Anda di halaman 1dari 14

LABORATORIUM KIMIA FARMASI

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2018/2019

MODUL : Penetapan Kadar Senyawa Obat Dengan Metode Titrasi Asam-Basa

PEMBIMBING : Edi Wahyu Sri Mulyono, Drs., Apt., M.Si.

Tanggal Praktikum : 12 Maret 2019


Tanggal Penyerahan : 19 Maret 2019

Oleh :

Kelompok : III (Tiga)

Nama : 1.Dila Dilalah (171431007)

2. Keukeu Mega Sylvia (171431015)

3. Syifa Dhea Nisa (171431031)

Kelas : 2A-Analis Kimia

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2019
TUJUAN PERCOBAAN

1) Mengetahui dan memahami prinsip penetapan kadar dengan metoda titrasi asam-basa
2) Mengetahui dan memahami penerapan metoda titrasi asam-basa dalam bidang farmasi.
3) Mampu menetapkan kadar suatu senyawa obat yang bersifat asam berdasarkan metoda
titrasi asam-basa.

LANDASAN TEORI

Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam larutan.
Titrasi dilakukan dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang sudah
diketahui konsentrasinya. Reaksi dilakukan secara bertahap (tetes demi tetes) hingga tepat
mencapai titik stoikiometri atau titik setara. Ada beberapa macam titrasi bergantung pada
jenis reaksinya, seperti titrasi asam basa, titrasi permanganometri, titrasi argentometri, dan
titrasi iodometri (1:168).
Dalam titrasi asam basa, zat – zat yang bereaksi umumnya tidak berwarna sehingga
anda tidak tahu kapan titik stoikiometri tercapai. Misalnya larutan HCl dan larutan NaOH,
keduanya tidak berwarna dan setelah bereaksi, larutan NaCl yang terbentuk juga tidak
berwarna. Untuk menandai bahwa titik setara pada titrasi telah dicapai digunakan
indikator atau penunjuk. Indikator ini harus berubah warna pada saat titik setara tercapai.
Umumnya indikator asam basa berupa molekul organik yang bersifat asam lemah dengan
rumus HIn. Indikator memberikan warna tertentu ketika ion H+ dari larutan asam terikat
pada molekul HIn dan berbeda warna ketika ion H+ dilepaskan dari molekul HIn menjadi
In-. titik akhir titrasi dapat sama atau berbeda dengan titik ekuivalen bergantung pada
indikator yang digunakan. Jika indikator yang dipakai memiliki trayek pH yang 6-8,
mungkin titik akhir titrasi sama dengan titik ekuivalen (1:169, 173).
Titik akhir titrasi dideteksi dengan menggunakan indikator yang sesuai. Indikator-
indikator ini merupakan asam lemah atau basa lemah yang warnanya didalam larutan
bergantung pada tingkat ionisasinya (2:133).
Titik ketika reaksi tepat berlangsung sempurna disebut titik ekivalensi atau titik
stoikiometri. Untuk mengetahui titik ekivalensi digunakan indikator yang akan mengalami
perubahan warna ketika terdapat kelebihan pereaksi. Titik ini disebut titik akhir titrasi
yang diharapkan berimpit dengan titik stoikiometri. Perbedaan antara titik ekivalensi dan
titik akhir titrasi disebut kesalahan titrasi. Indikator yang dipilih untuk suatu titrasi harus
memberikan kesalahan titrasi yang sekecil mungkin. Pada analisis volumetri diperlukan
larutan standar. Proses penentuan konsentrasi larutan standar disebut “menstandarkan”
atau “membakukan”. Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya yang
akan digunakan pada analisis volumetri (3:170).
Ada dua cara dalam menstandarkan larutan yaitu (3:170) :
1. Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat
tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume tertentu secara tepat.
Larutan ini disebut larutan standar primer, sedangkan zat yang digunakan disebut
standar primer.
2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat
kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu tetapi dapat
distandarkan dengan larutan standar primer disebut larutan standar sekunder.
Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer harus memenuhi persyaratan
dibawah ini (3:170-171) :
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis, sehingga tidak menyerap uap air, tidak
menyerap CO2 pada waktu penimbangan.
4. Mempunyai massa ekivalen besar.
Suatu larutan standar adalah larutan yang mengandung reagensia dengan bobot yang
diketahui dalam suatu volume tertentu larutan. Larutan standar digunakan dalam reaksi
penentralan atau asidimetri dan alkalimetri. Ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa
yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan suatu asam
standar (asidimetri), dan titrasi asam bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam
yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi – reaksi ini
melibatkan bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air (4:261).
Baku primer adalah senyawa-senyawa kimia stabil yang tersedia dalam kemurnian
tinggi dan yang dapat digunakan untuk membakukan larutan baku yang digunakan dalam
titrasi. Titran seperti natrium hidroksida atau asam klorida tidak dapat dianggap sebagai
baku primer karena kemurniannya cukup bervariasi. Hanya ada sedikit titrasi asam basa
kuat langsung yang tercantum di dalam penetapan kadar farmakope. Titrasi asam basa
kuat digunakan dalam penetapan kadar farmakope untuk asam perklorat, asam klorida,
asam sulfat dan tiamin hidroklorida sedangkan titrasi asam lemah/basa kuat digunakan
dalam penentuan kadar farmakope untuk : asam benzoate, asam sitrat, injeksi klorambusil,
injeksi mustin, tablet asam nikotinat, dan asam undekanoat (5:71,75).
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki peranan sangat
besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat anti piretik dan analgenik.
Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan bebas di alam, jadi untuk
memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi kimia antara dua zat atau lebih untuk
membentuk suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organic adalah sintesis teknik preparasi
senyawa yag dapat dianggap sebagai seni, salah satu senyawa organik yang dapat
disentesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal atau asam asetilsalisilat adalah turunan dari
senyawa asam salisilat yang diperoleh dari simplisia tumbuhan Coretx salicis (Baysinger,
2004).
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang palin dikenal. Aspirin adalah obat pertama
yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk
bubuk(puyer). Dalam menyambut piala dunia FIFA 2006 di Jerman, replica tablet aspirin
raksasa di pajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, land der
Ideen (“Jerman, negeri berbagai ide”). Orang Romawi dan Yunani kuno telah
menggunakan sejenis aspirin yang diekstrak dari sejenis tumbuhan sebagai analgesic
(penghilang rasa sakit). Selain itu, aspirin juga dikenal sebagai antipyretic (penurun
demam), dan anti inflamasi. Penggunaan lain aspirin digunakan untuk mencegah thrombus
koroner dan thorombus vena-dalam berdasarkan efek penghambat agregas trombosit.
Laporan menunjukkan bahwa dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang diminum tiap hari
dapat mengurangi incident infark miokard akut, dan kematian pada penderita angina tidak
stabil (Tjay,1978).
Sedangkan efek samping dari aspirin yang sering terjadi yaitu tukak lambung,
kadang-kadang disertai anemia sekunder (Baysinger, 2004).
ALAT DAN BAHAN

