Anda di halaman 1dari 28

Rancangan Korelasional

A. Pengertian Kolerasional
Kolerasi adalah Uji statistik untuk menetukan kecendrungan atau pola
untuk dua variable atau lebih atau dua set data unntuk bervariasi secara konsisten
(Creswell, 2015).
Dalam rancangan penelitian kolerasional, peneliti menggunakan uji
statistik kolerasional untuk mendeeskripsikan dan mengukur derajat keterkaitan
(hubungnan) antara dua variable atau lebih, atau beberapa set skor. Dalam
rancangan ini, peneliti tidak berusaha untuk mengontrol atau memanipulasi
variable-variabel seperti dalam eksperimen. Tetapi mereka menghubungkan
dengan menggunakan statistic kolerasi, atau dua skor atau lebih untuk masing-
masing orang (misalnya, skor motivasi dan skor prestasi siswa untuk masing-
masing individu).
Apabila penelitian komparasi bertujuan untuk mengetahui kesamaan dan
perbedaan, maka penelitian kolerasi bertujuan untuk menemukan ada tidaknya
hubungan dan apabila ada, beberapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak
hubungan itu (Arikunto, 2010).
Pada beberapa situasi pendidikan, perlakuan maupun kemampuan untuk
memanipulasi kondisi tidak kondusif untuk eksperimen. Dalam kasus ini,
pendidik berpaling ke rancangan kolerasional. Dalam kolerasional, peneliti
menggunakan teknik kolerasi untuk mendeskripsikan dan mengukur derajat
keterkaitan (atau hubungan) di antara dua atau lebih dari dua variabel atau set
skor. Kita menggunakan rancangan korelasional untuk meneliti hubungan antara
dua variabel atau lebih atau untuk memprediksi suatu hasil.
1. Kapan kita menggunakan penelitian kolerasional ini?
Kita menggunakan rancangan ini ketika kita akan menghubungkan dua
variabel atau lebih untuk melihat apakah mereka saling mempengaruhi.
Rancangan ini memungkinkan kita untuk memprediksi suatu hasil,
misalnya: prediksi bahwa kemampuan, kualitas persekolahan, motivasi
siswa dan tugas akademis mempengaruhi prestasi siswa (Anderson &
Keith, 1997, dalam buku Creswell, 2015).
2. Perkembangan penelitian kolerasional
Perkembnagan uji kolerasional dan prosedur untuk menggunakan dan
menginterpretasi pengujian. Pakar statistik mengembangkan prosedur
untuk menghitung statistik kolerasi untuk pertama kalinya pada akhir abad
ke-19 (Cowles, 1989, dalam buku Creswell, 2015). Karl Pearson
mempersentasikan rumus kolerasi yang kita kenal sekarang dalam suatu
makalah di hadapan Royal Society di England pada November 1895.
Menariknya Pearson menggunakan ilustrasi-ilustrasi dari teori evolusi
Darwin dan ide Sir Francis Galton tentang hereditas dan warisan alamiah
untuk mengemukakan ide-idenya tentang kolerasi.

