Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Operasi adalah keadaan yang membutuhkan tindakan pembedahan. Dalam
pelaksanaan operasi sangat beresiko, lebih dari 230 juta operasi mayor dilakukan
setiap tahun di dunia, menyebabkan keadaan pasien saat operasi akan lemah,
meningkatkan komplikasi setelah operasi dilakukan dan menyebabkan kematian
(Pearse & Moreno, 2012).
Operasi menjadi salah satu keadaan pemicu kecemasan dan stress, bahkan
jika prosedur yang dilakukan masih tergolong kategori operasi minor. Reaksi
psikologi dan fisiologi pada prosedur operasi dan proses anestesi yang
memungkinkan adanya respon kecemasan ditandai dengan naiknya tekanan darah,
dan detak jantung. Pada periode preoperatif pasien akan membutuhkan persiapan
terutama berkaitan dengan tubuhnya, dimana hal tersebut menjadi faktor stresor
sehingga respon kecemasan yang timbul berlebihan dan berdampak pada proses
penyembuhan. Pada periode postoperatif kecemasan bisa timbul dari kurangnya
pengetahuan yang terjadi selama operasi, harapan yang tidak pasti tentang hasil
dari operasi, dan dampak yang ditimbulkan setelah operasi seperti resiko operasi
yang dibaca atau didengar oleh pasien, ketakutan yang berhubungan dengan nyeri,
perubahan body image, serta prosedur diagnosa (Lewis, 2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja peran perawat dalam fase preoperatif dan pascaoperatif?
2. Apa saja aspek yang harus di kaji saat melakukan pengkajian pada pasien
yang akan di operasi?
3. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan Preoperatif dan Pascaoperatif?

C. Tujuan
1. Pemenuhan tugas kelompok untuk mata kuliah Asuhan Keperawatan
Perioperatif
2. Mahasiswa mengetahui dan mampu memahami peran perawat dalam fase
preoperatif dan pascaoperatif
3. Mahasiswa mengetahui dan mampu memahami apa saja aspek yang harus

1
di kaji pada asuhan keperawatan perioperatif.
4. Mahasiswa mengetahui dan mampu memahami konsep Asuhan
Keperawatan Preoperatif dan Pascaoperatif.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Tindakan keperawatan preoperatif merupakan tindakan yang dilakukan
oleh perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan
pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif.
Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat
diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan berawal dari
kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan (Rothrock, 2002).
Fase praoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat
dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas
keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar
pasien di tatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara praoperatif, dan
menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dan pembedahan (Brunner &
Suddarth, 2002).

Fase pascaoperatif dimulai dengan pemindahan pasien ke PACU dan


berakhir pada waktu pasien dipulangkan dari rumah sakit. Termasuk dalam
kegiatan perawatan adalah mengkaji perubahan fisik dan psikologis, memantau
kepatenan jalan nafas, tanda-tanda vital dan status neurologis secara teratur,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengkaji secara akurat
serta haluaran dari semua drain (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

B. Peran Perawat Dalam Fase Preoperatif, intraoperatif dan Pascaoperatif


1. Fase Preoperatif
a. Pengkajian praoperatif
Penetapan pengkajian dasar pasien dalam tatanan klinik, menjalani
wawancara praoperatif, melibatkan keluarga dalam wawancara,
memastikan kelengkapan preoperatifdan mengkaji kebutuhan
pasien terhadap transportasi.
b. Unit bedah
Melengkapi pengkajian preoperatif, mengkoordinasi penyuluhan
pasien, menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan
membuat rencana asuhan

3
c. Ruang operasi
Mengkaji kesadaran pasien, menelaah lembar observasi pasien,
mengidentifikasi pasien dan memastikan daerah pembedahan
d. Perencanaan
Menentukan rencana asuhan dan mengkoordinasi pelayanan
e. Dukungan psikologis
Menceritakan pada pasien apa yang sedang terjadi, menentukan
status psikologis, memberikan penguatan akan stimuli nyeri dan
mengkomunikasikan status emosional pada anggota tim kesehatan
yang berkaitan.(Smeltzer & Bare, 2002).

