Anda di halaman 1dari 40

7

BAB II

KAJIAN TEORETIS

2.1 Hakikat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

2.1.1 Pengertian Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

Lembaga Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu lembaga keswadayaan

yang dibentuk untuk memfasilitasi dan mengelola kegiatan-kegiatan

pemberdayaan masyarakat dalam memperbaiki tingkat kehidupan bersama di

setiap desa/kelurahan, LPM dibentuk secara bersama-sama oleh masyarakat

dengan pemerintah desa/kelurahan dalam menopang berbagai kegiatan

pemberdayaan masyarakat menuju kondisi kehidupan yang lebih baik dan

meningkat (Slamet, 2003:42).

Menurut Hikmat (2004:68) pengertian Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat (LPM) sebagai berikut :

LPM adalah singkatan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang


merupakan suatu institusi atau lembaga masyarakat dalam mengembangkan
keswadayaan masyarakat guna memacu kegiatan pembangunan desa, yang
berasaskan kemandirian, keswadayaan dan pemerataan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa LPM

merupakan suatu lembaga yang dibentuk masyarakat dalam meningkatkan dan

menfasilitasi kesuadayaan masyarakat agar mampu membangun dan

mengembangkan kemampuan hidupnya secara mandiri, swadaya dan swakelola

guna mencapai suatu tingkat kesejahteraan bagi warga masyarakat dimana LPM

tersebut berada (berperan) sebagai institusi yang mewadahi potensi dan gerakan-

gerakan masyarakat dalam pembangunan.

7
8

2.1.2 Tujuan LPM

Menurut Isbandi (2003:38) tujuan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

(LPM) sebagai berikut:

1) Mewadahi partisipasi masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan


pembangunan.
2) Menggali, memanfaatkan potensi dan menggerakkan swadaya gotong royong
masyarakat untuk pembangunan.
3) Memfasilitasi komunikasi antara pemerintah dengan warga masyarakat, serta
antar warga itu sendiri.
4) Membina dan menggerakkan potensi masyarakat dalam kegiatan
pembangunan.
5) Memberdayakan dan menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat.
6) Membina usaha ekonomi produktif masyarakat.
7) Membina keswadayaan masyarakat dalam pembangunan.
8) Membina kerjasama antar lembaga yang ada dalam masyarakat.

Sedangkan dalam pedoman umum (Dirjen Perumahan dan pemukiman,

2002:14) diuraikan tujuan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) sebagai

berikut :

Mengembangkan dan memupuk prakarsa dan kemandirian warga


masyarakat, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau
kepentingan bersama warga, memecahkan persoalan bersama dan atau
menyatakan keperdulian bersama, khususnya dikaitkan dengan kemiskinan,
serta mengembangkan partisipasi warga masyarakat dalam pembangunan.

Dalam penjelasan tersebut menunjukkan bahwa LPM bertujuan

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan melalui

peningkatan partisipasi, prakarsa, kemandirian dan keswadayaan warga

masyarakat dengan keterlibatan seluas-luasnya.

Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan LPM

antara lain; menggali dan memberdayakan potensi warga masyarakat,

menggerakkan kegiatan pembangunan yang berasaskan keswadayaan dan

kemandirian, membina dan membantu pengembangan kegiatan ekonomi


9

masyarakat, serta meningkatkan dan menggerakkan partisipasi warga masyarakat

dalam setiap kegiatan pembangunan. Singkatnya tujuan LPM adalah

memberdayakan masyarakat agar mampu membangun diri sendiri dan

berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.

2.1.3 Kegiatan-kegiatan LPM

Dalam menjalankan tugas dan fungsi yang dimilikinya, LPM memiliki

kegiatan-kegiatan tertentu yang menunjang dan mendukung agar tujuan-tujuan

pembangunan dilingkungan desa dapat tercapai. Secara umum kegiatan LPM

meliputi bidang perencanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan, serta

menumbuhkan kondisi dinamis yang mendukung kegiatan pembangunan, baik

pembangunan fisik maupun non fisik, dalam mengembangkan dan meningkatkan

tingkat dan taraf hidup masyarakat. Menurut Risyanti (2006:38) ada beberapa

macam bidang dalam pemberdayaan masyarakat, antara lain:

1. Bidang Pemberdayaan Keluarga dan Keswadayaan Masyarakat

a. Program :

1) Peningkatan Keberdayaan Masyarakat.

2) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Membangun Desa.

3) Peningkatan Peran Perempuan di Perdesaan.

b. Kegiatan :

1) Fasilitasi Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga.

a) Pemantapan system ketahanan keluarga melalui peningkatan peran

dan fungsi Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga

(PKK).
10

b) Fasilitasi pembudayaan Hari Keluarga Nasional.

c) Pemberdayaan kader dalam pelaksanaan program-program pokok

PKK.

d) Pelaksanaan Hari Kesatuan Gerak PKK-KB Kesehatan dalam

rangka peningkatan kesehatan keluarga.

e) Fasilitasi kemampuan kader PKK dalam pengembangan

Peningkatan Pendapatan Keluarga.

f) Fasilitasi Pemberdayaan keluarga dalam tumbuh kembang balita

melalui Bina Keluarga Balita (BKB).

g) Fasilitasi kemandirian masyarakat dalam menangani masalah

keluarga.

h) Fasilitasi Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga.

2) Fasilitasi Pemberdayaan Posyandu.

a) Penguatan fungsi dan kinerja posyandu dalam rangka pelayanan

kesehatan dasar bagi balita dan kaum ibu.

b) Fasilitasi Pengembangan Pos Bersalin Desa (Polindes).

c) Meningkatkan kepedulian dan gerakan masyarakat terhadap budaya

hidup sehat.

d) Memperkuat jaringan dukungan masyarakat sesuai potensi budaya

setempat dalam rangka pelayanan kesehatan dasar.

e) Fasilitasi Koordinasi penanggulangan kejadian gizi buruk pada

balita melalui penyediaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu.


11

f) Fasilitasi koordinasi penanggulan Gangguan Akibat Kurang

Yodium (GAKY) dan penangan penyakit Demam Berdarah

Dengue.

g) Koordinasi penanggulan prevalensi anemia pada ibu hamil dan

balita.

h) Fasilitasi peningkatan peran Pemerintah Daerah dalam mendukung

pelaksanaan program pelayanan kesehatan dasar.

i) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam pengembangan kebijakan

kewaspadaan pangan dan gizi daerah untuk menangani masalah

kesehatan gizi masyarakat.

3) Pelaksanaan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM).

a) Koordinasi Pelaksanaan Bulan Bhakti Gotong Royong kepada

Badan/Dinas Instansi terkait.

b) Pencanangan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat.

c) Fasilitasi Pembangunan Sarana Prasarana dalam rangka

Pelaksanaan Bulan Bhakti Gotong Royong.

d) Pembinaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan Bulan Bhakti

Gotong Royong.