B. Tipe-tipe Rancangan Kolerasional


Dengan aplikasi canggih dan prosedur kolerasi eksplisit, penelitian
kolerasional berhak mengambil tempat diantara rancangan kita di bidang
penelitian kualitatif. Kedua rancangan kolerasi utama adalah eksplanasi
(penjelasan) dan prediksi.
1. Rancangan Eksplanatorik
Para Penulis menyebut penelitian korelasional eksplanatorik sebagai
penelitian "relasional", "accounting-far-variance studies" (penelitian yang
menjelaskan variansi), atau penelitian "eksplanatorik". Rancangan
penelitian eksplanatorik adalah suatu rancangan korelasional yang menarik
bagi peneliti terhadap sejauh mana dua variabel (atau lebih) itu
berkovariasi, artinya, perubahan yang terjadi pada salah satu variabel itu
terefleksi dalam perubahan pada variabel lainnya. Rancangan
eksplanatorik terdiri atas hubungan sederhana antara dua variabel
(misalnya, selera humor dan penampilan dalam drama) atau lebih dari dua
variabel (misalnya, tekanan dari teman atau perasaan terasing yang
berkontribusi pada binge drinking [minum minuman keras secara
berlebihan]).
Cara mengidentifikasi sebagai suatu penelitian kolerasional eksplanatorik
ketika memeriksa suatu penelitian yang dilaporkan dalam kepustakaan
yaitu dengan cirri-ciri khusus dibawah ini:
- Peneliti mengolerasikan dua variable atau lebih
- Peneliti mengumpulkan data pada satu titik waktu.
- Peneliti menganalisis seluruh partisipan sebagai suatu kelompok
tunggal.
- Peneliti mendapatkan paling sedikit dua skor untuk setiap individu
dalam kompleks-satu untuk masing-masing variabel.
- Penelitian melaporkan penggunaan uji statistik kolerasional
(perluasannya) dalam analisis data.
- Terakhir, peneliti membuat interpretasi atau menarik kesimpulan dari
hasil uji statistik.
2. Rancangan Prediksi
Rancangan penelitian prediksi adalahuntuk mengidentifikasi variable yang
yang akan memprediksi suatu hasil atau suatu kriteria. Dalam bentuk
penelitian ini, peneliti mengidentifikasi satu variable predikator atau lebih
dan suatu variable criteria (hasil). Varibel predikator adalah variable yang
digunakan untuk meramalkan tentang suatu hasil dalam penelitian
kolerasional. Contoh dalam kasus prediksi keberhasilah guru di sekolah,
predikatornya mungkin adalah “mentoring” selama pelatihan guru atau
“tahun pengalaman belajar”. Dalam banyak penelitian prediksi, peneliti
sering kali menggunakan lebih dari satu variable predikator.
Akan tetapi, hasil yang diprediksi dalam penelitian korelasional disebut
variabel kriteria. Untuk mengidentifikasi suatu penelitian prediksi, cirri-
ciri khususnya dapat dilihat dibawah ini:
- Penulisan biasanya memasukkan kata prediksi dalam judulnya.
- Penelitian biasanya mengukur variabel-variabel predicator pada satu
titik waktu dan variabel criteria pada titik waktu.
- Penulis meramalkan kinerja masa depan.
Penelitian prediksi akan melaporkan kolerasi dengan menggunakan uji
statistik kolerasi, tetapi penelitian prediksi itu bisa memesukkan prosedur-
prosedur statistic yang lebih maju.
C. Ciri-ciri khusus kunci dari rancangan kolerasional
Ciri-ciri khususnya adalah sebagai berikut:
- Men-display skor-skor (scatter plot dan matriks)
- Keterkaitan diantara skor-skor (arah, bentuk, dan kekuatan)
- Analisis banyak variabel (kolerasi parsial dan regresi gkita)
1. Display Skor adalah Jika kita memiliki dua skor, dalam penelitian kolerasi
kita dapat memplotkan skor-skor ini pada grafik (scatter plot) atau
menyajikannya dalam suatu tabel.
2. Scatter Plot (scatter diagram) adalah gambar piktorial dua set skor untuk
para partisipan yang ditampilkan pada suatu grafik.
3. Matrik korelasi menampilkan display visual koefisien kolerasi untuk
seluruh variabel dalam suatu penelitian. Dalam display ini, kita
memperinci seluruh variabel pada baris horizontal maupun kolom vertikal
dalam tabel. Peneliti kolerasional biasanya men-display bebrapa koefisien
kolerasi dalam suatu matriks.
4. Hubungan di antara skor
Setelah peneliti korelasi membuat garafik skor dan menghasilkan suatu
matrik kolerasi, mereka kemudian menginterpretasikan makna hubungan
di antara skor-skor itu. Jadi hal ini memerlukan pemahaman tentang:
a. Arah hubungan,
Ketika memrikasa suatu grafik, penting untuk megidentifikasi apakah
titik-titik saling berpotongan atau bergerak dengan arah yang
berlawanan. Pada kolerasi positif (ditunjukkan oleh koefisien kolerasi
“+”), dan kolerasi negatif (ditunjukkan oleh koefisien kolerasi “-”)
b. Bentuk distribusi ( bentuk hubungan)
Penelitian kolerasional mengidentifikasi bentuk skor yang diplotkan
sebagai linier dan nonlinier.
Hubungan Linier dibagi menjadi dua yaitu:
1. Linier Positif
Yang skor rendah (tinggi) pada salah satu variabel berhubungan
dengan skor rendah (tinggi) pada variabel kedua.
2. Linier Negatif
Skor rendah pada salah satu variabel berhubungan dengan skor
tinggi pada variabel yang lain.
Hubungan yang tidak berkolerasi atau nonlinier, skor tertentu pada
salah satu variabel tidak rnemprediksi atau tidak memberikan
informasi apa pun tentang kemungkinan skor pada variabel yang lain.
Distribusi kurvalinier (hubungan nonlinier) menunjukkan hubungan
yang berbentuk U dalam skor-skornya.
c. Derajat hubungan, dan kekuatannya.
Derajat hubungan berarti bahwa hubungan di antara dua variabel atau
set-set skor adalah suatu koefisien korelasi sebesar antara -1,00 sampai
+1,00, dengan 0,00 menunjukkan sama sekali tidak ada hubungan
linier. Hubungan di antara dua set skor ini mereneksikan apakah ada
hubungan yang konsisten dan dapat diprediksi di antara skor-skor
(Gravetter & Wallnau, 2013 dalam buku Creswell, 2015).
Dengan mrngetahui koefisien untuk kekuatan hubungan di antara dua
variabel, bagaimana kita tahu apakah nilainya bermakna? Salah satu
cara untuk mencari tahu adalah dengan menggunakan uji signifikansi.
Dalam pengujian hipotesis kita mermlih sampel dan menarik
kesimpulan dari sampel ke populasi. Untuk penelitian korelasional,
hipotesis nolnya adalah bahwa tidak ada keterkaitan atau hubungan di
antara skor-skor dalam populasi.
5. Analisis Multivariabel
Dalam banyak penelitian kolerasi, peneliti memprediksi hasil-hasil
berdasarkan lebih dari satu variabel predikator. Jadi, mereka perlu
menjelaskan dampak-dampak variabel. Dua pendekatan analisis
multivariable adalah kolerasi parsial dan regresi gkita.
6. Korelasi Parsial
Dalam banyak situasi penelitian, kita meneliti tiga, empat, atau lima
variabel sebagai predikator hasil. Jenis variabel yang disebut mediating
variabel atau interesting variabel “berdiri di antara” variabel independen
dan variabel dependen dan memengaruhi kedua-duanya. Variabel ini
berbeda dengan variabel control yang memengaruhi hasil dalam sebuah
eksperimen. Kita menggunakan kolerasi parsial untuk menentukan
besarnya variasi yang dijelaskan oleh intervening variable baik dalam
variabel independen maupun variabel dependen.
7. Regresi Gkita
Peneliti kolerasi menggunakan statistik kolerasi untuk memprediksi skor-
skor dimasa mendatang. Untuk melihat apa dampak multivariabel pada
hasil, peneliti menggunakan analisis regresi. Multiple regression (regresi
gkita/majemuk)(multiple correlation [korelasi gkita]) adalah prosedur
statistik untuk memeriksa kombinasi hubungan multi (banyak) variabel
independen dengan variabel dependen.
8. Meta Analisis
Meta Analisis adalah seperangkat teknik kuantitatit untuk menganalisis
hasil dari dua penelitian atau lebih pada masalah-masalah yang sama atau
serupa (Cumming, 2011 dalam buku Corey, 2015). Tujuan meta-analisis
adalah untuk memahami hasil suatu penelitian dalam konteks banyak
penelitian tentang subjek tersebut. Untuk melakukannya, peneliti perlu
mengetahui apakah besaran efek (besarnya perbedaan) konsisten di semua
penelitian kemudian menyintesis dan menguantifikasikan hasilnya. Jika
besaran efeknnya tidak konsisten, peneliti mengeksplorasi mengapa
mereka berbeda dan apa yang menjelaskan perbedaannya. Ada beberapa
langkah dalam melaksanakan meta-analisis, identifikasi langkah-
langkahnya sebagai berikut (Cooper dan Hedges, 1994 dalam Corey,
2015):
a. Perumusan masalah
b. Mencari basis data dan mengumpulkan penelitian
c. Kriteria untuk tinjauan
d. Besaran efek
e. Summary efek
f. Interpretasi
Beberapa keputusan kunci yang harus dibuat peneliti dalam menganalisis
adalah apakan tinjauan penelitiannya seharusnya terbatas pada artikel yang
dipublikasikan, apakah penelitian yang “cacat” seharusnya dimasukkan,
bagaimana missing data dalam penelitian seharusnya ditangani, bagaimana
memasukkan penelitiaan dengan banyak besaran efek dalam laporan
rangkuman, dan apakah kesalahan penelitian terjadi karena adanya peluan
(fixed effect) atau acak (random effect) di berbagai rancangan penelitian.

