Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan

Vol. 9, No. 2, hal. 68 - 73, 2012


ISSN 1412-5064

Konsep Dasar Proses Pembuatan Membran Berpori dengan


Metode Non-Solvent Induced Phase Separation - Penentuan cloud
point dan diagram tiga phasa
Nasrul Arahman
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Syech Abdurrauf 7 Darussalam Banda Aceh 23111
Email : nasrular@unsyiah.ac.id

Abstract

Application of membrane technology for separation processes has been an efficient optional to
produce a high quality of separation product. This process has been widely using in many field
of industry. Therefore, knowledge of this membrane preparation is important for controlling
the pore size of resulted membrane. This paper explained the basic concept of membrane
preparation via non-solvent induced phase separation (NIPS) process by immersion
precipitation. The effect of concentration of polyethersufone on the formation of cloud point of
dope solution in N-methylpirrolidone was investigated. Two kinds of non-solvent as water and
ethanol were used in order to study phase separation mechanism of polymer solution. Base on
the amount of non-solvent of water and ethanol needed for cloud point formation, the ternary
phase diagram can be performed. The experimental result indicated constant concentration of
polyethersulfone, amount of ethanol needed was higher than water to obtain cloud point
formation of polymer solution.

Keywords: cloud point of polymer solution, immersion precipitation, membrane preparation

1. Pendahuluan • Dapat dirancang dalam modul dengan


luas permukaan yang tinggi.
Teknologi membran telah tumbuh dan
berkembang secara besar-besaran dalam Perkembangan penelitian tentang teknologi
aplikasinya untuk pengolahan air bersih membran saat ini diarahkan pada pemilihan
maupun air limbah. Beberapa keuntungan bahan dasar untuk menghasilkan produk
pemanfaatan membran untuk pengolahan air membran yang memenuhi kriteria tersebut
adalah: sifat membran yang sangat yaitu membran dengan kualitas yang tinggi
bervariasi dan dapat disesuaikan sesuai dan memiliki masalah fouling yang
peruntukan, pemisahan dapat dilakukan seminimal mungkin. Membran sintetis dapat
secara berkesinambungan, dapat dengan dibuat dari berbagai bahan organik (berbagai
mudah dikombinasikan dengan proses yang polimer), atau dari bahan anorganik (karbon,
lain (hybrid processing), dan secara umum zeolit, dan sebagainya). Umumnya produk
membutuhkan energi yang rendah (Pinnau membran komersil dibuat dari bahan
dan Freeman, 2000; Madaeni, 1999). polimer. Sifat-sifat membran dikontrol
Disamping beberapa keunggulan, teknologi berdasarkan bahan dasar dan struktur dari
membran juga mempunyai kelemahan, yaitu membran (Pinnau dan Freeman, 2000;
mudahnya terbentuk polarisasi konsentrasi Madaeni, 1999; Mulder, 1996). Bahan
atau lazimnya disebut fouling, tidak bisa polimer yang populer digunakan dalam
tahan lama, dan selektivitas yang rendah pembuatan membran diantaranya termasuk
(Mulder, 1996). polietersulfon (PES), polyvinylidenfluoride
(PVDF), cellulose acetate (CA), dan
Untuk dapat digunakan dengan baik dalam polysulfone (PSf) (Pearce, 2007). Artikel
industri pemisahan, setidaknya membran hasil penelitian ini mencoba memaparkan
harus memiliki karakteristik sebagai berikut: dasar-dasar konsep pembuatan membran
• Memiliki fluks dan rejeksi yang tinggi dari bahan polimer polietersulfon untuk
• Memiliki sifat mekanik yang baik aplikasi pada pengolahan air.
• Memiliki sifat resisten yang tinggi Ada beberapa cara untuk membuat
terhadap fouling membran berpori, seperti sintering,
• Memiliki sifat resisten yang tinggi stretching, track-etching, dan proses
terhadap klorin pemisahan phasa. Morfologi membran yang
• Biaya pembuatan yang rendah, dan dihasilkan sangat bervariasi tergantung dari