4) Peningkatan Partisipasi Wanita dalam perencanaan dan pembangunan

desa/kelurahan.

a) Penetapan kebijakan pemberdayaan perempuan dalam

pembangunan desa/kelurahan.
12

b) Fasilitasi peningkatan peran perempuan dalam pembangunan

desa/kelurahan.

c) Pengembangan akses bagi perempuan dalam perencanaan

pembangunan desa/kelurahan melalui implementasi metode

Perencanaan Pembangunan Berwawasan Gender/P2MDBG.

d) Fasilitasi pengembangan program pembangunan desa/kelurahan

berwawasan gender.

e) Peningkatan kemampuan perempuan dalam melakukan analisis

gender.

f) Fasilitasi kerja sama dengan LSM Perempuan dalam rangka

pemberdayaan perempuan dalam pembangunan desa/kelurahan.

g) Fasilitasi perlindungan hak-hak perempuan dalam rangka

pembangunan desa/kelurahan.

h) Peningkatan peranan wanita dalam peningkatan pendapatan dan

kesejahteraan keluarga.

2. Bidang Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat

a. Program :

1) Pengembangan Lembaga Ekonomi Pedesaan.

2) Peningkatan Keberdayaan Masyarakat.

b. Kegiatan :

1) Pembinaan dan Pengembangan UED.


13

a) Fasilitasi pembentukan Lembaga Keuangan Mikro Perdesaan,

khususnya Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam/UED-SP dan

Badan Kredit Desa (BKD).

b) Penguatan jaringan kemitraan antara lembaga keuangan mikro

dengan kalangan perbankan.

c) Fasilitasi pengembangan kemandirian masyarakat dalam pengelolaan

lembaga keuangan mikro.

d) Peningkatan dan pengembangan kemampuan para pengelola

lembaga keuangan mikro.

e) Fasilitasi pembentukan kelompok usaha ekonomi mikro dan usaha

masyarakat.

f) Modal usaha pengembangan kegiatan usaha ekonomi mikro dan

usaha kecil masyarakat perdesaan. Identifikasi pengembangan

kegiatan usaha sesuai dengan potensi sumberdaya lokal.

g) Identifikasi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi perdesaan, dan

keterkaitannya dengan usaha perekonomian.

h) Peningkatan keterampilan pengelola kelompok Usaha Ekonomi

Produktif Masyarakat.

2) Pengembangan Pasar Desa.

a) Penetapan kebijakan pengembangan Pasar Desa.

b) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Pasar Desa.

c) Penguatan kemampuan kelembagaan Pasar Desa.


14

d) Pengembangan informasi pasar bagi pemasaran produk hasil usaha

masyarakat.

e) Fasilitasi pengembangan peluang pemasaran bagi hasil usaha

ekonomi masyarakat.

3) Pemberdayaan Keluarga Miskin.

a) Bantuan modal usaha bagi keluarga miskin.

b) Bantuan prasarana dan sarana pendukung pengembangan usaha

keluarga miskin.

c) Bantuan pendampingan kepada keluarga dan kelompok masyarakat

miskin untuk mengembangkan kemampuan usaha dan kebiasaan

hidup produktif.

d) Peningkatan keterampilan keluarga dan masyarakat miskin dalam

mengelola usaha ekonomi produktif. Pengembangan kerja sama

dengan kalangan dunia usaha dan LSM dalam rangka pemberdayaan

keluarga miskin.

e) Identifikasi potensi dan sumber daya keluarga dan masyarakat

miskin di desa/kelurahan.

f) Pola pengembangan partisipasi dan keswadayaan keluarga dan

masyarakat miskin di desa tertinggal.

4) Fasilitasi dan penguatan peran Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan.

a) Fasilitasi Pokja Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan

Daerah (TKPKD).
15

b) Perumusan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis kerja masing-

masing Pokja.

c) Fasilitasi rencana program kerja tahunan masing-masing Pokja.

d) Kompilasi rencana program masing-masing Pokja.

e) Fasilitasi pendataan Rumah Tangga Sasaran (RTS).

f) Rapat Koordinasi keterpaduan program lintas sector dalam

penanggulangan kemiskinan.

g) Rapat Koordinasi Evaluasi pelaksanaan program penanggulangan

kemiskinan.

h) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam penetapan Pagu Program Lintas

Sektor Penanggulangan Kemiskinan.

5) Fasilitasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat.

Pemberdayaan masyarakat dalam bidang Usaha Ekonomi Desa,

Kesehatan, Pendidikan, Sarana dan Prasarana Fisik Perdesaan.

3. Bidang Ketahanan Pangan

a. Program :

1) Peningkatan Ketahanan Pangan.

2) Perbaikan Gizi Masyarakat.

b. Kegiatan :

1) Pemberdayaan masyarakat dalam memperkuat cadangan pangan.

a) Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat Desa (LPMD).

b) Peningkatan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan Lumbung

Pangan Masyarakat Desa.


16

c) Pengembangan Lembaga Cadangan Pangan Pemerintahan Desa.

d) Peningkatan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan Lembaga

Cadangan Pangan Pemerintahan Desa.

e) Analisis situasi ketersediaan, distribusi, konsumsi dan status gizi

masyarakat.

f) Inventarisasi sumber pangan potensial bagi masyarakat.

2) Fasilitasi Dewan Ketahanan Pangan Daerah.

a) Fasilitasi Pokja Dewan Ketahanan Pangan Daerah.

b) Perumusan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis kerja masing-

masing Pokja.

c) Fasilitasi rencana program kerja tahunan masing-masing Pokja.

d) Kompilasi rencana program masing-masing Pokja.

e) Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan.

f) Fasilitasi pendataan Rumah Tangga pendataan Rumah Tangga

Sasaran (RTS).

g) Membangun dan mengembangkan kerjasama di bidang pangan,

lantas wilayah.

h) Pengembangan cadangan pangan untuk kondisi darurat.

i) Sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan Raskin.

j) Peningkatan ketersediaan pangan wilayah berbasis produksi pangan

lokal (perbaikan infrastruktur, saprodi, teknologi).

3) Pemantapan Penganekaragaman Konsumsi dan Pemantauan Keamanan

Pangan Masyarakat.
17

a) Pembinaan dan Pengembangan kualitas keragaman konsumsi pangan

masyarakat, serta memperluas gerakan kecintaan terhadap makanan

asli.

b) Lomba Cipta Menu dalam rangka Peringatan Hari Pangan Sedunia.

c) Pameran Pangan Indonesia Expo.

d) Penguatan sistem deteksi dini dan intervensi Rawan pangan dan

Gizi, surveillance/pendataan (SKPG, cadangan pangan daerah).

4) Fasilitasi Program Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah

(PMT-AS).

a) Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah.

b) Pengembangan model keswadayaan masyarakat dalam pelaksanaan

PMT-AS.

c) Penyusunan menu makanan tambahan anak sekolah berbasis bahan

pangan lokal.

d) Sosialisasi pelaksanaan PMT-AS bagi aparat dan masyarakat.

e) Lomba PMT-AS.

4. Bidang Pemberdayaan Kawasan Perdesaan

a. Program :

1) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam membangun Desa.

2) Pengembangan Wilayah dan Pemberdayaan TTG.

b. Kegiatan :

1) Fasilitasi Pembangunan Prasarana dan Sarana Desa melalui TNI

Manunggal Membangun Desa (TMMD).


18

a) Fasilitasi TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD).

b) Pengembangan prasarana perdesaan skala kecil berbasis masyarakat.

c) Perbaikan lingkungan pemukiman keluarga miskin.

d) Penyediaan air bersih bagi keluarga miskin.

e) Peningkatan pelayanan prasarana dan sarana pemukiman, termasuk

air bersih dan sanitasi pemukiman.