D. Menggunakan Prosedur Statistik Kolerasional yang Lebih Maju


Ada beberapa prosedur korelasi yang lebih maju yang sering digunakan
dalam penelitian pendidikan diantaranya adalah:
1. Analisis Faktor
Yaitu suatu cara untuk melihat variabel yang berkolerasi sedang atau
tinggi dan mengurangi variabel ini menjadi lebih sedikit untuk analisis
regresi kita.
2. Analisis Fungsional Diskriminan
Variabel independen maupun variabel dependennya adalah variabel
kontinu. Jika variabel dependennya kategoris dan variabel independennya
kontinu, peneliti seharusnya mengunakan analisis fungsional diskriminan.
Prosedur ini merupakan suatu prosedur statistik yang lebih maju untuk
menentukan apakah variabel independen sangat menjelaskan perbedaan
diantara kategori-kategori dalam variabel dependen.
3. Analisis Jalur
Yaitu suatu prosedur statistik untuk melihat kemungkinan hubungan
kausal di antara tiga variabel atau lebih yang memengaruhi suatu hasil.
Prosedurnya melibatkan menetapkan suatu teori, mengukur variabelnya,
mencari kolerasi di antara variabel, dan setelah itu mengurangi daftar
variabelnya sehingga jumlahnya lebih sedikit berdasarkan korelasi mereka
dan bagaimana mereka mengklaster menjadi satu. Dengan menggunakan
analisis korelasi, kita dapat menetukan factor apa yang memiliki pengaruh
langsung pada hasil dan factor yang mana yang dimediasi oleh variabel
lain.
4. Stuctural Equation Modeling
Salah satu perluasan analisis jalur adalah menggunakan stuctural equation
modeling. Stuctural equation modeling (model persamaan struktural)
(SEM) adalah suatu teknik statistik across-sectional linier yang terdiri atas
keluarga prosedur yang saling terkait (Kline, 2011 dalam buku Corey,
2015). Istilah terkait yang digunakan untuk SEM adalah covariance
structure analysis (analisis struktur kovariansi), covariance structure
modeling (model struktur kovariansi), atau analysis of convariance
structures (analisis struktur kovariansi).
Ide dasar SEM adalah untuk menyediakan informasi ekstensif tentang
variabel mana yang mempengaruhi variabel lain dan arah efeknya. Peneliti
pendidikan mulai dengan model teoritis yang ditarik dari kepustakaan.
Dalam model yang dihipotesiskan, ada dua golongan variabel:
a. Observed Variables (Variabel terobservasi) disebut juga variabel
manifest, diukur skor kontinu dari data yang dikumpulkan.
b. Latent Variable (Variabel Laten) adalah konstrak atau faktor hipotesis,
artinya variabel eksplanatorik yang dipresumsikan merefleksikan suatu
kontinum dan tidak diobservasi secara langsung (Kline, 2011, dalam
Corey, 2015).
5. Hierarchical Linier Modeling (Model linier hierarkis)
Yang disebut juga multilevel linier model (model linier multilevel), mixed-
effect model (model acak campuran), atau random-effects model (model
rendom efek), menyediakan pendekatan regresi linier yang lebih maju dan
pendekatan konseptual dan statistik untuk menginvestigasi dan menarik
kesimpulan tentang pengaruh fenomena pada tingkat analisis yang
berbeda, yakni jika unitnya “terklaster” dalam unit yang lebih besar.

