Anda di halaman 1dari 6

Proses Kerja Dokter pada Anak Penderita ISPA di Desa

Banjar, Banjar, Buleleng, Bali


Anak Agung Ngurah Oka Parama Wangsa
Prodi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
paramawangsa@gmail.com

Abstract. ARI (Acute Respiratory Disease) is a disease that often attacks children,
various factors can cause this. Children do not have maximum immunity, so parents
need to pay attention to the environment and get used to healthy living. Symptoms
and classification of ARI are many variations, doctors as agents promoting health
must have a theoretical basis for this disease. With theory and added experience of
working continuously, making doctors have how they deal with this disease from
examining, educating patients, and treating ARI that children suffer. In this study,
researchers observed and interviewed doctors about the process of doctor's work in
the affected child and compared the work process of the doctor in theory and clinical.
Both the theory and clinical practice of doctors have many similarities, but clinical
doctors are more in the development of work processes that are in theory. The
doctor's work process must have high effectiveness based on the theory obtained.

Keywords: ARI, Clinical, Doctor, Theory

1. PENDAHULUAN
Biasanya di Negara berkembang, terutama di Indonesia sering terdapat penyakit karena
pengaruh dari kebiasaan masyarakat disana yang buruk maupun sarana yang mereka dapat kurang
layak untuk digunakan. Dari sarana sendiri seperti bagaimana kondisi di dalam rumah apakah terdapat
ventilasi yang memadai, penggunaan bahan bakar untuk memasak, kondisi suhu ruangan, dan luas
rumah yang sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang memadai. Semua anggota keluarga yang
ingin menjaga kesehatannya dan ingin terhindari penyakit juga harus memiliki kebiasaan sehat
seperti: membersihkan rumah, berolahraga, makan makanan yang teratur, sering minum air, dan
menghindari rokok maupun minuman keras. Penyakit yang sering menyerang masyarakat yang
tidak memiliki komponen tersebut biasanya seperti diare, demam berdarah, kecacingan, dan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA). (Wahyuningsih, et., 2017).

Di lingkungan keluarga, orang tua berperan mempertahankan kelangsungan pertumbuhan


seorang anak. Dengan menjaga kualitas kesehatan anaknya maka kelangsungan hidup anak pun
terpenuhi, tapi jika orang tua tidak terlalu pandai dalam merawat anaknya, maka anak bisa terganggu
petumbuhannya karena menderita suatu penyakit seperti Infeksi Saluran Penyakit Akut. Infeksi
Saluran Penyakit Akut (ISPA) biasanya sering diderita oleh kalangan anak-anak di Negara
berkembang. Menurut WHO kurang lebih kematian anak balita di seluruh dunia berjumlah 13 juta
setiap tahun yang sebagian besar diisi oleh balita di Negara berkembang dan ISPA yang memiliki
andil besar dalam kematian anak setiap tahun yang berjumlah sekitar 4 juta. ISPA menjadi penyebab
banyaknya kunjungan pasien ke puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) serta mengambil
peran yang besar terhadap kematian bayi di Indonesia sebanyak 22,30% dari seluruh kematian balita.
(Windraswawa & Prihastuti, 2017).

Saluran pernapasan sebagai tempat keluar masuknya udara yang berguna untuk sumber nutrisi
dan metabolisme dalam sel. Saluran pernapasan dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas dan
bagian bawah. Bagian atas terdiri dari: lubang hidung dan faring sedangkan bagian bawah terdiri dari:
laring, batang tenggorokan, dan paru (Rahayu, et al., 2016). Secara fungsional, saluran pernapasan
bisa dibagi menjadi dua yaitu, bagian konduksi dan bagian respiratorik. Bagian konduksi berguna
sebagai tempat menyalurkan udara ke bagian respiratorik, sedangkan bagian saluran respiratorik
berguna untuk pertukaran gas antara oksigen dan karbon dioksida. Setiap organ mahluk hidup terdiri
dari berbagai sel-sel yang bervariasi, pada sistem pernapasan, mayoritas selnya adalah epitel berlapis
semu yang sering disebut epitel olfaktorius. (Saminan, 2016)