2) Peningkatan Peran Masyarakat dalam Pelestarian Lingkungan.

a) Pemantapan Pengelolaan Lingkungan Hidup/Sistem Informasi

Manajemen Analisis Kualitas Lingkungan Hidup Kecamatan (SIM-

AKLK) bagi Aparat dan Masyarakat.

b) Fasilitasi dan Bimbingan Pengembangan SIM-AKLK.

c) Fasilitasi Pengembangan kemandirian masyarakat dalam

pengelolaan fasilitasi lingkungan perkotaan.

d) Fasilitasi kemandirian masyarakat dalam konversi dan rehabilitasi

lahan kritis.

e) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam mendorong partisipasi

masyarakat dalam pelestarian lingkungan pemukiman.

3) Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas).

a) Pengelolaan dan Pelestarian prasarana dan sarana Penyediaan

Air Minum dan Sanitasi.

b) Dukungan Pengelolaan dan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi

Berbasis Masyarakat.
19

c) Pembentukan Tim Kerja Masyarakat dalam Pengelolaan Penyediaan

Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat.

4) Fasilitasi Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat.

a) Penyusunan Rencana Pembangunan dan Pengembangan Kawasan

Perdesaan Berbasis Masyarakat.

b) Koordinasi penetapan kebijakan tentang peran aktif masyarakat

dalam penataan ruang kawasan perdesaan.

c) Penetapan Kebijakan tentang Tipologi Desa sesuai karakteristik dan

potensi sumber daya lokal.

d) Fasilitasi Pendayagunaan kawasan Pusat Pertumbuhan Terpadu

Antar Desa.

e) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam mendorong peran aktif

masyarakat dalam penataan dan pendayagunaan ruang kawasan

perkotaan.

5) Peningkatan Koordinasi Pembangunan pada kawasan dan desa

tertinggal.

a) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam pembangunan kawasan dan desa

tertinggal.

b) Fasilitasi Pendataan profil kawasan dan desa tertinggal.

c) Fasilitasi Pola Keswadayaan dan Kemandirian masyarakat dalam

pembangunan Desa Tertinggal.

6) Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian SDA.


20

a) Fasilitasi pengembangan peran masyarakat dalam pendayagunaan

SDA.

b) Fasilitasi pengembangan kerja sama pemberdayaan masyarakat pada

kawasan pengelolaan sumber daya alam strategis.

c) Fasilitasi pemberdayaan masyarakat disekitar kawasan hutan atau

pemberdayaan masyarakat desa hutan.

d) Fasilitasi perlindungan hak-hak adat atau ulayat dalam pengelolaan

sumber daya alam.

e) Fasilitasi kemandirian masyarakat dalam pengelolaan sumber daya

air.

f) Fasilitasi Pemerintah Daerah dalam mendorong peran masyarakat

dalam pengelolaan sumber daya alam.

7) Pendayagunaan dan Pemasyarakatan TTG.

a) Fasilitasi kerjasama pengembangan teknologi tepat guna.

b) Pemasyarakatan teknologi tepat guna sesuai kebutuhan masyarakat.

c) Fasilitasi pelayanan informasi dan penyediaan perangkat teknologi

tepat guna melalui Pos Pelayanan Teknologi Perdesaan

(Posyantekdes).

d) Peningkatan keterampilan masyarakat dalam pendayagunaan

teknologi tepat guna.

e) Fasilitasi kerjasama pendayagunaan teknologi tepat guna bersama

instansi terkait dan kalangan lembaga swadaya masyarakat. Lomba

TTG
21

f) Gelar TTG Tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

g) Fasilitasi Teknologi Tepat Guna (TTG) di Lokasi TNI Manunggal

Membangun Desa (TTMD).

h) Inventarisasi dan Pemetaan TTG untuk Usaha Pokmas.

i) Pengembangan Desa Mandiri Energi melalui pendayagunaan TTG.

5. Bidang Pemerintahan Desa dan Kelurahan

a. Program :

1) Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa/kelurahan.

2) Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Membangun Desa.

3) Penyempurnaan dan Pengembangan Data Statistik.

b. Kegiatan :

1) Fasilitasi Pemberdayaan Pemerintahan Desa/kelurahan.

a) Koordinasi Penyusunan dan Penetapan Peraturan Daerah dan

Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur tentang desa. Sosialisasi

Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati/Walikota yang mengatur

mengenai Desa dan Kelurahan.

b) Evaluasi Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengatur

mengenai Desa dan Kelurahan.

c) Koordinasi Penyerahan urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Kabupaten/Kota kepada Desa.

d) Bimbingan Teknis dan Supervisi Penyusunan Peraturan Desa dan

Peraturan Kepala Desa.

e) Evaluasi Peraturan Desa.


22

f) Penetapan dan Penegasan Batas Desa dan Batas Kelurahan.

g) Penetapan Tim Penegasan Batas Desa dan Batas Kelurahan.

h) Penetapan dan Penegasan serta pematokan fisik batas Desa dan batas

Kelurahan.

i) Penyusunan Peta Desa dan peta Kelurahan.

j) Sosialisasi tentang Batas Desa dan Batas Kelurahan kepada

masyarakat.

k) Fasilitasi penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan Kabupaten/Kota ke Desa.

2) Penataan Keuangan dan Asset Desa serta Penghasilan Tetap

Pemerintahan Desa.

a) Koordinasi Penetapan Alokasi Dana Desa 10% dari dana

perimbangan keuangan yang diterima Kabupaten/Kota.

b) Koordinasi Pelaksanaan 10% hasil pajak daerah Kabupaten/Kota

untuk Desa. Fasilitasi Pemberian Bantuan Keuangan dari Provinsi

dan Kabupaten/Kota kepada Desa.

c) Fasilitasi pengembangan sumber-sumber keuangan desa (seperti

pendirian Badan Usaha Milik Desa, dan jenis usaha desa lainnya).

d) Fasilitasi Penyusunan Anggaran Pendapatan Belanja Desa.

e) Koordinasi Alokasi Anggaran di alam APBD Kabupaten/Kota untuk

membiayai penghasilan tetap Kepala Desa dan Perangkat Desa.

(minimal setara dengan UMR Kabupaten/Kota).


23

f) Alokasi anggaran didalam APBD-Desa untuk tunjangan pengahsilan

anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

g) Koordinasi peningkatan penghasilan tetap pemerintahan desa.

h) Penataan Pengelolaan Keuangan Alokasi Dana Desa mulai dari

perencanaan, penganggaran, pelaksanaan sampai pelaporan dan

pertanggungjawaban keuangan desa.

i) Tata cara penghitungan dan penetapan tunjangan bagi kepala desa

dan perangkat desa.

j) Bantuan Penyediaan Prasarana Kerja Pemerintah Desa (seperti

gedung kantor desa dan/atau Balai Desa).

k) Bantuan Penyediaan sarana Kerja Pemerintah Desa (seperti

meubiler, mesin ketik/computer, dll).

l) Pembinaan administrasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

3) Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa.

a) Pelatihan Manajemen Pemerintahan Desa bagi Kepala Desa,

Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

b) Study banding penyelenggaraan pemerintahan desa bagi Kepala

Desa, Perangkat Desa atau anggota Badan Permusyawaratan Desa.

4) Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah daerah dalam memfasilitasi

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

a) Rapat Kerja Daerah tentang Pemantapan Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa.

b) Fasilitasi Pemantapan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.


