Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah
tangga.
Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± 12.000 orrang per tahun (Chairudin,
1998). Taruma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-masalah sebagai
berikut.
1. Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma.
2. Resiko kematian yang tinggi.
3. Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja.
4. Kecatatan sementara dan permanen.
Di masyarakat, seorang perawat/Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma
muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulan
suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem muskuloskletal dengan melakukan
penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang
lebih besar. Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian.
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur disekitarnya dan
struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering
terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan asuhan keperawatan kegawat daruratan
pada pasien trauma muskuloskletal
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami definisi dari trauma muskuloskeletal?
b. Mampu memhami Mekanisme Trauma?
c. Mampu memahami definisi, etiologi, manifestasi klinis, jenis fraktur?
d. Mampu memahami definisi, etiologi, ,manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi
dan penatalaksanaan dislokasi?
e. Mampu memahami definisi, etiologi, manifestasi klinis , penatalaksanaan sprain?
f. Mampu memamhami definisi, etiologi, Manifestasi klinis, patofisiologi,,
komplikasi dan penatalaksanaan strain?
g. Mampu memahami definisi, etiologi, manifestasi klinis, gejala, patofisiologi dan
penatalaksanaan kontusio?
h. Mampu memahami konsep asuhan trauma muskuloskeletal?
i. Mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien trauma muskuloskeletal?
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Trauma

Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu sebab.
Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga, dan rumah tangga.

B. Mekanisme Trauma

Menentukan mekanisme terjadinya trauma merupakan hal yang penting karena dapat
membantu kita dalam menduga kemungkinan trauma yang mungkin saja tidak segera
timbul setelah kejadian. Trauma musculoskeletal act saja dikarenakan oleh berbagai
mekanisme.

Ada beberapa macam mekanisme trauma diantaranya:

1. Direct injury
Dimana terjadi fraktur pada saat tulang berbenturan langsung dengan benda keras
seperti dashboard atau bumper mobil.
2. Indirect injury
Terjadi fraktur atau dislokasi karena tulang mengalami benturan yang tidak
langsung seperti frkatur pelpis yang disebabkan oleh lutut membentur dashboard
mobil pada saat terjadi tabrakan.
3. Twisting injury
Menyebabkan fraktur, sprain, dan dislokasi, biasa terjadi pada pemain sepak bola
dan pemain sky, yaitu bagian distal kaki tertinggal ketika seseorang menahan kaki
ke tanah sementara kekuatan bagian proksimal kaki meningkat sehingga kekuatan
yang dihasilkan menyebabkan fraktur.
4. Powerfull muscle contraction
Seperti terjadinya kejang pada tetanus yang mungkin act merobek otot dari
tulang atau act juga membuat fraktur.
5. Fatique fracture
Disebabkan oleh penekanan yang berulang-ulang dan umumnya terjadi pada
telapak kaki setelah berjalan terlalu lama atau berjalan dengan jarak yang sangat
jauh.
6. Pathologic fracture
Dapat dilihat pada pasien dengan penyakit kelemahan pada tulang seperti kanker
yang sudah metastase.

C. Gangguan Trauma Muskuloskletal

Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah fraktur
dislokasi, sprain, strain,dan kontusio