1. Alat yang Digunakan

 Mortir dan stamper  Gelas ukur 50/100 ml


 Kertas timbang  Buret
 Spatula  Pipet tetes (2 buah)
 Labu Erlenmeyer 100/250 ml (4  Penangas air
buah)  Neraca analitik
 Gelas piala 100 ml (2 buah)  Oven

2. Bahan yang Digunakan

 Kalium biftalat  Indikator fenol merah


 Tablet tolbutamida  Larutan NaOH 0,1 N
 Tablet aspirin  Air bebas karbon dioksida
 Etanol 95% P netral  Akuades
 Indikator fenolftalein  Aseton
PROSEDUR KERJA

1. Pembakuan Larutan NaOH dengan Asam Oksalat

Timbang 0,6300 Pipet 10 mL asam


Larutkan dalam oksalat ke dalam
gram Asam
100 mL aquadest erlenmeyer
Oksalat

Titrasi dengan larutan


NaOH 0,1 N (bening Tambahkan 3 tete
merah mudah) indikator PP
2. Pembakuan Larutan NaOH dengan Kalium Hidrogen Ftalat
Timbang 5 gram
Keringkan kalium
Kalium Hidrogen Larutkan dalam 75
hydrogen ftalat
Ftalat mL air bebas CO2
pada T= 120oC
selama t= 2 jam

Titrasi dengan
larutan NaOH 0,1 Pipet 10 mL
Tambahkan 3 tetes
N (bening merah larutan kalium
indikator PP
muda) hydrogen ftalat
3. Penentuan Kadar Asam Asetil Salisilat Dalam Sampel