24

c) Pelatihan bagi Pelatih Manajemen Pemerintahan Desa.

d) Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Pemerintahan Desa

di Pusat.

5) Penataan Wilayah Administrasi Desa dan Kelurahan.

a) Fasilitasi Pelaksanaan Pengembangan Desa, Pemekaran Desa dan

Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan serta Penetapan dan

Penegasan Batas Desa.

b) Koordinasi Pelaksanaan Pengembangan Desa, Pemekaran Desa dan

Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan serta Penetapan dan

Penegasan Batas Desa termasuk penyelesaian masalahnya.

c) Bimbingan Teknis pengembangan, pemekaran dan perubahan serta

penetapan dan penegasan batas desa.

d) Evaluasi Pelaksanaan Pengembangan Desa, Pemekaran Desa dan

Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan serta Penetapan dan

Penegasan Batas Desa.

6) Perlombaan Desa dan Kelurahan.

a) Sosialisasi dan Pembinaan lomba desa dan kelurahan.

b) Penilaian Lomba Desa dan Kelurahan.

c) Menghadiri peringatan HUT kemerdekaan RI bagi Kepala Desa dan

Lurah juara Tingkat Provinsi.

d) Pembinaan Desa dan Kelurahan Juara Tingkat Provinsi sebagai

wakil Provinsi Bali untuk Perlombaan Desa dan Kelurahan Tingkat

Nasional.
25

e) Fasilitasi Perlombaan Desa dan Kelurahan Tingkat Nasional.

7) Fasilitasi DPD Asosiasi LPM Provinsi dan Lembaga Kemasyarakatan

Desa/Kelurahan.

a) Penguatan dan peningkatan kinerja DPD Asosiasi LPM Provinsi

Bali.

b) Penyusunan Perda tentang Lembaga Kemasyarakatan.

c) Koordinasi Pengembangan Lembaga Kemasyarakatan Desa dan

Kelurahan yang terintegrasi dalam RPJM dan SKPD.

d) Fasilitasi penyusunan Perdes tentang Lembaga Kemasyarakatan.

e) Bantuan dan dalam Pengelolaan Administrasi Lembaga

Kemasyarakatan Desa dan Kelurahan.

f) Bintek dalam rangka penguatan Lembaga Kemasyarakatan Desa dan

Kelurahan.

g) Pembinaan dan pengawasan yang berkesinambungan.

h) Monitoring Evaluasi dan Pelaporan.

8) Fasilitasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa/Kelurahan.

a) Permasyarakatan dan Pemanfaatan Forum Musrenbang

Desa/Kelurahan sebagai acuan Aspirasi Masyarakat.

b) Sosialisasi bagi Aparat tentang Musrenbang Desa dan Kelurahan.

c) Peningkatan peran serta Masyarakat dalam kegiatan Pembangunan di

Desa/Kelurahan.

d) Bimbingan teknis dan Fasilitasi Penyusunan RPJM-D/K dan RKP-

DK.
26

e) Sosialisasi dan Pembinaan SKPD Kabupaten/Kota dalam

penyusunan RPJM Desa dan Kelurahan.

f) Pendataan potensi Desa dan Kelurahan.

g) Penyusunan Kurikulum dan Modul Pelatihan Musrenbang

Desa/Kelurahan.

h) Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan Pembangunan Partisipatif.

i) Mengkaji dan memformulasikan regulasi-regulasi baru agar lebih

jelas keterkaitan dan penerapannya di Kabupaten/Kota.

j) Meningkatkan kompetensi teknis daerah dalam Proses Perencanaan

dan Pembangunan Partisipatif.

9) Pengembangan Kader Pemberdayaan Masyarakat.

a) Perencanaan pengembangan Kader Pemberdayaan Masyarakat.

b) Identifikasi kebutuhan pelatihan Kader Pemberdayaan Masyarakat.

c) Pengembangan Management Informasi System (MIS) dalam rangka

penyediaan data dan informasi KPM Desa/Kelurahan se-Provinsi

Bali.

d) Koordinasi/teknis, pemberian penghargaan, perlombaan KPM,

monitoring, evaluasi dan pelaporan.

10) Pengembangan dan fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa.

a) Identifikasi dan evaluasi terhadap bentuk, jenis dan jenjang pelatihan

pemberdayaan masyarakat Desa/Kelurahan.


27

b) Identifikasi kebutuhan pelatihan masyarakat Desa dan Kelurahan

sesuai rumpun pelatihan PMD dan karakteristik masing-masing

Desa/Kelurahan, Kecamatan dan Kabupaten/Kota yang difokuskan

pada 3 unsur utama (1) Pemerintahan Desa dan Kelurahan, (2)

Lembaga-lembaga Kemasyarakatan (LPM/LKMD, PKK, Klian

Dinas/Kepala Lingkungan, Karang Taruna dll), (3) Warga

Masyarakat Desa/Kelurahan.

c) Merumuskan jenis dan jenjang pelatihan Pemberdayaan masyarakat

Desa/Kelurahan yang berbasis pada Komunitas dan kompetensi

sesuai kebutuhan daerah.

d) Merekrut/seleksi dan mengukuhkan/melantik anggota/pengurus

Komite Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa/Kelurahan.

e) Pengalokasian Anggaran Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat dan

Desa.

f) Pengembangan Pelatihan Tingkat Daerah.

g) Pengembangan Manajemen Informasi System (MIS) Pelatihan PMD.

h) Koordinasi SKPD dalam menyelenggarakan Pelatihan PMD.

i) Membuat Petunjuk Penyelenggaraan, Kurikulum dan Modul

Pelatihan PMD.

j) Pembinaan dan Pengawasan Pelatihan PMD.

11) Fasilitasi Pendataan, Pengolahan dan Pendayagunaan Profil Desa dan

kelurahan.
28

a) Pengembangan system informasi pembangunan di desa dan

kelurahan melalui pengembangan system pendataan Data Dasar

Profil Desa dan Profil Kelurahan.

b) Fasilitasi peningkatan kemampuan Pemerintahan Desa/Kelurahan

dalam penataan system pendataan profil desa dan profil kelurahan.

c) Fasilitasi Pendayagunaan Data Dasar Profil Desa dan Profil

Kelurahan sebagai sumber data utama dalam perencanaan

pembangunan desa dan kelurahan serta perencanaan pembangunan

daerah.

d) Fasilitasi Profil Desa/Kelurahan dalam rangka perlombaan Desa dan

perlombaan Kelurahan.

6. Sekretariat

a. Program :

1) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.

b. Kegiatan :

1) Evaluasi dan Koordinasi Penyusunan Program Pemberdayaan

Masyarakat dan Pemerintahan Desa.

a) Fasilitasi Pembentukan Tim Pendataan Program/Kegiatan masuk

Desa/Kelurahan di Kabupaten/Kota dan Kecamatan.

b) Pendataan kegiatan-kegiatan Pembangunan di Desa/Kelurahan yang

berbasis masyarakat.

c) Rakor Penyusunan Program/Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat

dan Pemerintahan Desa.


29

d) Penyusunan Program/Kegiatan tahunan Pemberdayaan Masyarakat

dan Pemerintahan Desa.

e) Evaluasi Program/Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa.

f) Pengkajian dan Pengembangan Program Pemberdayaan Masyarakat

dan Pemerintahan Desa.