2. Fase Pascaoperatif

a. Komunikasi dari informasi pascaoperatif

Menyebutkan nama pasien, menyebutkan jenis pembedahan,


menggambarkan faktor-faktor intraoperatif, menggambarkan
keterbatasan fisik, melaporkan tingkat kesadaran praoperasi pasien,
dan mengkomunikasikan alat yang diperlukan

b. Pengkajian pascaoperasi ruang pemulihan

Menentukan respon langsung terhadap intervensi pembedahan

c. Unit bedah

Mengevaluasi efektifitas dari asuhan keperawatan di ruang operasi,


menentukan tingkat kepuasan pasien dengan asuhan yang
diberikan selama periode perioperatif, menentukan status
psikologis pasien, dan membantu dalam pelaksanaan pemulangan.

d. Di rumah/klinik

Gali persepsi pasien tentang pembedahan dan tentukan persepsi


keluarga tentang pembedahan.(Smeltzer & Bare, 2002)

4
C. Konsep Asuhan Keperawatan Preoperatif, intraoperatif dan Pascaoperatif
1. Keperawatan Preoperatif
Pengkajian

Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada tahap preoperatif ini


meliputi pengumpulan data subjektif yaitu: usia, alergi (iodin, medikasi, lateks,
larutan antiseptik atau larutan pencuci kulit, plester), obat dan zat lain yang
sedang dipakai (obat dari dokter, rokok, alkohol), tinjauan sistem tubuh,
pengalaman pembedahan yang dulu dan yang sekarang, latar belakang
kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan, agama), dan
psikososial (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
1. Usia
Usia bisa mempengaruhi pembedahan dan hasi pascaoperasi. Pada usia 30-
40 tahun, kapasitas fungsional dari setiap sistem tubuh menurun sekitar
1% setiap tahunnya.
2. Alergi
Pasien harus dikaji untuk mengetahui adanya alergi terhadap iodin, lateks,
obat-obatan, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit dan plester.
Povidon iodin dipakai untuk mencuci kulit, apabila pasien ragu-ragu
apakah ia alergi terhadap iodin atau tidak, tanya apakah ia alergi terhadap
kerang. Iodin juga dipakai sebagai media kontras untuk pemeriksaan
tertentu yang bisa dilaksanakan pada tahap intraoperatif.
3. Obat dan zat yang digunakan
Data ini penting sekali karena zat atau obat-obatan ini dapat menimbulkan
efek yang tidak baik pada anestesia dan berisiko menimbulkan komplikasi
intraoperasi dan pascaoperasi
4. Riwayat medis
Pemeriksaan ulang terhadap sistem tubuh sangat penting untuk
mengetahui status imunologis, endokrin, kardiovaskuler, pernafasan,
ginjal, gastrointestinal, neurologis, muskuluskeletal, dan dermatologis.

5
5. Status nutrisi
Pasien dengan gangguan nutrisi berisiko tinggi mengalami komplikasi
karena pembedahan atau anestesia. Individu yang cenderung memiliki
nutrisi yang tidak adekuat adalah mereka yang lanjut usia, yang
mengalami gangguan gastrointestinal, atau malignansi. Individu yang
malnutrisi juga tidak mempunyai cadangan karbohidrat dan lemak. Protein
dalam tubuh akan dipakai untuk menghasilkan energi, mempertahankan
fungsi metabolik, dan memperbaiki sel. Oleh karena itu, kekurangan
protein bisa mengakibatkan penyembuhan luka yang lambat, dehisensi
(luka terbuka), dan infeksi
6. Pengalaman pembedahan terdahulu dan sekarang
Pengertian pasien mengenai pembedahan yang akan dilaksanakan dan
rutinitas praoperasi dan pascaoperasi harus dikaji. Disamping itu, perlu
juga informas dari pasien mengenai pengalamannya tentang pembedahan
yang akan dijalaninya. Data ini bisa membuat dokter bedah, ahli anestesi,
dan perawat sadar akan respons pasien dan komplikasi yang mungkin bisa
timbul.
7. Latar belakang budaya dan agama
Kebudayaan dan kepercayaan bisa mempengaruhi respon seseorang
terhadap kesehatan, sakit, pembedahan, dan kematian

