017)
3. Fauzan helmi (PO71202200041)
4. Maisyarah (PO71202200032)
5. Muhammad idris (PO71202200039)
6. Rizqi afifah (PO71202200004)
7. Robiyanti (PO71202200014)

PROGRAM STUDI FROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
TAHUN 2020

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada dua kali pengukuran dengan selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat / tenang (Kemenkes RI,2013). Menurut World

Health Organization, tekanan darah adalah kekuatan yang diberikan oleh sirkulasi darah ke

dinding-dinding arteri tubuh, pembuluh darah utama dalam tubuh. Hipertensi disebut sebagai the

silent killer karena gejalanya sering tanpa keluhan.Biasanya penderita tidak mengetahui kalau

dirinya mengidap hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi (WHO, 2013).

Jumlah penderita hipertensi didunia terus meningkat setiap tahunnya. Diperkirakan pada

tahun 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi dan 9,4 juta orang diperkirakan

setiap tahun meninggal akibat hipertensi dan komplikasi. Menurut American Heart Association

(AHA), penduduk Amerika yang berusia di atas 20 tahun menderita hipertensi mencapai angka

hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya.

Prevalensi hipertensi di Indonesia meningkat dari 25,8% pada tahun 2013 menjadi 34,11% pada

tahun 2018. (Kemenkes RI, 2018). Hipertensi berkembang menjadi masalah kesehatan yang

lebih serius, bahkan dapat menyebabkan kematian, tingkat keberhasilan pengobatan penderita

hipertensi ditandai dengan terkontrolnya tekanan darah yang dipengaruhi oleh kepatuhan

penderita dalam minum obat hipertensi.


Berdasarkan hasil penelitian Sholehah A (2016), tentang Hubungan kepatuhan minum obat

anti hipertensi terhadap tekanan darah pasien hipertensi di desa salam rejo, keberhasilan

penderita dalam pengobatan hipertensi banyak yang mempengaruhi proses pengontrolan tersebut

salah satu faktor keberhasialan pengontrolan yaitu kepatuhan penderita dalam minum obat.

Berdasarkan hasil penelitian Fitra Y (2016), tentang Dukungan keluarga memengaruhi

kepatuhan penderita hipertensi, dukungan keluarga yang baik pada penderita hipertensi adalah

penderita yang mendapat dukungan dalam bentuk informasi, dukungan penilaian, dukungan

instrumental dan dukungan emosional. Dukungan yang baik dari keluarga kepada penderita

hipertensi maka akan semakin patuh penderita untuk berobat dalam hal ini yaitu mengkonsumsi

obat yang telah ditentukan. Dukungan keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan

penderita hipertensi, karena penderita hipertensi akan merasa ada yang memperhatikan dan

mengawasinya (Fitra Y, 2016).

Berdasakan penelitian Nurhayati L (2019), tentang Dukungan keluarga terhadap kepatuhan

kontrol pengobatan pasien hipertensi.Dukungan keluarga diartikan sebagai kesediaan anggota

keluarga untuk memberikan bantuan kepada anggota keluarga yang menderita

hipertensi.Keluarga merupakan support system utama bagi pasien hipertensi dalam

mempertahankan kesehatannya, keluarga memegang peranan penting dalam perawatan maupun

pencegahan. Dukungan keluarga memiliki peranan penting dalam proses pengawasan,

pemeliharaan dan pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi di rumah. Dalam melakukan

terapi keluarga memiliki kontribusi yang cukup berarti dan sebagai faktor penguat yang

mempengaruhi kepatuhan penderita (Nurhayati L, 2019).