E. Masalah-masalah Etik Potensial dalam Melaksanakan Penelitian


Korelasonal.
Penelitian korelasional Ideal dalam menyediakan konteks, dalam
menangani banyak variabel, dan dalam menetapkan pola hubungan secara
keseluruhan (Brown & Hedges, 2009 dalam Corey, 2015). Akan tetapi, bmbul
berbagai masalah etik yang harus dipertimbangkan oleh peneliti pendidikan.
Masalah-masalah ini berkaitan dengan pengumpulan data, analisis data, dan
pelaporan serta penyajian data. Dalam analisis data korelasional, tidak etis untuk
tidak memiliki kontrol yang semestinya dan terukur (misalnya: umur, gender, ras
dan sebagainya). Dalam kaitannya dengan analisis data, peneliti pendidikan harus
berhati-hati tentang mengedit data atau mendkitani data.
Dalam melaporkan dan menyajikan data, ada beberapa masalah etik
tambahan yang berkaitan dengan penelitian korelasional. Peneliti, pendidikan
seharusnya tidak memplagiarisasi kata orang lain, tidak melaporkan temuan yang
saling bertentangan, mempublikasikan bukti yang sama berkali-kali, dan
membuang temuan negatif serta penjelasan alternatif. Pada tingkat lebih luas,
etika karya ilmiah yang baik menyiratkan kemauan untuk berbagi data dengan
orang lain (khususnya di bidang-bidang beresiko tinggi seperti keterampilan
asesmen untuk siswa), mempublikasikan karya dalam jurnal ilmiah dan tidak
membiarkan laporan penelitian tetap tersimpan di laci, dan memasukkan asumsi
filosofis kunci tentang penelitian dalam tulisan.
Dalam skenario Dilema Etik, kita akan diminta untuk merespon situasi
yang sering timbul dalam penelitian korelasi dan menimbang etika situasinya:
Dilema Etik
Mendeskripsikan Hasil secara Tidak Semestinya
Salah satu konsep kunci dalam penelitian korelasional adalah memahami
perbedaan antara sebab akibat oleh variabel independen terhadap variabel
dependen dan keterkaitan atau hubungan. Oleh karena seluruh variabel tidak
mungkin dikontrol dengan ketat dalam penelitian korelasional, maka peneliti tidak
boleh membuat klaim tentang sebab-akibat (atau kemungkinan sebab-akibat
karena tidak ada yang dapat dibuktikan secara mutlak).