8. Psikososial
Pengkajian psikososial yaitu data subjektif dan objektif. Pengetahuan dan
persepsi pasien tentang pembedahannya dapat ditanyakan langsung pada
pasien. Pengetahuan pasien tentang pembedahannya perlu diketahui oleh
perawat agar perawat dapat memberi penjelasan lebih lanjut.

Pemeriksaan fisik dan diagnostik yang dilakukan oleh perawat meliputi


pemeriksaan head to toe. Pada tahap preoperatif, data objektif dikumpulkan
dengan dua tujuan yaitu memperoleh data dasar untuk digunakan sebagai
pembanding data pada tahap intraoperatif dan tahap pascaoperatif dan mengetahui
masalah potensial yang memerlukan penanganan sebelum pembedahan
dilaksanakan (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
Pengkajian preoperasi mengenai status sistem pernafasan perlu dikaji

6
dengan teliti. Terganggunya ventilasi karena efek dari anestesia serta
meningkatnya sekresi mukus bisa engakibatkan atelektasis dan pneumonia. Untuk
menghindari komplikasi dan mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi, perlu
dilakukan pengkajian praoperasi terhadap status pernafasan (Baradero, Dayrit,
Siswadi, 2009).
Pengkajian preoperasi mengenai kardiovaskuler, yang terpenting adalah
dari pasien dengan penyakit kardiovaskuler adalah kebutuhan untuk menghindari
perubahan posisi secara mendadak, imobilisasi berkepanjangan, hipotensi atau
hipoksia, dan terlalu membebani sistem sirkulasi dengan cairan atau darah
(Brunner & Suddarth, 2002).

Pengkajian preoperasi mengenai fungsi ginjal yaitu ginjal terlibat dalam


eksresi obat-obat anestesi dan metabolitnya. Status asam basa dan metabolisme
juga merupakan pertimbangan penting dalam pemberian anestesia. Pembedahan
dikontraindikasikan apabila pasien menderita nefritis akut, insufisiensi renal akut
dengan oliguri atau anuria, atau masalah-masalah renal akut lainnya, kecuali kalau
tindakan merupakan satu tindakan penyelamat hidup atau amat penting untuk
memperbaiki fungsi urinari, seperti pada obstruksi uropati (Brunner & Suddarth,
2002).
Pengkajian preoperasi hepar penting dalam biotransformasi senyawa-
senyawa anestesia. Karena itu, segala bentuk kelainan hepar mempunyai efek
pada bagaimana anestetik tersebut dimetabolisme. Karena penyakit hepar akut
berkaitan dengan mortalitas bedah yang tinggi, perbaikan fungsi hepar praoperatif
amatlah diperlukan (Brunner & Suddarth, 2002).

Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada tahap preoperatif menurut
Brunner (2002) mencakup:
1. Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman bedah (anestesi, nyeri)
dan hasil akhir dari pembedahan.
2. Defisit pengetahuan mengenai prisedur dan protokol praoperatif dan
harapan pascaoperatif.

Perencanaan dan implementasi


Tujuan: tujuan utama pasien bedah dapat meliputi, menghilangkan ansietas
praoperatif dan peningkatan pengetahuan tentang persiapan preoperatif dan
7
harapan pascaoperatif.
Intervensi Keperawatan
1) Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman bedah (anestesi, nyeri) dan
hasil akhir dari pembedahan.
a. Mengidentifikasi sumber rasa cemas

b. Membantu pasien memakai mekanisme koping yang efektif

c. Membantu pasien untuk melakukan kegiatan yang bisa mengurang rasa


cemas, misalnya mendengarkan musik, relaksasi progresif, imajinasi
terbimbing dan sebagainya.
d. Melibatkan sistem pendukung pasien seperti keluarga dan orang yang
berarti baginya.
e. Memberikan obat-obatan yang bisa mengurangi rasa cemas seperti
diazepam (Valium 5-15 mg IV/IM/oral), midazolam (Versed 1-4 mg
IV/IM), dan obat-obat lain yang dapat mengurangi kecemasan.

2) Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan tidak ada informasi


mengenai rutinitas perioperatif.
a. Melakukan penyuluhan kesehatan terkait rutinitas perioperatif.
b. Memberikan informasi yang singkat dan jelas tentang pembedahan.
c. Menjelaskan prosedur pembedahan kepada pasien dan keluarganya.

Evaluasi
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, pasien:

a. Mengungkapkan bahwa perasaan cemas berkurang, merasa nyaman,


nampak relaks, dan memakai mekanisme koping yang efektif
b. Berpartisipasi dan mengikuti instruksi serta rutinitas perioperatif,
menjelaskan rasional dan intervensi perioperatif
Persetujuan Tindakan
Secara hukum pembedahan tidak boleh dilakukan sebelum pasien
memahami perlunya prosedur tersebut, tahap-tahap yang harus dilalui, risiko,
hasil yang diharapkan, dan terapi alternatifnya. Memberi informasi pada klien
8
merupakan tanggung jawab utama dokter, persetujuan tidak bisa diinformasikan
jika pasien dalam keadaan bingung, tidak sadar, mengalami gangguan mental,
atau dibawah pengaruh obat penenang. Seluruh format persetujuan harus
ditandatangani oleh pasien sebelum perawat memberi obat-obatan preoperatif
(Potter & Perry, 2005).
Idealnya, dokter telah memperoleh persetujuan sebelum pasien masuk ke
rumah sakit atau ke tempat bedah keliling. Penjelasan dokter bedah harus
didiskusikan oleh anggota tim kesehatan yang memenuhi syarat. Struktur format
persetujuan memungkinkan dokter menulis informasi yang berkaitan dengan
pembedahan. Tanda tangan pasien pada format persetujuan menunjukkan bahwa
pasien telah diberikan informasi lengkap tentang prosedur yang akan
dilaksanakan. Perawat sering menjadi saksi saat pasien menandatangani lembar
persetujuan dan memeriksa ketepatan tanggal, waktu, dan tanda tangan yang
terdapat dalam dokumen dan semuanya harus ditulis menggunakan tinta (Potter &
Perry, 2005).
Pasien yang buta huruf dapat memberi persetujuannya dengan
menggunakan tanda asalkan tetap disaksikan dengan benar, sebagai saksi perawat
boleh memastikan kembali bahwa pasien telah mendapat informasi yang tepat.
Setelah format persetujuan tindakan dilengkapi, perawat memastikan bahwa
format tersebut diletakka di dalam rekam medik pasien dan rekam medik pasien
tersebut dibawake ruang operasi bersama-sama dengan pasien (Potter & Perry,
2005).
2. Keperawatan Intraoperatif 
PENGKAJIAN
1.       Gunakan data dari pasien dan catatan pasien untuk mengidentifikasi variabel
yang dapat mempengaruhi perawatan dan yang berguna sebagai pedoman untuk
mengembangkan rencana perawatan pasien individual;
a. Identifikasi pasien
b. Validasi data yang dibutuhkan dengan pasien
c. Telaah catatan pasien terhadap adanya :
          – Informed yang benar dengan tanda tangan pasien
          – Kelengkapan catatan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
          – Hasil pemeriksaan diagnostik
          – Kelengkapan riwayat dan pengkajian kesehatan