ISPA disebabkan oleh virus dan bakteri yang bisa diperparah dengan lingkungan luar tubuh
maupun bagaimana status seorang anak( usia anak, jenis kelamin, imunisasi, dan status gizi).ISPA
bisa dibagi menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu, atas dan bawah. ISPA bagian atas lebih sering
terjadi dari pada bagian bawah, contohnya bersin dan pilek sebagai gejalanya. Bila ISPA dibiarkan
terlalu lama akan bisa menyebar ke paru-paru dan menurunkan imunitas tubuh sehingga akhirnya bisa
mencapai kematian.(Maharani, et al., 2017). Gejala ISPA pada balita biasanya terdapat sakit
tenggorokan, rasa sakit saat menelan, pilek, dan batuk.ISPA bisa menambah tingkat keparahannya
karena pengaruh dari pencemaran udara yang berasal dari masyarakat yang menggunakan bahan
bakar untuk masak yang belum dialah sepeti kayu. Ini menghasilkan residu berupa gas, debu, dan
asap yang berbahaya untuk saluran pernapasan. Asap rokok yang sering dihasilkan oleh orang tua
ketika merokok yang berada di dekat anaknya bisa meningkatkan risiko terjadinya ISPA, yang lebih
parahnya lagi asap rokok yang dihembuskan lebih bersifat infeksius dibandingkan perokok aktif yang
langsung menghirup rokoknya. Selain rokok, ventilasi udara di rumah penting untuk dalam proses
pernapasan manusia, apabila ventilasi tidak memadai maka tubuh tidak bisa menukar udara bersih
dari luar rumah dan hanya bisa menghirup udara kotor, serta ventilasi berguna dalam pengaturan suhu
tubuh supaya tetap dalam kondisi yang seimbang. Luas rumah perlu diperhatikan apakah sudah cukup
untuk satu kelurga atau belum agar, pembagian udara bersih dalam satu ruangan bisa seimbang dan
pertukaran udara bersih dan kotor juga seimbang. (Wahyuningsih, et., 2017).

Walaupun ISPA sudah diketahui gejalanya, namun seorang dokter akan memeriksa fisik
tubuh dan melakukan pemeriksaan vital beserta melakukan wawancara terhadap pasien mengenai
riwayat penyakit yang diderita agar bisa membantu diagnosis dokter. Wawancara medis atau
anamnesis berguna untuk mediagnosis suatu penyakit karena dari hasil anamnesis bisa didapatkan
informasi yang membuat hasil diagnosis bisa meningkat dan akhirnya bisa mengklarifikasi jenis
penyakit dan tingkat keparahannya serta bisa mengetahui terapi yang cocok. Isi wawancara dengan
menanyakan beberapa pertanyaan pada pasien yaitu: Identitas pasien, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat sosial serta ekonomi. Setelah
anamnesis, dokter akan memeriksa tanda vital pasien yaitu: suhu tubuh, tekanan darah, pernapasan,
dan nadi. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk menambah informasi. Untuk ISPA biasanya dokter
melakukan pemeriksaan dada dan saluran pernapasan. (Bickley & Szilagyi, 2008)

Untuk mengobati ISPA, perlu diketahui bagaimana tingkat keparahannya. ISPA bisa dibagi
menjadi tiga bila dinilai dari tingkat keparahannya yaitu, ISPA ringan tanpa pneumonia, ISPA sedang
dengan pneumonia tanpa pernapasan cepat, dan ISPA berat dengan pneumonia dan tertariknya
dinding dada. ISPA ringan tidak perlu mengonsumsi antibiotik, hanya dengan parasetamol,
antihistamin, serta vitamin, bila tergolong sedang dan berat perlu mengkonsumsi antibiotik agar
memberi perlawanan terhadap bakteri.(Maakh, et al., 2017). Agar balita bisa lebih kebal terhadap
ISPA maka perlu diberikannya imunisasi supaya menambah imun dalam tubuh dan juga terhindari
suatu alergi. Imunisasi bisa dilakukan dengan pemberian ASI oleh ibu karena enzim yang berguna
untuk mencerna makanan di dalam balita belum bekerja produktif seperti orang dewasa. (Syahidi, et
al., 2019). Maka dari itu peneliti akan melakukan penelitian terhadap proses kerja dokter yang baik
dan benar agar penyakit ISPA ini bisa diobati dan dicegah karena edukasi pada orang tua anak yang
menderita ISPA dan terapi yang efektif dari dokter.
2. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengamati proses kerja dokter dalam
melayani seorang pasien dan mewawancarai dokter dengan beberapa pertanyaan secara langsung dan
lewat media sosial. Penelitian dilaksanakan di praktik dokter umum yang terletak di Desa Banjar,
Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Bali.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, dokter mengawali proses kerja dokter dengan
melakukan anamnesis kepada orang tua pasien mengenai keluhan yang diderita anaknya. Sebelum
menanyakan keluhan, dokter menanyakan identitas orang tua dan anaknya. Kemudian menanyakan
riwayat penyakit sekarang berupa yaitu lama batuk dan pilek serta apakah ada riwayat sesak dan
kejang.
Ditemukan bahwa batuk dan pilek terjadi selama 2 hari dan tidak terdapat riwayat sesak napas dan
kejang, yang menandakan bahwa ISPA tergolong ringan akan tetapi ini hanya sebagai diagnose
sementara seorang yang nanti akan disimpulkan setelah pemeriksaan fisik dan tanda vital.

