Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


PADA An.R DENGAN DIAGNOSA MEDIS AUTISME
DI PANTI BAKTI LUHUR WISMA BAHTERA
SURABAYA

OLEH:
DEBBY FITRI HANDAYANI
2019.NS.A.07.042

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan dengan judul
“Asuhan Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus Pada An.R Dengan Diagnosa Medis
Autisme Di Panti Bakti Luhur Wisma Bahtera Surabaya”
Asuhan Keperawatan ini merupakan salah satu persyaratan kelulusan pada
Pendidikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Anak Berkebutuhan Khusus..
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih dan
penghargaan yang setulusnya kepada:
1. Ibu Maria Adelheid, S.Pd, M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap palangkaraya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep, selaku ketua Prodi Sarjana Keperawatan.
3. Kepada Klien An.R dan keluarga di Panti Bakti Luhur Wisma Bahtera yang telah
bersedia untuk menjadi klien dalam pemberian asuhan keperawatan.
Akhir kata, semoga Laporan Asuhan Keperawatan ini dapat berguna bagi
pengembangan ilmu keperawatan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan
berkat dan karunia-Nya kepada kita semua.

Surabaya, 30 Maret 2020

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Autis merupakan kelainan perilaku penderita hanya tertarik pada aktivitas mentalnya
sendiri, seperti melamun atau berkhayal. Gangguan perilakunya dapat berupa kurangnya
interaksi sosial, penghindaran kontak mata, kesulitan dalam mengembangkan bahasa dan
pengulangan tingkah laku (Setiafitri, 2014). Autisme juga merupakan gangguan
perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak dalam berinteraksi dan
menjalani kehidupannya.
Data UNESCO pada tahun 2001 mencatat, sekitar 35 juta orang penyandang autisme di
dunia, itu berarti rata-rata 6 dari 1000 orang di dunia menyandang autisme (Melisa, 2013).
Jumlah anak penyandang autisme di Indonesia berada di kisaran 112.000 jiwa. Hingga saat
ini 2 belum ada data konkret mengenai jumlah anak autis di Indonesia sehingga
perkembangan autisme di masyarakat masih dipandang belum begitu penting (Priherdityo,
2016).
Timbulnya autisme selalu sebelum usia 30 bulan dan gangguan ini tiga kali lebih
banyak pada pria daripada wanita. Anak yang mengalami gangguan autis menunjukkan
kegagalan membina hubungan interpersonal yang ditandai dengan kurangnya respon
terhadap orang disekitar, suka menyendiri, asik dengan dunianya sendiri, tidak ada kontak
mata, adanya perilaku menghindar atau mengabaikan. Jika tidak segera dilakukan terapi,
setelah usia 3 tahun perkembangan anak terhenti bahkan cenderung mundur, seperti tidak
mengenal orangtuanya dan tidak mengenal namanya. Tidak mudah bagi orang tua untuk
menghadapi kenyataan bahwa anak yang dilahirkannya mengalami gangguan autis.
Awalnya orang tua akan bingung karena orang tua belum memiliki pemahaman tentang
autis. Ada juga orang tua yang shock dan merasa tertuduh karena memiliki pemahaman
yang salah tentang gangguan autis. Orang tua merasa bahwa anak autis terlahir akibat dosa-
dosa orang tua, bahkan ada juga pasangan suami istri bertengkar lalu saling menyalahkan.
Dikalangan masyarakat masih ada pemahaman bahwa anak-anak autis bisa menular
penyakitnya, sehingga beberapa orang tua justru menyembunyikan anaknya yang menderita
autis. Ratna (2012) menyebutkan bahwa orang tua yang memiliki anak autis lebih tinggi
untuk mengatasi perilaku menjauhkan dan melarikan diri, seperti perilaku yang ditujukan
untuk penarikan dari situasi stres. Pengasuhan anak autis menimbulkan sejumlah tantangan.
Benjamin (2010) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa orang tua dengan anak
autis mengalami stres. Orang tua yang memiliki anak autis perlu memahami bagaimana
penanganan dan pengasuhan untuk perkembangan anak autis. Keberadaan anak autis
membawa stres tersendiri bagi kehidupan keluarga, termasuk didalamnya trauma
psikologis, masalah dalam pengasuhan anak, beban finansial dan isolasi sosial.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dirumuskan rumusan masalah “Bagaimana Penerapan
Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Diagnosa Autisme di Panti Bhakti Luhur
Surabaya ?”
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa
autisme.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.1.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada pada anak dengan diagnosa autisme di
Panti Bhakti Luhur Surabaya
1.3.1.2 Menegakkan diagnosa keperawatan pada anak dengan diagnosa autisme di Panti
Bhakti Luhur Surabaya
1.3.1.3 Membuat intervensi keperawatan pada anak dengan diagnosa autisme di Panti
Bhakti Luhur Surabaya
1.3.1.4 Mampu melaksanakan rencana tindakan pada anak dengan diagnosa autisme di
Panti Bhakti Luhur Surabaya
1.3.1.5 Mampu mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada anak dengan diagnosa
autisme di Panti Bhakti Luhur Surabaya
.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Peningkatan Kualitas Asuhan Keperawatan
Laporan kasus ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan asuhan keperawatan pada anak dengan autisme yang
digunakan dalam peningkatan profesi keperawatan dan pelayanan kesehatan.
1.4.2 Bagi Pengembangan IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dapat menimbulkan ide-ide dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan terutama
penembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep pendekatan proses
keperawatan.
1.4.3 Pendidikan
Sebagai tolak ukur tingkat kemampuan mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu
keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa
STIKES Eka Harap Palangka Raya dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak
dengan autisme sehingga dapat diterapkan di masa yang akan datang.
1.4.4 Bagi Mahasiswa
Hendaknya mahasiswa terus mengembangkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan
melalui literatur kepustakaan dan media informasi lainnya tentang ilmu keperawatan dan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar.
1.4.5 Bagi Klien
Bagi klien diharapakan dapat lebih memahami bagaimana penanganan autisme dan
bagaimana tanda dan gejala yang muncul serta bagaimana cara pencegahannya. Diharapkan
keluarga klien untuk lebih menjaga kesehatan atau mempertahankan status kesehatan klien
serta mendapatkan pengetahuan yang bertambah mengenai penyakit yang diderita.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR AUTISME