Kepatuhan dalam pengobatan (medication compliance) adalah mengkonsumsi obat

hipertensi yang diresepkan dokter dengan dosis yang tepat, dalam pengobatan akan efektif
apabila mematuhi ketentuan dalam meminum obat. Berdasarkan hasil penelitian Yulike dkk

(2017), tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan berobat pada penderita

hipertensi.Kepatuhan pengobatan pasien hipertensi merupakan hal penting karena hipertensi

merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi harus selalu dikontrol agar tidak terjadi

komplikasi. Ketidakpatuhan dalam minum obat hipertensi dapat menyebabkan kekambuhan

sehingga terjadi peningkatan jumlah penderita hipertensi yang mengunjungi rumah sakit ( Yulike

dkk, 2017 ).

Obat antihipertensi berperan dalam menurunkan angka kejadiaan komplikasi yang bisa

terjadi akibat tidak stabilnya tekanan darah pasien.Dampak penyakit hipertensi berkembang

setiap tahun dan menyebabkan banyak komplikasi, tekanan darah berlebihan dapat mengeraskan

pembuluh darah, mengurangi aliran darah dan oksigen ke jantung.Tekanan yang meningkat dan

aliran darah yang berkurang ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti stroke, penyakit

jantung koroner hingga gagal ginjal.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan kajian literature tentang Hubungan

Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Hipertensi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Hipertensi ?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Gambaran Konsep Dasar Hipertensi ?
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Definisi

Tekanan darah tinggi adalah kondisi medis tekanan darah seseorang yang meningkat

secara kronis, seseorang disebut penderita hipertensi jika tekanan darah dalam arteri

meningkat secara kronik.Biasanya hipertensi terjadi pada seseorang dengan tekanan darah

sistolik diastoliknya ≥ 140/90 mmHg (Sutanto, 2010:9).

Menurut World Health Organization, tekanan darah adalah kekuatan yang diberikan oleh

sirkulasi darah ke dinding-dinding arteri tubuh, pembuluh darah utama dalam tubuh (WHO,

2019 ). Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah

sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (Asikin M & Nuralamsyah M,

2016:74).Hipertensi merupakan penyakit degeneratif yang banyak terjadi dan mempunyai

tingkat mortalitas yang cukup tinggi serta mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas

(Masriadi, 2016:362). Hipertensi adalah salah satu jenis penyakit pembunuh paling dahsyat di

dunia saat ini( Damayanti D, 2013:125).


2. Etiologi

a. Genetika (Keturunan)

Faktor keturunan memang meiliki peran yang besar terhadap munculnya hipertensi,

menurut ahli kesehatan sebagian besar kasus hipertensi saat ini dipengaruhi oleh fakor

keturunan (Sutanto, 2010:13). Seseorang yang memiliki

kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita hipertensi (Padila, 2013:357).

b. Usia

Semakin bertambahnya usia kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga

semakin besar, prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Hilangnya

elastisitas jaringan dan anterisklerosis serta pelebaran pembuluh darah yang merypakan

faktor penyebab terjadinya hipertensi pada usia tua (Sutanto, 2010:15).

c. Stress

Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung

sehingga merangsang aktivitas saraf simpatis yang dapat meningkatan tekanan darag secara

bertahap. Sehingga jika stress terjadi berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah

menjadi tinggi. Stress dapat berhubungan dengan pekerjaan, ekonomi dan karakteristik

personal. Hipertensi yang diakibat oleh stress lebih banyak dialami oleh masyarakat

perkotaan dibandingkan masyarakat perdesaan (Sutanto, 2010:14).

d. Asupan garam berlebih

Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi,

pengaruh garam terhadap hipertensi adalah peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan
tekanan darah (Sutanto,2010:16). Jika asupan garam kurang dari 3 gram perhari, prevalensi

hipertensi hanya beberapa persen saja. Sementara jika asupan garam antara 5-15 gram

perhari, maka prevalensi akan meningkat 5-15% (Helmanu K & Ulfa N, 2015:369).