9
          – Checklist pra-operatif
a. Lengkapi pengkajian keperawatan praoperatif segera
          – Status fisiologi (mis : tingkat sehat-sakit, tingkat kesadaran)
          – Status psikososial (mis : ekspresi kekhawatiran, tingkat ansietas, masalah
komunikasi verbal, mekanisme koping)
          – Status fisik (mis : tempat operasi, kondisi kulit dan efektifitas persiapan,
pencukuran, atau obat penghilang rambut, sendi tidak bergerak). 
PERENCANAAN
1.        Menginterpretasi variabel-variabel umum dan menggabungkan variabel
tersebut ke dalam rencana asuhan;
a. Usia, ukuran, jenis kelamin, prosedur bedah, tipe anesthesia, yang
direncanakan, ahli bedah, ahli anesthesia, dan anggota tim
b. Ketersediaan peralatan spesifik yang dibutuhkan untuk prosedur
dan ahli bedah
c. Kebutuhan medikasi non rutin, komponen darah, instrumen, dll
d. Kesiapan ruangan untuk pasien, kelengkapan pengaturan fisik,
kelengkapan instrumen, peralatan jahit, dan pengadaan balutan.
2.       Mengidentifikasi aspek-aspek leingkungan ruang operasi yang dapat secara
negatif memperngaruhi pasien;
a. Fisik
– Suhu dan kelembaban ruangan
– Bahaya peralatan listrik
– Kontaminan potensial (debu, darah, dan tumpahan di lantai atau
permukaan lain, rambut tidak tertutup, kesalahan pemakaian
baju operasi oleh personel, perhiasan yang dikenakan personel,
alas kaki yang kotor)
– Hilir mudik yang tidak perlu.
a. Psikososial
 – Kebisingan
 – Kurang mengenal sebagai individu
– Rasa diabaikan tanpa pengantar di ruang tunggu
– percakapan yang tidak perlu.
INTERVENSI
1.       Berikan asuhan keperawatan berdasarkan pada prioritas kebutuhan pasien;

10
a. Atur dan jaga agar peralatan suction berfungsi dengan baik
b. Atur peralatan pemantauan invasif
c. Bantu saat pemasangan jalur (arteri, CVP, IV)
d. Lakukan tindakan kenyamanan fisik yang sesuai bagi
pasien
e. Posisikan pasien dengan tepat untuk prosedur anesthesia dan
pembedahan, pertahankan kelurusan tubuh sesuai fungsi
f. Ikuti tahapan dalam prosedur bedah
          – Lakukan scrub/bersihan dengan terampil
          – Berespon terhadap kebutuhan pasien dengan
mengantisipasi peralatan dan bahan apa yang dibutuhkan
sebelum dimintaIkuti prosedur yang telah ditetapkan
sebagai contoh :
a.      Perawatan dan pemakaian darah dan komponen darah
b.      Perawatan dan penanganan spesimen, jaringan dan kultur
c.      Persiapan kulit antiseptik
d.      Pemakaian gown operasi sendiri, membantu ahli bedah
menggunakan gown
e.      Membuka dan menutup sarung tangan
f.      Menghitung : kasa, instrumen, jarum, khusus
g.      Teknik aseptik
h.      Penatalaksanaan kateter urine
i.        Penatalaksanaan drainage /balutan
j. Komunikasikan situasi yang merugikan pada ahli bedah, ahli
anesthesia, atau perawat yang bertanggung jawab, atau bertindak
yang tepat untuk mengontrol atau menangani situasi
k. Gunakan peralatan secara bijaksana untuk menghemat biaya
l. Bantu ahli bedah dan ahli anesthesi untuk menerapkan rencana
perawatan mereka 
2.      Bertindak sebagai advokat pasien
a. Berikan privasi fisik
b. Jaga kerahasiaan
c. Berikan keselamatan dan kenyamanan fisik
3.      Informasikan pasien mengenai pengalaman intraoperatif