68
Nasrul Arahman / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 9 No. 2

sifat bahan dasar dan kondisi proses itu mobilitas molekul polimer akan tercapai
pembuatannya. Umumnya membran dibuat hanya untuk jarak yang sangat kecil (Wang,
dengan mengontrol pemisahan phasa dari dkk., 2008; Wienk, dkk., 1996).
larutan polimer dalam dua phasa: satu
polimer dengan konsentrasi tinggi, dan satu
lagi polimer dengan konsentrasi rendah. Non‐pelarut  Pelarut 
Phasa dengan konsentrasi tinggi membentuk
padatan dalam waktu sangat singkat dan
membentuk membran. Performansi dari
membran ini sangat tergantung dari Polimer + pelarut 
morfologi membran yang terbentuk saat
Media support 
pemisahan phasa dan proses pemadatan
(Van de Witte, dkk., 1996). Bak berisi non‐pelarut 
Proses pembuatan membran dengan cara Gambar 1. Proses pembentukan membran
pemisahan phasa dapat dibedakan dalam dengan metode NIPS
dua katagori, yaitu dengan proses non-
solvent induced separation (NIPS), dan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
thermally induced phase separation (TIPS). mekanisme pemisahan phasa dari polimer
Proses secara NIPS itu sendiri dapat PES dalam proses pembentukan membran
dibedakan dalam tiga teknik lebih spesifik, dengan menggunakan larutan pelarut NMP.
yaitu metode air-casting of polymer Pemisahan phasa dari larutan polimer dapat
solution, precipitation from the vapor phase diketahui dengan memantau terbentuknya
dan immersion precipitation. Dari ketiga titik beku dari larutan polimer. Titik beku
macam teknik tersebut, immersion larutan polimer adalah suatu kondisi dimana
precipitation adalah metode yang paling bila sejumlah larutan non-solvent
effisien. Penelitian ini memfokuskan proses ditambahkan kedalam larutan polimer, maka
pembuatan membran secara NIPS dengan akan terjadi perubahan sifat dari larutan
metode immersion precipitation. Konsep tersebut. Biasanya berupa perubahan warna
dasar pembentukan membran dengan larutan dari transparan menjadi putih
metode immersion precipitation adalah suatu berkabut. Di samping itu juga terjadi
polimer dilarutkan dalam pelarut tertentu perubahan tingkat kekentalan dari larutan.
pada kondisi suhu kamar, setelah larutan Efek dari beberapa larutan non-solvent yaitu
bercampur homogen lalu dicetak pada media air dan etanol akan dikaji. Selanjutnya
support atau dialirkan melalui media berdasarkan data komposisi optimal dari
bentukan tertentu (spinneret) dan ketiga komponen larutan polimer (polimer +
selanjutnya dimasukkan ke dalam media pelarut + non-solvent) akan dibuat diagram
yang berisi larutan non-solvent. Proses tiga phasa. Informasi data-data awal ini
pemisahan phasa dan pembentukan dibutuhkan untuk menentukan komposisi
membran dapat terjadi dapat terjadi karena larutan polimer untuk membuat membran
induksi non-solvent kedalam larutan polimer. dalam skala besar.
Larutan non-solvent bisa berupa air atau
etanol. 2. Metodologi

Gambar 1 memperlihatkan mekanisme 2.1. Bahan


terbentuknya membran dengan metode
immersion precipitation. Proses presipitasi Polietersulfon (PES) dari Ultrason E6020P
dapat terjadi karena solvent yang sesuai dengan berat molekul rata-rata 65.000
dalam larutan polimer berubah akibat diperoleh dari BASF Co. (Ludwigshafen,
ketidakseimbangan potensial. (Van de Witte, German). Pelarut N-metilpirrolidon (NMP),
dkk., 1996; Wang, dkk., 2008). Saat terjadi dan non-solvent etanol didapat dari Wako
proses immersi larutan polimer ke dalam Pure Chemical Industries, Ltd. (Osaka,
larutan non-solvent, larutan non-solvent Japan). Air bersih (deionized water) diambil
berdifusi ke dalam larutan polimer, dimana dari produksi laboratorium Teknik Kimia,
pada saat yang bersamaan pelarut Universitas Kobe, Jepang.
meninggalkan larutan polimer berdifusi
kedalam larutan non-solvent didalam bak 2.2. Penentuan cloud point.
koagulasi. Selanjutnya polymer-rich phase
akan memadat setelah proses pemisahan Empat botol larutan polimer dibuat dengan
phasa terjadi dalam beberapa saat untuk melarutkan polietesulfon (PES) ke dalam
membentuk pori membran. Koefisien difusi pelarut N-methylpirrolidone (NMP) dengan
dari larutan polimer sangat kecil, oleh karena komposisi seperti diberikan pada Tabel 1.

