Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal 01 Juli 2020 tentang


“Pengaruh Terapi Okupasi Personal Hygiene terhadap Penggunaan Waktu Luang
Pada Lansia di UPTPSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru” dengan jumlah
responden sebanyak 15 orang yang diberikan intervensi dengan hasil yang
didapatkan sebagai berikut.
A. Analisis Univariat
1. Data Umum
Tabel 4.1
Distribusi karakteristik Responden
di UPTPSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru
Karakteristik Kategori Jumlah %
Usia Lanjut Usia (elderly) 60-74 tahun 1 6,7
Lanjut Usia (Old) 75-90 tahun 14 93,3
Jenis Kelamin Laki-laki 10 66.7
Perempuan 5 33.3
Pendidikan SD, SMP (Rendah) 9 60
SMA (Tinggi) 6 40
Total 15 100
(Sumber : Analisa Data Primer, 2020)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa paling banyak
umurLanjut Usia (Old) 75-90 tahun sebanyak 14 responden (93,3%) , sebagian
besar jenis kelamin responden adalah laki-laki dengan jumlah 10 orang
( 66.7), dan sebagian besar tingkat pendidikan responden rendah adalah
SD, SMP dengan jumlah 9 responden (60.0%).
2. Data Khusus
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Penggunaan Waktu Luang Sebelum DiberikanTerapi
Okupasi Personal Hygiene
Penggunaan Waktu Luang N Mean SD SE Min Max
Sebelum Diberikan Terapi
Pre Lembar Ceklis personal 15 12,00 2,268 0,586 7 16
hygiene
Post Lembar Ceklis personal 15 23,67 1,839 0,475 20 26
hygiene
(Sumber : Analisa Data Primer, 2020)
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa frekuensi sebelum
diberikan terapi okupasi personal hygiene adalah 12,00 dengan standar
deviasi 2,268 dengan nilai minimum 7 dan maksimum 16, sedangkan
setelah diberikan terapi okupasi personal hygiene adalah adalah 23,67
dengan standar deviasi 1,839 dengan nilai minimum 20 dan maksimum 26.
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Penggunaan Waktu Luang Sesudah DiberikanTerapi
Okupasi Personal Hygiene
Penggunaan Waktu Luang N Mean SD SE Min Max
Sesudah Diberikan Terapi
Pre test Pase 15 7,67 6,779 1,750 0 25
Post Tes Pase 15 19,33 12,659 3,268 5 45
(Sumber : Analisa Data Primer, 2020)
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa frekuensi sebelum
diberikan terapi okupasi personal hygiene adalah 7,67 dengan standar
deviasi 6,779 dengan nilai minimum 0 dan maksimum 25, sedangkan
setelah diberikan terapi okupasi personal hygiene adalah 19,33 dengan
standar deviasi 12,659 dengan nilai minimum 5 dan maksimum 45.
B. Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel
independen (Terapi Okupasi Personal Hygiene) dan variabel dependen
(Waktu Luang) dengan menggunakan uji PairedSampleT Test.
Hasilpenelitian dikatakan berpengaruh jika p < 0,000. Analisa yang
digunakan untuk membandingkan hasil pengukuran sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi menggunakan uji PairedSampleT Test jika data
berdistribusi normal dan jika uji Wilcoxen jika data tidak berdistribusi
normal. Hasil Uji Normalitas jika dilihat dari kurva histogram pada uji
yang telah dilakukan maka didapatkan kurva menunjukkan kurva simetris.
Hasil dari uji skewness juga digunakan untuk melihat suatu data
berdistribusi normal atau tidak dengan hasil pembagian skewness dengan
standar error dengan nilai sebelum diberikan intervensi terapi Okupasi
terhadap personal Hygiene didapatkan nilai skewness(-0,339/0.580) =
-0,58 dan setelah intervensi (-0,625/0.580) = -1,07hasilnya dalam rentang
-2 sampai dengan +2 berarti data berdistribusi normal dan hasil uji kurtosis
didapatkan data sebelum diberikan intervensi terapi Okupasi terhadap
personal Hygiene didapatkan nilai kurtosis (0.519/1.121) = 0,46 dan
setelah intervensi (-0,631/1,121) = -0,56 hasilnya dalam rentang -2 sampai
dengan +2 berarti data berdistribusi normal dan sebelum intervensi terapi
Okupasi terhadap Personal Hygiene didapatkan nilai skewness
(1,209/0.580) = 2,07 dan setelah intervensi (0.538/0.580) = 0.92 hasilnya
dalam rentang -2 sampai dengan +2 berarti data berdistribusi normal, dan
hasil uji kurtosis didapatkan data sebelum diberikan intervensi terapi
Okupasi terhadap PASE didapatkan nilai kurtosis (1.789/1.121) = 1,59 dan
setelah intervensi diberikan (0.578/1.121) = -0.51 hasilnya dalam rentang
-2 sampai dengan +2 berarti data berdistribusi normal dan dari uji
normalitas dari Shapiro-Wilk didapatkan hasil didapatkan hasil 0,119 dan
0,180 >0,05 artinya data berdistribusi normal. Dengan demikian peneliti
menarik kesimpulan bahwa data yang diperoleh adalah data normal maka
dari itu peneliti menggunakan uji Paired Sampel t tes.