Setelah melakukan anamnesis, dokter selanjutnya memeriksa tanda vital yang terdiri dari:
nadi, temperatur, dan pernapasan. Didapatkan temperatur lebih tinggi dari normal, pernapasan yang
lebih cepat, dan frekuensi nadi yang cepat. Temperatur yang tinggi dikarenakan adanya demam dan
nadi yang cepat dan pernapasan yang cepat karena pengaruh dari penyakit ISPA itu sendiri. Tekanan
darah tidak diperiksa karena tidak ada tensimeter yang berukuran untuk anak yang tersedia di praktek
dokter tersebut. Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan fisik pada dada. Pemeriksaan dada
berupa: meraba lapang dada apakah ada suatu nyeri dan deformitas, kemudian menggunakan
stetoskop untuk mendengar bunyi udara yang ada di dalam dada. Didapatkan pemeriksaan dada tidak
ada tanda-tanda yang abnormal karena penyakit ISPA tergolong ringan dan belum memburuk hingga
bisa menyebar ke saluran pernapasan bawah seperti paru-paru. Selain dada, pemeriksaan saluran
pernapasan penting untuk dilakukan, dokter memeriksa mulut pasien dengan menggunakan senter
untuk menerangi terowongan mulut dan terdapat peradangan faring, tonsil normal dan tidak
membesar, dan rongga sekitar mulut normal. Infeksi pada saluran pernapasan ada atau tidaknya
tergantung seberapa lama penyakit ISPA diderita oleh anak. Dokter mendiagnosa bahwa penyakit
ISPA masih tergolong ringan tanpa adanya pneumonia, bila ada pneumonia maka dokter akan
merujuk ke rumah sakit karena dokter yang bekerja di praktek sebagai layanan primer untuk penyakit
yang ringan sedangkan pneumonia adalah penyakit yang tergolong berat.
Tahap selanjutnya, dokter mengedukasi orang tua anak yang terkena ISPA. Orang tua
dihimbau agar anaknya diistirahatkan, banyak minum air putih, makan buah dan sayur, hindari
makanan ringan dan sejenisnya terutama makanan yang berminyak. Untuk meringankan pilek pada
anak saat tidur, posisi tidur bantal agak ditinggikan supaya anak bisa bernapas dengan nyaman. Jika
terdapat demam tinggi kompres di dahi, ketiak, dan selangkangan untuk meredakan panas yang
berlebihan. Jika keadaan anak memburuk seperti panas semakin tinggi, kejang-kejang, sesak napas,
dan muntah-muntah, dokter akan merujuk ke rumah sakit untuk pelayanan sekunder yang lebih
intensif.

Terapi yang diberikan pada anak tergantung pada jenis ISPA dan keluhan lainnya. Peneliti
ketika melakukan penelitian mendapatkan bahwa dokter umum hanya menerapi penyakit ISPA yang
tergolong ringan tanpa pneumonia. Dokter memberikan parasetamol, obat batuk, expectoran dan
vitamin. Parasetamol berguna untuk mengurangi panas di dalam tubuh setelah terkena ISPA, obat
batuk berguna untuk meredakan gejala batuk, expectoran sebagai pengencer dahak, dan vitamin
berguna untuk menambah substansi esensial tubuh yang untuk membantu metabolisme. Antibiotik
bisa ditambahkan jika diperlukan karena tingkat keparahan ISPA bisa jadi lebih tinggi yang
didiagnosa oleh dokter dan panas tubuh tidak kunjung turun dalam kurun waktu tiga hari. Semua obat
tersebut dikonsumsi tiga kali sehari setelah makan dan obat dikonsumsi secara bersamaan.