69
Nasrul Arahman / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 9 No. 2

Larutan sampel polimer dibuat dalam dua proses pembentukan pori dan struktur
seri yaitu pertama untuk pengujian membran. Yang perlu diketahui adalah
menggunakan non-solvent air dan yang jumlah komposisi maksimal air yang
kedua untuk pengujian menggunakan non- dibutuhkan untuk bisa terjadinya pemisahan
solvent etanol. Selanjutnya campuran phasa, sehingga dapat diketahui pada saat
polimer diaduk menggunakan magnetic jumlah air berapa banyak larutan polimer
stirrer selama kurang lebih 3 jam sampai bisa membentuk padatan. Pada penelitian
didapatkan larutan yang benar-benar ini, jumlah air maksimal yang dibutuhkan
homogen berwarna transparan. Tahap sistem agar tejadinya proses pemadatan
selanjtunya mengukur penetrasi cahaya larutan polimer dapat diketahui dari
terhadap larutan polimer tadi menggunakan perubahan kondisi larutan dari bening
UV-Visible spektrofotometer (UV-Vis-Sp) transparan berubah menjadi putih berkabut.
yang diatur pada panjang gelombang 500 Kondisi ini menunjukkan pada batas jumlah
nm dan mencatat persen transmisinya. air melebihi maksimal tadi tidak bisa lagi
terlarut oleh sistem polimer dengan
Tabel 1. Komposisi larutan polimer komposisi tersebut.

Polietersulfon N-methylpirrolidon
(% berat) (% berat) 100
5 95
7 93 PES 5wt%
10 90
15 85 Transmittance (%) 80 PES 7wt%
PES 10wt%
PES 15wt%
Setelah mengukur persen transmisi cahaya,
60
ke dalam sampel larutan polimer tadi
masing-masing ditambahkan air untuk seri
pertama dan etanol untuk seri kedua. Air
atau etanol yang ditambahkan dalam jumlah
40
sangat kecil kira-kira 2-3 tetes dengan
mencatat beratnya. Saat penambahan air
atau etanol ini, larutan polimer pada bagian 20
yang tersentuh air atau etanol tadi akan
membentuk padatan berwarna tergantung
0 1 2 3 4
warna dasar polimer. Selanjutnya sampel Jumlah air yang ditambahkan (gr)
diaduk lagi menggunakan magnetic stirrer
sampai kembali menjadi homogen dan Gambar 2. Kurva penetrasi cahaya UV-Vis
spektrofotometer 500 nm untuk
transparan, dilanjutkan dengan mengukur
larutan polimer dengan penambah-
kembali transmisi cahaya. Pekerjaan an larutan non-solvent air
penambahan air atau etanol, pengadukan
dan pengukuran transmisi cahaya ini
dilakukan terus menerus berulang-ulang
sampai didapatkan larutan polimer yang 100
tidak bisa lagi larut sempurna. Artinya
larutan tersebut tidak bisa lagi homogen dan PES 5wt%
warna tidak transparan. Jika kondisi seperti 80
Transmittance (%)

PES 7wt%
ini sudah dicapai, berarti titik beku larutan PES 10wt%
polimer sudah diperoleh dan perlakuan bisa 60 PES 15wt%
dihentikan. Jumlah air atau etanol yang
ditambahkan dicatat setiap saat dan dihitung
jumlah totalnya. 40