2.1.1 Pengertian
Autisme adalah suatu gangguan metabolisme tubuh yang dapat menyebabkan
kelainan pada seseorang sehingga secara tak langsung individu tersebut dapat dikatakan
“hidup dalam dunianya sendiri“ (Purwati, 2007).
Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada bayi atau anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan autis adalah salah satu perkembangan pervasif
berawal sebelum usia 2,5 tahun (Danuatmaja, 2013).
2.1.2 Etiologi
Autisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di bawah ini adalah faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya autis menurut Astuti (2007) diantaranya yaitu:
2.1.2.1 Faktor Genetik
Faktor pada anak autis, dimungkinkan penyebabnya adanya kelainan kromosom
yang disebutkan syndrome fragile-x (ditemukan pada 5-20% penyandang autis).
2.1.2.2 Faktor Cacat (Kelainan Pada Bayi)
Penyebab autis dapat dikarenakan adanya kelainan pada otak anak yang
berhubungan dengan jumlah sel syaraf, baik itu selama kehamilan ataupun setelah
persalinan, kemudian juga disebabkan adanya Kongenital Rubella, Herpes Simplex
Enchepalitis, dan Cytomegalovirus Infection.
2.1.2.3 Faktor Kelahiran dan Persalinan
Proses kehamilan ibu juga salah satu faktor yang cukup berperan dalam timbulnya
gangguan autis, seperti komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Seperti adanya
pendarahan yang disertai terhisapnya cairan ketuban yang bercampur feces, dan
obat-obatan ke dalam janin, ditambah dengan adanya keracunan seperti logam berat
timah, arsen, ataupun merkuri yang bisa saja berasal dari polusi udara, air bahkan
makanan. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena
kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat
beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan
masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
2.1.3 Manisfestasi Klinik
2.1.3.1 Pada Tahap Pertumbuhan
Umumnya penderita Autis memperlihatkan pertumbuhan fisik yang wajar dan normal
seperti pada tingkat kemampuan gerak (berjalan, merangkak, dan berdiri),
kemampuan bercakap-cakap, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Anak dengan
autis juga dapat meniru beberapa lagu yang didengarakannya atau dapat
menggunakan panca indranya dengan normal dan secara luas ketika mengeksplorasi
lingkungannya. Walaupun terdapat kenormalan pada proses pertumbuhannya, pada
anak penderita Autis didapati keterbatasan dalam memfungsikan organnya, misalnya:
1) Sulit berbicara (Aphasia), pada pertumbuhan anak normal didapati kelancaran
bicara pada usia 12- 14 bulan.
2) Sulit menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia).
3) Sulit menggerakkan otot (Athaxia).
4) Tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid).
5) Mengalami kesulitan membaca (Dyslexia).
6) Mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang sulit dan rumit
(Dysphasia).
7) Sulit menggerakkan kaki dan tangan (Dyskinesia) karena kekakuan otot kaki dan
tangan (Spastic) atau kelemasan otot kaki dan tangan (Hypotonic) sehingga tak
mampu untuk mengembangkan kemampuan duduk, berdiri, dan berjalan secara
mandiri, pada pertumbuhan anak normal didapati kemampuan untuk berdiri sendiri
dan berjalan pada usia 6-18 bulan .
8) Terdapat kegagalan untuk memberikan respon terhadap rangsang nyeri sehingga
anak sering terlihat menyakiti diri sendiri.
9) Mungkin didapatkan adanya kelainan bentuk jari tangan dan kaki yang nantinya
juga dapat mempengaruhi perkembangan mental, kejiwaan, dan intelektual.
10) Autis dapat menunjukkan pertumbuhan fisik normal hingga sekitar usia 2 tahun
dan setelah itu didapati penurunan kesehatan yang drastis.
2.1.3.2 Pada Tahap Perkembangan
Pada tahap ini penderita autis memperlihatkan keterbelakangan dan gangguan dalam
hal psikologis dan intelektual. Selain itu, kemampuan untuk berkomunikasi dan
berperilaku juga mengalami penyimpangan. Dalam usia 5 tahun, komunikasi anak dan
ibu terganggu dengan adanya sikap anak yang tidak mau menatap ibunya ketika
ditimang, hal ini menunjukkan kesan tidak mengenal. Tidak dapat bercakap-cakap
dengan orang lain di sekitar secara mandiri, adanya gangguan pra-verbal yang
ditunjukkan dengan berteriak dan ekolia (bicara yang mengulang kata atau ungkapan),
padahal anak normal pada usia 6 - 18 bulan sudah dapat melakukannya (dalam
kemampuan berbahasa sesuai batas usia). Dalam berperilaku, anak biasanya duduk
dalam jangka waktu yang lama, sibuk dengan tangannya (dengan mengepakkannya,
memainkan jarinya atau bertepuk tangan), tercengang dan menatap terus pada objek
tertentu (mengkilap dan bersifat mekanis) seolah tak dapat dipisahkan dan sangat
terikat daripadanya.
Gambaran lain adalah adanya sikap rirualistik dan konvulsif dimana anak
menekankan suatu rutinitas kehidupan harian tertentu dan menolak suatu perubahan,
dan adanya gerakan yang tidak biasa ditemukan pada anak normal yaitu sering
mengedipkan mata secara berulang, wajah sering menyeringai, sikap melompat dan
berjingkat. Pada segi psikologis didapati adanya perubahan suasana hati yang tiba-tiba,
tertawa dengan sebab yang tidak jelas dan sering diselingi dengan kemarahan yang
bersifat destruktif. Anak sering ketakutan dengan suara tertentu dan tercengang dengan
suara yang lain. Hal ini juga akan mengarahkan anak untuk mengalami gangguan
mental psikotik paranoid (takut dan curiga sehingga memperlihatkan sikap tidak
mempercayai orang lain), schizotypal (menyendiri dan asik dengan dunianya sendiri),
dan histionik (selalu ingin diperhatikan, diutamakan, dan dituruti seluruh
keinginannya). Sisi intelektual anak dengan autis akan dihadapkan dengan adanya
retardasi, tetapi ada kecenderungan untuk membaik jika anak dapat lepas dari sikap
menarik diri. Kemampuan olah bicara anak autis sering terhambat pada hal intonasi dan
hal lain yang mengalami gangguan adalah kemampuan untuk menentukan waktu.
Tanda dan gejala diberbagai bidang yaitu:
1.3.2.1 Di bidang komunikasi:
1) Perkembangan bahasa anak autis lambat atau sama sekali tidak ada. Anak nampak
seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara lalu kemudian hilang
kemampuan bicara.
2) Terkadang kata – kata yang digunakan tidak sesuai artinya.
3) Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang dengan bahasa yang tidak dimengerti
orang lain.
4) Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Senang meniru atau membeo
(Echolalia).
5) Bila senang meniru dapat menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar tanpa
mengerti artinya.
6) Sebagian dari anak autis tidak berbicara (bukan kata-kata) atau sedikit berbicara
(kurang verbal) sampai usia dewasa.
7) Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan,
misalnya bila ingin meminta sesuatu.
1.3.2.2 Di bidang interaksi sosial:
1) Anak autis lebih suka menyendiri
2) Anak tidak melakukan kontak mata dengan orang lain atau menghindari tatapan
muka atau mata dengan orang lain.
3) Tidak tertarik untuk bermain bersama dengan teman, baik yang sebaya maupun
yang lebih tua dari umurnya.
4) Bila diajak bermain, anak autis itu tidak mau dan menjauh.
1.3.2.3 Di bidang sensoris:
1) Anak autis tidak peka terhadap sentuhan seperti tidak suka dipeluk.
2) Anak autis bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
3) Anak autis senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda yang ada
disekitarnya. Tidak peka terhadap rasa sakit dan rasa takut.
1.3.2.4 Di bidang pola bermain:
1) Anak autis tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
2) Anak autis tida suka bermain dengan anak atau teman sebayanya.
3) Tidak memiliki kreativitas dan tidak memiliki imajinasi.
4) Tidak bermain sesuai fungsinya, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-
putar.
5) Senang terhadap benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda sepeda, dan
sejenisnya.
6) Sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa
kemana-mana.
1.3.2.5 Di bidang perilaku:
1) Anak autis dapat berperilaku berlebihan atau terlalu aktif (hiperaktif) dan
berperilaku berkekurangan (hipoaktif).
2) Memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau merangsang diri sendiri seperti
bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti burung.
3) Berputar-putar mendekatkan mata ke pesawat televisi, lari atau berjalan dengan
bolak-balik, dan melakukan gerakan yang diulang-ulang.
4) Tidak suka terhadap perubahan.
5) Duduk bengong dengan tatapan kosong.
1.3.2.6 Di bidang emosi:
1) Anak autis sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa.
2) Dapat mengamuk tak terkendali jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
3) Kadang agresif dan merusak.
4) Kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.
5) Tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain yang ada
disekitarnya atau didekatnya.
2.1.4 PATOFISIOLOGI
Autisme adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh mutasi berkumpul di
beberapa jalur molekuler umum, atau adalah (seperti cacat intelektual) gangguan
dengan berbagai mekanisme. autism tampaknya timbul akibat dari perkembangan
faktor-faktor yang mempengaruhi banyak atau semua fungsi sistem otak, dan
mengganggu perkembangan otak waktu lebih dari produk akhir. Sel saraf otak (neuron)
terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut
untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang
berwarna kelabu (korteks). Akson di bungkus oleh selaput putih bernama myelin,
terletak dibagian otak berwarna putih. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan 3-7
bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai dengan
pembentukan akson, dendrit dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar 2
tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrite dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetic melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan
akson, dendrite, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tidak digunakan menunjukan
kematian sel, berkurang akson, dendrite dan sinaps. Kelainan genetis,
keracunanvlogam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pada proses-proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neutropin dan
neuropeptida otak (brain-derived neuritrophic factor) yang merupakan zat kimia otak
yang bertanggungjawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi,
pertumbuhan dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan
abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistic terjadi kondisi growth without
guidance, dimana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal pada bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain.
Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat
keluarnya hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) diotak kecil pada autism.
Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan
penunjang pada SSP), dan myelin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal
ataui sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer dan sekunder. Bila autism
disebabkan oleh faktor genetic, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer
yang terjadi sejak awal kehamilan.Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah
berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu meminum alkoho dan mengkonsumsi
oabt seperti thalidomide. Pemeriksaan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi,
proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan
reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Web Of Caution (WOC) Autisme