Masukkan ke
Timbang 500 mg dalam Erlenmeyer Tambahkan 30 mL
sampel tablet 100 mL aseton
Aspirin halus

Panaskan dengan
penangas air Larutkan sambil
Tambahkan 20 mL
sambil diaduk diaduk di atas
etanol
penangas air

Pipet 10 mL Tambahkan 10
Titrasi dengan
sampel tetes indikator
larutan NaOH 0,1
fenol merah
N (kuning merah)

KESELAMATAN KERJA

Gunakan alat pelindung diri yang lengkap. Lakukan secara hati-hati saat menggunakan
oven dan waterbath. Larutan NaOH jika dibiarkan lama dalam buret dapat membeku dan sering
menyebabkan penyumbatan pada lubang alir keluar. Oleh karena itu, larutan NaOH dimasukkan
ke dalam buret jika titrasi telah siap dilakukan. Setelah selesai praktikum, buret harus segera
dibersihkan kembali.

DATA PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

1. Pembakuan Larutan NaOH dengan Asam Oksalat

Konsentrasi Asam Oksalat : 0,0999 N


Volume Asam Oksalat yang di pipet : 10 mL

Titrasi Ke- 1 2

Volume Akhir 8,40 mL 17,60 mL

Volume Awal 0,00 mL 9,00 mL

Volume Titrasi 8,40 mL 8,60 mL


Volume Rata-rata 8,50 mL

Massa H2C2O4 : 0,6298 g


0,6298 g 1000
NH C O : x =0,0999 N
2 2 4
63 100
Volume Asam Oksalat yang di pipet : 10 mL
Volume Titrasi rata-rata : 8,50 mL
Maka, Konsentrasi NaOH :
V H C O xNH
2 2 4 2 C 2 O4 =V NaOH x N NaOH
10 mL x 0,0999 N =8,50 mL x N NaOH
N NaOH =0,1175 N

2. Pembakuan Larutan NaOH dengan Kalium Hidrogen Ftalat


Konsentrasi Kalium Hidrogen Ftalat : 0,3265 N
Volume Kalium Hidrogen Ftalat yang di pipet : 10 mL

Titrasi Ke- 1 2

Volume Akhir 32,20 mL 32,70 mL

Volume Awal 0,00 mL 0,00 mL

Volume Titrasi 32,20 mL 32,70 mL

Volume Rata-rata 32,45 mL

Massa CO2HC6H4CO2K : 5,0003 g


5,0003 g 1000
NC : x =0,3265 N
O 2 HC 6H 4 CO2 K
204,2 75
Volume Kalium Biftalat yang di pipet : 10 mL
Volume Titrasi rata-rata : 32,45 mL
Maka, Konsentrasi NaOH :
VC O 2 HC 6H 4 CO2 K
x NC O 2 HC 6 H 4 CO2 K
=V NaOH x N NaOH
10 mL x 0,3265 N =32,45 mL x N NaOH
N NaOH =0,1006 N

3. Penentuan Kadar Asam Asetil Salisilat Dalam Sampel

Titrasi Ke- 1 2

Volume Akhir 18,80 mL 18,90 mL

Volume Awal 0,00 mL 0,00 mL

Volume Titrasi 18,80 mL 18,90 mL

Volume Rata-rata 18,85 mL

Berat aspirin 1 = 0,5000 gram


Berat aspirin 2 = 0,5002 gram
0,5000+0,5002 gram
Berat rata-rata aspirin = =0,5001 gram=500,10 mgram
2
 Menggunakan N NaOH hasil pembakuan Asam Oksalat (0,1175 N)
1 mL NaOH ~ 0,1 N ~ 9,008 mgram

V 1 x N 1=V 2 x N 2

1 mL x 0,1 N=V 2 x 0 ,1175 N


V 2=0,8510mL
V NaOH (titrasi) = 18,85 mL
18,85 mL
Kadar Asam Asetil Salisilat= x 9,008 mgram=199,53 mgram
0,8510 mL
199,53 mgram
% Asam Asetil Salisilat dalam sampel = ×100 %=39,40 %
500,10 mgram
 Menggunakan N NaOH hasil pembakuan Kalium Biftalat ( 0,1006 N)
1 mL NaOH ~ 0,1 N ~ 9,008 mgram
V 1 x N 1=V 2 x N 2
1 mL x 0,1 N=V 2 x 0,1006 N
V 2=0,9940mL
V NaOH (titrasi) = 18,85 mL
18,85 mL
Kadar Asam Asetil Salisilat= x 9,008 mgram=170,83 mgram
0,9940 mL
170,83 mgram
% Aspirin dalam sampel = ×100 %=34,16 %
500,10 mgram

