Dimuat Majalah Sastra HORISON, No. cermin masyarakat. Sebagai cermin masya-
10, Oktober 2007, hlm. 20--33. rakat, karya sastra merekam segala sesuatu
(lewat tangan dan pikiran pengarang) yang
terjadi dalam suatu masyarakat. Oleh sebab
itu, tidak mengherankan jika karya-karya
sastra modern Jawa juga diyakini merekam
MENYIBAK SIKAP KE-BERAGAMA-AN JAWA dan sekaligus menggambarkan berbagai sikap
(Studi Kasus Novel-Novel Jawa atau perilaku masyarakat Jawa.
Prakemerdekaan) Agar diperoleh gambaran yang jelas
bagaimana sikap keberagamaan orang (ma-
Tirto Suwondo syarakat) Jawa dalam karya-karya sastra
modern Jawa yang lahir tahun 1920 hingga
1945, ada baiknya terlebih dahulu diuraikan
/1/ gambaran umum mengenai sikap kebera-
gamaan Jawa itu sendiri. Hal ini dilakukan
Esai sederhana ini bermaksud me- karena sebenarnya sikap keberagamaan (re-
maparkan bagaimana sikap ke-beragama-an ligiusitas) semacam itu merupakan tin-dakan
orang atau masyarakat Jawa1 yang tercermin atau perilaku yang telah berlangsung dan
di dalam karya-karya sastra (khususnya telah berurat-berakar sejak lama, bahkan telah
novel) modern Jawa yang terbit pada masa ada sejak sebelum terjadi Islamisasi secara
sebelum Indonesia merdeka (1920--1945).2 besar-besaran di Jawa sekitar abad ke-14.
Dapatkah atau mungkinkah sikap kebera-
gamaan seseorang atau masyarakat dilihat /2/
melalui karya sastra yang hidup/berkembang Dalam buku The Religion of Java
dalam masyarakat yang bersangkutan? Per- (1960), yang kemudian diterjemahkan ke
tanyaan ini tentu dapat dijawab dengan tegas: dalam bahasa Indonesia oleh Aswab Mahasin
dapat dan mungkin. Sebab, kalau kita percaya dengan judul Abangan, Santri, Priyayi dalam
pada pendapat para ahli sosiologi sastra, Masyarakat Jawa (1981, 1983, 1989), Geertz
bagaimanapun juga karya sastra merupakan secara renik telah mengklasifikasikan mas-
yarakat Jawa menjadi tiga golongan dengan
1
varian keagamaan masing-masing, yaitu
Yang dimaksud dengan “masyarakat abangan, santri, dan priyayi. Abangan adalah
Jawa” adalah salah satu di antara sekian banyak
golongan yang menekankan aspek-aspek
etnis di Indonesia; berpenduduk terbanyak
(sekitar 60 juta jiwa); tinggal dan hidup Jawa animisme sinkretisme Jawa secara keselu-
Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa ruhan yang pada umumnya diasosiasikan
Yogyakarta, bahkan juga di negara Suriname; dengan unsur para petani di desa; santri
berbahasa ibu bahasa Jawa, dan mereka memiliki adalah golongan yang menekankan aspek-
kekayaan sastra dan budaya sendiri yang disebut aspek Islam sinkretisme yang umumnya
sastra dan kebudayaan Jawa. Selain itu, sejak diasosiasikan dengan unsur para pedagang
digalakkannya program pemerintah mengenai dan sebagian petani; dan priyayi adalah
transmigrasi, masyarakat Jawa juga banyak golongan yang menekankan pada aspek-
terdapat di Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, aspek Hindu yang umumnya diasosiasikan
bahkan di Irian Jaya. dengan unsur birokrasi di kantor-kantor
2
Sementara itu, yang dimaksud dengan
pemerintah (Geertz, 1989:8).
“sastra modern Jawa” adalah karya-karya sastra
yang ditulis oleh pengarang Jawa dengan Untuk menjelaskan sikap kebera-
menggunakan bahasa Jawa, baik dengan huruf gamaan manusia (orang, masyarakat) Jawa,
Latin maupun huruf Jawa; karya ini berkembang agaknya klasifikasi Geertz di atas tidak dapat
berdampingan dengan karya-karya sastra dijadikan pegangan karena klasifikasi ter-
Indonesia yang memenuhi kriteria atau mem- sebut tidak ditetapkan berdasarkan tipe yang
peroleh sebutan “modern” sejak tahun 1920 sama. Dalam hal ini Geertz mencam-
melalui Balai Pustaka, sebuah penerbit milik puradukkan pengertian antara golongan sosial
pemerintah kolonial Belanda.
Geertz, Clifford. 1989. Abangan, Santri, Hardjadisastra, M. 1932. Tri Djaka Moelja
Priyayi dalam Masyarakat Jawa. (Tiga Pemuda Mulia). Jakarta: Balai
Jakarta: Pustaka Jaya. Pustaka.