Genetik Kongenital Persalinan/Kelahiran

Kelainan kromosom
Kelainan genetis, keracunan logam berat, Pendarahan, terhisapnya cairan
dan nutrisi yang tidak adekuat ketuban, obat-obatan, keracunan
Kode gen diulang pada area rapuh
Sel saraf gagal terbentuk saat usia Terganggu saraf pusat
kandungan 3-7 bulan selama awal kehamilan
Memproduksi terlalu sedikit protein
Berlebihnya neutropin dan neuropeptida otak Kondisi growth without guidance
(brain-derived neurotrophic factor)
Perubahan pada gen FMR1

Pertumbuhan akson secara


Syndrome Fragile-X abnormal mematikan sel Purkinye

Berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluarnya


hasil pemrosesan indera dan impuls saraf)

Reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses


persepsi atau membedakan target, overselektivitas,
dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.

AUTISME
Pada Tahap Pertumbuhan AUTISME
Pada Tahap Perkembangan

- Sulit berbicara (Aphasia) - Sulit menggerakkan badan karena - Lebih suka menyendiri - Keterbelakangan dan
- Mengalami kesulitan membaca gangguan saraf motorik (Apraxia) - Tidak melakukan kontak mata gangguan dalam hal
(Dyslexia) - Sulit menggerakkan otot (Athaxia) dengan orang lain psikologis dan intelektual.
- Mengalami kesulitan dalam - Tangan terus bergerak dan tak - Tidak tertarik untuk bermain - Rirualistik dan konvulsif
mengucapkan kata atau kalimat terkendali (Athetoid) bersama dengan teman - Psikotik paranoid
yang sulit dan rumit - Sulit menggerakkan otot (Athaxia) - Bila diajak bermain, anak autis itu - Schizotypal
(Dysphasia). - Sulit menggerakkan kaki dan tangan tidak mau dan menjauh
(Dyskinesia) - Histionik

Kerusakan Resiko cidera Kerusakan interaksi Resiko membahayakan 


komunikasi
sosial diri sendiri atau orang
verbal
lain
2.1.5 KLASIFIKASI
Berdasarkan waktu munculnya gangguan, Astuti (2007) membagi autisme
menjadi dua yaitu:
1) Autisme sejak bayi (Autisme Infantil) anak sudah menunjukkan perbedaan-
perbedaan dibandingkan dengan anak non autistik, dan biasanya baru bisa terdeteksi
sekitar usia bayi 6 bulan.
2) Autisme regresif ditandai dengan regresif (kemudian kembali) perkembangan
kemampuan yang sebelumnya jadi hilang. Yang awalnya sudah sempat
menunjukkan perkembangan ini berhenti. Kontak mata yang tadinya sudah bagus,
lenyap. Dan jika awalnya sudah bisa mulai mengucapkan beberapa patah kata,
hilang kemampuan bicaranya (Astuti, 2007).
Sedangkan Faisal Yatim (dalam buku karangan Purwati 2007) mengelompokkan
autisme menjadi:
1) Autisme persepsi ini dianggap sebagai autisme asli dan disebut autisme internal
karena kelainan sudah timbul sebelum lahir
2) Autisme reaksi ini biasanya mulai terlihat pada anak-anak usia lebih besar (6-7
tahun) sebelum anak memasuki tahap berfikir logis. Tetapi bisa juga terjadi sejak
usia minggu-minggu pertama. Penderita autisme reaktif ini bisa membuat gerakan-
gerakan tertentu berulang-ulang dan kadang-kadang disertai kejang-kejang.
2.1.6 FAKTOR RESIKO
Penyebab autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi.Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh banyak ahli.
Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor resiko gangguan autis.
Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak teori penyebab autris yang
telah berkembang. Terdapat beberapa hal dan keadaan yang membuat resiko anak
menjadi autis lebih besar. Dengan diketahui resiko tersebut tentunya dapat dilakukan
tindakan untuk mencegah dan melakukan intervensi sejak dini pada anak yang
beresiko.
Adapun beberapa resiko tersebut dapat diikelompokkan dalam beberapa
periode, seperti periode kehamilan, persalinan dan periode usia bayi, yaitu :
2.1.6.1 Periode Kehamilan
Perkembangan janin dalam kehamilan sangat banyak yang mempengaruhinya.
Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem susunan saraf otak sangat pesat
terjadi pada periode ini, sehingga segala sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu
tentunya sangat berpengaruh. Gangguan pada otak inilah nantinya akan
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko
terjadinya autism
2.1.6.2 Periode Persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi
selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat menentukan
kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam persalinan maka yang
paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh
bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap
gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak
baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya. Gangguan persalinan yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat terlalu
cepat, Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah
(< 2.500 gram).
2.1.6.3 Periode Usia Bayi
Kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan yang terjadi
dapat mengakibatkan gangguan pada otak yang akhirnya dapat beresiko untuk
terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang beresiko untuk terjadinya
autisme adalah prematuritas, alergi makanan, kegagalan kenaikan berat badan,
kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik,
gangguan pencernaan : sering muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air
besar dan gangguan neurologi/syaraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan
otot.
2.1.7 PENATALAKSANAAN
Terapi yang dilakukan untuk anak dengan autis antara lain :
2.1.7.1 Applied Behavioral Analysis (ABA)
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan penelitian dan
didesain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi
pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive reinforcement
(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang
paling banyak dipakai di Indonesia.
2.1.7.2 Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autistik
yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang
bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya
untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan
berbahasa akan sangat menolong.
2.1.7.3 Terapi Okupasi
Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pinsil
dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan
kemulutnya, dan lain sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk
melatih mempergunakan otot halusnya dengan benar.
2.1.7.4 Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara individu
autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang tonus
ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang
bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk
menguatkan ototnya dan memperbaiki keseimbangan tubuhnya.
2.1.7.5 Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam bidang
komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan pertolongan dalam
ketrampilan berkomunikasi dua arah, membuat teman dan main bersama ditempat
bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan memberikan fasilitas pada
mereka untuk bergaul dengan teman-teman sebaya dan mengajari caranya.
2.1.7.6 Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan pertolongan dalam
belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara,
komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis bermain bisa membantu anak dalam
hal ini dengan teknik-teknik tertentu.
2.1.7.8 Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya, Mereka
banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak heran bila
mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk mencari latar
belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya dengan
merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki
perilakunya.
2.1.7.9 Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention) dianggap
sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya, kekuatannya dan
tingkat perkembangannya, kemudian ditingkatkan kemampuan sosial, emosional dan
intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA
yang lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