F. Langkah-langkah Dalam Melaksanakan Penelitian Korelasional


Langkah-langkah berikut ini mengilustrasikan proses pelaksanaan penelitian
korelasional diantaranya adalah sebagai berikut:
Langkah 1. Menentukan Apakah Penelitian Korelasional Paling Menjawab
Permasalahan Penelitiannya.
Penelitian korelasional digunakan ketika ada kebutuhan untuk meneliti
permasalahan yang membutuhkan identifikasi arah dan derajat hubungan di antara
dua set skor. Ada gunanya untuk mengidentifikasi tipe hubungan, menjelasakan
hubungan kompleks banyak faktor yang menjelaskan suatu hasil dan memprediksi
hasil dari satu predikator atau lebih. Penelitian korelasional tidak “membuktikan”
suatu hubungan, tetapi peneliti korelasional itu menunjukkan keterkaitan atau
hubungan antara dua variabel atau lebih.
Oleh karena dalam pnelitian korelasional kita tisak membandingkan
kelompok, maka kita mengunakan pertanyaan penelitain, bukan hipotesis.
Langkah 2. Mengidentifikasi Individu untuk Diteliti
Ideaalnya, kita seharusnya menyeleksi individu-individu secara random
untuk mengeneralisasikan hasilnya ke populasi dan mencari izin untuk
mengumpulkan data dari pihak berwenang dan dari badan peninjau institusional.
Langkah 3. Mengidentifikasi Dua Ukuran atau Lebih untuk Seetiap
Individu dalam Penelitian.
Oleh karena ide dasar penelitian korelasional adalah untuk
membandingkan partisipan dalam suatu kelompok pada dua ciri khusus atau lebih,
maka ukuran variabel dalam pertanyaan penelitian perlu diidentifikasi (misalnya,
pencarian kepustakaan tentang penelitian terdahulu), dan instrumen yang
mengukur variabel perlu didapatkan. Idealnya, instrumen itu seharusnya sudah
terbukti validitas dan reliabilitasnya. Kita bisa mendapatkan izin dari penerbit atau
penulisnya untuk menggunakan instrumen. Biasanya, suatu variabel diukur pada
masing-masing instrumen, tetapi instrumen bisa mengandung kedua variabel yang
dikorelasikan dalam penelitian.
Langkah 4. Mengumpulkan Data dan Memantau Ancaman Potensial
Langkah berikutnya adalah mengadministrasikan instrumen dan
mengumpulkan paling sedikit dua set data dan setiap individu. Rancangan
penelitiannya agak lebih sederhana sebagai persentasi visual. Dua skor data
dikumpulkan dari setiap individu sampai kita mendapatkan skor dan setiap orang
dalam penelitian. Hal ini diilustrasikan dengan tiga individu seperti di hmahbawah
ini:
Partisipan Ukuran atau Observasi
Individu 1 01 02
Individu 2 01 02
Individu 3 01 02
Situasi ini unntuk mendeskripsikan hubungan antara dua variabel atau
untuk memprediksi hasil dari variabel predicator. Kita mengumpulkan banyak
variabel independen untuk memahami hubungan yang kompleks.
Langkah 5. Menganalisis Data dan Mempresentasikan Hasilnya
Tujuan dalam penelitian korelasional adalah untuk mendeskripsikan
derajat hubungan diantara dua variabel atau lebih. Peneliti mencari suatu pola
respons dan menggunakan prosedur statistik untuk menetukan kekuatan hubungan
maupun arahnya. Hubungan yang signifikan secara statistik, jika ditemukan, tidak
menyiaratkan causation (sebab-akibat) tetapi sekedar hubungan antara variabel-
variabel. Prosedur yang lebih taat-asas, seperti yang digunakan dalam eksperimen,
dapat memberikan control yang lebih baik disbanding yang digunakan dalam
penelitian korelasional.
Analisis dimulai dengan mengode data dan mentransfernya dari instrument
ke dalam file computer. Setelah itu peneliti perlu menentukan statistic yang tepat
untuk digunakan. Pertanyaan awalnya adalah apakah datanya berhubungan secara
linier atau kurvalinier. Berdasarkan uji statistic yang paling sesuai, peneliti
selanjutnya menghitung apakah statistiknya signifikan berdasarkan skor-skornya.
Langkah 6. Menginterpretasikan Hasil
Langkah terakhir dalam melaksanakan penelitian korelasional adalah
menginterpretasi makna hasilnya. Langkah ini membutuhkan mendiskusikan
besaran dan arah hasil dalam penelitian korelasional, dengan mempertimbangkan
dampak variabel intervening dalam penelitian korelasi parsial, dengan
menginterpretasi bobot regresi variabel dalam analisis regresi, dan dengan
mengembangkan persamaan prediktif untuk digunakan dalam penelitian prediksi.
Di semua langkah ini, salah satu masalah secara keseluruhannya adalah
apakah data kita mendukung teori, hipotesis, atau pertanyaan. Di samping itu,
peneliti mempertimbangkan apakah hasilnya mengonfirmasi atau
mendiskonfirmasi temuan dari penelitian lain. Selain itu, suatu refleksi dibuat
tentang apakah sebagian ancaman yang didiskusikan di atas mungkin telah
berkontribusi pada koefisien yang keliru dan langkah yang mungkin dapat diambil
oleh para peneliti di masa depan untuk menangani masalah ini.

G. Kesalahan dalam Penelitian Korelasional


Kesalahan-kesalahan yang kadang-kadang dilakukan oleh peneliti dalam
penelitian korelasional adalah sebagai berikut.
1. Peneliti berasumsi bahwa korelasi merupakan bukti sebab akibat
2. Peneliti bertumpu pada pendekatan sekali tembak (shotgun approach)
3. Peneliti memilih statistik yang tidak tepat
4. Peneliti menggunakan analisis bivariat ketika multivariat yang lebih tepat
5. Peneliti tidak melakukan studi validitas silang
6. Peneliti menggunakan analisis jalur atau LISER tanpa peninjauan asumsi-
asumsi (teori)
7. Peneliti gagal menentukan suatu variabel kausal penting dalam
perencanaan suatu analisis jalur
8. Peneliti salah tafsir terhadap signifikansi praktis atau statistik dalam suatu
studi.