11
a. Jelaskan segala stimulasi sensori yang akan dialami pasien
b. Gunakan ketrampilan komunikasi yang umum, mendasar untuk
menurunkan ansietas pasien , sebagai contoh :
          – sentuhan
          – kontak mata
          – tenangkan pasien bahwa anda akan hadir di ruang operasi
          – penenangan verbal yang realistik
4.      Koordinasikan aktivitas bagi personel lain yang terlibat dalam perawatan
pasien;
a. X-ray, laboratorium, unit perawatan intensif, unit keperawatan
bedah
b. Teknisi : gips, petugas laboratorium, dll
c. Farnakologi
d. Personel ruang operasi tambahan dan staf nonprofesional.
5.      Operasionalkan  dan atasi semua masalah peralatan yang umumnya
digunakan di ruang operasi dan tugaskan layanan khusus (termasuk autoklaf)
6.      Ikut serta dalam konferensi perawatan pasien
7.      Dokumentasikan semua observasi dan tindakan yang sesuai dalam format
yang dibutuhkan, termasuk catatan pasien
8.      Komunikasikan baik verbal dan tertulis, dengan staf ruang pemulihan dan staf
keperawatan bedah rawat jalan (yang terkait) mengenai status kesehatan
pasien saat pemindahan dari ruang operasi.
EVALUASI
1.       Mengevaluasi kondisi pasien dengan cepat sebelum dikeluarkan dari ruang
operasi, sebagai contoh :
a. Kondisi respiratori : bernafas dengan mudah (mandiri atau dibantu)
b. Kondisi kulit : warna baik, tidak ada abrasi, luka bakar, memar
c. Fungsi selang invasif : IV, drain, kateter, NGT — tidak ada
kekakuan atau obstruksi, berfungsi secara normal, dst
d. letak bantalan grounding : kondisi baik
e. balutan : adekuat untuk drainage, terpasang dengan baik, tidak
terlalu ketat, dst
2.      Ikut serta dalam mengidentifikasi praktik perawatan pasien yang tidak aman
dan menanganinya dengan baik

12
3.      Ikut serta dalam mengevaluasi keamanan lingkungan, contoh : peralatan,
kebersihan
4.      Melaporkan  dan mendokumentasikan segala perilaku dan masalah yang
merugikan
5.      Menunjukkan pemahaman tentang prinsip asepsis dan praktik keperawatan
teknis
6.      Mengenali tanggung gugat legal dari keperawatan perioperatif.   
PERAN PERAWAT PADA FASE INTRA OPERATIF
1. Pemeliharaan Keselamatan
a. Atur posisi pasien
1). Kesejajaran fungsional
2). Pemajanan area pembedahan
3). Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
b. Memasang alat grounding ke pasien
c. Memberikan dukungan fisik
d. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
2. Pematauan Fisiologis
a. Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan secara
berlebihan pada pasien
b. Membedakan data kardiopumonal yang normal dengan yang abnormal
c. Melaporkan perubahan-perubahan pada nadi, pernafasan, suhu tubuh dan
tekanan darah pasien.
3. Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan jika pasien sadar)
a. Memberikan dukungan emosional pada pasien
b. Berdiri dekat dan menyentuh pasien selama prosedur dan induksi
c. Terus mengkaji status emosional pasien
d. Mengkomunikasikan status emosional pasien ke anggota tim perawatan
kesehatan lain yang sesuai.
4. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Memberikan keselamatan untuk pasien
b. Mempertahankan lingkungan aseptik dan terkontrol
c. Secara efektif mengelola sumber daya manusia
3. Keperawatan Pascaoperatif
Pengkajian