e. Pola hidup

Pola hidup yang tidak sehat juga menjadi sebab peningkatan tekanan darah, faktor-

faktor yang dapat menyebabkan timbulnya gangguan atau kerusakan pada pembuluh darah

akan berperan terhadap munculnya penyakit hipertensi (Sutanto,2010:16). Diantaranya

tingginya kolestrol dalam darah, mengonsumsi minuman beralkohol, obesitas, pola makan

yang tidak seimbang dan kurang olahraga (Asikin M & Nuralamsyah M, 2016:76).

f. Kebiasaan merokok

Merokok meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme pelepasan norepinefrin

dari ujung-ujung saraf adrenergic yang dipacu oleh nikotin.Risiko merokok berkaitan dengan

jumlah rokok yang dihisap per hari, seseorang yang merokok lebih dari satu bungkus perhari

memiliki kerentanan dua kali lebih besar dari pada yang tidak merokok.Merokok merupakan

faktor risiko yang potensial untuk ditiadakan di Indonesia, khususnya dalam upaya melawan

arus peningkatan hipertensi dan penyakit kardiovaskuler pada umumnya (Helmanu K & Ulfa

N, 2015:369).

g. Obat-obatan

Obat pencegah kehamilan, steroid dan obat anti infeksi dapat meningkatkan tekanan

darah. Beberapa obat menaikkan kadar insulin, dalam kadar tinggi insulin dapat

meningkatkan tekanan darah. Penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang

mengakibatkan tekanan darah naik secara permanen (Sutanto, 2010:17).

3. Patofisiologi
Perubahan sistem kardiovaskular, neuromuskular dan ginjal sangat berperan dalam

peningkatan tekanan darah, tubuh memiliki sistem untuk mengendalikan tekanan

darah.Meningkatnya tekanan darah didalam arteri terjadi ketika jantung memompa lebih kuat,

sehingga mengalirkan lebih banya cairan pada setiap detiknya.Arteri besar kehilangan

kelenturannya dan menjadi kaku, dengan demikian pada setiap denyut jantung darah dipaksa

melalui pembuluh yang lebih sempit (Sutanto, 2010:10).

Peningkatan tekan darah juga disebabkan beberapa faktor, Pertama yaitu pengendalian

oleh ginjal, ginjal bertanggung jawab untuk penyesuaian tekanan darah dalam jangka panjang

melalui sistem renin angiotensin. Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa

cara,yaitu jika tekanan darah meningkat ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air

yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan akan mengembalikan tekanan darah

ke normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilnkan enzim yang

disebut renin, yang memicu pembentukan hormone angiotensi selanjutnya akan memicu

pelepasan hormon aldosteron yang meningkatkan pembuangan kalium oleh ginjal (Helmanu

K & Ulfa N, 2015:365).

Kedua yaitu sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi

tubuh secara otomatis). Sistem saraf simpatis yang akan meningkatkan tekanan darah selama

respon flight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar), meningkatkan

kecepatan dan kekuatan denyut jantung serta mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi

memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka), mengurangi pembuangan air

dan garam oleh ginjal sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh. Sistem saraf

simpatis akan melepaskan hormon adrenalin dan nonadrenalin yang merangsang jantung dan
pembuluh darah untuk sirkulasi darah lebih cepat atau lebi lambat (Helmanu K & Ulfa N,

2015:366).

a. Hipertensi stadium labil (Labile Essential Hypertension)

Tekanan emosi akan meningkatkan aktivitas saraf otonom dan menyebabkan kenaikan

tekanan darah, akibat vasokonstriksi arteriol post-glomerulus. Vasokontsriksi dari

pembuluh darah ginjal arteriol post-glomerulus menimbulkan retensi sodium,

mengakibatkan kenaikan volume plasma (VP) dan volume cairan ekstraseluler (VCES) dan

kenaikan tekanan pengisian atrium, akhirnya volume sekuncup meningkat.Kenaikan

volume sekucup menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah tepi dan kemudian

menyebabkan kenaikan tekanan darah. Proses ini akan berlangsung terus walaupun tekanan

emosi telah hilang.

b. Hipertensi stadium menetap (Fixed Essential Hypertension)

Pada stadium menetap telah terdapat perubahan-perubahan struktur dinding pembuluh

darah yang tidak reversible, berupa hyperplasia, hialinisasi dan fibrinoid.Perubahan-

perubahan dinding ini menyebabkan penyempitan lumen, diikuti dengan kenaikkan friksi

filtrasi dan vaskulatur renal rsustan dan persisten (Syamsudin, 2011:29).