TABEL PERBEDAAN PROSES KERJA DOKTER AGUNG MULYAWAN SECARA KLINIS


DAN TEORI YANG TERTULIS DI BUKU DAN DI JURNAL

No Komponen Klinis Teori


1. Anamnesis Identitas pasien, riwayat Identitas pasien, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, dan penyakit dahulu, kondisi
kondisi sosial dan sosial dan ekonomi
ekonomi
2. Pemeriksaan Vital Nadi, temperatur, Tekanan darah, nadi,
pernapasan. temperatur, pernapasan.
3. Pemeriksaan Fisik -Pemeriksaan dada: -pemeriksaan dada: Inspeksi,
meraba dan meraba, perkusi, dan
auskultasi(menggunakan auskultasi(menggunakan
stetoskop) stetoskop)

4. Edukasi -anak diistirahatkan Sesuai ada yang di klinis.


-makan makanan sehat
-minum air teratur
-memberi kompres pada
dahi atau ketiak atau
selangkangan
5. Terapi Memberi obat: Di teori tidak terdapat obat
-parasetamol(penurun expectoran (kemungkinan
panas) perbedaan kondisi pasien)
-expectoran(jika berdahak)
-antibiotik(jika panas lebih
dari tiga hari)
-vitamin
-obat batuk(bila ada batuk)

4. SIMPULAN
Setelah melakukan penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa teori yang tertulis di jurnal
maupun buku berhasil dipakai oleh dokter dala klinis untuk menangani Penyakit ISPA, walaupun
terdapat sedikit perbedaan. Wawancara yang lengkap, pemeriksaan tanda vital, dan fisik yang sesuai
akan membantu mengidentifikasi tingkat keparahan penyakit ISPA sehingga membantu dokter dalam
pemberian edukasi yang baik dan benar serta pemberian terapi yang adekuat dan pada akhirnya orang
tua bisa merawat anaknya hingga sehat dan bertambah ilmunya agar bisa terhindar dari sumber
penyakit ISPA. Perbedaan pada klinis yang dilakukan dokter hanya sedikit, namun masih dalam
konteks keprofesionalan seorang dokter. Proses kerja dokter tergantung bagaimana kondisi pasien,
setiap pasien memiliki perbedaan gejala namun sama-sama menderita ISPA atau menderita ISPA
dengan tingkat keparahan dan lokasi yang berbeda. Untuk itu, dokter memiliki perbedaan proses kerja
dalam menangani tiap pasien jika memiliki gejala yang berbeda sehingga dokter tidak bisa
berpatokan hanya pada teori, namun ini dijadikan hal yang mendasari proses kerja dokter yang pada
akhirnya tiap penanganan penyakit memiliki perbedaan tergantung kondisi pasien.

5. SARAN
Dokter tidak hanya sebagai agen penyembuh masyarakat dari suatu penyakit, namun sebagai
media untuk edukasi pasiennya. Diharapkan dengan pengedukasian ini masyarakat bisa melakukan
kebiasaan yang sehat, disiplin terhadap kebersihan, dan memperbaiki fasilitas dalam rumah maupun
luar rumah agar risiko ISPA bisa berkurang. Masyarakat harus menyadari dan memberi tahu pada
yang lain bahwa kesehatan itu merupakan bagian dari kehidupan yang tidak dapat dipisahkan.
Kesehatan yang baik akan membuat generasi masa depan bangsa yang baik juga.
6. DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bickley, Lynn dan Szilagyi, Peter. (2008). Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan
Bates. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jurnal

Maakh, Y. F., Laning, I., & Tattu, R. (2017). Profil Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
( ISPA ). 15(2), 435–450.
Maharani, D., Yani, F. F., & Lestari, Y. (2017). Profil balita penderita infeksi saluran napas akut atas
di poliklinik anak RSUP DR. M. Djamil Padang tahun 2012-2013. Jurnal Kesehatan Andalas,
6(1), 152–157.
Rahayu, A. E., Muninggar, J., & Ayub, M. R. (2016). Menentukan Karakteristik Dinamika Fluida
pada Laju Aliran Pernapasan Upper Respratory Airway Para Perokok Aktif. , Prosiding
SNFA,14-20
Saminan. (2016). Efek obstruksi pada saluran pernapasan terhadap daya kembang paru. Kedokteran
Syiah Kuala, 16(1), 34–39.
Syahidi, M. H., Gayatri, D., & Bantas, K. (2019). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan
Tebet Barat, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Indonesia, 1(1), 23–27.
Wahyuningsih, S., Raodhah, S., & Basri, S. (2017). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada
Balita di Wilayah Pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima. Journal.Uin-
Alauddin.Ac.Id, 3(2), 98–105.
Windraswawa, R., & Prihastuti, D. A. B. (2017). Unnes Journal of Public Health Info Artikel. Unnes
Journal of Public Health, 6(2), 123–130.

Anda mungkin juga menyukai