Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“ ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANEURISMA


CEREBROVASKULER “

OLEH :

1. DEWINTA HUSDIANTI IKMALAIA (P07120317005)


2. LONA LISTIANA (P07120317016)
3. REKA SOPIYANTI (P07120317028)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN AKADEMIK 2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa, kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah tentang “ Asuhan Keperawatan pada Aneurisma Intrakranial “, dalam
mata kuliah kritis 4. Dalam penyusunan makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada
dosen, khususnya bapak A’an Dwi Sentana, M.Kep. selaku dosen kritis 4 yang telah
memberi pengarahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat tersusun.
Semoga keberadaan makalah ini dapat menunjang pengetahuan kita dan dapat
digunakan sebagai acuan dalam pembelajaran kita.
Kami sendiri menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. maka dari itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan sehingga
dapat menjadi tolok ukur kami dalam penyusunan makalah yang akan datang.

wassalamu’alaikum wr. wb

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ 2
DAFTAR ISI............................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah............................................................................ 5
C. Tujuan............................................................................................... 5
D. Manfaat............................................................................................ 6

BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengertian 7
B. Etiologi 7
C. Insiden 8
D. Klasifikasi 8
E. Pathway 10
F. Manifestasi Klinis 11
G. Pemeriksaan Penunjang 11
H. Penatalaksanaan 12
I. Komplikasi 12

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian 13
B. Diagnosa Keperawatan 14
C. Intervensi Keperawatan 14

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................. 18
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah,
yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media
dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh darah pada
aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Sebenarnya aneurisma dapat
terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada
pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang
menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada
pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang
lutut. Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa
sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan
muntah. Komplikasi dari aneurisma dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh
darah di otak, yang juga dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum banyak
diketahui di Indonesia dan data tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila
aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan dengan
tenggorokan, maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di dalam rongga
aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat
rapuh dan mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di
berbagai tempat.
Normalnya, pembuluh darah mempunyai tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan pertama disebut lapisan intima yang terdiri dari satu lapis endotel.
2. Lapisan kedua adalah lapisan media yang terdiri dari lapisan otot yang elastis.
3. Lapisan ketiga adalah lapisan adventisia yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan
lemak.
Delapan puluh lima sampai sembilan puluh persen aneurisma berasal dari bagian
depan atau pembuluh darah karotis, dan sisanya berasal dari bagian belakang atau
pembuluh vertebralis. Aneurisma dikatakan hampir tidak pemah menimbulkan gejala
kecuali terjadi pembesaran dan menekan salah satu saraf otak sehingga memberikan
gejala sebagai kelainan saraf otak yang tertekan seperti pada trigeminal neuralgia.

4
Aneurisma intrakranial sering ditemukan ketika terjadi ruptur yang dapat
menyebabkan perdarahan dalam otak atau pada ruang subarahnoid, sehingga
menyebabkan perdarahan subarahnoid. Perdarahan subarahnoid dari suatu ruptur atau
aneurisma otak dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik, kerusakan dan kematian
otak.
Orang yang menderita aneurisma di otak, tidak diperbolehkan berolahraga berat
seperti angkat besi. Bahaya perdarahan otak mudah terjadi dan bisa berakibat fatal.
Aneurisma sering baru diketahui setelah dilakukan foto rontgen angiografi untuk
keperluan lain. Penyebab aneurisma ini bisa karena infeksi, aterosklerosis, rudapaksa,
atau kelemahan bawaan pada dinding pembuluh darah.
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika Serikat,
misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus, tergolong paling tinggi
dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak lainnya. Kasus ini di banyak negara
ditemui pada pasien berusia 3 - 50 tahun.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah pada makalah ini meliputi :
1. Apakah pengertian dari aneurisma serebral ?
2. Apa saja ethiologi dari aneurisma serebral?
3. Bagaimana insiden terjadinya aneurisma serebral ?
4. Apa klasifikasi dari aneurisma serebral?
5. Bagaimana Pathway dari aneurisma serebral?
6. Bagaimana manifestasi klinis dari aneurisma serebral ?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk penyakit aneurisma serebral ?
8. Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit aneurisma serebral ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan teori dari aneurisma serebral ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari aneurisma serebral.
2. Untuk mengetahui ethiologi dari aneurisma serebral .
3. Untuk mengetahui insiden dari aneurisma serebral.
4. Untuk mengetahui klasifikasi dari aneurisma serebral.
5. Untuk mengetahui Pathway dari aneurisma serebral.