2.1.7.10 Terapi Visual


Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers).
Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi
melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS (Picture Exchange
Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan ketrampilan komunikasi.
2.1.7.11 Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung dalam DAN
(Defeat Autism Now). Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa
gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang akan
berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara
intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses, dan rambut. Semua hal abnormal yang
ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih
banyak anak mengalami kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu
terapi dari luar dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis). Tatalaksana autis dibagi
menjadi 2 bagian yaitu:
1) Edukasi kepada, keluarga memerankan peran yang penting dalam membantu
perkembangan anak, karena orang tua adalah orang terdekat mereka yang dapat
membantu untuk belajar berkomunikasi, berperilaku terhadap lingkungan dan
orang sekitar, intinya keluarga adalah jendela bagi penderita untuk masuk ke dunia
luar, walaupun diakui hal ini bukanlah hal yang mudah.
2) Penggunaan obat-obatan pada penderita autisme harus dibawah pengawasan
dokter. Penggunaan obat-obatan ini diberikan jika dicurigai terdapat kerusakan di
otak yang mengganggu pusat emosi dari penderita, yang seringkali menimbulkan
gangguan emosi mendadak, agresifitas, hiperaktif dan stereotipik. Beberapa obat
yang diberikan adalah Haloperidol (antipsikotik), fenfluramin, naltrexone
(antiopiat), clompramin (mengurangi kejang dan perilaku agresif).
2.2 MANAJEMEN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Identitas Klien : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, No. MR
2.2.1.2 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Pada kehamilan ibu pertumbuhan dan perkembangan otak janin terganggu.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme Gangguan pada
otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak kelak
nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme. Gangguan persalinan yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya autism adalah: pemotongan tali pusat terlalu cepat,
Asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi selama
persalinan, lamanya persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan erat lahir rendah
( < 2.500 gram).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKK)
Anak dengan autis biasanya sulit bergabung dengan anak-anak yang lain, tertawa
atau cekikikan tidak pada tempatnya, menghindari kontak mata atau hanya sedikit
melakukan kontak mata, menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri, lebih senang
menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang
terbuka, jarang memainkan permainan khayalan, memutar benda, terpaku pada
benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik,
secara fisik terlalu.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Dilihat dari faktor keluarga apakah keluarga ada yang menderita autisme.
2.2.1.3 Psikososial
1) Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
2) Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
3) Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
4) Perilaku menstimulasi diri
5) Pola tidur tidak teratur
6) Permainan stereotip
7) Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
8) Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu pembicaraan
9) Kemampuan bertutur kata menurun
10) Menolak mengonsumsi makanan yang tidak halus
2.2.1.4 Neurologis
1) Respons yang tidak sesuai dengan stimulus
2) Refleks mengisap buruk
3) Tidak mampu menangis ketika lapar
2.2.1.5 Gastrointestinal
1) Penurunan nafsu makan
2) Penurunan berat badan
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan diagnosa yang muncul adalah :
2.2.2.1 Hambatan komunikasi berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus.
2.2.2.2 Resiko membahayakan  diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan rawat
inap di rumah sakit.
2.2.2.3 Resiko perubahan peran orang tua berhubungan dengan gangguan.
2.2.2.4 Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan stimulasi sensorik yang tidak
sesuai.
2.2.2.5 Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan terganggunya kemampuan
berbicara, retardasi mental.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
2.2.3.1 Diagnosa I : Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan
terhadap stimulus.
Kriteria Hasil : Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-
kata atau gerakan tubuh yang sederhana dan konkret.
Intervensi Rasional
1. Ketika berkomunikasi dengan anak, 1. Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang
bicaralah dengan kalimat singkat yang mungkin merupakan satu-satunya cara
terdiri atas satu hingga tiga kata, dan berkomunikasi karena anak yang autistik
ulangi perintah sesuai yang diperlukan. mungkin tidak mampu mengembangkan
Minta anak untuk melihat kepada anda tahap pikiran operasional yang konkret.
ketika anda berbicara dan pantau Kontak mata langsung mendorong anak
bahasa tubuhnya dengan cermat. berkonsentrasi pada pembicaraan serta
menghubungkan pembicaraan dengan
bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi
anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat
menjadi satu-satunya cara baginya untuk
mengomunikasikan pengenalan atau
pemahamannya terhadap isi pembicaraan
2. Gunakan irama, musik, dan gerakan 2. Gerakan fisik dan suara membantu anak
tubuh untuk membantu perkembangan mengenali integritas tubuh serta batasan-
komunikasi sampai anak dapat batasannya sehingga mendoronnya terpisah
memahami bahasa dari objek dan orang lain
3. Bantu anak mengenali hubungan antara 3. Memahami konsep penyebab dan efek
sebab dan akibat dengan cara membantu anak membangun kemampuan
menyebutkan perasaannya yang khusus untuk terpisah dari objek serta orang lain
dan mengidentifikasi penyebab dan mendorongnya mengekpresikan
stimulus bagi mereka kebutuhan serta perasaannya melalui kata-
kata
4. Ketika berkomunikasi dengan anak, 4. Biasanya anak austik tidak mampu
bedakan kenyataan dengan fantasi, membedakan antara realitas dan fantasi,
dalam pernyataan yang singkat dan dan gagal untuk mengenali nyeri atau
jelas sensasi lain serta peristiwa hidup dengan
cara yang bermakna.
2.2.3.2 Diagnosa II : Resiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan
dengan rawat inap di RS.
Kriteria Hasil : Anak memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan
kekerasan atau perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum
dan sikap agresi atau destruktif bekurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi
frustasi
Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan kondusif dan 1. Anak yang austik dapat berkembang
sebanyak mungkin rutinitas sepanjang melalui lingkungan yang kondusif dan
periode perawatan di RS rutinitas, dan biasanya tidak dapat
beradaptasi terhadap perubahan dalam
hidup mereka. Mempertahankan program
yang teratur dapat mencegah perasaan
frustasi, yang dapat menuntun pada
ledakan kekerasan
2. Lakukan intervensi keperawatan dalam 2. Sesi yang singkat dan sering
sesingkat dan sering. Dekati anak memungkinkan anak mudah mengenal
dengan sikap lembut, bersahabat dan perawat serta lingkungan rumah sakit.
jelaskan apa yang anda akan lakukan Mempertahankan sikap tenang, ramah
dengan kalimat yang jelas, dan dan mendemontrasikan prosedur pada
sederhana. Apabila dibutuhkan, orang tua, dapat membantu anak
demontrasikan prosedur kepada orang menerima intervensi sebagai tindakan
tua. yang tidak mengancam, dapat mencegah
perilaku destruktif
3. Gunakan restrain fisik selama prosedur 3. Restrain fisik dapat mencegah anak dari
ketika membutuhkannya, untuk tindakan mencederai diri sendiri. Biarkan
memastikan keamanan anak dan untuk anak terlibat dalam perilaku yang tidak
mengalihkan amarah dan frustasinya, terlalu membahayakan, misalnya
misalnya untuk mencagah anak dari membanding bantal, perilaku semacam
membenturkan kepalanya ke dinding ini memungkinkan menyalurkan
berulang-ulang, restrain badan anak amarahnya, serta mengekpresikan
pada bagian atasnya, tetapi frustasinya dengan cara yang aman
memperbolehkan anak untuk memukul
bantal
4. Gunakan teknik modifikasi perilaku 4. Pemberian imbalan dan hukuman dapat
yang tepat untuk menghargai perilaku membantu mengubah perilaku anak dan
positif dan menghukum perilaku yang mencegah episode kekerasan
negatif. Misalnya, hargai perilaku yang
positif dengan cara memberi anak
makanan atau mainan kesukaannya,
beri hukuman untuk perilaku yang
negatif dengan cara mencabut hak
istimewanya
5. Ketika anak berperilaku destruktif, 5. Setiap peningkatan perilaku agresif
tanyakan apakah ia mencoba menunjukkan perasaan stres meningkat,
menyampaikan sesuatu, misalnya kemungkinan muncul dari kebutuhan
apakah ia ingin sesuatu untuk dimakan untuk mengomunikasikan sesuatu.
atau diminum atau apakah ia perlu
pergi ke kamar mandi