PEMBAHASAN

Aspirin atau asam aseto salisilat merupaka obat anagesik atau pereda rasa sakit.
Aspirin ini merupakan senyawa kimia yang bersifat asam sehingga untuk menentukan
kadarnya dapat dilakukan dengan metode titrimetri yaitu titrasi asam-basa. Titrasi asam
basa ini didasarkan pada reaksi netralisasi antara senyawa yang bersifat asam yaitu
aspirin dengan senyawa yang bersifat basa/ larutan baku yaitu natrium hidroksida
(NaOH).

Larutan NaOH merupakan larutan baku sekunder yang bersifat tidak stabil dan
higrokofis sehingga untuk menentukan konsentrasinya harus dilakukan pembakuan melalui
proses standardisasi menggunakan larutan baku primer yaitu asam oksalat dan kalium
biftalat. Penggunaan 2 larutan baku primer yang berbeda untuk membandingkan hasil
standardisasi dari besar konsentrasi larutan Natrium Hidroksida.

Pada proses standardisasi, untuk membantu mengetahui titik akhir titrasi dan
diharapkan mendekati titik ekivalen, maka ditambahkan indikator fenolftalein yang
merupakan indikator asam basa dengan trayek pH antara 8-10, dimana pada keadaan
asam tidak berwarna dan dalam keadaan basa berwarna merah. Indikator fenolftalein
digunakan karena trayek pHnya sesuai dengan pH titrasi dan perubahan warna yang
dihasilkannya spesifik. Reaksi standardisasi (asam basa) antara asam oksalat (sebagai
asam lemah) atau kalium biftalat dan NaOH sebagai basa kuat, terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi merah muda. Perubahan ini terjadi karena tercapainya titik
ekivalen (Rhaca Triata, 2013).

Reaksi standarisasi Larutan Natrium Hidroksida dengan Larutan Asam Oksalat :


NaOH(aq) + H2C2O4(aq) Na2C2O4(aq) + H2O(l)
Natrium Asam
hidroksida Natrium
oksalat oksalat

Reaksi standarisasi Larutan Natrium Hidroksida dengan Larutan Kalium Biftalat :

O O
H Na
O O
+ NaOH(aq) + H2O(l)
O O
K K
O O
Kalium Natrium Kalium natrium
biftalat hidroksida ftalat

Penggunaan kalium biftalat sebagai larutan baku primer dalam proses


standardisasi natrium hidroksida (NaOH) karena kalium biftalat memiliki berat ekivalen
(BE) yang besar sehingga tidak mudah terpengaruh kemurniannya dan juga karena
kalium biftalat merupakan baku primer asam yang dapat digunakan untuk NaOH sebagai
baku asam. Namun, kalium biftalat ini harus dilarutkan dalam air yang bebas CO 2 agar
saat direaksikan dengan NaOH, NaOH tidak bereaksi membentuk natrium karbonat,
sehingga titran tidak murni NaOH atau yang distandarisasi bukan lagi NaOH. S elain itu
CO2 juga dapat bereaksi dengan air sehingga membentuk asam karbonat, sehingga asam akan
meningkat dan butuh banyak NaOH untuk titrasi yang menyebabkan kadar yang diperoleh tidak
akurat.

Dari hasil percobaan, volume rata-rata titik akhir titrasi pembakuan NaOH dengan asam
oksalat sebesar 8,50 mL sehingga diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 0,1175 N. Sedangkan
volume rata-rata titik akhir titrasi pembakuan NaOH dengan kalium biftalat sebesar 32,45 mL
sehingga diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 0,1006 N. Dari kedua hasil standarisasi tersebut,
tidak menunjukan perbedaan konsentrasi larutan Natrium Hidrogsida yang begitu signifikan.