5
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari aneurisma serebral
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic yang dilakukan untuk penyakit aneurisma
serebral
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk penyakit aneurisma serebral
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan teori dari aneurisma serebral

D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini  adalah sebagai suatu media informasi
bagi mahasiswa dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien aneurisma
serebral.

BAB II

6
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGERTIAN
Aneurisma serebral adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh
darah, yang didasarkan atas rusaknya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika
media dan tunika intima, yang menjadi elastis mengakibatkan kelemahan pada pembuluh
darah di daerah tersebut sehingga membentuk tonjolan akibat tekanan pembuluh darah.
Aneurisma serebral adalah dilatasi dinding arteri serebral yang berkembang
sebagai hasil dari kelemahan dinding arteri (Brunner & Suddarth, 2001).
Aneurisma serebral (aneurisma otak) adalah kelainan di mana terjadi kelemahan
pada dinding pembuluh darah otak, baik pembuluh darah nadi maupun pembuluh darah
balik (tunika media dan tunika intima dari arteri maupun vena) yang menyebabkan
penggelembungan pembuluh darah otak tersebut secara terlokalisir. Pelebaran ini dapat
pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Di dalam rongga aneurisma, mudah
terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat rapuh dan mudah
menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di berbagai tempat.

B. ETIOLOGI
Aneurisma dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
 Melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri. Merupakan kasus yang paling
sering terjadi. Kelemahan pada dinding pembuluh darah ini menyebabkan bagian
pembuluh yang tipis tidak mampu menahan tekanan darah yang relatif tinggi sehingga
akan menggelembung.
 Hipertensi (tekanan darah tinggi)
 Aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding pembuluh darah arteri) dapat juga
menyebabkan pertumbuhan dan pecahnya aneurisma.
 Beberapa infeksi dalam darah
 Bersifat genetic
 Tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Gelembung semula kecil, dengan bertambahnya
usia dan penurunan kekuatan pembuluh, dapat menjadi semakin besar hingga
akhirnya pecah.
 Cedera kepala merupakan penyebab yang paling sering ditemukan pada penderita
perdarahan serebral yang berusia dibawah 50 tahun.

7
Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di
dalam arteri atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa
merupakan kelainan bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah
menimbulkan gejala. Perdarahan dari malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba
menyebabkan pingsan dan kematian, dan cenderung menyerang remaja dan dewasa
muda. Kadang dinding pembuluh darah menjadi lemah dan menonjol, yang disebut
dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa pecah dan menyebabkan
perdarahan.

C. INSIDEN
Di banyak negara, prevalensi penyakit ini tergolong tinggi. Di Amerika Serikat,
misalnya, aneurisma mencapai rata-rata lima per 100.000 kasus, tergolong paling tinggi
dibandingkan dengan gangguan atau kelainan otak lainnya. Kasus ini di banyak negara
ditemui pada pasien berusia lebih dari 50 tahun.
Insiden dari aneurisma baik yang pecah maupun yang utuh pada otopsi ditemukan
sebesar 5 % dari populasi umum. Insiden pada wanita ditemukan lebih banyak
dibandingkan pria, yaitu: 2 - 3, dan aneurisma multiple atau lebih dari satu didapatkan
antara 15 - 31% (Vale dan Hadley).

D. KLASIFIKASI
Berdasarkan bentuknya, aneurisma dapat dibedakan:
 Aneurisma tipe fusiform (5–9%)
Penderita aneurisma ini mengalami kelemahan dinding melingkari pembuluh darah
setempat sehingga menyerupai badan botol.
 Aneurisma tipe sakuler atau aneurisma kantong (90–95%)
Pada aneurisma ini, kelemahan hanya pada satu permukaan pembuluh darah sehingga
dapat berbentuk seperti kantong dan mempunyai tangkai atau leher. Dari seluruh
aneurisma dasar tengkorak, kurang lebih 90% merupakan aneurisma sakuler.
Berdasarkan diametemya aneurisma sakuler dapat dibedakan atas:
 Aneurisma sakuler kecil dengan diameter < 1 cm.
 Aneurisma sakuler besar dengan diameter antara 1- 2.5 cm
 Aneurisma sakuler raksasa dengan diameter > 2.5 cm
 Aneurisma tipe disekting ( < 1% ).