3. Hasil dan Pembahasan


20
3.1. Pengaruh non-solvent terhadap
cloud point larutan. 0
0 2 4 6 8 10 12 14
Pada proses pembuatan membran dengan Jumlah etanol yang ditambahkan (gr)
metode non-solvent induced phase
separation (NIPS) tipe immersion Gambar 3. Kurva penetrasi cahaya UV-Vis
spectrofotometer 500 nm untuk
precipitation, larutan non-solvent (dalam hal
larutan polimer dengan penambah-
ini air) mempunyai peranan penting dalam an larutan non-solvent etanol

70
Nasrul Arahman / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 9 No. 2

Gambar 2 menunjukkan hasil pembacaan larutan non-solvent. Perbedaan jenis dan


penetrasi cahaya oleh alat UV-Vis komposisi larutan non-solvent yang
spektrofotometer terhadap larutan polimer digunakan akan menghasilkan membran
dengan penambahan non-solvent air sampai dengan ukuran dan jumlah pori yang
dengan kondisi pemisahan phasa tercapai. berbeda (Wang, dkk., 2006; Xu dan Qusay,
Pada kondisi awal dengan larutan murni 2004). Kajian teoritis yang mendalam
polimer tanpa penambahan non-solvent air, tentang pengaruh rasio penambahan non-
warna larutan bening transparan, sehingga solvent kedalam larutan dop (larutan
pembacaan transmittance adalah 100%. polimer) terhadap tingkat pengendapan
Penambahan sejumlah larutan non-solvent (pembentukan titik beku) larutan telah
air ke dalam larutan pada batas tertentu menjadi perhatian serius para peneliti.
menyebabkan larutan membentuk padatan ( Wang, dkk., 1995).
(membeku) ditandai dengan perubahan
warna larutan polimer menjadi putih Pada penelitian ini dikaji penggunaan dua
berkabut. Oleh karena itu secara tiba-tiba macam jenis non-solvent terhadap
transmittance turun dan menukik tajam pembentukan titik beku larutan polimer PES
menuju sumbu x. Titik belok dari kondisi dalam pelarut N-methylpirolidone, yaitu air
stabil menuju ke arah sumbu x tersebut dan etanol. Pengaruh konsentrasi polimer
adalah menunjukkan kondisi titik beku polietersulfon terhadap jumlah non-solvent
larutan sudah tercapai. Kondisi titik beku ini air dan etanol yang dibutuhkan oleh
menunjukkan jumlah air maksimum yang campuran polimer agar tejadinya pemisahan
dibutuhkan oleh sistem polimer untuk phasa diperlihatkan pada Gambar 4.
terjadinya pemisahan phasa untuk
terbentuknya padatan menjadi membran. Kebutuhan non-pelarut (gr) 12
Dari Gambar 2 dapat dengan jelas dilihat
bahwa semakin tinggi konsentrasi bahan
10
dasar PES dalam larutan, semakin cepat
terjadinya pembentukan titik beku larutan. 8 Air
Hal ini berhubungan dengan tingkat Etanol
kekentalan larutan (viskositas). Peningkatan 6
konsentrasi polimer dalam larutan
menyebabkan viskositas larutan meningkat 4
dan jumlah non-solvent yang dibutuhkan
akan lebih kecil untuk tercapainya titik beku 2
larutan. Lebih lanjut, bila konsentrasi polimer
adalah konstan, peningkatan jumlah non- 0
solvent dalam larutan akan menyebabkan 5 10 15
viskositas larutan akan menjadi lebih tinggi. Kosentrasi PES (%berat)
(Wang, dkk., 2006).
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi polimer
Hasil pembacaan penetrasi cahaya oleh alat terhadap jumlah non-solvent
UV-Vis spectrophotometer terhadap larutan yang dibutuhkan untuk terjadinya
polimer dengan penambahan larutan non- pembentukan titik beku larutan
solvent etanol diperlihatkan pada Gambar 3.
Secara keseluruhan nilai pembacaan
transmittance pada UV-Vis-Sp turun drastis Informasi yang terbaca dari Gambar 4
setelah penambahan etanol diatas 10 gram. adalah, semakin tinggi konsentrasi PES
Untuk konsentrasi polimer paling rendah dalam larutan, semakin sedikit jumlah non-
yaitu 5% (berat), titik beku larutan baru solvent air ataupun etanol yang dibutuhkan
terbentuk setelah penambahan etanol 11.5 untuk dapat terjadinya pemisahan phasa dan
gram. tercapainya titik beku larutan. Selanjutnya
dari Gambar 4 juga dapat disimpulkan pada
3.2. Pengaruh konsentrasi polimer ter- konsentrasi polimer PES konstan, jumlah
hadap kebutuhan non-solvent non-solvent etanol yang dibutuhkan larutan
polimer lebih banyak dibandingkan dengan
Pada proses pembuatan membran via non- jumlah non-solvent air untuk terjadinya
solvent induced separation dengan teknik tahap pembentukan titik beku. Hal ini
immersion precipitation, salah satu beruhubungan dengan nilai solubilitas (daya
parameter yang sering dimodifikasikan untuk kelarutan) dari kedua jenis non-solvent
mendaptkan membran dengan ukuran dan tersebut dengan polimer PES, seperti
jumlah pori tertentu adalah pemilihan jenis diperlihatkan pada Tabel 2