Tabel 4.4
Perbandingan Rata-rata Sebelum dan Sesudah pemberian Terapi Okupasi
Personal Hygiene dan Penggunaan Waktu Luang pada Lansia di UPTPSTW
Khusnul
Khotimah Pekanbaru
Perbandingan Sebelum N Mean SD SE P Value
Dan Sesudah Pemberian
Terapi Okupasi
Pre Lembar Ceklis 15 12,00 2,268 0,586
personal hygiene
Post Lembar Ceklis 15 23,67 1,839 0,475 0.000
personal hygiene
Pre test Pase 15 7,67 6,779 1,750
Post Tes Pase 15 19,33 12,659 3,268 0.000
(Sumber : Analisa Data Primer, 2020)
Berdasarkan tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa dari 15
responden sebelum dilakukan personal hygiene adalah 12,00 dengan
standar deviasi 2,268 dengan nilai minimum 5 dan maksimum 45,
sedangkan pengisian lembar setelah personal hygiene adalah adalah 22,60
dengan standar deviasi 3,621 dengan nilai minimum 14 dan maksimum 26.
Lalu physical antivity scale for elderly (PASE) sebelum diberikan terapi
okupasi adalah 7,67 dengan standar deviasi 6,779 dengan nilai minimum 0
dan maksimum 25. Sedangkan physical antivity scale for elderly (PASE)
setelah diberikan terapi okupasi adalah 19,33 dengan standar deviasi
12,659 dengan nilai minimum 7 dan maksimum 16. Kemudian hasil uji
statistik Paired Sampel T Tes didapatkan hasil p value 0.000 yang kurang
dari 0.005, artinya ada pengaruh Terapi Okupasi Personal Hygiene Pada
Penggunaan Waktu Luang Pada Lansia di UPT PSTW Khusnul Khotimah
Pekanbaru.
BAB V
PEMBAHASAN

A. Interprestasi Dan Diskusi Hasil


Berdasarkan pembahasan mengenai “Pengaruh Terapi Okupasi Personal
Hygiene terhadap Penggunaan Waktu Luang Pada Lansia di UPT PSTW
Khusnul Khotimah Pekanbaru” Didapatkan 15 orang lansia yang ditinjau dari
kenyataan yang ditemui dan dibandingkan dengan teori yang ada. Hasil
penelitian dibahas dengan variabel-variabel sebagai berikut :
1. Analisis Univariat
a. Usia
Hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi responden
berdasarkan umur mayoritas adalah Lanjut Usia (Old) 75-90 tahun
sebanyak 14 orang (93,3%) reponden. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Abdus (2018) dengan judul “Pengaruh Terapi Okupasi
Terhadap Stres Pada Lansia (Studi Di Desa Balongbesuk Kecamatan
Diwek Kabupaten Jombang)” bahwa dari 20 responden sebagian besar
berumur 60-70 tahun yaitu berjumlah 14 reponden (70%).
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat lahir
sampai saat beberapa tahun. Semakin cukup usia tingkat kematangan
seseorang semakin lebih matang dalam bekerja dan berfikir (Hanifah,
2010). Kondisi lanjut usia mengalami beberapa penurunan atau
kemunduran, baik fungsi biologis maupun psikis yang nantinya dapat
mempengaruhi mobilitas dan kontak sosial. Kesepian, rendah diri,
kehilangan, kesedihan yang mendalam sampai depresi akan sangat
dirasakan lansia yang hidup sendirian. Terapi okupasi dapat
meningkatkan keterampilan lansia, mengekspresikan emosi, membuat
lansia semakin produktif dan meningkatkan memotivasi (Umah,
2012).