8
9
E. PATHWAY

Ethiologi :
Genetik, Ateroskelrosis, Infeksi dlm
darah, Hipertensi, Idiopatik

10
F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul tergantung dari lokasi dan ukuran aneurisma tersebut. Beberapa
gejala yang dapat timbul adalah sakit kepala, penglihatan kabur/ganda, mual, kaku leher
dan kesulitan berjalan. Tetapi beberapa gejala dapat menjadi peringatan (warning sign)
adanya aneurisma, yaitu: kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki dan tangan, gangguan
penglihatan, kelopak mata tidak bisa membuka secara tiba-tiba, nyeri pada daerah wajah,
nyeri kepala sebelah ataupun gejala menyerupai gejala stroke. Denyut jantung dan laju
pernafasan sering naik turun, kadang disertai dengan kejang, koma, sampai kematian.
Pertanda awal bisa terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa minggu sebelum
aneurisma pecah.
Gambaran klinik pecahnya aneurisma dibagi dalam 5 tingkat ialah:
 Tingkat I : Sefalgia ringan dan sedikit tanda perangsangan selaput otak atau tanpa
gejala.
 Tingkat II : Sefalgia agak hebat atau ditambah kelumpuhan saraf otak.
 Tingkat III : Kesadaran somnolent, bingung atau adanya kelainan neurologik fokal
sedikit.
 Tingkat IV : Stupor, hemiparese sampai berat, mungkin adanya permulaan deserebrasi
dan gangguan sistim saraf otonom.
 Tingkat V : Koma dalam, tanda rigiditas desebrasi dan stadium paralisis cerebral
vasomotor.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT scan
Menunjukkan lokasi aneurisma, menunjukkan pecahnya aneurisma, bila aneurisma
belum pecah, bila cukup besar, dapat dilihat sebagai nodul bulat dalam ruang
subarachnoid basal, kadang-kadang dengan dinding berkapur.
2. Angiography
Bertujuan mengenali aneurisma, lokasi yang tepat, dan ukuran aneurisma. Untuk
mencapai tujuan ini prosedur yang ideal adalah angiografi rotasi dengan rekonstruksi
tiga dimensi. Hal ini berguna jika prosedur occlusive endovascular direncanakan.
3. MRI
Berguna hanya dalam aneurisma besar dan raksasa untuk lebih mengevaluasi
komponen thrombosis dan hubungan dengan struktur saraf yang berdekatan.

11
H. PENATALAKSANAAN
 Untuk aneurisma yang belum pecah, terapi ditujukan untuk mencegah agar aneurisma
tidak pecah, dan juga agar tidak terjadi penggelembungan lebih lanjut dari aneurisma
tersebut.
 Untuk aneurisma yang sudah pecah, tujuan terapi adalah untuk mencegah perdarahan
lebih lanjut dan untuk mencegah atau membatasi terjadinya vasospasme. Penderita
harus segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda nyeri
diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase di
dalam otak untuk mengurangi tekanan.
 Terapi pembedahan
Aneurisma biasanya diatasi dengan operasi kraniotomi terbuka, yang dilakukan
dengan membedah otak, memasang klip logam kecil di dasar aneurisma, sehingga
bagian dari pembuluh darah yang menggelembung itu tertutup dan tidak bisa dilalui
oleh darah. Terapi lain adalah dengan operasi endovaskuler, yaitu memasukkan
kateter dari pembuluh darah arteri di kaki, dimasukkan terus sampai ke pembuluh
darah di otak yang terkena aneurisma, dan dengan bantuan sinar X, dipasang koil
logam di tempat aneurisma pembuluh darah otak tersebut. Setelah itu dialirkan arus
listrik ke koil logam tersebut, dan diharapkan darah di tempat aneurisma itu akan
membeku dan menutupi seluruh aneurisma tersebut.