4. Klasifikasi Hipertensi

a. Klasifikasi berdasarkan etiologi

1) Hipertensi Esensial

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktor yang timbu terutama karena

interaksi antara faktor risiko tertentu, faktor utama yang menyebabkan hipertensi

esensial adalah genetic dan lingkungan.

2) Hipertensi sekunder
Suatu kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi akibat penyakit lain,

seperti gagal jantung, gagal ginjal dan gangguan tiroid (Syamsudin, 2011:29).

b. Klasifikasi berdasarkan derajat

1) Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII (The Joint National

Committee On Prevention, Detection Evaluation and Treatment Of High Blood

Preassure)

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII

Tekanan Tekanan
Klasifikasi Tekanan
No. Darah Sistolik Darah Diastolik
Darah
(mmHg) (mmHg)
1. Optimal < 120 < 80
2. Normal < 130-139 85-89
3. Hipertensi stadium I 140-159 90-99
4. Hipertensi stadium II 160-179 100-109
5. Hipertensi stadium II > 180 > 110

5. Manifestasi Klinis

Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent killer karena berawal dari

banyaknya orang yang tidak sadar telah mengidao penyakit hipertensi sebelum melakukan

pemeriksaan tekanan darah.Gejala-gejala mulai di rasakan oleh penderita hipertensi dengan

tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Gejala yang dirasakan pederita hipertensi antara lain sebagai

berikut :

a. Nyeri kepala

b. Pusing/migran

c. Rasa berat di tengkuk

d. Sulit untuk tidur


e. Mudah marah

f. Mudah lelah

g. Mata berkunang-kunang (Sutanto, 2010:2).

6. Komplikasi

a. Stroke

Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling konsisten.Hipertensi merupakan faktor

risiko stroke yang dapat meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat. Peningkatan tekanan

darah akan lebih mempercepat terjadinya plaque, lapisan endotel pembuluh darah akan

rusak sehingga memudahkan terjadinya pecahnya plaque yang kemudian terbentuklah

thrombus. Thrombus dapat menyumbat pembuluh darah secara lokal atau pecah menjadi

emboli dan kemudian masuk ke salam sistem serebrovaskular.

Pecahnya pembuluh darah akan mengakibatkan perdarahan intraserebral,

intraventikular dan subarkanoidal, terjadilah stroke hemorrhage yang akan menyebabkam

terjadinya deficit neurologic. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau subaraknoid

sehingga jaringan yang terletak didekatnya akan tergeser dan tertekan. Stroke meningalkan

gejala sisa tergantung lokasi terjadi perdarahan, seperti kelumpuhan salah satu sisi tubuh,

lumpuh pada salah satu sisi wajah dan tonus otot lemah atau kaku (Helmanu K & Ulfa N,

2015:371).

b. Diabetes Mellitus

Diabetis nefropati atau diabetes yang menyebabkan kerusakan pada jaringan saraf bisa

muncul sebagai komplikasi hipertensi.Progresivitas diabetic nefropati meningkat


sehubungan dengan peningkatan tekanan darah pada penderita diabetes mellitus. Insulin

yang tidak bekerja ini tidak akan dirombak menjadi apapun akan tetap berada dalam

bentuk insulin. Insulin berlebih iniah yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada

penderita diabetes mellitus (Helmanu K & Ulfa N, 2015:373).

c. Ginjal

Terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan darah tinggi pada pembuluh kapiler

ginjal, rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke unit fungsiona ginjal. Nefron akan

terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian, protein akan keluar melalui

urin sehingga tekanan osmotik kolid plasma berkurang dan menyebakan oedema yang

sering dijumpai pada hipertensi kronik (Masriadi, 2016:368).

d. Mata

Adanya gangguan dalam tekanan darah akan menyebabkan perunahan-perubahan

dalam retina pada belakang mata. Pemeriksaan mata pada penderita hipertensi berat dapat

ditemukan kerusakan seperti, penyempitan pembuluh darah kecil pada retina dan

pembengkakkan saraf mata (Wulandari A& Susilo, 2011:70).