1. Fraktur
a. Definisi Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menjadi dua
bagian atau lebih sehingga menimbulkan gerakan yang abnormal disertai
krepitasi dan nyeri. Apabila terjadi fraktur maka tulang harus diimobilisasi
untuk mengurangi terjadinya cedera berkelanjutan dan untuk mengurangi rasa
sakit pasien.
b. Etiologi Fraktur
1) Fraktur terjadi karena tekanan yang menimpa tulang kebih besar daripada
daya tulang akibar trauma.
2) Fraktur karena penyakit tulang seperti Tumor Osteoporosis yang disebut
Fraktur Patologis.
3) Fraktur Stress/ Fatique (akibat dari penggunaan tulang yang berulang-
ulang).
c. Manifestasi klinis Fraktur
Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang terlokalisir
pada bagian fraktur. Biasanya pasien mengatakan ada yang menggigitnya atau
merasakan ada tulang yang patah. Apa yang dikatakan pasien merupakan
sumber informasi yang akurat
d. Jenis Fraktur
1) Fraktur Tertutup (Simple Fracture)
Fraktur tertutup adalah keadaan patah tulang tanpa disertai hilangnya
integritas kulit. Fraktur tertutup dapat menjadi salah satu pencetus
terjadinya perdarahan internal kekompartemen jaringan dan dapat
menyebabkan kehilangan darah sekitar 500 cc tiap fraktur. Setiap sisi
patahan memiliki potensi untuk menyebabkan kehilangan darah dalam
jumlah besar akibat laserasi pembuluh darah di dekat sisi patahan. Fraktur
tertutup biasanya disertai dengan pembengkakan dan hematom. Strain dan
sprain mungkin akan memberikan gejala seperti fraktur tertutup. Dan
karena diagnosis pasti terjadinya fraktur hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan radiologi, maka berilah penanganan strain dan sprain seperti
penanganan tehadap fraktur tertutup.
2) Fraktur Terbuka (Compound Fracture)
Fraktur terbuka adalah keadaan patah tulang yang disertai gangguan
integritas kulit. Hal ini biasanya disebabkan oleh ujung tulang yang
menembus kulit atau akibat laserasi kulit yang terkena benda-benda dari
luar pada saat cedera.
Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur terbuka adalah perdarahan
eksternal, kerusakan lebih lanjut pada otot-otot dan saraf serta terjadinya
kontaminasi. Sangat penting untuk mengenal adanya luka didekat fraktur
karena bisa menjadi pintu masuk dari kontaminasi kuman.
e. Penatalaksanaan Fraktur
Kejadian fraktur jarang yang mengancam nyawa, meskipun demikian
penanganan pada kejadian yang mengancam nyawa telah dilaksanakan sampai
kondisi pasien stabil. Pertahankan jalan napas, control perdarahan, tutup luka
terbuka pada dada dan lakukan resusitasi cairan. Jika telah selesai barulah
identifikasi dan imobilisasi semua fraktur dan siapkan untuk transportasi.

2. Dislokasi
a. Definisi Dislokasi
Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan articular, kadang-
kadang disertai dengan robeknya ligament yang seharusnya menahan pangkal
tulang agar tetap berada pada tempatnya. Persendian yang biasanya terkenal
adalah bahu, siku, panggul dan pergelangan
b. Etiologi Dislokasi
1) Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
2) Trauma akibat kecelakaan
3) Trauma akibat pembedahan ortoped
4) Terjadi infeksi di sekitar sendi
c. Klasifikasi Dislokasi
1) Dislokasi congenital: terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2) Dislokasi patologik: akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
3) Dislokasi traumatic: kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf
rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat
oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan
mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.
d. Manifestasi klinis
1) Nyeri
2) Deformitas
3) Paralisis
4) Hilangnya pulsasi (jika tekan nervus dan pembuluh darah).
e. Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong
kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-
kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat
mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan
mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan bawah
karakoid).
f. Komplikasi
1) Komplikasi Dini
a) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut.
b) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.
c) Fraktur disloksi
2) Komplikasi lanjut.
a) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis
b) Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
c) Kelemahan otot
g. Penatalaksanaan Dislokasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan dislokasi adalah imobilisasi pasien pada
posisinya saat pertama kali ditemukan. Jangan coba meluruskan atau mengurangi
dislokasi kecuali jika ada seorang ahli. Lakukan imobilisasi pada bagian atas dan
bawah sendi yang dislokasi untuk menjaga kestabilan waktu transport. Mungkin
satu-satunya dislokasi yang paling berbahaya pada ektremitas bawah adalah
dislokasi pada lutut, sedangkan dislokasi pada pergelangan, siku, bahu, panggul an
pergelangan kaki masih dapat ditoleransi 2 atau 3 jam tanpa adanya bahaya
kerusakan permanen.