2.2.3.3 Diagnosa III : Resiko perubahan peran orang tua yang berhubungan dengan
gangguan.
Kriteria Hasil : Orang tua mendemontrasikan keterampilan peran menjadi orang tua
yang tepat yang ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak
dan mencari nasihat serta bantuan.
Intervensi Rasional
1. Anjurkan orang tua untuk 1. Membiarkan orang tua mengekpresikan
mengekpresikan perasaan dan perasaan dan kekhawatiran mereka
kekhawatiran mereka tentang kondisi kronis anak membantu
mereka beradaptasi terhadap frustasi
dengan lebih baik, suatu kondisi yang
tampaknya cenderung meningkat
2. Rujuk orang tua ke kelompok 2. Kelompok pendukung memperbolehkan
pendukung autisme setempat dan orang tua menemui orang tua dari anak
kesekolah khusus jika diperlukan yang menderita autisme untuk berbagi
informasi dan memberikan dukungan
emosioanl
3. Anjurkan orang tua untuk mengikuti 3. Kontak dengan kelompok swabantu
konseling (bila ada) membantu orang tua memperoleh
informasi tentang masa terkini, dan
perkembangan yang berhubungan dengan
autism
2.2.3.4 Diagnosa 4 : Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan stimulasi sensorik
yang tidak sesuai.
Tujuan : Anak akan mendemonstrasikan kepercayaan pada seorang pemberi
perawatan yang ditandai dengan sikap responsive pada wajah dan kontak mata
dalam waktu yang ditentukan.
Kriteria hasil :
1) Anak mulai berinteraksi dengan diri dan orang lain
2) Pasien menggunakan kontak mata, sifat responsive pada wajah dan perilaku-
perilaku nonverbal lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain.
3) Pasien tidak menarik diri dari kontak fisik dengan orang lain
Intervensi Rasional
1. Jalin hubungan satu-satu dengan anak 1. Interaksi staf dengan pasien yang
untuk meningkatkan kepercayaan konsisten meningkatkan pembentukan
kepercayaan.
2. Berikan benda-benda yang dikenal 2. Benda-benda ini memberikan rasa aman
(misalnya: mainan kesukaan, selimut) dalam waktu-waktu aman bila anak
untuk memberikan rasa aman dalam merasa distres
waktu-waktu tertentu agar anak tidak
mengalami distress.

3. Sampaikan sikap yang hangat, dukungan 3. Karakteristik-karakteritik ini


dan kebersediaan ketika anak berusaha meningkatkan pembentukan dan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mempertahankan hubungan saling
dasarnya untuk meningkatkan percaya
pembentukan dan mempertahankan
hubungan saling percaya

4. Lakukan dengan perlahan-lahan, jangan 4. Pasien autisme dapat merasa terncam


memaksakan interaksi-interaksi, mulai oleh suatu rangsangan yang gencar pada
dengan penguatan yang positif pada pasien yang tidak terbiasa.
kontak mata, perkenalkan dengan
berangsur-angsur dengan sentuhan,
senyuman , dan pelukan.
5. Dengan kehadiran anda beri dukungan 5. Kehadiran seorang yang telah terbentuk
pada pasien yang berusaha keras untuk hubungan saling percaya dapat
membentuk hubungan dengan orang lain memberikan rasa aman
dilingkungannya.

2.2.3.5 Diagnosa 5 : Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan terganggunya


kemampuan berbicara, retardasi mental.
Tujuan : Anak akan membentuk kepercayaan dengan seorang pemberi perawatan
ditandai dengan sikap responsive dan kontak mata dalam waktu yang telah
ditentukan.
Kiteria hasil :
1) Pasien mampu berkomunikasi dengan cara yang dimengerti oleh orang lain
2) Pesan-pesan non-verbal pasien sesuai dengan pengungkapan verbal.
3) Pasien memulai berinteraksi verbal dan non-verbal dengan orang lain
Intervensi Rasional
1. Pertahankan konsistensi tugas staf untuk 1. Hal ini memudahkan kepercayaan dan
memahami tindakan-tindakan dan kemampuan untuk memahami tindakan-
komunikasi anak. tindakan dan komunikasi pasien

2. Antisipasi dan penuhi kebutuhan- 2. Pemenuhan kebutuhan pasien akan dapat


kebutuhan anak sampai kepuasan pola mengurangi kecemasan anak sehingga
komunikasi terbentuk anak akan dapat mulai menjalin
komunikasi dengan orang lain dengan
asertif

3. Gunakan pendekatan tatap muka 3. Kontak mata mengekspresikan minat


berhadapan untuk menyampaikan yang murni terhadap dan hormat
ekspresi-ekspresi nonverbal yang benar kepada seseorang.
dengan menggunakan contoh
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Setelah rencana disusun, selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk
mencapai hasil yang diharapkan. Tindakan harus bersifat khusus agar semua perawat
dapat menjalankan dengan baik, dalam waktu yang telah ditentukan. Dalam
implementasi keperawatan perawat langsung melaksanakan atau dapat mendelegasikan
kepada perawat lain yang dipercaya.
2.2.5 Evaluasi keperawatan
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan yang
dibuat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui sejauh
mana masalah klien teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang jika yang ditetapkan belum tercapai dalam proses keperawatan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa (pengkajian: Senin, 30 Maret 2020)
3.1.1.1 Identitas Pasien
Nama Klien : An. R
TTL : 10 Februari 2009
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan : -
Alamat : Jl. Sangga Buana, Sidoarjo
Diagnosa Medis : Autisme
Lama Tinggal di Panti : 4 tahun
3.1.1.2 dentitas Penanggung Jawab
Nama : Nn. R
TTL : 14-2-1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Suku/Bangsa : Bugis
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Sangga Buana, Sidoarjo
Hubungan Keluarga : Pengasuh

3.1.1.3 Keluhan Utama


3.1.1.4 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan sekarang
An.R pertama kali masuk ke Panti Bakti Luhur pada tahun 2013. Pada saat dibawa
ke Panti, An.R dalam kondisi tidak merespon saat di ajak bicara hanya sibuk
dengan dirinya sendiri. Dirumah An. R tidak memperdulikan orang lain dan sering
loncat-loncat sendiri sehingga di bawa kepanti, An. R tidak dapat bicara sejak kecil
2) Riwayat Kesehatan lalu
Riwayat prenatal, natal, postnatal, An. R tidak dapat dikaji karena data yang
tersedia terbatas dan untuk melakukan wawancara langsung kepada An. R tidak
memungkinkan. Suster Pengasuh pun tidak mengetahui secara terperinci tentang
riwayat kesehatan An. R.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga An. R tidak dapat dikaji karena data yang tersedia
terbatas dan untuk melakukan wawancara langsung kepada An. R tidak
memungkinkan. Suster Pengasuh pun tidak mengetahui secara terperinci tentang
riwayat keluarga An. R.
4) Susunan Genogram
An. R adalah anak pertama dari Ny.S dan Tn.E
3.1.2 Pemeriksaan Fisik
3.1.2.1 Keadaan Umum
Klien tampak kurus, klien tampak kurang bersih, klien tampak sering melakukan
gerakan yang sama secara berulang, selalu tertarik dengan benda-benda yang baru
dan tampak asing.