71
Nasrul Arahman / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 9 No. 2

Parameter solubilitas PES mendekati sama air/etanol. Ketiga axis menunjukkan fraksi
dengan parameter solubilitas etanol. Ini berat dari tiga komponen PES, NMP,
menyebabkan kompatibilitas yang lebih baik air/etanol. Titik-titik bulatan pada kurva
antara kedua komponen tersebut. Dua menunjukkan sistem larutan tiga phasa
komponen yang mempunyai kompatibilitas berada pada komposisinya masing-masing.
yang baik, menyebabkan proses pemisahan Untuk sistem PES/NMP/air, posisi titik beku
phasa antar dua cairan (liquid-liquid phase larutan berada medekati aksis polimer (PES)
separation) sulit terjadi(Fu, X., dkk., 2005). dan aksis pelarut (NMP). Ini menunjukkan
Demikian sebaliknya, PES mempunyai hanya dengan penambahan sedikit non-
parameter soluibilitas yang berbeda jauh solvent air kedalam larutan polimer, titik
dengan air, sehingga kedua komponen ini beku larutan dapat dengan cepat terbentuk.
tidak mempunyai kompatibilitas yang baik. Sebagai contoh, dengan komposisi persen
Dengan demikian proses pemisahan phasa berat PES 15%, jumlah air yang diperlukan
cairan-cairan (L-L phase separation) PES dan untuk dapat terjadi pemisahan phasa adalah
air dengan cepat dapat terjadi. Oleh karena 10%
itu jumlah air yang dibutuhkan lebih sedikit
dari pada etanol pada konsentrasi Untuk sistem larutan PES/NMP/etanol, posisi
polietersulfon yang sama untuk dapat titik beku larutan juga berada pada aksis
terbentuknya titik beku larutan polimer PES PES/NMP. Namun sedikit bergeser ke arah
dalam NMP. aksis non-solvent etanol. Hal ini disebabkan
jumlah non-solvent yang diperlukan untuk
Table 2. Parameter solubilitas komponen larutan terjadi pemisahan phasa lebih banyak
polimer. dibandingkan dengan sistem PES/NMP/air.
Sebagai contoh, dengan komposisi persen
Komponen Parameter solubilitas berat PES 15%, jumlah etanol yang
(MPa)1/2 diperlukan untuk terjadinya pemisahan
PES 21,9 phasa adalah 20% (berat). Seperti yang
Air 48,0 telah dikemukakan sebelumnya, hal ini
Etanol 26,1 disebabkan karena daya kelarutan etanol
dengan PES yang baik dibandingkan dengan
3.3. Diagram tiga phasa air. Sehingga tahapan pemisahan phasa
tidak mudah terjadi.
Pada proses pembuatan membran dengan
metode immersi presipitasi, semua 4. Kesimpulan
kemungkinan kombinasi dari tiga komponen
dalam larutan dapat diplot dalam bentuk Penelitian dasar proses pembentukan
diagram tiga phasa. Diaram phasa untuk membran dengan metode non-solvent
sistem yang sederhana adalah dibentuk dari induced phase separation telah dilakukan
tiga komponen berupa polimer, pelarut, dan dengan melarutkan polimer PES dalam
non-solvent. Hasil penelitian penentuan pelarut NMP. Pengaruh penambahan non-
diagram phasa sistem PES, NMP, air/etanol solvent air dan etanol dipelajari terhadap
diperlihatkan pada Gambar 5. pembentukan cloud point larutan. Diagram
tiga phasa sistem PES/NMP/air dan
PES/NMP/etanol telah ditentukan pada
berbagai tingkat konsentrasi polimer. Cloud
point larutan dapat dengan mudah terjadi
dengan penambahan non-solvent air. Non-
solvent etanol dibutuhkan lebih banyak oleh
sistem dari pada non-solvent air untuk dapat
terbentuknya cloud point larutan pada
konsentrasi polimer yang konstan.