3. Sprain
a. Pengertian Sprain
Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek, biasanya
disebabkan memutar secara mendadak dimana sendi bergerak melebihi batas
normal. Organ yang sering terkena biasanya lutut, dan pergelangan kaki, cirri
utamanya adalah nyeri, bengkak dan kebiruan pada daerah injuri.
b. Etiologi Sprain
1) Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi yang
normal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.
2) Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari posisi
normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.
c. Manifestasi klinis Sprain
1) Nyeri
2) Inflamasi/peradangan
3) Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.
d. Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling sendi,
yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran atau
mendorong / mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja.
Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-jari
tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola) sering terjadi robekan
ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga dapat terkilir jika diterapkan
daya tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa diselingi peredaan
(Brunner & Suddart,2001: 2357).
e. Penatalaksanaan Sprain
1) Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya;
pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan yang
terkoyak.
2) Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk
meredakan nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik
(codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
3) Elektromekanis.
a) Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
b) Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast atau
pengendongan (sung)
c) Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
d) Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri
hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10
hari tergantung jaringan yang sakit.
e) Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan
penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan yang
sakit.
4. Strain
a. Definisi Strain
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan, peregangan
berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah robekan mikroskopis tidak
komplet dengan perdarahan kedalam jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di sekitar
sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada deformitas atau
bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan menghilangkan beban pada daerah
yang mengalami injuri.
b. Etiologi Strain
1) Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara mendadak, seperti
pada pelari atau pelompat.
2) Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara mendadak.
3) Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena penggunaaan yang
berlebihan/tekanan berulang-ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada
tendon).
c. Manifestasi klinis Strain
1) Nyeri
2) Spasme otot
3) Kehilangan kekuatan
4) Keterbatasan lingkup gerak sendi.
5) Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh karena
penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang, menghasilkan :
6) Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain tennis bisa
mendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil tekanan yang terus-
menerus dari servis yang berulang-ulang.
d. Patofisiologi Strain
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung (impact)
atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah
yang salah,kontraksi otot yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha
bagian bawah),dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa
menghindarkan daerah sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin
Rasjad,1998).
e. Penatalaksanaan Strain
1) Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat penyembuhan
2) Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan mengontrol
pembengkakan.
3) Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering diberikan
secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan mengurangi perdarahan
edema dan ketidaknyamanan.
4) Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati rasa
biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya berlangsung
selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan tekanan atau dingin
untuk menghentikannya. Otot, ligament atau tendon yang kram akan
memperoleh kembali fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan
konservatif.

5. Definisi Kontusio
a. Kontusio
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis : pukulan,
tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada
kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil pecah,
sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan,
1993: 63).
b. Etiologi Kontusio
1) Benturan benda keras.
2) Pukulan.
3) Tendangan/jatuh
c. Manifestasi Kontusio
1) Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture pembuluh darah
kecil, juga berhubungan dengan fraktur.
2) Nyeri, bengkak dan perubahan warna.
3) Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas dan
kehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001: 2355).
d. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih rentan
rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar
dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau
biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor
usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh
darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis dan didaur
ulang oleh makrofag. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio
merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut
bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan tetap
mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi pembuluh
darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme pembekuan darah
yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan darah atau pendarahan
akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu
(Hartono Satmoko, 1993: 192).
e. Penatalaksanaan Kontusio
1) Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
2) Tinggikan daerah injury.
3) Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap
pemberian) untuk  vasokonstriksi, menurunkan edema, dan menurunkan rasa
tidak nyaman.
4)   Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama (20-30
menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
5) Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.
6) Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada
indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).
7) Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera kontusio
adalah sebagai berikut:
8)  Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan pendarahan
kapiler.
9)  Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat pemulihan
jaringan-jaringan lunak yang rusak
D. Pathway Trauma Muskuloskeletal

FRAKTUR DISLOKASI SPRAIN STRAIN KONTUSIO

Peregangan atau
kekoyakan otot,
ligament atau tendon

10)
11)
Kelemahan,mati Ketidakmampuan
12) menggerakkan
rasa, perdarahan, Ketidakmampua
edema 13) sendi, otot dan
n beraktifitas
tendon
14)