H. Kelebihan dan Kelemahan Penelitian Korelasional


Penelitian korelasional mengandung kelebihan-kelebihan antara lain:
kemampuanya untuk menyelidiki hubungan antara beberapa variabel secara
bersama-sama (simultan); dan penelitian korelasional juga dapat memberikan
informasi tentang derajat kekuatan hubungan antara variabel-variabel yang
diteliti. Selanjutnya, Sukardi menambahkan kelebihan penelitian ini adalah
penelitian ini berguna untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan bidang
pendidikan, ekonomi, sosial. Dengan penelitian ini juga memungkinkan untuk
menyelidiki beberapa variabel untuk diselidiki secara intensif dan penelitian ini
dapat melakukan analisis prediksi tanpa memerlukan sampel yang besar.
Sedangkan, kelemahan penelitian korelasional, antara lain: hasilnya cuma
mengidentifikasi apa sejalan dengan apa, tidak mesti menunjukkan saling
hubungan yang bersifat kausal; jika dibandingkan dengan penelitian
eksperimental, penelitian korelasional itu kurang tertib-ketat, karena kurang
melakukan kontrol terhadap variabel-variabel bebas; pola saling hubungan itu
sering tak menentu dan kabur; sering merangsang penggunanya sebagai semacam
short-gun approach, yaitu memasukan berbagai data tanpa pilih-pilih dan
menggunakan setiap interpretasi yang berguna atau bermakna.
Rancangan Penelitian Naratif

A. Pengertian Naratif, Penggunaannya dan Perkembangannya


1. Pengertian Naratif
Tema naratif (narrative) muncul dari verba to narrate yang artinya
menceritakan atau mengatakan (to tell) suatu cerita secara detail. Dalam desain
penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan individu, mengumpulkan,
mengatakan cerita tentang kehidupan individu, dan menuliskan cerita atau riwayat
pengalaman individu tertentu. Jelasnya, penelitian naratif berfokus pada kajian
seorang individu.
Dalam rancangan penelitian naratif, peneliti mendeskripsikan kehidupan
individu, mengumpulkan dan menceritakan tentang kisah kehidupan orang-orang
dan menulis narasi tentang pengalaman individual. Sebagai suatu bentuk khas
penelitain kualitatif, narasi biasanya memfokuskan pada mempelajari seseorang,
mengumpulkan data melalui kumpulan cerita, melaporkan pengalaman individu,
dan mendiskkusikan makna pengalaman itu bagi individu yang bersangkutan.
2. Kapan kita menggunakan Penelitian Naratif?
Kita menggunakan penelitian naratif ketika kisah-kisah yang diceritakan
kepada kita mengikuti kronologi kejadian-kejadian. Penelitian naratif adalah
bentuk sastra penelitian kualitatif dengan ikatan yang kuat dengan kepustakaan,
dan menyediakan suatu pendekatan kualitatif di mana kita dapat menulis dalam
bentuk sastra dan persuasif. Ia memfokuskan pada gambaran mikroanalitik-cerita
individu-bukan gambaran yang lebih besar tentang norma budaya, seperti pada
etnografi, atau teori abstrak seperti pada penelitian grounded theory.
Kita mengggunakan penelitian naratif ketika kita memiliki individu-
individu yang mau menceritakan kisah-kisah mereka dan kita ingin melaporkan
kisah-kisah mereka. Dengan melaksanakan penelitian naratif, peneliti membangun
hubungan dekat dengan partisipan.
3. Bagaimana Penelitian Naratif Berkembang?
Di bidang pendidikan, beberapa trend mempengaruhi perkembangan
penelitian naratif. (Cortazzi, 1993 dalam Corey, 2015) mengusulkan tiga factor
yaitu:
a. Pertama, saat ini ada penekanan yang meningkat pada refleksi guru.
b. Kedua, penekanan lebih besar diberikan pada pengetahuan guruapa yang
mereka ketahui, bagaimana mereka berpikir, bagaimana mereka
berkembang secara profesional, dan bagaimana mereka membuat berbagai
keputusan dikelas.
c. Ketiga, para pendidik berusaha membawa suara guru ke garis depan
dengan memberdayakan guru untuk berbicara tentang pengalaman mereka.