13
1. Sistem pernafasan
Sangat penting untuk mengkaji status pernafasan segera pascaopeerasi.
Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan yang adekuat harus dipastikan.
Komplikasi yang bisa segera muncul adalah obstruksi jalan nafas,
hipoksemia, hipoventilasi, aspirasi, dan laringospasme (Baradero, Dayrit,
Siswadi, 2009).
2. Cairan dan elektrolit
Pasien bisa kehilangan cairan tubuh karena perdarahan intraoperasi atau
karna hiperventilasi. Hilangnya banyak darah harus diganti dengan
transfusi darah atau pemberian penggantian darah, koloid, dan kristaloid.
Volume cairan tubuh bisa dipertahankan dengan pemberian salin normal
atau ringer laktat intravena (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009). Pasien yang
diberikan cairan infus harus dipantau adanya tanda edema paru (dipsnea,
batuk produktif), atau tanda intoksikasi air (perubahan tingkah laku,
bingung, kulit basah dan hangat, defisit natrium). Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit harus dipantau. Ekstra kalium perlu diberikan untuk
mengganti kalium yang hilang lewat sekresi slang nasogastrik (Baradero,
Dayrit, Siswadi, 2009).
3. Sistem gastrointestinal
Mual dan muntah adalah dua gangguan yang lazim dialami pasien
pascaoperasi. Dua gangguan ini dikaitkan dengan anestesia umum, obesitas,
pembedahan abdomen, pemakaian obat opiat, analgesik, adanya riwayat
mabuk perjalanan, dan faktor psikologis.

Hampir semua pembedahan mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri terjadi akibat


luka, penarikan, dan manipulasi jaringan serta organ. Apabila pasien
mengeluh nyeri pascaoperasi, perawat tidak boleh langsung menafsirkannya
sebagai nyeri insisi, perawat harus mengkaji nyeri yang dialami pasien.
Nyeri adalah suatu pengalaman yang sangat subjektif dan hanya pasien
yang tahu tentang nyeri yang dialaminya (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
4. Status neurologis
Status neurologis dapat ditentukan dengan mengamati tingkat kesadaran
pasien. Respons terhadap stimulus verbal atau stimulus yang menyakiti
harus didokumentasikan. Respon pupil terhadap cahaya dan persamaan

14
respon kedua pupil juga harus dkaji. Komplikasi mayor sistem saraf yang
bisa timbul segera

15
karena anestesia umum adalah somnolen yang berlanjut dan kelemahan otot
(Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
5. Sistem kardiovaskuler
Trombosis vena dan embolisme paru adalah dua komplikasi yang timbul
kemudian. Pemantauan terhadap tanda-tanda vital, cairan IV, dan haluaran
urine secara ketat harus dilakukan. Trombosis vena diakibatkan karena
pembentukan darah beku dalam pembuluh darah vena di pelvis dan tungkai
bawah yang bisa menganggu sirkulasi darah. Embolisme paru terjadi karena
darah beku atau sebagian dari darah beku bisa lepas dari dinding vena dan
ikut dengan sirkulasi darah menuju ke jantung dan sirkulasi pulmona,
kemudian bisa menyumbat salah satu pembuluh darah pulmonal
(embolisme pulmonal) (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan banyak
sekresi, penyumbatan jalan nafas, posisi yang tidak benar.
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan nyeri luka bedah,
balutan yang kencang, efek dari obat.
3. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan adanya masalah
jantung sebelum pembedahan, hipotensi.
4. Kekurangan/kelebihan volume cairan yang berhungan dengan cairan
intravena, gangguan ginjal, gangguan endokrin.
5. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
(Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

Perencanaan dan implementasi

Tujuan: tujuan utama pasien dapat mencakup fungsi pernafasan yang


optimal, reda dari nyeri dan ketidaknyamanan pascaoperatif (mual dan
muntah, distensi abdomen, cegukan), pemeliharaan suhu tubuh normal, bebas
dari cedera, pemeliharaan keseimbangan nutrisi, kembalinya fungsi
perkemihan yang normal, mengalami kembali pola biasanya dari eliminasi
usus, pemulihan mobilitas dalam keterbatasan pascaoperatif dan rencana

16
rehabilitatif, reduksi ansietas dan pencapaian kesejahteraan psikologi, dan
tidak adanya komplikasi. Komplikasi ini termasuk, tetapi tidak terbatas pada
kerusakan perfusi jaringan, ketidakseimbangan cairan, kerusakan integritas
kulit dan infeksi (Brunner & Suddarth, 2002).
Intervensi keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan efek depresan
dari medikasi dan agen anestetik.
a. Memastikan fungsi pernafasan yang optimal.
b. Meningkatkan ekspansi paru, seperti meminta pasien untuk menguap
atau melakukan inspirasi maksimal tertahan dapat menciptakan tekanan
intratoraks negatif -40mmHg dan mengembangkan volume paru sampai
kapasitas total, setidaknya setiap 2 jam pasien dibalik dan didorong untuk
melonggarkan sumbatan mukus.
c. Mengajarkan batuk efektif.