I. KOMPLIKASI
Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan :
1. Stroke hemoragik
2. Perdarahan subarachnoid saja.
3. Perdarahan subarachnoid dan perdarahan intra serebral (60%).
4. Infark serebri (50%).
5. Perdarahan subarachnoid dan subdural.
6. Perdarahan subarachnoid dan hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi
hidrosephalus normotensif (30%).
7. Aneurisma arteri carotis interna dapat menjadi fistula caroticocavernosum.
8. Masuk ke sinus sphenoid bisa timbul epistaksis.
9. Perdarahan subdural saja.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
yaitu: mencakup nama, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan,
suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.
b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengalami sakit kepala yang mendadak
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengeluh sakit kepala berdenyut yang mendadak dan berat, mual dan
muntah, gangguan penglihatan (pandangan kabur/ganda, kelopak mata tidak
membuka), kaku leher, nyeri daerah wajah, kelumpuhan sebelah anggota gerak kaki
dan tangan, denyut jantung dan laju pernapasan naik turun, hilang kesadaran (kejang,
koma, kematian).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kemungkinan klien sering mengkonsumsi makanan yangberlemak tinggi, kolesterol
tinggi, klien mempunyai riwayat hipertensi, penyakit DM, klien suka mengkonsumsi
garam meja berlebihan, klien mempunyai kebiasaan merokok, pengguna kokain, klien
pernah mengalami trauma kepala.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya keluarga memiliki penyakit keturunan seperti DM, hipertensi, stroke, atau
penyakit lainnya.
f. Riwayat Psiko-Sosial
Pada klien dengan aneurisma intracranial biasanya klien akan camas dengan prognosis
penyakitnya, klien akan tidak bisa atau sulit untuk beraktifitas, maka klien akan
merasa tidak berharga, Produktifitas klien akan menurun.
g. Pemeriksaan Fisik
 B1 ( Breathing )
Biasanya klien mengalami sesak napas, bentuk dada simetris, ekspansi dada
meningkat
 B2 ( Blood )
Biasanya klien mengalami peningkatan pada tekanan darah

13
 B3(Brain)
Biasanya klien mengalami kejang, nyeri kepala, kesadaran menurun
 B4 (Bladder)
Biasanya klien pada penyakit ini tidak mengalami gangguan pada sistem
perkemihan
 B5(Bowel)
Biasanya mengalami mual muntah, penurunan nutrisi, anoreksia, penurunan BB
 B6 (Bone)
Biasanya terjadi kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik, melemahnya otot-otot
bicara

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan pendarahan serebral
2. Gangguan pola napas berhubungan dengan sesak napas
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi serebral kembali
normal
Kriteria hasil : pasien mampu mempertahankan tingkat kesadaran/tingkat kesadaran
membaik, TTV dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi :
1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan
serebral
R/ : untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Observasi status neurologi secara teratur
R/ : mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
peningkatan TIK
3. Observasi TTV (tekanan darah, nadi, RR)
R/ : peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti penurunan tekanan darah
diastolic merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, napas yang tidak teratur

14
menentukan lokasi adanya gangguan serebral, demam menentukan letak
kerusakan pada hipotalamus.
4. Observasi perubahan pada penglihatan, misalnya penglihatan kabur atau ganda
R/: untuk menentukan intervensi
5. Catat adanya refleks-refleks tertentu seperti reflex menelan, batuk,dsb
R/: penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada otak tengah atau
betang otak
6. Pertahankan kepala pada posisi tengah atau pada posisi netral
R/ : kepala yang miring akan meningkatkan TIK

2. Diagnosa 2
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola napas menjadi efektif
Kriteria Hasil : pola napas normal, sesak berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan
R/ : perubahan pola napas dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai indikasi
R/ : untuk memudahkan ekspansi paru
3. Anjurkan pasien untuk napas dalam yang efektif
R/ : mencegah atelektasis
4. Kolaborasi pemberian oksigen
R/ : membantu dalam mencegah hipoksia

3. Diagnosa 3
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang
atau hilang
Kriteria hasil : nyeri berkurang/hilang, pasien tampak rileks
Intervensi :
1. Observasi karateristik nyeri
R/: untuk menetukan intervensi selanjutnya
2. Berikan lingkungan yang tenang
R/ : meningkatkan relaksasi
3. Tingkatkan tirah baring, bantu dalam pemenuhan kebutuhan perawatan diri

15
R/ : menurunkan gerakan yang dpat meningkatkan nyeri
4. Posisikan yang nyaman sesuai indikasi
R/ : untuk mengurangi nyeri
5. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
R/ : agar nyeri dapat berkurang
6. Kolaborasi pemberian analgetik
R/: untuk menghilangkan rasa nyeri.

