Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

PENERAPAN SLOW DEEP BREATHING RELAXATION PADA PASIEN PRE OP FRAKTUR


TERTUTUP UNTUK MENGURANGI
INTENSITAS NYERI DIRUANG RAWAT INAP
RSUD SITI AISYAH KOTA LUBUKLINGGAU

Disusun Oleh:
Nabilah Putri sholeha
PO.71.20.3.18.044

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
LUBUKLINGGAU
TAHUN 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang disebabkan oleh trauma, tenaga fisik,

kekuatan, sudut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang yang akan menentukan

apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap. Gangguan kesehatan yang

banyak dijumpai dan menjadi salah satu masalah dipusat-pusat pelayanan kesehatan di

seluruh dunia salah satunya adalah fraktur (Budhiartha, 2013).

Menurut World Health Organisation (WHO) Badan Kesehatan Dunia mencatat pada

tahun 2013-2014 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita

fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Tingkat kecelakaan transportasi jalan di kawasan Asia

Pasifik memberikan kontribusi sebesar 44% dari total kecelakaan di dunia, yang didalamnya

termasuk Indonesia.

Kecelakaan dijalan raya merupakan masalah kesehatan yang sangat sering terjadi diseluruh

dunia, sekitar 14.000 orang mengalami kecelakaan dijalan setiap harinya. Lebih dari 3000 orang

meninggal dunia akibat kecelakaan dan sekitar 15.000 orang mengalami kecelakaan seumur

hidup. Bila masalah ini tidak diperhatikan dengan sungguh-sungguh, maka dikhawatirkan pada

tahun 2020 nanti, jumlah korban yang meninggal atau mengalami kecacatan akan mencapai lebih

dari 60 % penduduk diseluruh dunia, sehingga kecelakaan dijalan merupakan penyebab utama

kesakitan dan kecacatan.


Dikawasan Asia Tenggara, pada tahun 2014 diperkirakan 354.000 orang meninggal dunia

akibat kecelakaan dijalan dan kurang lebih 6,2 juta jiwa terpaksa dirawat di rumah sakit akibat

kecelakaan sehingga memerlukan dana sebanyak 14 milyar dolar Amerika.

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI (2013) di Indonesia terjadi kasus fraktur

yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalulintas dan trauma

benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775

orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalulintas, yang mengalami fraktur sebanyak

1.770 orang (8,5%) dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur

sebanyak 236 orang (1,7%) (Kemenkes RI, 2013).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015

didapatkan sekitar 2.900 orang yang mengalami insiden fraktur, 56% diantaranya

mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 15% mengalami kesembuhan dan

5% mengalami gangguan psikologis atau depresi.

Menurut data RSI Siti Khadijah Palembang jumlah pasien fraktur cenderung

meningkat berturut-turut dari tahun 2014 mencapai 338 orang, pada tahun 2015 397 orang,

dan pada tahun 2016 mencapai 423 orang. Fraktur lebih dominan terjadi pada laki-laki

dengan persentase 75%.

Di Kota Lubuklinggau berdasarkan data yang didapat dari rumah sakit Siti Aisyah, angka

kejadian fraktur dalam 2 tahun terakhir masih masih terus meningkat untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1.1
Distribusi Pasien Fraktur Di Rumah Sakit Umum Daerah

Siti Aisyah Kota Lubuklinggau 2017-2018

No Tahun Jumlah pasien Angka kematian

1 2017 6 0

2 2018 53 0

Sumber : Rekam medic RS Siti Aisyah Kota Lubuklinggau tahun 2019.

Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat dilihat bahwa angka kejadian fraktur, pada tahun 2017

berjumlah 6 orang dan pada tahun 2018 berjumlah 53 orang dengan tidak adanya angka

kematian.

Dampak muncul pada pasien dengan fraktur baik secara fisik, psikososial maupun ekonomi.

Secara fisik dampak yang dirasakan oleh penderita cidera pada tubuhnya yang dapat

menyebabkan rasa nyeri dan sakit, kerusakan fungsi, adanya perubahan bentuk pada daerah

fraktur, terbatasnya gerakan dan adanya perdarahan pada tempat cidera. Masalah yang sering

muncul pada pasien fraktur adalah edema atau bengkak, nyeri, keterbatasan lingkup gerak sendi,

penurunan kekuatan otot, serta penurunan kemampuan untuk ambulasi dan berjalan karena

trauma (Brunner & Suddarth, 2013).

Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen

farmakologi dan manajemen nonfarmakologi. Manajemen farmakologi merupakan manajemen

kolaborasi antara dokter dengan perawat yang menekankan pada pemberian obat yang mampu

menghilangkan sensasi nyeri, sedangkan manajemen nonfarmakologi merupakan manajemen

untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik manajemen nyeri meliputi, stimulus

dan massage kutaneus, terapi es dan panas (pemberian kompres dingin atau panas),
stimulus saraf elektris transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis, dan teknik rela ksasi

(Brunner & Suddarth, 2013).