Setelah proses standardisasi NaOH dilakukan, dilajutkan dengan penentuan kadar


senyawa obat aspirin dalam sampel. Dalam preparasi sampel, sejumlah tablet digerus
hingga halus untuk memperbesar luas permukaan obat agar lebih mudah berkontak
dengan pelarut. Selain itu, penggerusan juga berfungsi untuk memperkecil ukuran
partikel sehingga mudah untuk dilarutkan. Pelarut yang digunakan untuk melarutkan
aspirin adalah etanol 96% P netral. Penggunaan etanol sebagai pelarut karena aspirin
bersifat nonpolar yang tidak dapat larut dalam pelarut polar seperti air. Sedangkan etanol
merupakan pelarut yang bersifat semipolar sehingga apirin akan larut pada bagian non
polar dari etanol dan bagian polar dari etanol akan berinteraksi dengan natrium
hidroksida.

Untuk menentukan titik akhir titrasi dalam penentuan kadar aspirin digunakan
indikator fenol merah yang mempunyai range pH 6,4 – 8,0 dengan perubahan warna dari kuning
ke merah. Berdasarkan hasil percobaan, volume rata-rata tirik akhir titrasi penentuan kadar
apirin dalam sampel diperoleh sebesar 18,85mL sehingga diperoleh kadar apirin dalam
sampel sebesar 39,40%(dititrasi dengan NaOH yang dibakukan dengan asam oksalat) dan
34,16% (dititrasi dengan NaOH yang dibakukan dengan kalium biftalat). Reaksi yang
terjadi pada proses titrasi aspirin dengan NaOH sebagai berikut:

O
O
O C CH3
O C CH3

(aq) + NaOH(aq)
+ H2O(l)
COOH (aq)
COONa
Aspirin Natrium Natrium
hidroksida aspirin

Ketentuan Farmakope Indonesia Edisi.III, kadar aspirin tidak kurang dari 90,0% dan
tidak lebih dari 110% tablet . Kadar aspirin hasil praktikum tidak sesuai dengan ketetntuan,
hal ini dapat terjadi karena sampel tidak terlarut dengan sempurna, dilihat dari masih
terdapatnya padatan tak terlarut meskipun serbuk aspirin sudah dilarutkan atau karena
titik akhir titrasi yang sedikit jauh dari titik ekivalen sehingga konsentrasi yang diperoleh
kurang akurat.

Kelebihan dari penentuan kadar aspirin dengan metode titrasi asam basa ini
adalah prosedur pengerjaannya yang sederhana dan murah. Sedangkan kelemahan dari
metode ini yaitu tingkat ketelitian yang rendah dan tidak dapat digunakan untuk sampel
dengan kadar yang kecil.
SIMPULAN

 Setelah pembakuan dengan asam oksalat, diperoleh konsentrasi NaOH yaitu 0,1175 N.
 Setelah pembakuan dengan Kalium Biftalat, diperoleh konsentrasi NaOH yaitu 0,1006 N.
 Kadar aspirin dalam sampel sebesar 34,16% dengan menggunakan NaOH hasil
pembakuan dengan Kalium Biftalat dan 39,40% dengan menggunakan NaOH hasil
pembakuan dengan Asam Oksalat.
 Saat melakukan titrasi pastikan semua zat sudah larut agar reaksi berlangsug sempurna
dan kadar yang diperoleh sesuai dengan literatur.
 Kalium biftalat harus dilarutkan dalam air yang bebas CO2 agar saat direaksikan dengan
NaOH, NaOH tidak bereaksi membentuk natrium karbonat, sehingga titran tidak murni
NaOH atau yang distandarisasi bukan lagi NaOH.

DAFTAR PUSTAKA

Bouw, P. Seng, dkk. Suara Farmasi. VII. 3. hal. 73-78

Cartika, Harpolia. Kimia Farmasi II. 2017. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Hal 57

Farmakope Indonesia III, hal 43-44, 610

Gholib Ibnu dan Abdul Rohman. Kimia Farmasi Analisis.2007. PUSTAKA PELAJAR.
Yogyakarta.

Sahara, Emmy. Analisis Kuantitatif Aspirin Dalam Tablet Dengan Titrasi Asam Basa. 2011.
Laboratorium Kimia Analitik-F MIPA-Kimia-Universitas Udayana.

LAMPIRAN

Warna larutan hasil titrasi sampel aspirin dengan NaOH


Warna larutan sampel aspirin sebelum dititrasi dengan NaOH

Warna larutan kalium biftalat setelah dititrasi dengan NaOH

Warna larutan kalium biftalat sebelum dititrasi dengan NaOH

Anda mungkin juga menyukai