7. Pencegahan

Tara E (1999) dalam Masriadi (2016:369) menyatakan bahwa pencegahan terhadap

hipertensi dapat dikategorikan menjadi 4 tingkatan :

a. Pencegahan Primordial

Usaha pencegahan predisposisi terhadap faktor yang menjadi risiko hipertensi, seperti

adanya peraturan pemerintah membuat peringatan pada rokok dan melakukan senam

kesegaran jasmani untuk menghindari terjadinya hipertensi.

b. Pencegahan Primer
Upaya pencegahan sebelum seorang penderita terserang hipertensi, pencegahan

dilakukan melalui pendekatan seperti penyuluhan mengenai faktor risiko hipertensi, kiat

terhindar dari hipertensi dengan cara menghindari merokok, konsumsi alkohol, obesitas,

stress dan lainnya.

c. Pencegahan Sekunder

Upaya pencegahan yang di tujukan pada penderita yang sudah terserang agar tidak

menjadi lebih berat, tujuannya yaitu ditekankan pengobatan penderita hipertensu untuk

mencegah penyakit hipertensi kronis.

d. Pencegahan Tersier

Pencegahan terjadinya komplikasi berat yang akan menimbulkan kematian,

pencegahan tersier ini mengobati agar tidak timbulnya komplikasi kardiovaskuler seperti

infark jantung, stroke dan lainnya. Terapi pada pencegahan ini di upayakan dalam

merestorasi jaringan yang sudah mengalami kelainan atau sel yang sudah rusak akibat

hipertensi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Identitas
a. Jenis kelamin : Hipertensi berkaitan dengan jenis kelamin laki-laki dan usia. Namun,
pada usia tua, risiko hipertensi meningkat tajam pada perempuan dibandingkan laki-
laki. Laki-laki obesitas lebih mempunyai risiko hipertensi lebih besar dibandingkan
dengan perempuan obesitas dengan berat badan sama. Di Kamerun utara, pravelensi
hipertensi pada perempuan (51,7%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (48,7%).
Hormone seks berkontribusi terhadap perbedaan gender dalam control tekanan darah.
55% perempuan hipertensi berusia >40 tahun. Hipertensi berat sebanyak 88,5%. Usia.
(Pikir dkk, 2015)
b. Usia : Jumlah penduduk berusia diatas 65 tahun meningkat secara cepat, pada kurang
dari 30 tahun, satu dari 5 orang di Amerika Serikat akan berusia diatas 65 tahun
(Spillman dan Lubizt, 2000). Tekanan darah sistolik meningkat progresif sesuai usia
dan orang lanjut usia dengan hipertensi merupakan risiko besar untuk penyakit
kardiovaskuler.(Pikir dkk, 2015)
c. Ras : orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung mempunyai tekanan darah lebih
tinggi bila dibandingkan bukan dengan kulit hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009) dan
keseluruhan angka mortalitas terkait hipertensi lebih tinggi dari pada kulit hitam. Pada
multiple risk factor intervention trial, yang melibatkan lebih dari 23.000 laki-laki kulit
hitam dan 325.000 laki-laki kulit putting yang dipantau selama 10 tahun, didapatkan
suatu perbedaan rasial yang menarik: anggota mortalitas penyakit jantung koroner
lebih rendah pada laki-lak kulit hitam dengan tekanan diastolic melebihi 90 mmHg
dibandingkan pada laki-laki kulit putih.