Nyeri akut
Gangguan Mobilitas Defisit peraawatan
Fisik Diri

E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas pasien.
b. Keluhan Utama.
Nyeri, kelemahan, mati rasa, edema, perdarahan, perubahan mobilitas /
ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon
c. Riwayat Kesehatan
d. Riwayat penyakit sekarang
1) Kapan keluhan dirasakan, apakah sesudah beraktivitas kerja atau setelah
berolah raga.
2) Daerah mana yang mengalami trauma.
3) Bagaimana karakteristik nyeri yang dirasakan.
e. Riwayat Penyakit Dahulu.
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini atau mengalami
trauma pada sistem muskuloskeletal lainnya
f. Riwayat Penyakit Keluarga.\
Apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
g. Pemeriksaan Fisik.
1) Inspeksi : Kelemahan, Edema, Perdarahan  perubahan warna kulit,
Ketidakmampuan menggunakan sendi.
2) Palpasi : Mati rasa
3) Auskultasi
4) Perkusi

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Defisit perawatan diri

3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rencana Keperawatan


NOC NIC
Keperawatan
1. Nyeri akut Kontol nyeri: Menejemen nyeri :
Indikator : Aktifitas-aktifitas :
1. Mengenali kapan 1. Lakukan pengkajian nyeri
nyeri terjadi komperhensif yang meliputi
2. Menggambarkan lokasi, karakteristik, kualitas,
faktor penyebab kuantitas,faktor pencetus
3. Menggambarkan 2. Tentukan akibat dari
alagesik yang pengalaman nyeri terhadap
direkomendasikan kualitas hidup pasien
4. Mengenali apa yang 3. Dukung istirahat / tidur
terkait dengan gejala adekuat untuk membantu
nyeri penurunan nyeri
4. Berikan informasi mengenai
nyeri seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri , dan
anstisipasi dari ketidak
nyamanan prosedur.
2. Gangguan Pergerakan Terapi latihan :mobilitas sendi :
mobilitas fisik Indikator : Aktifitas-aktifitas:
1. Keseimbangan 1. Tentukan batasan
2. Cara berjalan pergerakan sendi dan efek
3. Bergerak dengan terhadap fungsi sendi.
mudah . 2. Kolaborasi dengan ahli
terapi fisik dalam
mengembangkan dan
menerapkan sebuah
program latihan.
3. Jelaskan pada pasien dan
keluarga manfaat dan
tujuan melakukan latihan
sendi
4. Monitor lokasi dan
kecenderungan adanya
nyeri dan
ketidaknyamanan selama
pergerakan / aktifitas
5. Intruksikan pasien /
keluarga cara melakukan
latihan ROM pasif, ROM
dengan bantuan atau
ROM aktif.

3. Devisit Perawatan diri : Bantuan perawatan diri :


perawatan diri Indikator : mandi/kebersihan
(mandi) 1. Masuk dan keluar kamar Aktifitas-aktifitas:
mandi 1. Sediakan alat pribadi
2. Mengambil alat bantu pasien yang di inginkan
3. Mandi dengan bersiram (deodoran, sikatgigi,
4. Mencuci wajah sabun mandi, sampo,
5. Mencuci badan bagian lotion, )
atas dan bawah 2. Sediakan lingkungan yang
6. Mengeringkan badan terapeutik dengan
memastikan kehangatan,
suasana rileks, privasi
3. Fasilitasi pasien untuk
mandi sendiri, dengan
tepat
4. Fasilitasi pasien untuk
menggosok gigi dengan
tepat
5. Monitor kebersihan kuku,
sesuai dengan
kemampuan merawat diri
pasien
6. Berikan bantuan sampai
pasien benar-benar
mampu merawat diri
secara mandiri