2) Peningkatan Pelayanan Informasi, Pemberdayaan Masyarakat.

a) Pengembangan system informasi Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa.

b) Pembinaan dan pengembangan jaringan komunikasi virtual Privat

Network menghubungkan SKPD lingkup Pemerintah Provinsi Bali.

c) Pengembangan Teknologi Informasi Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa.

d) Pengolahan data dan informasi Pemberdayaan Masyarakat dan

Pemerintahan Desa.

2.2 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Program PLS

Pendidikan nonformal ialah setiap kegiatan teroganisasi dan sistematis, di

luar sistem persekolahan yang , dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian

penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani

peserta didik tertentu di dalam mancapai tujuan belajarnya.

(http://pls.unnes.ac.id/2011/pengertian-tiga-jenis-pendidikan).

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik

dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan


30

sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan

kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan

pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan

pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri

atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan

masyarakat, majelis taklirn serta satuan pendidikan yang sejenis.

Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih

cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan

sebuah proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan

nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang

bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi

sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran berkaitan dengan

masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik,, lingkungan,

ekonomi dan faktor-faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat

sebagai program harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif

dari warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka

partisipasi warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam kemampuan

berpartisipasi dan keingin berpartisipasi. (http://uharsputra.wordpress.com/

pendidikan/pendidikan-nonformal)

Menurut Her Suselo, dkk, (1994:6) upaya pengentasan kemiskinan dalam

pandangan pendidikan non formal dapat ditempuh langkah-langkah sebagai

berikut :
31

Pengentasan kemiskinan dilakukan denagn upaya percepatan sosial-


ekonomi, yaitu dengan membangun dan mengembangkan potensi ekonomi
desa, memenuhi kebutuhan pokok, menyediakan pelayanan dasar, disertai
penciptaan suasana yang mendukung upaya penanggulangan kemiskinan.
Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan bersifat transparan dan
berkesinambungan dengan pendekatan keterpaduan, keswadayaan,
partisipatif dan terdesentralisasi.

Sedangkan dalam kesepakatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

dengan Menteri Dalam Negeri (1994:3), disebutkan bahwa upaya pengentasan

kemiskinan dapat dilakukan sebagai berikut :

Untuk mengentaskan penduduk dari lingkaran kemiskinan diperlukan


kebijaksanaan, komitmen, organisasi dan program serta pendekatan yang
tepat. Lebih dari itu, diperlukan juga suatu sikap yang tidak memperlakukan
orang miskin hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Orang miskin
bukanlah orang yang tidak memiliki apapun, melainkan orang yang
memiliki sesuatu walaupun hanya sedikit. Program untuk menumbuhkan
dan memperkuat kemampuan penduduk miskin untuk meningkatkan taraf
hidupnya dengan membuka kesempatan berusaha, mewujudkan
kemandirian, dan mengembangkan kegiatan produksi dan pemasaran
terutama yang sumber dayanya tersedia dilingkungan masyarakat setempat.
Disamping perlu membantu menyediakan modal kerja bagi penduduk
miskin untuk membangun dan mengembangkan kemampuan dirinya.

Upaya mengentaskan kemiskinan yaitu dengan memberdayakan dan

membina orang miskin itu sendiri agar memiliki lapangan usaha dan kerja secara

layak. Dengan langkah tersebut, pendapatan dan kesejahteraan orang miskin

menjadi meningkat dan lambat laun kemiskinan tidak lagi menjadi bagian dari

hidupnya. Dalam kaitannya dengan pernyataan tersebut, Abu Achmdi (1998:329)

bahwa upaya pengentasan kemiskinan diantaranya adalah :

Penanganan kemiskinan harus berlangsung secara menyeluruh dengan suatu


strategi yang mengandung kaitan-kaitan semua aspek dan penghidupan
manusia. Dimulai dengan resep ekonomi, ditunjang oleh tindakan sosial dan
politik yang nyata. Usaha memerangi kemiskinan hanya dapat berhasil kalau
dilakukan dengan cara pemberian pekerjaan yang memberikan pendapatan
yang layak kepada orang-orang miskin. Dengan lapangan kerja dapat
memberikan kesempatan kepada mereka untuk bekerja dan merangsang
berbagai kegiatan disektor-sektor ekonomi lainnya.
32

Menurut pedoman penanggulangannya kemiskinan oleh Departemen

Sosial Propinsi Jawa Barat (1994:15), bahwa penanggulangan kemiskinan lebih

efektif dengan cara sebagai berikut :

1).Pembentukan Kelompok
Untuk memperlancar dan mengefektifkan upaya penanggulangan kemiskinan,
penduduk miskin diharapkan membentuk kelompok, sehingga pelayanan
terhadap penduduk miskin dapat terarah, interaksi diantara masyarakat dapat
ditingkatkan, kesetiakawanan serta kegotongroyongan dapat dibangun dan
dikembangkan
2).Pembinaan Kelompok
Kelompok yang disiapkan dan dibina secara baik akan berfungsi sebagai
wahana proses belajar mengajar anggotanya, menajamkan masalah bersama
yang dihadapi, wahana pengambilan keputusan untuk menentukan strategi
menghadapi maslah bersama, dan wahana mobilisasi sumber daya para
anggota.
3).Pendampingan
Penduduk miskin pada umumnya mempunyai keterbatasan dalam
mengembangkan dirinya, oleh karena itu diperlukan tenaga pendamping yang
bertugas membina penduduk miskin dalam kelompok sehingga menjadi suatu
kebersamaan yang berorientasi pada upaya perbaikan kehidupan.
4).Penguatan Permodalan
Salah satu masalah bagi penduduk miskin adalah tidak memiliki modal yang
memadai bagi pengembangan usaha. Pemberian bantuan modal baik melalui
hibah atau pinjaman lunak sangat diperlukan penduduk miskin dalam
membangun usaha yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengentasan

kemiskinan perlu dilakukan secara sungguh-sungguh dengan pendekatan

ekonomi, sosial dan politik sehingga terbentuk langkah yang kuat dalam membina

meningkatkan kemampuan masyarakat miskin, membuka lapangan kerja dan

usaha memberikan bantuan modal, manajemen dan sarana-sarana usaha, serta

mendorong terbentuknya suatu situasi yang memungkinkan terbukanya

kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat miskin agar memperoleh

pendapatan yang rutin, layak dan berkecukupan.


33

LPM adalah kumpulan warga masyarakat yang dipolih mewakili warga

yang lainnya untuk berhimpun mengadakan berbagai kegiatan yang berguna bagi

kemajuan dan perbaikan hidu warga masyarakat. Oleh karna itu, LPM merupakan

suatu kelompok tempat berkumpulnya warga masyarakat yang memenuhi syarat

tertentu untuk menjadi pengurus LPM itu sendiri. Dalam LPM, ada warga

masyarakat menjadi anggota atau pengikutnya yaitu seluruh warga masyarakat

yang menjadi penduduk desa tempat LPM berdiri.

Ciri LPM sebagai kelompok diantaranya adalah model yang diterapkan

dalam menangani atau mengelola pembangunan yaitu model partisifatif, yang

dijelaskan dalam petunjuk tenis pelaksana LPM (Pemerintah Daerah Kabupaten

Bogor, 2004:12) sebagai berikut :

Dalam LPM mekanisme pengambilan keputusan, perencanaan dan


pelaksanaan program/kegiatan pembangunan adalah model partisipatif,
yakni ditentukan oleh “rembug warga” yang melibatkan segenap wakil
masyarakat dari seluruh wilayah seperti perangkat Rukun Tetangga (RT)
dan Rukun Warga (RW) atau komponen-komponen lain yang
mencerminkan potensi masyarakat.