2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan nyeri luka bedah,


balutan yang kencang, efek dari obat.

a. Pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien.

b. Mengajarkan nafas dalam.

c. Mengajarkan batuk efektif

d. Membuat posisi yang membantu pasien dalam hal pernafasan.

e. Pemberian obat (kolaborasi).

3. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan adanya masalah


jantung sebelum pembedahan, hipotensi.
a. Mengukur TTV pasien.
b. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan.
c. Menganjurkan pasien untuk memakai stoking anti embolik jika
diperlukan.
d. Melakukan penggerakan kedua tungkai bawah pasien
e. Melakukan miring kanan/kiri setiap 2 jam

17
4. Kekurangan/kelebihan volume cairan yang berhungan dengan cairan
intravena, gangguan ginjal, gangguan endokrin.
a. Memberikan cairan intravena sesuai kebutuhan pasien.
b. Memantau masukan dan haluaran
c. Mengontrol kecepatan infus yang diberikan pada pasien.
d. Memberikan cairan per oral (bisa dimulai apabila sudah ada gerakan
peristaltis, refleks muntah maupun batuk).
(Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).

Evaluasi

Untuk mengevaluasi berhasilnya intervensi keprawatan, perlu dibandingkan


antara perilaku pasien dan hasil yang diharapkan. Intervensi keperawatan
dikatakan berhasil apabila pasien dapat:
a. Mempertahankan jalan nafas yang paten dan auskultasi paru tidak
menunjukkan rales
b. Mempertahankan nilai gas darah dalam batas normal dan saturasi oksigen
paa kadar 96% atau lebih.
c. Bisa batuk secara efektif.
d. Memiliki haluaran urine lebih dari 30 ml per jam; tidak ada edema.
e. Berkemih secara spontan 8-10 jam setelah pembedahan.
(Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009)

18
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan. Pengkajian
keperawatan yaitu: usia, alergi (iodin, medikasi, lateks, larutan antiseptik atau larutan
pencuci kulit, plester), obat dan zat lain yang sedang dipakai (obat dari dokter, rokok,
alkohol), tinjauan sistem tubuh, pengalaman pembedahan yang dulu dan yang
sekarang, latar belakang kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan,
agama), dan psikososial. Diagnosa keperawatan yang muncul pada tahap
preoperatif menurut Brunner (2002) mencakup:
1. Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman bedah (anestesi, nyeri)
dan hasil akhir dari pembedahan.
2. Defisit pengetahuan mengenai prisedur dan protokol praoperatif dan
harapan pascaoperatif

Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan
berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan

Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra
operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya. Pengkajian pasca operasi meliputi ; Sistem
pernafasan, cairan dan elektrolit, Sistem kardiovaskuler, Status neurologis, Sistem
gastrointestinal

B. SARAN
Petugas kesehatan yang berada di kamar operasi harus dalam keadaan yang steril.
Bertujuan untuk menghindari adanya infeksi yang muncul akibat tindakan operasi

19
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, dkk. (2009). Prinsip & praktik keperawatan perioperatif. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddart. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah. Edisi 8 vol. 1.
jakarta:EGC.
Gruendemann, B. J. (2006). Buku ajar keperawatan perioperatif. Vol. 1 prinsip.
Edisi bahasa indonesia. Jakarta: EGC.
Oswari, E. (2005). Bedah dan perawatannya. Cetakan keempat. Jakarta: FKUI.
Potter & Perry, (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses &
Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Setiawati, S. & Dermawan,A.C. (2008). Proses pembelajaran dalam pendidikan
kesehatan. Cetakan pertama. Jakarta: TIM.

20

Anda mungkin juga menyukai