Tanda-tanda Vital
Nadi : 120 x/menit
0
Suhu : 36,6 C
Respirasi: 24 x/menit
3.1.2.2 Kepala dan Wajah
Ubun-ubun klien menutup dengan keadaan datar, tidak ada kelainan lain, rambut
berwarna hitam, kusam, tidak rontok, keadaan kulit kepala tidak mengalami
peradangan/benjolan, bentuk mata tidak simetris, konjungtiva merah muda, sklera normal,
reflek pupil responsif terhadap cahaya, oedem palpebra tidak ada, kondisi telinga simetris,
tidak ada serumen yang keluar, tidak ada peradangan, ketajaman pendengaran baik, saat
dilakukan pemeriksaan dengan jentikan jari An. R bisa mengikuti arah suara tersebut, dan
saat ada benda jatuh secara spontan An. R mengarah kearah suara, bentuk hidung simetris,
tidak serumen/sekret, fungsi penciuman baik yaitu saat perawat mendekatkan minyak angin
kearah hidungnya maka An. R menjauhkan hidungnya dari objek, bentuk bibir simetris,
tidak ada sianosis, palatum keras, tidak ada carries gigi, jumlah gigi lengkap.

3.1.2.3 Leher dan Tenggorokan


Bentuk leher normal, reflek menelan baik, tidak ada pembesaran tonsil, tidak ada
pembesaran vena jugularis, tidak ada benjolan, tidak ada peradangan.

3.1.2.4 Dada dan Punggung


Bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dada, bunyi nafas vesikuler, tipe pernafasan
dada, bunyi jantung regular, tidak ada iktus kordis, tidak ada bunyi tambahan, tidak ada
nyeri dada., bentuk punggung normal, tidak ada peradangan, tidak ada benjolan.

3.1.2.5 Abdomen
Bentuk abdomen simetris, bising usus 10x/menit, tidak ada asites, tidak ada
hepatomegali, tidak ada nyeri tekan.

3.1.2.6 Ektrimitas
Pergerakan tonus otot: bergerak bebas, tidak ada edema, tidak ada sianosis, turgor
kulit baik
2.1.2.7 Genetalia
Kebersihan alat kelamin baik, tidak ada peradangan/ benjolan, tidak ada
hipospadia/epispadia

3.1.3 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


3.1.3.1 Gizi Selera makan
Status nutrisi An. R baik. Hal ini dapat dilihat dari berat badan dan tinggi badan An.
R yang seimbang.

3.1.3.2 Kemandirian dalam bergaul


An. R tidak mampu bergaul secara mandiri dengan teman sebayanya karena
mengalami gangguan dalam komunikasi verbal, tidak merespon saat di ajak bicara, hanya
sibuk dengan dirinya sendiri.

3.1.3.3 Motorik halus


Motorik halus An. R tidak baik. Klien tidak mampu melakukan gerakan-gerakan
yang seharusnya mampu dilakukan oleh orang seusianya seperti menggunting kertas
mengikuti pola, tidak mampu menulis sesuatu.

3.1.3.4 Motorik Kasar


Motorik kasar An. R cukup baik. Klien dapat melompat dengan jarak lompatan ±
37-60 cm, naik tangga tanpa dibantu.

3.1.3.5 Kognitif dan bahasa


An. R tidak mampu berbicara dengan menggunakan komunikasi verbal. Nilai
kognitif An. R pun berada dibawah rata-rata yang dapat dilihat dari status rekam medic
milik panti.

3.1.3.6 Psikososial
An. R tidak mampu bergaul dengan teman sebayanya karena mengalami gangguan
dalam komunikasi verbal. Klien tidak dapat membantu aktivitas/pekerjaan yang ada dipanti
karena klien sulit untuk mengikuti perintah.

3.1.4 Pola Aktivitas Sehari-hari


No Pola Kebiasaan Keterangan

Nutrisi
a. Frekuensi 3x sehari
b. Nafsu Makan/selera Baik
c. Jenis Makanan Makanan Padat (Nasi, Sayur, Lauk)
Eliminasi
a. BAB 1x/hari, Lunak
b. BAK 4x/hari, Kuning jernih
Istirahat dan tidur
a. Siang/jam 2 jam
b. Malam/jam 8 jam
Personal Hyigene
a. Mandi 2x/hari
b. Oral Hyegene 1x/hari

3.1.5 Data Penunjang


Tidak ada data penunjang lainnya.

Surabaya, Maret 2020


Mahasiswa,

(..........................................)

ANALISA DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
1. DS: Penurunan fungsi Defisit perawatan diri
- Suster pengasuh mengatakan, “An. kognitif, kelemahan
R mandi 2x sehari dan sikat gigi
sekali sehari”
- Suster pengasuh mengatakan,
“terkadang kerepotan untuk
membantu memandikan semua
anak-anak”.
DO:
- An. R tampak kurang bersih
- Rambut An. R berwarna hitam
dan kusam

2. DS : Kebingungan terhadap Hambatan komunikasi


- Suster pengasuh mengatakan, “An. stimulus Verbal
R tidak dapat bicara sejak kecil”
- Suster pengasuh mengatakan, “An.
R mengeluarkan suara yang tidak
dimengerti”.
- Suster pengasuh mengatakan, “An.
R sulit mengikuti perintah”.
DO :
- Klien terdengar mengeluarkan
suara yang tidak dapat dimengerti
- Klien menarik tangan perawat jika
menginginkan sesuatu

PRIORITAS MASALAH
1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif, kelemahan

2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus


RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien: An. R
Ruang Rawat: Wisma Bahtera
Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Defisit perawatan Setelah dilakukan 1. Monitor kemampuan klien untuk 1. Dengan mengetahui
diri berhubungan tindakan keperawatan perawatan diri yang mandiri kemampuan klien, perawat
dengan penurunan selama 1 x 24 jam dapat menentukan sejauh mana
fungsi kognitif, diharapkan defisit bantuan yang akan diberikan
kelemahan perawatan diri dapat kepada klien.
teratasi, dengan 2. Monitor kebutuhan klien untuk 2. Alat bantu kebersihan diri yang
kriteria hasil : alat-alat bantu kebersihan diri baik dapat menghindarkan
1. Klien terbebas dari klien dari kerusakan kulit
bau badan 3. Sediakan bantuan sampai klien 3. Dorongan maksimal harus
2. Dapat memenuhi mampu secara utuh melakukan dilakukan agar klien dapat
ADL dengan self-care mendiri dalam perawatan diri.
bantuan minimal 4. Dorong untuk melakukan self- 4. Bantuan minimal diberikan
care secara mandiri, tapi beri kepada klien agar klien tidak
bantuan ketika klien tidak mampu bergantung penuh dengan
melakukannya. perawat
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan
Jam
dan Nama
Perawat
Senin, 30 Maret S:-
2020 O:
- Nadi 120x/menit
1. Monitor kemampuan klien untuk - RR : 24x/menit
07.30 WIB
perawatan diri yang mandiri - S: 36̊C
09.00 dan 11.00
2. Monitor kebutuhan klien untuk - Klien wangi
WIB alat-alat bantu kebersihan diri - Klien dapat memenuhi ADL dengan
08.00 WIB 3. Sediakan bantuan sampai klien bantuan minimal
mampu secara utuh melakukan A : Masalah teratasi sebagian
08.30 WIB self-care P : Hentikan Intervensi
4. Dorong untuk melakukan self-care
secara mandiri, tapi beri bantuan
ketika klien tidak mampu
melakukannya.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien: An. R
Ruang Rawat: Wisma Bahtera
Diagnosa Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Hambatan Setelah dilakukan 1. Lakukan komunikasi 1. Kalimat yang sederhana dan diulang-ulang
komunikasi tindakan keperawatan dengan kalimat singkat, mungkin merupakan satu-satunya cara
verbal selama 1 x 8 hari lambat dan tegas. Minta berkomunikasi karena anak yang autistik
berhubungan diharapkan anak dapat anak untuk melihat kepada mungkin tidak mampu mengembangkan
dengan mengomunikasikan anda ketika anda berbicara tahap pikiran operasional yang konkret.
kebingungan kebutuhannya dengan dan pantau bahasa Kontak mata langsung mendorong anak
terhadap menggunakan kata- tubuhnya dengan cermat. berkonsentrasi pada pembicaraan serta
stimulus kata atau gerakan menghubungkan pembicaraan dengan
tubuh yang sederhana bahasa dan komunikasi. Karena artikulasi
dan konkret, dengan anak yang tidak jelas, bahasa tubuh dapat
kriteria hasil : menjadi satu-satunya cara baginya untuk
1. Dapat mengomunikasikan pengenalan atau
menggunakan pemahamannya terhadap isi pembicaraan
bahasa non-verbal 2. Gunakan irama, musik, dan 2. Gerakan fisik dan suara membantu anak
untuk gerakan tubuh untuk mengenali integritas tubuh serta batasan-
mengungkapkan membantu perkembangan batasannya sehingga mendoronnya
keinginannya komunikasi sampai anak terpisah dari objek dan orang lain
2. Dapat mengerti dapat memahami bahasa.
bahasa non-verbal 3. Komunikasi yang komprehensif akan
sederhana dari 3. Lakukan komunikasi memperbanyak jumlah stimulasi yang
perawat secara komprehensif baik diterima sehingga akan memperkuat
verbal maupun non verbal. memori seseorang terhadap suatu kata.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan
Jam
dan Nama
Perawat
Senin, 30 Maret
2020