Dalam penjelasan di atas menunjukkan bahwa apa yang menjadi model

dalam pengambilan keputusan dalam LPM yaitu model partisipatif, dimana

didasarkan pada keterlibatan warga masyarakat dalam menentukan perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Hal ini dilakukan karena kegiatan-

kegiatan yang dikelola LPM adalah kegiatan tertentu saja. Demikian pula

dibentuknya LPM adalah dengan membangun dan memberdayakan masyarakat.

Ciri kegiatan kelompok adalah keterlibatan segenap struktur dan warga kelompok

dalam menentukan perkembangan maupun tujuan kelompok.


34

Kaitannya dengan pengertian kelompok adalah dimana LPM merupakan

kumpulan penduduk setempat yang menyatukan diri dalam bidan sosial ekonomi

untuk meningkatkan kesejahteraan, keswadayaan dan kegotongroyongan warga

masyarakat. Kelompok adalah wadah kebersamaan dalam mengelola kegiatan

sosial ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan.

Adapun ciri-ciri lain LPM sebagai kelompok adalah dikemukakan dalam

Urban Proverty Project oleh Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,

Direktorat Jenderal Perumahan dan Pemukiman (2002 : 6) sebagai berikut :

LPM sebagai organisasi warga masyarakat (civil society organization) pada


dasarnya merupakan wadah berhimpunnya warga masyarakat yang
diharapkan mampu mewadahi potensi, perakarsa dan aspirasi masyarakat
dalam menentukan masa depan bersama dengan memberdayakan diri
menuju perbaikan hidup bersama.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa yang namanya

organisasi adalah kelompok sehingga LPM sebagai organisasi maka mencirikan

LPM sebagai kelompok yang memfasilitasi berbagai potensi dan sumber daya

yang ada dalam meningkatkan kemajuan hidup bersama.

Dari uraian-uraian tadi dapat disimpulkan bahwa LPM merupakan suatu

kelompok yang dibentuk oleh warga masyarakat untuk mengelola, memfasilitasi

dan menggerakkan berbagai kegiatan pembangunan diwilayah desa yang

bersangkutan, menggali potensi dan sumber daya, memberikan pembinaan dan

motivasi, serta memacu gerakan bersama dalam mendorong terwujudnya

peningkatan tingkat atau taraf kehidupan bersama.

Visi baru LPM diera krisis ekonomi seperti sekarang ini seiring dengan

meningkatnya jumlah warga miskin karena rendahnya keterampilan dan

kemampuan membuka peluang usaha dan kerja, terbatasnya lapangan kerja dan
35

banyaknya pengangguran adalah menanggulangi kemiskinan. Sejalan dengan itu,

dalam Urban Proverty Project (Departemen Pemukiman dan Sarana Wilayah,

2002 2) dijelaskan bahwa :

Badan keswadayaan masyarakat memusatkan diri pada pengembangan misi


mulia untuk membangun solidaritas, kesatuan, kemandirian, dan
keswadayaan masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan diwilayahnya
melalui upaya melembagakan kembali nilai-nilai kemanusiaan dankegotong
royongan dimasyarakat.

Dari penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa kegiatan-kegiatan LPM

tidak hanya mengelola pembangunan dalam arti sebagai proses panjang yang rutin

dan terus-menerus, melainkan juga memusatkan perhatian pada upaya

penanggulangan kemiskinan yang semakin hari semakin meningkat.

Dalam sumber lain yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor

(2004:15) diuraikan upaya-upaya yang dapat diperankan oleh LPM dalam

menanggulangi kemiskinan, yaitu :

1). Memadukan gerak langkah semua komponen dalam masyarakat untuk


mendukung program penanggulangan kemiskinan.
2). Membuka peluang bagi penduduk miskin untuk dapat meningkatkan taraf
hidupnya dengan cara menciptakan dan memperluas lapangan kerja produktif.
3). Mengembangkan dan memantapkan kehidupan ekonomi penduduk miskin.
4). Meningkatkan kesadaran, kemauan, tanggung jawab, rasa kebersamaan, hanya
diri dan percaya diri masyarakat.

Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1993

Tentang penanggulangan kemiskinan (Bappenas, 1994 : 10) disebutkan bahwa

Lembaga keswadayaan masyarakat berfungsi sebagai forum masyarakat


untuk mendorong, membina dan mengembangkan usaha dan kegiatan
ekonomi masyarakat serta memilih dan memadukan berbagai kegiatan
pendukung, baik dari instansi dan lembaga pemerintah maupun swasta dan
organisasi masyarakat.

Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa LPM termasuk organisasi

masyarakat yang dalam program dan kegiatannya juga mengarah pada


36

penanggulangan kemiskinan, dengan mengadakan berbagai langkah dan upaya

yang mendorong terbukanya peluang bagi masyarakat miskin dapat meningkatkan

taraf hidupnya.

Berdasarkan pembahasan-pembahasan di atas tadi dapat disimpulkan

bahwa upaya LPM dalam mengentaskan kemiskinan yaitu menyatukan gerak

langkah segenap komponen dalam masyarakat, membuka peluang kerja dan usaha

bagi masyarakat miskin, mengembangkan kegiatan ekonomi penduduk miskin,

serta meningkatkan kesadaran, kemauan, disiplin, kemandirian, tos kerja dan

produktifitas masyarakat miskin agar mampu mengembangkan ekonominya

mencapai suatu tingkat kesejahteraan tertentu.

2.3 Peran LPM dalam Pengentasan Kemiskinan

2.3.1 Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan dapat dikatakan sebagai situasi yang selalu menjadi hambatan

pembangunan, walaupun pembangunan itu sendiri diantaranya diarahkan dalam

mengentaskan kemiskinan. Di Indonesia saat ini banyak pihak yang menyatakan

bahwa angka kemiskinan mengalami peningkatan, karena kondisi ekonomi bangsa

ini yang mengalami keterpurukan, yang disertai pendapatan perkapita dan daya

beli masyarakat yang rendah, lapangan kerja dan berusaha yang sulit dan terbatas,

sedangkan barang-barang kebutuhan mengalami kenaikan yang sangat drastis.

Kondisi ini dapat menyebabkan kemiskinan, yaitu dimana orang atau keluarga

tersebut memiliki pendapatan yang jauh lebih rendah dari berbagai kebutuhan

hidup.

Dalam penanggulangan Desa Miskin, Her Suselo, et. el (1994:6)

mendifinisikan kemiskinan sebagai berikut :


37

Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi dan dialami


seseorang atau keluarga tertentu, bukan karena dikehendaki oleh yang
bersangkutan, melainkan karena tidak bisa dihindari dengan kekuatan yang
ada padanya.

Dari penjelasan tersebut dapat dijelaskan bahwa kemiskinan adalah

masalah yang dihadapi orang atau keluarga tertentu akibat tidak seimbangnya

antara penghasilan dengan kebutuhan sehingga menimbulkan berbagai kesulitan

dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup.