Menurut Tarwoto, (2011) Slow Deep Breathing Relaxation atau disebut Relaksasi Nafas

Dalam merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat

yang dapat menimbulkan efek relaksasi. Slow Deep Breathing Relaxation adalah metode bernapas

yang frekuensi bernapas kurang dari 10 kali per menit dengan fase ekshalasi yang panjang

(Breathesy, 2012). Sedangkan Suhartini (2013), mengatakan Relaksasi Nafas Dalam adalah metode

yang dapat dilakukan terutama pada pasien yang mengalami nyeri. Relaksasi Nafas Dalam

merupakan latihan pernafasan yang menurunkan konsumsi oksigen. Hal ini terjadi karena relative

kecilnya peran otot-otot skeletal dalam nyeri pre op dan post op atau kebutuhan pasien untuk

melakukan relaksasi nafas dalam secara efektif. Relaksasi nafas dalam perlu diajarkan beberapa

kali agar mencapai hasil yang optimal dan perlunya instruksi menggunakan teknik relaksasi nafas

dalam untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya nyeri.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Agung, dkk (2013) tentang

pengaruh pemberian relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur

tertutup di RSI Siti Khadijah Palembang tahun 2018, didapatkan hasil yaitu distribusi

deskriptif nyeri sebelum dilakukan relaksasi nafas dalam pada pasien fraktur adalah skala

6 atau nyeri sedang dan setelah diberikan teknik relaksasi nafas dalam menjadi skala 3

atau nyeri ringan. Berdasarkan teori dan penelitian terkait peneliti berasumsi bahwa nyeri

yang dirasakan sesudah dilakukan relaksasi nafas dalam yang sering muncul pada pasien

fraktur adalah nyeri ringan dengan ciri-ciri yang tidak menimbulkan gelisah dan secara

objektif dapat berkomunikasi dengan baik. Hal ini disebabkan melalui pemberian relaksasi

nafas dalam dapat menciptakan kenyamanan, pasien merasa rileks dengan kegiatan
tersebut mampu meningkatkan suplai oksigen dalam sel tubuh yang akhirnya dapat

mengurangi nyeri yang dialami pasien.

Berdasarkan data diatas dan mengingat pentingnya pemberian relaksasi nafas

dalam pada pasien fraktur tertutup, maka penulis ingin melakukan pengkajian lebih

mendalam terhadap pasien fraktur dan melakukan studi kasus dengan judul “Penerapan

Slow Deep Breathing Relaxation Pada Pasien Pre Op Fraktur Tertutup Untuk Mengurangi

Intensitas Nyeri di Ruang Rawat Inap RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau tahun 2019”.B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam

studi kasus ini adalah “Bagaimanakah Penerapan Slow Deep Breathing Relaxation Pada

Pasien Pre Op Fraktur Tertutup Untuk Mengurangi Intensitas Nyeri di Ruang Rawat Inap

RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau tahun 2019 ?

Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Untuk mengetahui Penerapan Slow Deep Breathing Relaxation Pada Pasien Pre Op

Fraktur Tertutup Untuk Mengurangi Intensitas Nyeri di Ruang Rawat Inap RSUD Siti

Aisyah Lubuklinggau tahun 2019.

Tujuan Khusus

1. Untuk mengkaji pasien fraktur tertutup di Ruang Rawat Inap RSUD Siti Aisyah

Lubuklinggau tahun 2019.


2. Untuk mengetahui rumusan diagnosa keperawatan pada pasien fraktur tertutup di

Ruang Rawat Inap RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau tahun 2019.

3. Untuk mengetahui penyusunan perencanaan keperawatan pada pasien fraktur tertutup

di Ruang Rawat Inap RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau tahun 2019.

4. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada pasien fraktur tertutup di Ruang Rawat

Inap RSUD Siti Aisyah Lubuklinggau tahun 2019.

5. Untuk mengetahui evaluasi pada pasien fraktur tertutup Ruang Rawat Inap RSUD Siti

Aisyah Lubuklinggau tahun 2019.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran bagi mahasiswa Prodi Keperawatan Lubuklinggau

khususnya dibidang asuhan keperawatan pada pasien fraktur tertutup dengan penerapan

teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi intensitas nyeri.

2. Manfaat bagi Tempat Penelitian

Dapat meningkatkan pengetahuan perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Siti Aisyah

Lubuklinggau tahun 2019 dalam memberikan asuhan keperawatan teknik relaksasi nafas

dalam pada pasien fraktur tertutup dengan intensitas nyeri.

3. Manfaat bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapakan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat

tentang fraktur dan manfaat dari pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk

mengurangi intensitas nyeri.

4. Manfaat bagi Perkembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Hasil penelitian ini bisa untuk memberikan masukan bagi pengembangan IPTEK khsusnya tentang
penerapan teknik relaksasi nafas dalam untuk mengurangi intensitas nyeri pada pasien fraktur tertutup.

Anda mungkin juga menyukai