07.00 WIB 1. Melakukan komunikasi dengan kalimat S : -


singkat, lambat dan tegas. O:
2. Menggunakan irama, musik, dan - Nadi 120x/menit
gerakan tubuh untuk membantu - RR : 24x/menit
09.00 WIB perkembangan komunikasi sampai - S: 36̊C
anak dapat memahami bahasa - Klien tampak merespon saat
3. Melakukan komunikasi secara perawat berbicara.
10.00 WIB komprehensif baik verbal maupun non - Klien mampu menunjuk benda
verbal. yang ia inginkan.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
BAB 4
PEMBAHASAN

Bab ini penulis akan membahas mengenai permasalahan atau kesenjangan yang
terjadi selama melakukan asuhan keperawatan langsung pada An.R dengan Autisme di
Panti Bhakti Luhur Surabaya. Dalam bab ini penulis membandingkan antara  teori yang
ada pada literature dengan kasus yang ditemukan pada klien. Selain itu penulis juga
membahas mengenai faktor pendukung dan faktor penghambat, yang penulis temukan
pada saat melakukan asuhan keperawatan pada An.R serta alternatif pemecahan
masalah yang penulis berikan selama melakukan asuhan keperawatan pada tiap tahap
keperawatan.

4.1 Pengkajian Keperawatan


Autis merupakan kelainan perilaku penderita hanya tertarik pada aktivitas
mentalnya sendiri, seperti melamun atau berkhayal. Gangguan perilakunya dapat berupa
kurangnya interaksi sosial, penghindaran kontak mata, kesulitan dalam mengembangkan
bahasa dan pengulangan tingkah laku (Setiafitri, 2014). Autisme juga merupakan
gangguan perkembangan organik yang mempengaruhi kemampuan anak dalam
berinteraksi dan menjalani kehidupannya.
Tanda dan gejala secara teori pada anak autis, sulit berbicara (Aphasia), sulit
menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia), sulit menggerakkan
otot (Athaxia), tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid), mengalami kesulitan
membaca (Dyslexia), mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang
sulit dan rumit (Dysphasia). Tanda dan gejala yang muncul pada klien An.R yaitu An.R
dalam kondisi tidak merespon saat di ajak bicara hanya sibuk dengan dirinya sendiri,
dirumah An. R tidak memperdulikan orang lain dan sering loncat-loncat sendiri
sehingga di bawa kepanti, An. R tidak dapat bicara sejak kecil, Motorik halus An. R
tidak baik. Klien tidak mampu melakukan gerakan-gerakan yang seharusnya mampu
dilakukan oleh orang seusianya seperti menggunting kertas mengikuti pola, tidak
mampu menulis sesuatu.

50
Pengkajian asuhan keperawatan pada An.R dilakukan pada 30 Maret 2020. Data
diperoleh melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik. Pada saat pengkajian
pada An.R ditemukan data-data bahwa Klien tampak kurus, klien tampak kurang bersih,
klien tampak sering melakukan gerakan yang sama secara berulang, selalu tertarik
dengan benda-benda yang baru dan tampak asing.

Tanda-tanda Vital
Nadi : 120 x/menit
0
Suhu : 36,6 C
Respirasi: 24 x/menit

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
dan individu atau kelompok dimana perawatan secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, membatasi, mencegah dan merubah.

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon aktual


ataupun potensial pasien terhadap masalah kesehatan dan perawat mempunyai ijin dan
kompeten untuk mengatasinya.

Pada kasus An.R diagnosa pertama yang diangkat adalah Defisit perawatan diri
berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif, kelemahan, dengan data subjektif yang
didapatkan yaitu Suster pengasuh mengatakan, “An. R mandi 2x sehari dan sikat gigi
sekali sehari”, Suster pengasuh mengatakan, “terkadang kerepotan untuk membantu
memandikan semua anak-anak”.

Diagnosa kedua yaitu Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan


kebingungan terhadap stimulus, dengan data subjektif yang didapatkan Suster pengasuh
mengatakan, “An. R tidak dapat bicara sejak kecil”, Suster pengasuh mengatakan, “An.
R mengeluarkan suara yang tidak dimengerti”, Suster pengasuh mengatakan, “An. R
sulit mengikuti perintah”.
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan, penulis tidak mendapatkan hambatan
karena diagnosa yang ditegakkan sesuai dengan teori autisme, serta dengan adanya
faktor pendukung yaitu adanya kerjasama yang baik dengan pengasuh sehingga penulis
dapat merumuskan diagnosa keperawatan.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi adalah langkah ketiga dalam proses keperawatan. Perencanaan tindakan
terhadap An.R disusun berdasarkan prioritas masalah, konsep dan teori yang telah
disusun disesuaikan dengan literatur yang ada, tetapi tidak semua dimasukkan dalam
kasus An.R ini.

Dalam membuat perencanaan dilakukan langkah-langkah sesuai kondisi dan


kebutuhan klien sesuai dengan Asuhan Keperawatan sesuai dengan teori autisme yaitu
memprioritaskan masalah yang muncul pada klien, kemudian langkah selanjutnya
adalah menetapkan waktu yang lebih spesifik untuk masing-masing diagnosa,
menyesuaikan kondisi yang mungkin bisa dicapai oleh klien dalam waktu yang lebih
spesifik.

Pada tahap penetapan tujuan dari kriteria hasil terdapat  kesenjangan antara teori
dan kasus. Pada teori tidak dialokasikan waktu, sedangkan pada kasus ditetapkan waktu
dan pencapaian tujuan yaitu 1x8 hari yakni berfokus pada kebutuhan sesuai dengan
kondisi klien, kemampuan perawat serta kelengkapan alat-alat dan adanya kerjasama
dengan klien, keluarga dan perawat ruangan yang menjadi faktor pendukung.
Pada kasus ini rencana keperawatan yang akan dilaksanakan pada, adalah:
1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif, kelemahan
Perencanaan untuk diagnosa pertama yaitu Monitor kemampuan klien untuk
perawatan diri yang mandiri, Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu kebersihan
diri, Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh melakukan self-care, Dorong
untuk melakukan self-care secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu
melakukannya.

Faktanya pada An.R rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat adalah
Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang mandiri, Monitor kebutuhan klien
untuk alat-alat bantu kebersihan diri, Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
melakukan self-care, Dorong untuk melakukan self-care secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.