Daftar Pustaka

Fu, X., Matsuyama, H., Teramoto, M., Nagai,


H. (2005). Preparation of hydrophilic
poly(vinyl butyral) hollow fiber
membrane via thermally induced
Gambar 5. Diagram tiga phasa sistem PES,NMP,
dan air/etanol
phase separation, Separation and
Purification Technology, 45, 200–207.
Masing-masing sudut menunjukkan
komponen murni (100%) PES, NMP, dan Machado, P.S.T, Habert, A.C., Borges, C.P.

72
Nasrul Arahman / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 9 No. 2

(1999) Membrane formation Wang, X.L., Qian, H.J., Chen, L.J., Lu, Z.Y.,
mechanism based on precipitation Li, Z.S. (2008) Dissipative particle
kinetics and membrane morphology: dynamics simulation on the polymer
Flat and hollow fiber polysulfone membrane formation by immersion
membranes, Journal of Membrane precipitation, Journal of Membrane
Science, 155, 171-183. Science, 311, 251–258.

Madaeni, S. (1999) The application of Wang, Z-G., Xu, Z-K., Wan, L-S. (2006)
membrane technology for water Modulation the morphologies and
desinfection, Water Research, 33, 301- performance of polyacrylonitrile-based
308. asymmetric membranes containing
reactive groups: Effect of non-solvents
Mulder, M. (1996) Basic principles of in the dope solution, Journal of
membrane technology, 2nd edition, Membrane Science, 278, 447-456.
1996, Kluwer Academic Publishers,
London. Wang, D., Li, K., Teo, W.K. (1995)
Relationship between mass ratio of
Pearce, G. (2007) Introduction to nonsolvent-additive to solvent in
membrane: Manufacturers` membrane casting solution and its
comparison: part 1, Filtration+ coagulation value, Journal of
Separation, 44 (10), 36-38. Membrane Science, 98, 233-240

Pinnau, I., Freeman, B.D. (2000) Formation Wienk, I.M., Boom, R.M., Beerlage, M.A.M.,
and modification of polymeric Bulte, A.M.W., Smolders, C.A. (1996)
membranes: Overview, in Membrane Recent advances in the formation of
formation and modification, ed.: Ingo phase inversion membranes made
Pinnau and B.D. Freeman, American from amorphous or semi-crystalline
Chemical Society. polymer, Journal of Membrane
Science, 113, 361-371.
Van de Witte, P., Dijkstra, P.J., Van den
Berg, J.W.A., Feijen, J. (1996) Xu, Z-L., Qusay, F. A. (2004)
Review; Phase separation processes in Polyethersulfone (PES) hollow fiber
polymer solutions in relation to ultrafiltration membranes prepared by
membrane formation, Journal of PES/non-solvent/NMP solution, Journal
Membrane Science, 117, 1-31. of Membrane Science 233, 101–111.

73

Anda mungkin juga menyukai