B. Tipe Perancangan Naratif


1. Siapa Yang Menulis Atau Mencatat Cerita?
Biografi adalah bentuk penelitian naratif di mana peneliti menulis dan
mencatat pengalaman kehidupan orang lain. Biasanya, peneliti menyusun biografi
dari catatan dan arsip (Angrosino, 1989), meskipun peneliti kadang-kadang
menggunakan sumber-sumber informasi lain seperti wawancara dan foto. Dalam
autobiografi, individu yang menjadi subjek penelitian menulis ceritanya. Sebagai
suatu pendekatan penelitian kualitatif yang sedang tumbuh dan meluas, Anda
dapat menemukan berbagai laporan cerita autobiografis guru sebagai profesional
(Connelly & Clandinin, 1990) dan insight metodologis dalam buku-buku seperti
Ellis (2004) dan Muncey (2010) (dalam Corey, 2015).
2. Banyak Bagian Kehidupan Yang Dicatat dan Disuguhkan?
Life history (riwayat hidup) adalah cerita naratif pengalaman seumur
hidup seseorang. Contohnya antropolog itu terlibat dalam penelitian riwayat
hidup untuk mempelajari tentang kehidupan seseorang dalam konteks
kelompok berbudaya-sama. Akan tetapi, dalam pendidikan, penelitian naratif
biasanya tidak melibatkan cerita tentang seluruh kehidupan tetapi memfokuskan
pada episode atau peristiwa dalam kehidupan individu. Personal experience story
(cerita pengalaman pribadi) adalah penelitian naratif tentang pengalaman pribadi
seseorang yang ditemukan dalam satu episode atau multi-episode, situasi pribadi,
atau communal folklore (cerita rakyat komunal) (Denzin, 1989)(dalam Corey,
2015).
3. Siapa yang Menyediakan Cerita?
Pendekatan ketiga untuk mengidentifikasi tipe narasi adalah memeriksa
dengan cermat siapa yang menyediakan cerita. Faktor ini terutama relevan di
bidang pendidikan, dimana tipe pendidik atau pembelajar telah menjadi fokus
banyak penelitian naratif.
Contohnya, teachers' stories (cerita guru) adalah personal accounts
(cerita pribadi) oleh guru tentang pengalaman pribadi di kelasnya. Sebagai
bentuk populer narasi di bidang pendidikan, peneliti melaporkan cerita guru untuk
menangkap kehidupan guru sebagai profesional dan untuk menelaah pembelajaran
di kelas. Penelitian naratif lain memfokuskan pada siswa di kelas. Dalam
children’s stories (cerita anak-anak), peneliti naratif meminta anak-anak di kelas
untuk menyuguhkan secara lisan atau tulisan cerita mereka tentang pengalaman
belajar mereka (misalnya Ollerenshaw, 1998)(dalam Corey, 2015).
4. Apakah Lensa Teoritis Digunakan?
Theoretical lens (lensa teoretis) dalam penelitian naratif adalah perspektif
atau ideologi pemandu yang menyediakan struktur untuk melakukan advokasi
bagi kelompok atau individu dalam laporan tertulis.
5. Dapatkah Berbagai Bentuk Naratif Digabungkan?
Dalam suatu narasi, dimungkinkan untuk menggabungkan elemen-elemen
berbeda yang disebutkan di atas dalam penelitian.
Contohnya, suatu penelitian naratif mungkin bersifat biografis karena
peneliti menulis dan melaporkan tentang seorang partisipan dalam suatu
penelitian. Penelitian yang sama mungkin memfokuskan pada kajian personal
tentang seorang guru. Penelitian itu mungkin juga melihat suatu peristiwa dalam
kehidupan seorang guru, seperti diberhentikan dari sekolah (Huber & Whelan,
1999), yang menghasilkan suatu cerita kehidupan.