Asumsi peneliti menunjukkan bahwa usia dapat mempengaruhi
lansia dimana terjadi kemunduran dalam semua kognitif fisik maupun
mental yang dimiliki manusia.
b. Jenis Kelamin
Hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi responden
berdasarkan jenis kelamin paling banyak adalah laki-laki sebanyak 10
orang (66,7%) responden, sedangkan perempuan sebanyak 5 orang
(33,3 %) responden. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Wigya (2018) dengan judul “Pengaruh Terapi Okupasi Terhadap
Tingkat Depresi Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Nirwana
Puri Samarinda” menunjukkan bahwa karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin diperoleh separuhnya berjenis kelamin laki-
laki yaitu sebanyak 8 orang (50%) responden dan separuhnya
perempuan yaitu sebanyak 8 orang (50%) responden.
Jenis kelamin adalah kelas atau sekelompok yang terbentuk
dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya
proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan
spesies itu. Kelamin adalah sifat jasmani atau rohani yang
membedakan dua makhluk sebagai wanita dan pria (KBBI, 2011).
Menurut asumsi peneliti, jenis kelamin tidak dapat menjadi
patokan dapat dilakukannya terapi okupasi, karena jenis kelamin
hanya menentukan kelas / sekelompok dalam suatu spesies, dan terapi
okupasi dilakukan pada masyarakat / pasien untuk mengerjakan
sasaran yang terseleksi, untuk lingkungannya maupun untuk dirinya
sendiri.
c. Pendidikan
Hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi frekuensi responden
berdasarka pendidikan paling banyak adalah pendidikan rendah
dengan 9 responden (60,0%). Penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Chairil (2015) dengan judul “Gambaran Perilaku Personal
Hygiene Pada Lansia Di Upt Pstw Khusnul Khotimah Pekanbaru”
diperoleh hasil bahwa pendidikan responden paling banyak
berpendidikan SD yaitu sebanyak 24 orang (40,7%) responden.
Pendidikan merupakan suatu proses yang diperlukan untuk
mendapatkan keseimbangan dan kesempurnaan dalam perkembangan
individu maupun masyarakat. Penekanan pendidikan dibanding
dengan pengajaran terletak pada pembentukan kesadaran dan
kepribadian individu atau masyarakat di samping transfer ilmu dan
keahlian. Dengan proses semacam ini suatu bangsa atau negara dapat
mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dan
keahlian kepada generasi berikutnya, sehingga mereka betul-betul siap
menyongsong masa depan kehidupan bangsa dan negara yang lebih
cerah (Nurkholis, 2013).
Asumsi peneliti bahwa pendidikan responden sangat
mempengaruhi perilaku responden karena pendidikan merupakan hal
penting yang mendasari perilaku seseorang, karena semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin baik pula daya serap seseorang untuk
menerima ilmu, melakukan sesuatu, berbicara, maupun bergerak.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Perilaku yang
di dasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoadmodjo 2010).
Berdasarkan penjelasan di atas jelas terlihat bahwa pendidikan
berkaitan erat dengan perilaku responden dalam menerima dan
melakukan terapi okupasi yang diajarkan.
2. Analisis Bivariat
Pengaruh Terapi Okupasi Personal Hygiene Terhadap Penggunaan
Waktu Luang Pada Lansia
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan adanya pengaruh terapi
okupasi personal hygiene terhadap waktu luang pada lansia. Berdasarkan
hasil uji statistic menggunakan paired t-test didapatkan nila ρ value =
0,000 lebih kecil dari alpha ρ<α (0,5), maka Ho ditolak artinya ada
pengaruh terapi okupasi personal hygiene terhadap waktu luang pada
lansia di UPT PSTW Khusnul Khotimah Pekanbaru.
Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Widari (2016) tentang pengaruh penerapan terapi okupasi terhadap tingkat
stres pada lansia. Salah satu cara yang bisa mengoptimalkan fungsi
kognitif bagi lansia adalah dengan menggunakan cara terapi okupasi
(Graff, 2011). Sesuai juga dengan penelitian Umah (2012) tentang terapi
okupasi : training ketrampilan pengaruhi tingkat depresi pada lansia.
Penelitian (Riyadi, 2010) menunjukkan beberapa responden setelah
mendapatkan terapi okupasi, para responden lebih dapat mengisi waktu
luang dengan melakukan hal-hal yang dapa mengembalikan fugnsi mental,
mengembalikan fungsi fisik, memelihara dan meningkatkan kemampuan
yang dimiliki. Sejalan dengan penelitian Hayati (2010) yang menunjukkan
bahwa lansia akan lebih merasa senang dan bahagia dengan adanya
aktivitas rutin serta mempunyai hubungan social dengan sekelompok
seusianya, karena hal ini dapat mengisi waktu luang mereka seperti
personal hygiene.
Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk
memelihara kesehatan mereka. Pemeliharaan hygiene perorangan
diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan. Praktek
hygiene sama dengan meningkatkan kesehatan (Potter and Perry, 2012).
Seseorang yang sakit, biasanya dikarenakan masalah kebersihan yang
kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena menganggap masalah
kebersihan adalah masalah biasa, padahal jika hal teersebut dibiarkan terus
dapat mempengaruhi kesehatan secara umum. Karena itu hendaknya setiap
orang selalu berusaha supaya personal hygiene dipelihara dan
ditingkatkan.
Menurut asumsi peneliti, berdasarkan penelitian terapi okupasi
personal hygiene terhadap penggunaan waktu luang didapatkan hasil p
value < 0.000 yang berarti ada pengaruh pemberian terapi okupasi
personal hygiene, terapi okupasi adalah layanan kesehatan kepada
masayarakat / pasien yang mengalami gangguan fisik atau mental dengan
menggunakan latihan untuk mengerjakan sasaran yang terseleksi dan
meningkatkan kemandirian individu, dari pengertian tersebut juga terbukti
dari penelitian yang dilakukan, setelah dilakukan terapi okupasi, lansia
yang mengikuti dapat mengerjakan sasaran yang dituju yaitu menigkatkan
personal hygiene pribadinya saat waktu luang. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widari (2016) tentang
pengaruh penerapan terapi okupasi terhadap tingkat stres pada lansia.
Salah satu cara yang bisa mengoptimalkan fungsi kognitif bagi lansia
adalah dengan menggunakan cara terapi okupasi, dari hal tersebut dapat di
simpulkan juga terapi okupasi dapat membimbing lansia mengoptimalkan
kembali stabilitas hidupnya mulai dari aktifitas fisik, pikiran, sosial, dan
spritualnya.

B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan, diantaranya :
1. Keterbatasan komunikasi antara pasien dengan peneliti karena disebabkan
oleh faktor umur.
2. Keterbatasan dalam bertemunya antara pasien dengan peneliti disebabkan
oleh pandemik Covid-19.
3. Keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan penelitian.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang “Pengaruh Okupasi Personal
Hygiene Terhadap Penggunaan Waktu Luang Pada Lansia Di UPT
Khusnul Khotimah Pekanbaru” dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Dari hasil penelitian terhadap 15 orang responden didapatkan rata-rata
nilai pengaruh sebelum diberikan terapi okupasi terhadap personal
hygiene adalah 12,00 dengan standar deviasi 2,268 dan standar eror
0,586 sedangkan setelah diberikan terapi okupasi personal hygiene
adalah adalah 23,67 dengan standar deviasi 1,839 dan standar eror
0,475
2. Dari hasil penelitian terhadap 15 orang didapatkan rata-rata nilai
pengaruh sebelum diberikan terapi okupasi terhadap physical antivity
scale for elderly (PASE) adalah 7,67 dengan standar deviasi 6,779 dan
standar eror 1,750 Sedangkan setelah diberikan terapi okupasi
terhadap physical antivity scale for elderly (PASE) adalah 19,33
dengan standar deviasi 12,659 dan standar eror 3,268.
3. Dari hasil penelitian terhadap 15 orang responden yang berikan terapi
okupasi terhadap personal hygiene dan physical antivity scale for
elderly (PASE) pada lansia yaitu didapatkan nilai rata-rata kelompok
pre dan kelompok post dengan nilai p value 0,000 < 0,05 sehingga Ho
gagal ditolak maka dapat diartikan terapi okupasi ada pengaruh
terhadap personal hygiene dan physical antivity scale for elderly
(PASE).
B. Saran
1. Bagi UPT PSTW
Diharapkan bagi UPT PSTW agar dapat melanjutkan terapi
okupasi yang telah peneliti lakukan yang sebelumnya sehingga lansia yang
berada di UPT PSTW bisa meningkatkan personal hygiene dan dapat
memanfaatkan waktu luangnya dengan baik.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya agar dapat mengupgrade atau menggali
lagi lebih dalam tentang cara menigkatkan personal hygiene dan dapat
memanfaatkan waktu luang dengan baik bagi lansia.
3. Bagi STIKes Payung Negeri Pekanbaru
Bagi STIKes Payung Negeri agar dapat selalu memberikan support
atau dukungan kepada mahasiswa terkait penelitian yang dilakukan di
UPT PSTW karena dengan dukungan penuh dari Kampus mahasiswa
dapat menyelesaikan tugas akhirnya dengan tepat waktu.

Anda mungkin juga menyukai