BAB III
TINJAUAN KASUS
Tn.S yang berumur 37 tahun datang kerumah sakit bersama Ny.T. Tn s mengeluh
sakit di bagian lututnya. Tn mengatakan 2 hari yang lalu ia mengalami tertimba benda
keras.
1. Pengkajian Primer
a. Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan : – Chin lift / jaw
trust – Suction / hisap – Guedel airway – Intubasi trakhea dengan leher ditahan
(imobilisasi) pada posisi netral.
b. Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing,
sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
c. Circulation TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Disability Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
e. Eksposure Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan
2. Pengkajian Skunder
Anamnesis
Tanggal pengkajian : 2 Januari 2017
Jam : 08.00
Dx : Dislokasi sendi
a. BIODATA
Identitas klien
Nama : Tn. S
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Grab
Pendidikan : SMA
Penanggung jawab
Nama : Ny. T
Umur : 35
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Hubungan dengan pasien : Istri
b. Riwayat keperawatan
1. Keluhan utama
Pada pasien mengeluh nyeri pada lutut akibat tertimpa benda keras
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada bagian lututnya.Pasien tidak dapat melakukan
aktivitas fisik seperti biasanya. Pasien tidak dapat mandi secara mandiri.Pasien
mengeluh susuah tidur karena merasakan nyeri pada lututnya.Pasien di bawa
ke rumah sakit dan didiagnosa menderita Dislokasi sendi pada lutut
2. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak menderita penyakit menular sebelumnya.Pasien belum pernah
mengalami pembedahan dan kecelakaan sebelumnya.
3. Riwayat kesehatan lingkungan
Pasien mengatakan di lingkungan rumahnya bersih dan luas
c. Pola fungsi kesehatan
1. Pola persepsi kesehatan
Apabila sakit pasien biasanya menceritakan kepada ibunya dan pasien
biasanya berobat ke pelayanan kesehatan / dokter.
2. Pola aktivitas latihan
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandiri 
Berpakaian 
Eliminasi 
Mandi 
Mobilitas ditempat tidur 
Makan 
Ambulasn 

Pola aktivasi latihan pasien Dislokasi sendi lutut tergantung pada tingkat
keparahan Dislokasi sendi lutut, dengan keterangan :
1 :Mandir
2 : Menggunakan alat Bantu
3 : Dibantu orang lain
4 : Dibantu orang dan alat
5 : Tergantung penuh / total
3. Pola istirahat tidur
Pada pasien Dislokasi sendi lutut mengalami susuah tidur karena merasakan
nyeri pada lututnya. Pasien tidur siang sekitar kurang lebih selama 1 jam
paling lama, sedangkan saat malam pasien hanya tidur sekitar 4 jam
4. Pola
5. nutrisi metabolik
Pada pasien Dislokasi sendi lutut tidak mengalami gangguan nutrisi ataupun
penurunan berat badan.Pasien tidak mengalami penurunan nafsu makan. Berat
badan pasien sebelum mengalami sakit 70 kg sedangkan saat sakit berat badan
pasien menurun sekitar 55 kg
6. Pola eliminasi
Pasien tidak mengalami gangguan eliminasi baik urin maupun bowel. BAB
pasien normal tidak ada konstipasi, sedangkan BAK pasien normal sekitar 4
sampai 10 kali dalam sehari, IWL eliminasi pasien berkisar 300-400 ml per
hari.

7. Pola kognitif persepsual


Saat pengkajian pasien dalam keadaan sadar, tidak mengalami gangguan
bicara, pendengaran, penglihatan.
8. Pola konsep diri
Pasien cemas karena takut akan penyakitnya dan takut akan mengalami
perubahan harga diri.
9. Pola koping
Bila pasien punya masalah pertama kali menceritakan pada ibunya.
10. Pola seksual reproduksi
Pasien belum menikah
11. Pola peran hubungan
Dalam kehidupan sehari-hari pasien memiliki hubungan yang sangat baik
dengan keluarga dan masyarakat.
12. Pola nilai dan kepercayaan
Dalam kehidupan sehari-hari pasien memiliki hubungan yang sangat baik
dengan keluarga dan masyarakat.
d. Pemeriksaan fisik
1. Tanda-tanda vital
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 40x/menit
RR : 21x/menit
2. Keadaan umum
Wajah : Menahan nyeri lutut
Kesadaran : CM
Pakaian : Penampilan dan kebersihan baik
3. Pemeriksaan head to-toe
a. Kepala
Inspeksi : Dalam kehidupan sehari-hari pasien memiliki
hubungan yang sangat baik dengan keluarga dan
masyarakat.
Palpasi : Tidak ada massa/benjola, tidak ada nyeri tekan