2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus


Perencanaan untuk diagnosa pertama yaitu Ketika berkomunikasi dengan anak,
bicaralah dengan kalimat singkat yang terdiri atas satu hingga tiga kata, dan ulangi
perintah sesuai yang diperlukan, Gunakan irama, musik, dan gerakan tubuh untuk
membantu perkembangan komunikasi sampai anak dapat memahami bahasa, Bantu
anak mengenali hubungan antara sebab dan akibat dengan cara menyebutkan
perasaannya yang khusus dan mengidentifikasi penyebab stimulus bagi mereka, Ketika
berkomunikasi dengan anak, bedakan kenyataan dengan fantasi, dalam pernyataan yang
singkat dan jelas.
Faktanya pada An.R rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat adalah
Lakukan komunikasi dengan kalimat singkat, lambat dan tegas. Minta anak untuk
melihat kepada anda ketika anda berbicara dan pantau bahasa tubuhnya dengan cermat,
Gunakan irama, musik, dan gerakan tubuh untuk membantu perkembangan komunikasi
sampai anak dapat memahami bahasa, Lakukan komunikasi secara komprehensif baik
verbal maupun non verbal.

4.4 Implementasi Keperawatan


Pada tahap pelaksanaan diagnosa dilakukan 1x8 hari untuk semua diagnosa.
Dalam melakukan tindakan penulis berfokus pada perencanaan yang dibuat sesuai
kondisi dan kebutuhan klien, yaitu komunikasi dengan kalimat singkat, lambat dan
tegas. Minta anak untuk melihat kepada anda ketika anda berbicara dan pantau bahasa
tubuhnya dengan cermat. Penulis bekerjasama dengan pengasuh dalam melakukan
Asuhan Keperawatan dan pendokumentasian semua tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.

Untuk secara keseluruhan semua diagnosa sudah dilaksanaan sesuai perencanaan


yang dibuat sesuai kondisi dan kebutuhan klien saat ini, karena pengasuh sangat
membantu penulis dalam melakukan proses keperawatan.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.

Pada diagnosa keperawatan pertama  Defisit perawatan diri berhubungan dengan


penurunan fungsi kognitif, kelemahan, setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x8 hari, hasil yang dicapai sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan yaitu Klien
dapat memenuhi ADL dengan bantuan minimal, masalah keperawatan teratasi sebagian.

Pada diagnosa keperawatan kedua Hambatan komunikasi verbal berhubungan


dengan kebingungan terhadap stimulus, setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
1x8 hari, hasil yang dicapai yaitu klien tampak merespon saat perawat berbicara, klien
mampu menunjuk benda yang ia inginkan, masalah keperawatan teratasi sebagian.
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Pengkajian yang dilakukan pada An.R difokuskan pada asuhan keperawatan klien
dengan autisme, tetapi tetap mencakup aspek holistik yaitu meliputi seluruh aspek
biopsikososial spiritual klien. Data yang dikumpulkan saat pengkajian merupakan dasar
penetapan diagnosa keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan teknik wawancara,
observasi dan pemeriksaan fisik langsung pada klien, juga melalui catatan keperawatan
mengenai status klien. Proses pengkajian dilakukan sesuai teori dan data yang didapat
mempunyai kesesuaian dengan tinjauan pustaka tentang autisme. Pada hasil pengkajian
ditemukan adanya data-data seperti adanya sulit berbicara (Aphasia), sulit
menggerakkan badan karena gangguan saraf motorik (Apraxia), sulit menggerakkan
otot (Athaxia), tangan terus bergerak dan tak terkendali (Athetoid), mengalami kesulitan
membaca (Dyslexia), mengalami kesulitan dalam mengucapkan kata atau kalimat yang
sulit dan rumit (Dysphasia).
Diagnosa keperawatan yang diangkat pada An.R dibuat berdasarkan analisa data
fokus yang didapat pada klien dan prioritas masalah yang mengancam kehidupan klien.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada An.R yaitu sebagai berikut:
1) Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif,
kelemahan, dengan data subjektif yang didapatkan yaitu Suster pengasuh
mengatakan, “An. R mandi 2x sehari dan sikat gigi sekali sehari”, Suster
pengasuh mengatakan, “terkadang kerepotan untuk membantu memandikan
semua anak-anak”.
2) Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus, dengan data subjektif yang didapatkan Suster pengasuh mengatakan,
“An. R tidak dapat bicara sejak kecil”, Suster pengasuh mengatakan, “An. R
mengeluarkan suara yang tidak dimengerti”, Suster pengasuh mengatakan, “An.
R sulit mengikuti perintah”.

55
Perencanaan dibuat berdasarkan prioritas masalah dengan memperhatikan teori
yang ada dan tujuan yang ingin dicapai. Perencanaan yang dibuat disusun sesuai dengan
diagnosa yang muncul pada An.R dengan diagnosa prioritas yaitu Defisit perawatan diri
berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif, kelemahan sebagai diagnosa pertama
karena bersifat aktual.

Tindakan keperawatan pada An.R pada dasarnya mengikuti perencanaan yang


telah dibuat dalam intervensi keperawatan yang disesuaikan dengan kondisi klien.
Pelaksanaan tindakan keperawatan melibatkan semua pihak yaitu klien, keluarga dan
semua pemberi pelayanan kesehatan agar dapat terselenggara suatu pemberian asuhan
keperawatan yang komprehensif.
Evaluasi tindakan dilakukan berdasarkan tujuan dan kriteria hasil. Dari dua
diagnosa keperawatan yang diangkat didapatkan hasil evaluasi, ada beberapa masalah
teratasi sebagian dan ada beberapa masalah yang teratasi. Hal ini dibuktikan dengan
peningkatan kesehatan pada klien dari sebelumnya sehingga intervensi masih
dilanjutkan dan dipertahankan sampai tujuan dan kriteria hasil tercapai.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan kasus autisme
sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
5.2.2 Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Asuhan keperawatan diharapkan mampu mengikuti dan menyesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada.
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Pendidikan hendaknya dapat menyediakan referensi yang memadai dan terbaru
bagi mahasiswa sebagai sumber pembelajaran terhadap asuhan keperawatan yang akan
diberikan pada klien di lahan praktek. Hendaknya pendidikan selalu memberikan dan
meningkatkan bimbingan dan arahan bagi mahasiswa dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan.
5.2.4 Bagi Mahasiswa
Hendaknya mahasiswa terus mengembangkan dan meningkatkan ilmu
pengetahuan melalui literatur kepustakaan dan media informasi lainnya tentang ilmu
keperawatan dan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar.
5.2.5 Bagi Klien
Bagi klien diharapakan dapat lebih memahami bagaimana penanganan autisme
dan bagaimana tanda dan gejala yang muncul serta bagaimana cara pencegahannya.
Diharapkan keluarga klien untuk lebih menjaga kesehatan atau mempertahankan status
kesehatan klien serta mendapatkan pengetahuan yang bertambah mengenai penyakit
yang diderita.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti. (2007). Tentang Penanganan Anak Penyandang Autisme, Jurnal Kedokteran


Brawijaya .Yogyakarta: Kata Hati

Benjamin, J. (2010). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikitri Klinis, Edisi 2. Jakarta:EGC

Danuatmaja, Bonny. (2013). Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Swara

Endro, Priherdityo. (2016). Indonesia Masih Gelap Tentang Autisme.


http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup-20160407160237-355-122409/indonesia-
masih-gelap-tentang-autisme/ diakses pada 30 maret 2020

Herdiani, Ratna. (2012). Metode ABA (Applied Behavior Analysis): Kemampuan


Bersosialisasi Terhadap Kemampuan Interaksi Sosial Anak Autis. The
Soedirman Journal of Nursing Volume 7, No.1 Universitas Jember

Melisa, F. (2013). Anak Indonesia Diperkirakan Menyandang Autis.


Republika.co.id:http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/09mk
z2un-112000-anak-indonesia-diperkirakan-menyandang-autisme diakses pada
30 maret 2020

Purwati. (2007). Langkah Menanggulangi Autisme. Jakarta: Penerbit Majalah Nirmala

Setiafitri, P. (2014). Karena Kamu Spesial. Jakarta: PT.Elex Media Konoutindo


Kelompok Gramedia

Anda mungkin juga menyukai