16
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Aneurisma adalah pelebaran atau menggelembungnya dinding pembuluh darah,
yang didasarkan atas hilangnya dua lapisan dinding pembuluh darah, yaitu tunika media
dan tunika intima, sehingga menyerupai tonjolan/ balon. Dinding pembuluh darah pada
aneurisma ini biasanya menjadi lebih tipis dan mudah pecah. Sebenarnya aneurisma
dapat terjadi di pembuluh darah mana saja di tubuh kita. Apabila aneurisma terjadi pada
pembuluh darah di dada, beberapa gejalanya adalah rasa sakit di dada, batuk yang
menetap, dan kesulitan untuk menelan. Pada perokok sering terjadi aneurisma pada
pembuluh darah di lutut, yang menimbulkan gejala seperti tertusuk-tusuk di belakang
lutut. Apabila aneurisma ini terjadi pada pembuluh darah otak, gejalanya dapat berupa
sakit kepala yang hebat, bersifat berdenyut, dapat disertai atau tidak disertai dengan
muntah. Komplikasi dari aneurisma dapat menyebabkan terjadinya pecahnya pembuluh
darah di otak, yang juga dikenal dengan stroke. Sayangnya, kasus ini belum banyak
diketahui di Indonesia dan data tentang penyakit ini masih sangat sedikit.
Pelebaran ini dapat pula menekan dan mengikis jaringan di dekatnya. Bila
aneurisma itu berada dekat tulang, tulang tersebut akan menipis. Bila berdekatan dengan
tenggorokan, maka bagian akan tertekan dan saluran napas tersumbat. Di dalam rongga
aneurisma, mudah terbentuk gumpalan darah yang disebut trombus. Trombus ini sangat
rapuh dan mudah menyerpih. Serpihan ini menimbulkan sumbatan pembuluh darah di
berbagai tempat.
Prognosis pada aneurisma bergantung pada jenis aneurisma (rupture atau
unruptur), bentuk aneurisma, lokasi, waktu penanganan dan kondisi pasien saat
dilakukan pengobatan (usia, gejala klinis, kesadaran dan adanya penyakit lain).
Prinsipnya semakin cepat ditemukan aneurisma mempunyai kemungkinan kesembuhan
yang baik, oleh karena itu pemeriksaan medis rutin sangat dianjurkan.

17
B. SARAN
Aneurisma Otak = Bom Waktu di Kepala, yang sewaktu-waktu pasti akan pecah.
Dan apabila pecah akan menimbulkan berbagai macam tanda dan gejala yang sangat
mengancam jiwa. Anuerisma serebral sangat potensial untuk mendapatkan penyakit
stroke.
Maka dari itu jagalah kesehatan kita, Setiap kita pasti mempunyai risiko untuk
mendapatkan aneurisma serebral. Marilah kita hindari terlalu banyak makanan yang
berlemak, kolesterol tinggi, konsumsi berlebihan konsumsi garam meja/dapur, hindari
emosi, olah raga teratur dan pastinya pola hidup sehat.
Dan dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa keperawatan dapat
memahami bagaimana tentang penyakit aneurisama serebral ini, dapat membuat laporan
kasus nantinya dan dapat menerapkan asuhan keperawatan yang efektif dan efisien bagi
klien aneurisma serebral.

18
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.


EGC: Jakarta
Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktek Keperawatan. EGC: Jakarta
R. Sjamsuhidajat. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta
Soeparman & Sarwono waspadji. 1999 . Ilmu Penyakit dalam. Gaya Baru.
Jakarta .

19

Anda mungkin juga menyukai