b. Mata
Inspeksi : Penglihatan baik, kunjungtiva tidak anemis, tidak
sekret, simetri kiri dan kanan, pupil miosis, sklera tidak ikterus
Palpasi : Tidak ada peningkatan tekanan intra okuler, tidak ada
nyeri tekan
c. Telinga
Inspeksi : Pendengaran baik, ada serumen, tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

d. Hidung
Inspeksi : Penciuman baik, pernapasan cuping hidung tidak ada,
tidak ada sekret, distribusi rambut mereta hidung
merata, tidak ada polip, septum lurus
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
e. Mulut
Inspeksi : Gigi lengkap, lidag bersih, mulut bersih, bibir kering
f. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembesaran vena jugularis
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar
tiroid
g. Dada
Inspeksi : Ekspansi paru baik, bentuk dada simetris kiri dan
kanan, tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada masa
Paru paru
Inspeksi : Pola napas teratur, pergerakan simetris kiri dan kanan,
pergerakan teratur
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Bunyi resonan
Auskultasi : Bunyi napas vaskuler
Jantung
Inspeksi : Terlihat iktus kortis
Palpasi : Tidak ada cardiomegali
Perkusi : Bunyi pekak
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2
h. Abdomen
Inspeksi : Terlihat lemas, dan datar, umbilikus terletak di tengah
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa, tidak ada asites.
Perkusi : Abdomen kembung
Auskultasi : bising usus ada
i. Genetalia
Inpeksi : Tak ada kelainan, kebersihan baik

j. Anus
Inspeksi : Tidak ada kelainan, tidak ada hemoroid.
k. Ekstremitas atas
Inspeksi : Tidak ada odema, pergerakan baik, kekuatan
otot 5, kuku bersih
Palpasi : Tidak ada odema
l. Ekstremitas bawah
Kiri :
Inspeksi : Terdapat luka, ada fraktur femur, hematom,
pergerakan kurang baik, warna luka putih karena
ada pus, kekuatan otot 0, luka dibalut
Palpasi : Ada odema.
Kanan :
Inspeksi : Pergerakan baik, kekuatan otot 5

1. Analisa data
NO Data Etiologi Masalah
1 DS : Pasien mengatakan Trauma Nyeri
nyeri di sendi
DO : Diskolasi pada sendi
 Klien tampak
meringis
 Klien tampak Trauma joint discolation
kesulitan dalam
berjalan
Deformatis tulang

Gangguan bentuk dan


pergerakan

Rasa tidak nyaman karena


inflamasi
2 DS : Trauma Gangguan
 Klien mengatakan mobilitas fisik
susah membolak
balikan posisi Dislokasi pada sendi
 Klien mengatakan
sulit dalam berjalan
DO : Trauma joint discolation
 Klien tampak
keterbatasan rentang
pergerakan sendi Deformatis tulang
 Klien tampak
keterbatasan
kemampuan Gangguan dan bentuk
melakukan pergerakan
keterampilan
motorik halus
 Klien tampak Kesulitan dalam
pergerakan lambat menggerakkan sendi
Kekuatan otot :
0 : Tidak ada
pergerakan otot
1 : Pergerakan otot
yang dapat terlihat,
namun tidak ada
pergerakan sendi
2 : Pergerakan sendi,
namun tidak melawan
gravitasi
3 : Pergerakan melawan
gravitasi, namun tidak
melawan tahanan
4 : Pergerakan melawan
tahanan, namun kurang
dari normal
5 : Kekuatan otot
normal
3 DS : Klien mengatakan Trauma Gangguan citra
perubahan pola hidup tubuh
DO :
 Klien tampak trauma Dislokasi pada sendi
pada bagian yang
tidak berfungsi
 Klien tampak Trauma joint discolation
perubahan dalam
keterlibatan sosial
Deformatis tulang

Gangguan dan bentuk


pergerakan

Ketidaknyamanan akibat
bentuk yang tidak normal

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak mampuan
beraktifitas(gangguan sendi)
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan bergerak