Status kesehatan saat ini


a. Keluhan Utama
Fatingue, lemah, dan sulit bernapas.Temuan fisik meliputi peningkatan frekuensi
denyut jantung, disritmia, dan takipnea.
b. Alasan masuk rumah sakit
Alasan masuk rumah sakit dikarenakan pasien memiliki keluhan lemah, sulit
bernapas, dan kesadaran menurun.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala yaitu sakit
kepala, kelelahan, selah, susah nafas, mual, gelisah, kesadaran menurun, pengelihatan
menjadi kabur,  tinnitus (telinga berdenging), palpitasi (berdebar-debar), kaku kuduk,
tekanan darah diatas normal, gampang marah. (Nurarif & Kusuma, 2015, p. 103)

Riwayat kesehatan terdahulu


a. Riwayat penyakit sebelumnya
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya.Misalnya : klien pernah memiliki riwayat penyakit gagal ginjal dan klien
mengalami sakit yang sangat berat. 
b. Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi pada orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga sekitar 15-
35%.Suatu penelitian pada orang kembar, hipertensi terjadi 60% laki-laki dan 30-
40% perempuan. Hipertensi usia dibawah 55 tahun terjadi 3,8 kali lebih sering pada
orang dengan riwayat hipertensi keluarga
c. Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi yaitu
Pengobatan anti hipertensi :
1. Diuretic : semua deuretik menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan
ekskresi natrium urin dan dengan mengurangi volume plasma, volume cairan
ekstraseluler, dan curah jantung. Mereka dapat menurunkan tekanan darah dengan
mengurangi volume vascular, seperti ditunjukkan dalam sebuah studi oleh Gifford
dan kawan-kawan dari 25 pasien.
2. Angiotensin : angiotensin II bekerja secara langsung pada dinding pembuluh dara,
menyebabkan hipotrofi medial, menstimulasi pertumbuhan jaringan ikat, dan
meruksak endotel yang berujung pada aterosklerosis(Pikir dkk, 2015, p. 219)

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
a. Kesadaran
Seorang pasien yang terkena hipertensi kesadarannya adalah sadar dan juga dapat
mengalami penurunan kesadara.
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada khasus hipertensi tekanan darah
yang dimiliki oleh penderita hipertensi  systole diatas 140 mmHg dan tekanan diastole
diatas 90 mmHg
b. Nadi
Meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan denyut nadi atau
tidak ada denyut nadi pada beberapa area seperti arteri popliteal, posterior tibia.
Body system
a. Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan pernafasan pada
saat berbaring ), PND, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan
fisik meliputi sianosis, pengunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara napas
tambahan (ronkhi rales, wheezing) 
b. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi : gerakan dinding abnormal
Palpasi : denyut apical kuat
Perkusi :denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
Auskultasi : denyut jantung takikardia dan disritmia, bunyi jantung S2 mengeras S3
(gejala CHF dini). Murmur dapat terdengar jika stenosis atau insufisiensi katup.
c. Sistem persarafan
Melaporkan serangan pusing/ pening, sakit kepala berdenyut di suboksipital, episode
mati-rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi nadan. Gangguan visual (diplopia-
pandangan ganda atau pandangan kabur) dan episode epistaksis 
d. Sistem perkemihan
Temuan fisik produksi urine <50 ml/jam atau oliguri
e. Sistem pencernaan
Melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat pemakaian
deuretik.Temuan fisik fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema,
kongesti vena, distensi vena jugularis, dan glikosuria. 
f. Sistem integument
Suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2 detik), sianosis,
diaphoresis, atau flusing
g. Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leher
h. Sistem endokrin
Pada pasien dengan hipertensi biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada sistem
endokrin 
i. Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra cranial) pada saat
melakukan hubungan seksual dan terjadi gangguan reproduksi pada ibu hamil yang
memiliki hipertensi
j. Sistem penginderaan
Pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri edema atau
papiledema (eksudat atau hemoragi) tergantung derajat lamanya hipertensi 
k. Sistem imun
Pada pasien hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh 