Kemiskinan juga diartikan sebagai rendahnya tingkat kehidupan karena

seringnya terjadi kekurangan materi. Hal ini sejalan dengan pendapat Suparlan,

dalam Abu Achmadi (1988:326) sebagai berikut :

Kemiskinan adalah sebagai suatu standar tingakat hidup yang rendah yaitu
adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan
orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara
langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan,
kehidupan moral dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai
orang miskin.

Sedangkan dalam kesepakatan bersama antara Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional dengan Departemen Dalam Negeri, (1994:3) menguraikan

kemiskinan sebagai berikut :

Kemiskinan adalah dimana kondisi yang dialami oleh orang atau keluarga
tertentu yang menggambarkan kekurangan dan ketidakmampuan secara
ekonomi sehingga mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
kehidupan hidup secara layak, seperti; sandang pangan, papan, kesehatan
dan pendidikan, dan lain-lain yang vital dalam hidupnya.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

kemiskinan adalah suatu keadaan yang dialami dan terjadi terhadap orang atau

keluarga tertentu yang ditandai oleh kesulitan-kesulitan dalam memenuhi berbagai


38

keperluan hidup, baik karena terbatasnya kemampuan, kesempatan, daya

pendukung yang diperlukannya dalam memperbaiki tingkat kehidupannya.

2.3.2 Ciri-Ciri Kemiskinan

Antara orang miskin dengan orang yang berkecukupan sangat berbeda

keadaannya, baik dilihat dalam perkembangan kehidupan sehari-hari maupun

dalam bentuk harapan hidupnya. Orang miskin atau kemiskinan dicirikan oleh

ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup. Masalah yang

dialami oleh orang yang terjerat dalam kemiskinan, tidak jauh dari kesulitan dan

keterbatasan ekonomi.

Ciri-ciri kemiskinan, menurut Suselo, et. el. (1994:6) adalah sebagai

berikut :

Kemiskinan antara lain ditandai dengan lemahnya nilai tukar hasil produksi
orang miskin, rendahnya keulitas sumber daya manusia, rendahnya
produktifitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan, dan
terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan.

Sedangkan Djudju Sudjana (2001:128) mengemukakan ciri-ciri

kemiskinan ke dalam dua kategori, yaitu :

1). Kemiskinan Keluarga, ditandai dengan indikator tingginya angka rata-rata


kelahiran dan kematian, tingginya angka pengangguran, tingkat pendapatan
rendah, tingkat pendidikan anak rendah, dan pengeluaran untuk konsumsi
pangan tidak mencukupi.
2). Kemiskinan Wilayah, memiliki indikator ; rendahnya pendapatan kapita
wilayah, tingginya prosentase keluarga rawan gizi, umur harapan hidup rendah,
rendahnya rata-rata tingkat pendidikan, kondisi pemukiman, transportasi,
sarana air bersih jalan, fasilitas kesehatan, sarana pendidikan dan fasilitas
umum lainnya tidak mencukupi.

Secara umum penduduk yang banyak mengalami kemiskinan adalah para

wanita dan anak-anak. Mereka menderita kekurangan gizi dan paling sedikit

menerima pelayanan kesehatan dan jasa sosial. Di negara dunia ketiga banyak
39

wanita yang menjadi kepala rumah tangga. Banyaknya tugas yang mereka emban

menyebabkan mereka tidak dapat bekerja secara optimal sehingga kapasitasnya

rendah untuk memperoleh pendapatan yang memadai. Oleh karena potensi kaum

wanita untuk mendapatkan pendapatan sendiri jauh lebih rendah dari kaum pria

maka keluarga yang menjadi tanggungannya termasuk kelompok masyarakat yang

paling miskin.

Penyebab ketimpangan antara keluarga yang dikepalai oleh pria dan wanita

antara lain disebabkan adanya jurang kesenjangan pendapatan antara pria dan

wanita. Upah buruh wanita umumnya lebih rendah walaupun beban kerjanya

sama. Begitu pula yang terjadi di perkotaan, kaum wanita sulit untuk

mendapatkan pekerjaan formal yang berstatus dan berpenghasilan memadai.

Mereka biasanya memperoleh pekerjaan yang produktivitas dan penghasilannya

rendah bahkan mungkin pekerjaan illegal yang tidak menggunakan standar upah

minimum dan tidak mentaati peraturan perburuhan. Di daerah pedesaan

kondisinya tidak lebih baik pula. Mereka justru lebih sulit untuk mendapatkan

pekerjaan yang pendapatannya setara kaum pria.

Peraturan perundang-undangan yang ada acapkali juga menghalangi wanita

untuk berusaha sekalipun mereka mempunyai faktor produksi yang memadai.

Contohnya, seperti dalam suatu kontrak finansial, untuk memperoleh kredit modal

kerja semua persyaratan tidak sah jika tidak ada tanda tangan suami. Hal ini

sangat menghambat pengembangan potensi diri yang dapat menghasilkan

pendapatan yang layak. Oleh karena itu, tingkat pendapatan per kapita dan tingkat

pendapatan rata-rata rumah tangga (household income) sebenarnya bukan


40

merupakan indikator yang dapat mencerminkan tentang kesejahteraan seseorang.

Justru status ekonomi dari kaum wanita yang mencukupi keluarganyalah yang

merupakan indikator yang baik karena lebih dapat mencerminkan tingkat

kesejahteraan keluarga mereka. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa adanya

bias gender inilah yang mengakibatkan tingginya tingkat kematian bayi atau anak

perempuan di banyak negara berkembang. Contohnya, seperti di Cina, berjuta-juta

anak perempuan hilang, sebab suatu keluarga di sana lebih mengutamakan

keberadaan anak laki-laki sesuai dengan keyakinannya bahwa anak laki-laki lebih

dapat diandalkan untuk memberi kontribusi finansial pada keluarganya.

Implikasi dari rendahnya kesejahteraan dan status ekonomi kaum wanita

adalah proses pertumbuhan ekonomi yang gagal memperbaiki kondisi

kesejahteraan kaum wanita dan anak-anak yang berakibat gagalnya tujuan utama

dari pembangunan. Peranan kaum wanita sangat menentukan majunya suatu

negara, karena mereka sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan kemajuan

keluarga mereka. Anak-anak yang ada dalam asuhan mereka merupakan tumpuan

masa depan dan investasi sumber daya manusia yang menentukan kemajuan suatu

bangsa.

Setiap permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya

yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah

kemiskinan yang dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang

menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz (dalam Dadan

Hudayana, 2009:28-29) yaitu :


41

1) Pendidikan yang Terlampau Rendah

Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai

keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan

pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan

keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.

2) Malas Bekerja

Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan

seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.

3) Keterbatasan Sumber Alam

Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi

memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan

masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.

4) Terbatasnya Lapangan Kerja

Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi

masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja

baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi

masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.

5) Keterbatasan Modal

Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi

alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka

miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.


42

6) Beban Keluarga

Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi

dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan

karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan

atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.