3. Intertervensi keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1 Nyeri akut berhubungan 1. Pain Level Pain management
dengan cedera fisik. 2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
3. Comfort level nyeri secara
Kriteria Hasil : komprehensif
1. Mampu mengontrol termasuk lokasi,
nyeri(tahu penyebab karakteristik, durasi,
nyeri, mampu frekuensi, kualitas
menggunakan tehnik dan faktor
nonfarmakologi untuk presipitasi.
mengurangi nyeri, 2. Observasi reaksi
mencari bantuan) nonverbal dari
2. Melaporkan bahwa nyeri ketidaknyamanan
berkurang dengan 3. Kaji tipe dan sumber
menggunakan nyeri untuk
manajemen nyeri menentukan
3. Mampu mengenali nyeri intervensi
(skAla, intensitas, 4. Kolaborasikan
frekuensi dan tanda dengan dokter jika
nyeri) ada keluhan dan
4. Menyatakan rasa tindakan nyeri tidak
nyaman setelah nyeri berhasil
berkurang.
2 Gangguan mobilitas fisik 1. Joint Movement : Active Exercise therapy :
berhubungan dengan 2. Mobility Level ambulation
ketidakmampuan 3. Self care : ADLs 1. Monitoring vital
beraktifitas(gangguan 4. Tranfer performance sign
sendi). Kriteria hasil : sebelum/sesudah
1. Klien menngkat dalam latihan dan lihat
aktivitas fisik respon pasien saat
2. Mengerti tujuan dari latihan
peningkatan mobilitas 2. Kaji kemampuan
3. Memverbalisasikan pasien dalam
perasaan dalam mobilisasi
meningkatkan kekuatan 3. Latih pasien dalam
dan kemampuan pemenuhan
berpindah kebutuhan ADLs
4. Memperagakan secara mandiri
penggunaan alat sesuai kemampuan
5. Bantu untuk mobilisasi 4. Berikan alat bantu
(walker) jika klien
memerlukan
5. Damping dan bantu
pasien saat
mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan
ADLs
3 Gangguan citra tubuh 1. Body image Body image
berhubungan dengan 2. Self esteem Enchanchement
ketidakmampuan Kriteria hasil : 1. Kaji secara verbal
bergerak 1. Body image positif dan non verbal
2. Mampu mengidentifikasi respon klien teradap
kekuatan personal tubuhnya
3. Mendedkripsikan secara 2. Dorong klien
factual perubahan fungsi mengungkapkan
tubuh perasaannya
4. Mempertahankan 3. Jelaskan tentang
interaksi sosial pengobatan,
perawatan,
kemajuan dan
prognosis penyakit
4. Identifikasi arti
pengurangan
melalui pemakaian
alat bantu

5. Implemnetasi
Tangga No Implementasi Evaluasi
l
Dx 1. Mengkaji nyeri secara S: Klien mengatakan
1 komprehensif termasuk lokasi, nyeri berkurang
karakteristik, durasi, frekuensi, O : Klien tampak
kualitas dan faktor presipitasi. tenang
2. mengObservasi reaksi A : Masalah teratasi
nonverbal dari Sebagaian
ketidaknyamanan P:Lanjutkan intervensi
3. mengkaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
4. melakukan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Dx 1. Memonitoring vital sign S : Klien mengatakan
2 sebelum/sesudah latihan dan sudah bisa
lihat respon pasien saat latihan membolak balikan
2. Mengkaji kemampuan pasien posisi
dalam mobilisasi O : Klien mampu
3. Melatih pasien dalam menggunkan alat
pemenuhan kebutuhan ADLs bantu secara
secara mandiri sesuai mandiri
kemampuan A: Masalah teratasi
4. memberikan alat bantu jika Sebagian
klien memerlukan P:Lanjutkan intervensi
5. Mendampingi dan membantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan ADLs
Dx 1. Mengkaji secara verbal dan S : Klien mengatakan
3 non verbal respon klien sudah bisa
teradap tubuhnya mengikuti pola
2. mendorong klien hidup yang baru
mengungkapkan perasaannya O : Klien tampak
3. menjelaskan tentang berbaur dengan
pengobatan, perawatan, lingkungan sosial
kemajuan dan prognosis A : Masalah teratasi
penyakit sebagian
4. Identifikasi arti pengurangan P:Lanjutkan intervensi
melalui pemakaian alat bantu

Anda mungkin juga menyukai