Pemeriksaan penunjang
a. Hitung darah lengkap : pemeriksaan hemoglobin, hematokrit untuk menilai
viskositas dan indicator faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia
b. Kimia darah
c. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan perununan perfusi atau faal renal
d. Serum glukosa : hiperglisemia (diabetes mellitus adalah presipitator hipertensi)
akibat dari peningkatan kadar katekolamin
e. Kadar kolsterol atau trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposisi
pembentukan plaque atheromatus
f. Kadar serum aldesteron : menilai adanya aldosteronisme primer
g. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme yang berkontribusi
terhadap vasokontriksi dan hipertensi
h. Asam urat : hiperuricemia merupakan implikasi faktor risiko hipertensi
i. Elektrolit
j. Serum potassium atau kalium (hipokalemia mengindikasikan adanya aldosteronisme
atau efek samping terapi deuretik)
k. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi
l. Urine
m. Analisis urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengidentifikasikan difusi
renal atau diabetes
n. Urine VMA : peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma
o. Steroid urine : peningkatan kada mengindikasikan hyperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, Sindrom Cushing’s kadar rennin juga
meningkat

Pemeriksaan Laboratorium

a. Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas)
dan dapat mengidentifikasikan faktor risiko seperti : Hipokoagubilitas, anemia.
b. BUN/ keratinin : memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal
c. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada DM
2. Diagnosa Keperawatan
a.Penurunan Curah Jantung
b.Nyeri Akut
c.Intoleransi Aktivitas

3. Intervensi
a. Penurunan curah jantung
Tujuan
Menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan oleh efektivitas pompa
jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen, jantung serebral, selular,
perifer, dan pulmonal); dan status tanda-tanda vital
Kriteria hasil
1.Mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
2.Mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN) dan
keratin plasma dalam batas normal
3.Mempunyai warna kulit yang normal
4. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas fisik (mis. Tidak
mengalami dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
5. Menjelaskan diet, obat, aktivitas, dan batasan yang diperlukan (mis. Untuk
penyakit jantung)
6. Mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat dilaporkan
Intervensi
1. Kaji dan dokumentasikan tekanan darah, adanya sianosis, status pernapasan, dan
status mental
2. Pantau tanda kelebihan cairan (mis. Edema dependen, kenaikan berat badan)
3. Kaji toleransi aktifitas pasien dengan memerhatikan adanya awitan napas
pendek, nyeri, palpitasi, atau limbung
4. Evaluasi respon psien terhadap terapi oksigen
5. Kaji kerusakan kognitif
b. Nyeri akut
Tujuan
Memperlihatkan pengendalian nyeri, yan dibuktikan oleh indicator sebagai berikut
(sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu).
Kriteria hasil
1.Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untukmencapaiKenyamanan
2.Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang (dengan skala 0-10)
3.Melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologi
4.Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi
faktor tersebut
5.Melaporkan nyeri kepada penyedia layanan kesehatan
6.Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesic dan non analgesic
secara teapat
7.Tidak mengalami gangguan dalam frekuensi pernapasan, denyut jantung, atau
tekanan darah
8.Mempertahankan selera makan yang baik
Intervensi
1. Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan onformasi pengkajian.
2. Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala 0 sampai 10
(0= tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10= nyeri berat)
3. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
4. Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri respon
pasien
5. Dalam mengkaji pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien

c. Intoleransi aktivitas
Tujuan
Menoleransi aktivitas yang bisa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas,
ketahanan, penghematan energy, tingkat kelelahan, energy psikomotorik, istirahat,
dan perawatan diri
Kriteria hasil
1. Mengidentifikasi aktivitass atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dapat
mengakibatkan intoleran aktivitas
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang dibutuhkan dengan peningkatan denyut
jantung, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah serta memantau pola dalam
batas normal
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktivitas (uraikan tingkat yang
diharapkan dari daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang kebutuhan oksigen, obat dan
atau peralatan yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas
5. Menampilkan aktivitas kehidupas sehrihari (AKS) dengan beberapa bantuan (mis,
eliminasi dengan bantuan ambulasi tuntuk kekamar mandi)
6. Menampilkan managemen pemeliharaan rumah dengan bantuan (mis,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu)
Intervensi NIC
1. Kaji tingkat kemmpuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
2. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
3. Evaluasi metovasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas

BAB III
TINJAUAN KASUS

Seorang laki-laki Bapak T berumur 58 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering
sakit kepala dankadang-kadang mimisan sejak 5 hari yang lalu.Hasil pengkajian didapatkan data
tinggi badan 158 cm, berat badan 73 Kg, tekanandarah 180/110 mmHg.Hasil pemeriksaaan
laboratorium menunjukan gula darah sewaktu 138mg/dlRiwayat penyakit keluarga orang tua
menderita hipertensi dan stroke. Bapak T diberikan obat amlodipin 1 x 5 mg dan captopril 2 x 25
mg. Perawat menganjurkan untuk mengurangi konsumsi makanan asin dan mengingatkan
control sebulan lagi.
Setelah satu bulan, tekanan darah masih tinggi dan dokter menaikkan dosis obat yaitu
amlodipin 1 x 10 mg dan captopril 2 x 25 mg dankontrol satu bulan lagi. Sebulan kemudian
tekanan darah Bapak T juga masih tinggi.Dosis obat dinaikkan yaitu captopril 2 x 50 mg dan
hasil evaluasi tekanan darah setelah satu bulan belum juga mencapai target.Dokter merujuk
Bapak T ke rumah sakit.
Hasil pemeriksaan laboratorium di RS didapatkan kolesterol total 250 mg/dl. LDLkolesterol
220 mg/dl, ureum 60 mg/dl dan kreatinin 2,0 mg/dl. Hasil foto toraks didapatkan CTR> 50% dan
pada EKG didapatkan RV1 + SV5 > 35 mm. Dokter menambakan obat tiazid 1x 25 mg.

1.Pengkajian
Identitas
Nama : Bapak T
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Keluhan Utama : Sakit kepala dankadang-kadang mimisan sejak 5 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Sakit kepala dankadang-kadang mimisan sejak 5 hari yang lalu, tekanandarah 180/110
mmHg.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Orang tua menderita hipertensi dan stroke

Pemeriksaan Fisik
TD :180/110 mmHg
TB :158 cm
BB :73 Kg

Terapi
Amlodipin 1x 10 mg
Captopril 2 x 25 mg
Tiazid 1 x 25 mg

Data Penunjang
GDS Sewaktu 138 mg/dl
Kolesterol total 250 mg/dl
LDL kolesterol 220 mg/dl,
Ureum 60 mg/dl
Kreatinin 2,0 mg/dl.
Hasil foto toraks didapatkan CTR> 50%
EKG didapatkan RV1 + SV5 > 35 mm

Analisa Data
Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan
1 DS : Perubahan afterload Penurunan Curah
Pasien mengatakan Jantung
sering sakit kepala dan
kadang-kadang mimisan
sejak 5 hari yang lalu.

DO :
TD : 180/110 mmHg
Hasil foto toraks
didapatkan CTR> 50%
EKG didapatkan RV1
+ SV5 > 35 mm
2 DS :

DO :

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan Curah Jantung b.d peningkatan afterload
b.
3. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1 Penurunan 1. Mimisan hilang 1. Monitor tanda-tanda
Curah Jantung b.d 2. denyut teratur vital secara
peningkatan rutin
3. sakit kepala hilang
afterload 2. Monitor EKG
4. tekanan darah 3. Monitor
terkontrol keseimbangan
cairan
4. Monitor nilai
laboratorium
5. Evaluasi pasien
terhadap
distritmia
2

Anda mungkin juga menyukai