2.3.3 Kebijakan Mengurangi Kemiskinan dan Ketimpangan Pendapatan

Kebijakan-kebijakan umum yang harus diambil pemerintah untuk

mengurangi atau mengatasi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan adalah

(Departemen Sosial, 1994:38):

a. Mengubah distribusi pendapatan fungsional melalui kebijakan yang ditujukan

untuk mengubah harga relatif faktor. Hal ini terutama dimaksudkan untuk

mengurangi/ menghilangkan distorsi harga faktor yang merugikan kelompok

miskin.

b. Memperbaiki distribusi pendapatan melalui redistribusi pemilikan aset secara

progresif, yang antara lain dilakukan melalui land reform, dan pemberian

kredit lunak bagi usaha kecil.

c. Mengurangi bagian pendapatan penduduk golongan atas (kaya) melalui pajak

pendapatan dan pajak kekayaan yang progresif. Dengan demikian,

peningkatan penerimaan negara hasil pajak itu akan dapat ditujukan pada

perbaikan kesejahteraan kelompok miskin.

d. Meningkatkan bagian pendapatan penduduk golongan bawah (melarat) melalui

pembayaran transfer secara langsung serta penyediaan barang dan jasa publik

atas tanggungan pemerintah. Hal ini antara lain dilakukan melalui


43

pembebasan/keringanan pajak bagi kelompok miskin, tunjangan atau subsidi

pangan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan pelayanan umum lainnya.

Terjadinya kemiskinan secara umum disebabkan oleh tidak meratanya

pendapatan nasional riil yang diterima masing-masing kelompok masyarakat.

Selain itu di negara dunia ketiga pendapatan nasional yang relatif kecil harus

dibagi kepada penduduk yang jumlahnya relatif besar. Tinggi rendahnya tingkat

kemiskinan dipengaruhi oleh (1) tingkat pendapatan nasional rata-rata, dan (2)

lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Pengertian kemiskinan

sangat multidimensional yaitu kemiskinan mempunyai banyak aspek, sebab

kebutuhan manusia juga sangat beragam. Pada dasarnya ada dua jenis kemiskinan

yaitu primer dan sekunder.

Dari pendapat di atas menunjukkan bahwa kemiskinan dalam arti orang

miskin memiliki ciri-ciri ; tingginya angka kelahiran dan kematian, tingginya

angka pengangguran, pendidikan dan pendapatan yang rendah, serta rendahnya

kemampuan mencukupi kebutuhan hidup.

Ciri-ciri kemiskinan yang dikemukakan oleh Hartono dan Arnicum Aziz

(1993:318) ada 5 (lima) yaitu :

1). Tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan dan
sebagainya;
2). Tidak memiliki faktor produksi kemungkinan untuk memperoleh asat
produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan
atau modal usaha;
3). Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena
harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;
4). Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas (self eployed), berusaha
apa saja;
5). Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
44

Klasifikasi atau penggolongan seseorang atau masyarakat dikatakan

miskin, menurut Abu Achmadi (1988:327) dapat dilihat dari 2 (dua) ciri, yaitu :

1). Tingkat pendapatan, yang digunakan ukuran waktu kerja sebulan, maka
jumlah dari siapa yang tergolong sebagai orang miskin adalah mereka yang
berpendapatan di bawah rata-rata orang lain.
2). Kebutuhan relatif, yaitu tolak ukur yang dibuat berdasarkan atas batas
minimal jumlah kalori yang dikonsumsi yang diambil persamaannya dalam
beras, dimana yang dinyatakan batas minimal kemiskinan adalah mereka
yang makan kurang dari 320kg beras di Desa, dan 420 kg di kota
pertahunnya.

Tingkat pendapatan dikategorikan sebagai ciri kemiskinan apabila

pendapatan tersebut secara rutin setiap bulan tidak mampu memenuhi kebutuhan-

kebutuhan pokok yang berlaku umum. Sedangkan kebutuhan relatif dikategorikan

sebagai ciri kemiskinan apabila terlalu rendahnya penggunaan konsumsi di bawah

kebutuhan semestinya dalam ukuran hidup wajar dan layak.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri

kemiskinan adalah ; rendahnya pendapatan, rendahnya daya beli (nilai tukar),

rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya peluang hidup dan

produktifitas, rendahnya pendidikan keluarga serta rendahnya kemampuan dalam

menunjang kepentingan kesehatan, gizi dan penyediaan pangan maupun papan.

Orang miskin adalah orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan

hidupnya, dengan baik dan wajar.

2.3.4 Penyebab Kemiskinan

Pada dasarnya, tidak ada seorangpun yang ingin menjadi miskin.

Walalupun demikian, kadang-kadang kemiskinan adalah suatu kondisi yang tidak

dikehendaki tetapi sulit ditolak, karena ini berkaitan langsung dengan kemampuan

seseorang atau keluarga tentu dalam menjamin kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

Dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat, kemiskinan adalah sesuatu yang nyata


45

adanya, yang menurut Abu Achmadi (1988:326) penyebabnya adalah sebagai

berikut :

Kemiskinan bukanlah sesuatu yang terwujud sendiri terlepas dari aspek-


aspek lainnya, tetapi kemiskinan itu disebabkan oleh hasil interaksi antara
berbagai aspek yang ada dalam kehidupan manusia. Aspek-aspek tersebut,
terutama adalah aspek sosial dan ekonomi. Aspek sosial ialah adanya
ketidaksamaan sosial diantara warga masyarakat yang bersangkutan.
Sedangkan aspek ekonomi ialah adanya ketidaksamaan diantara warga
masyarakat dalam hak dan kewajiban yang berkenaan dengan pengalokasian
sumber-sumber daya ekonomi.

Selanjutnya Djuju Sudjana (2001:127) menyatakan penyebab kemiskinan

yang dibagi kedalam 3 (tiga) kategori jenis kemiskinan, yaitu sebagai berikut :

1) Kemiskinan natural ialah kondisi kemiskinan dalam masyarakat yang


disebabkan karena tidak memiliki sumber daya, baik sumber daya,
maupun alam, yang dapat mendukung upaya pemberdayaan diri
penduduk/masyarakat sehingga mereka mampu meningkatkan taraf
hidup dan penghidupannya.
2) Kemiskinan struktural adalah kondisi penduduk atau masyarakat dalam
keadaan miskin sebagai akibat dari kebijakan dan pelaksanaan
pembangunan yang tidak seiring dan tidak selaras dengan pemerataan
pembangunan.
3) Kemiskinan kultural, adalah kemiskinan yang dipengaruhi oleh tradisi,
adat istiadat, sikap, serta perilaku yang “menghambat kemajuan”.
Budaya diam, masa bodoh, fatalistik, sikap merasa cukup dalam
kemiskinan, adanya dominasi “kelompok penekan” terhadap
masyarakat yang merasa tertekan menjadi indikator dan faktor-faktor
penyebab tumbuhnya kemiskinan.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya oang

atau keluarga miskin tidak terjadi begitu saja, melainkan disebabkan oleh faktor-

faktor tertentu yang membuatnya sulit untuk mengembangkan dan meningkatkan

kondisi kehidupannya. Faktor-faktor tersebut, antara lain yaitu rendahnya tingkat

pendidikan dan keterampilan yang dapat menjadi modal baginya memperoleh

pendapatan yang memadai; terbatasnya kesempatan untuk bekerja dan berusaha;

sistem ekonomi yang berlaku timpang dan tidak memberikan pemerataan dalam
46

mengelola sumber-sumber produksi; serta rendahnya etos kerja dan kreatifitas

yang dimiliki masing-masing orang dalam menggali sumber-sumber penghasilan

yang berkecukupan.

Anda mungkin juga menyukai