C. Ciri-Ciri Khusus Kunci Rancangan Naratif


Terlepas dari banyaknya bentuk penelitian naratif, mereka memiliki
beberapa ciri khusus yang sama. Peneliti naratif mengeksplorasi permasalahan
penelitian pendidikan dengan memahami pengalaman seorang individu. Seperti
pada kebanyakan penelitian kualitatif, tinjauan kepustakaan memainkan peran
kecil, khususnya dalam mengarahkan pertanyaan penelitian, dan peneliti
menekankan pentingnya belajar dari partisipan dalam suatu ranah. Pembelajaran
ini terjadi melalui cerita yang dikisahkan oleh individu, seperti guru atau siswa.
Cerita merupakan datanya, dan peneliti biasanya mengumpulkannya melalui
wawancara atau percakapan informal.
Cerita ini, yang disebut field texts (teks lapangan) (Clandinin & Connelly,
2000), menyediakan data kasar bagi peneliti untuk dianalisis ketika mereka
menceritakan kembali kisah itu berdasarkan elemen naratif, seperti permasalahan,
tokoh, ranah, tindakan, dan resolusi (Ollerenshaw & Creswell, 2000). Dalam
proses ini, peneliti menarasikan cerita dan sering kali mengidentifikasi tema atau
kategori yang muncul. Jadi, analisis data kualitatifnya mungkin berupa deskripsi
cerita dan tema yang muncul darinya.
Di samping itu, peneliti sering kali menuliskan ke dalam cerita yang
disusun kembali kronologi kejadian yang mendeskripsikan pengalaman individu
di masa lalu, sekarang, dan yang akan datang dalam ranah atau konteks tertentu.
Sepanjang proses mengumpulkan dan menganalisis data ini, peneliti berkolaborasi
dengan partisipan dengan memeriksa ceritanya dan menegosiasikan makna basis
datanya. Di samping itu, peneliti dapat menjalinkan cerita pribadinya ke dalam
laporan final.
Ikhtisar singkat proses ini menyoroti ciri-ciri khusus spesifik penelitian
yang sering ditemukan dalam laporan naratif. Tujuh ciri khusus utama berikut ini
sentral bagi penelitian naratif:
- Pengalaman individual
- Kronologi pengalaman
- Mengumpulkan cerita individual
- Menceritakan kembali
- Mengode untuk tema
- Konteks atau ranah
- Berkolaborasi dengan partisipan
1. Pengalaman lndividu
Dalam penelitian naratif, peneliti sering kali meneliti seorang individu
tunggal. Peneliti naratif memfokuskan pada pengalaman seorang individu
atau lebih. Meskipun jarang peneliti meneliti lebih dari seorang individu
(Mc Carthey, 1994). Selain penelitian/kajian terhadap seorang individu,
peneliti paling tertarik mengeksplorasi pengalaman individu tersebut.
Clandinin dan Connelly (2000), pengalaman dalam penelitian naratif ini
bersifat personal, yaitu apa yang dialami individu, dan sosial, individu
yang berinteraksi dengan orang lain. Jadi, peneliti naratif memfokuskan
pada memahami riwayat atau pengalaman masa lalu individu dan
bagaimana pengalaman itu memberikan kontribusi pada pengalaman saat
ini dan yang akan datang.
2. Kronologi Pengalaman
Memahami masa lalu maupun masa kini dan masa depan individu adalah
elemen kunci lain dalam penelitian naratif. Peneliti naratif menganalisis
dan melaporkan suatu kronologi pengalaman seorang individu. Kronologi
dalam rancangan naratif berarti bahwa peneliti menganalisis dan menulis
tentang kehidupan seorang individu dengan menggunakan sekuensi waktu
atau kronologi kejadian.
3. Mengumpulkan Cerita lndividu
Untuk mengembangkan perspektif kronologis pengalaman individu,
peneliti naratif minta kepada partisipan untuk menceritakan sebuah kisah
(atau beberapa kisah) tentang pengalamannya. Peneliti naratif menekankan
pada pengumpulan cerita yang dikisahkan kepada mereka oleh individu
atau yang dikumpulkan dari beragam field texts. Sebuah cerita dalam
penelitian naratif adalah cerita lisan orang pertama atau penceritaan
kembali tentang seorang individu. Sering kali, cerita ini memiliki awal,
pertengahan, dan akhir. Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari
beberapa sumber data. Field texts (teks lapangan) merepresentasikan
informasi dari sumber-sumber yang berbeda yang dikumpulkan oleh
peneliti dalam suatu rancangan naratif.
Sampai titik ini, contoh kita telah mengilustrasikan pengumpulan cerita
dengan menggunakan diskusi, percakapan, atau wawancara antara seorang
peneliti dengan seorang individu. Akan tetapi, cerita juga bisa bersifat
autobiografis, di mana peneliti merefleksikan tentang ceritanya dan
menjalinkan cerita itu dengan cerita orang lain. Cerita, foto, dan kotak
kenangan keluarga-kumpulan benda yang memicu ingatan kita adalah
bentuk lain yang digunakan untuk mengumpulkan cerita dalam penelitian
naratif.
4. Restorying
Setelah individu menceritakan tentang pengalamannya, peneliti naratif
menyampaikan kembali (atau menceritakan kembali atau memetakan
kembali) cerita itu dengan kata-katanya sendiri. Peneliti melakukan hal ini
untuk memberikan urut-urutan dan sekuensi pada suatu cerita yang
mungkin dikisahkan secara tidak berurutan. Restorying (menceritakan
kembali) merupakan proses di mana peneliti mengumpulkan cerita-cerita,
menganalisis mereka untuk menemukan elemen-elemen kunci cerita
(misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan), dan setelah itu menuliskan
kembali cerita itu untuk menempatkannya dalam urut-urutan kronologis.
5. Mengode untuk Tema
Peneliti naratif dapat mengode data cerita ke dalam tema atau kategori.
ldentifikasi tema menghadirkan kompleksitas cerita dan menambahkan
kedalaman pada insight tentang memahami pengalaman individu. Seperti
semua penelitian kualitatif, peneliti mengidentifikasi sejumlah kecil tema,
misalnya lima sampai tujuh tema. Peneliti memasukkan tema ini ke dalam
uraian tentang cerita individu atau memasukkannya sebagai bagian
terpisah dalam penelitian. Peneliti naratif biasanya menyuguhkan tema ini
setelah menceritakan kembali kisahnya.
6. Konteks atau Ranah
Peneliti naratif mendeskripsikan secara terperinci ranah atau konteks di
mana individu mengalami fenomena sentral. Dalam menceritakan kembali
kisah partisipan dan penceritaan tema, peneliti naratif memasukkan detail
yang kaya tentang ranah atau konteks pengalaman partisipan. Ranah dalam
penelitian naratif mungkin adalah teman, keluarga, tempat kerja, rumah,
organisasi sosial, atau sekolah-tempat di mana suatu cerita secara fisik
terjadi.
7. Berkolaborasi dengan Partisipan
Di sepanjang proses penelitian, peneliti naratif berkolaborasi dengan
individu yang diteliti. Kolaborasi dalam penelitian naratif berarti bahwa
peneliti secara aktif melibatkan partisipan dalam penelitian selama
ceritanya dibeberkan. Kolaborasi melibatkan penegosiasian hubungan
antara peneliti dan partisipan untuk mengurangi kesenjangan potensial
antara narasi yang diceritakan dan narasi yang dilaporkan (Clandinin &
Connelly, 2000)(dalam Corey, 2015).

D. Masalah-Masalah Etik Potensial Dalam Mengumpulkan Cerita


Ketika mengumpulkan cerita, peneliti naratif perlu berhati-hati tentang
cerita itu. Apakah ceritanya autentik? Partisipan mungkin “memalsukan datanya”,
seperti yang dicontohkan dalam kisah Pollyana atau cerita dengan akhir cerita
tipikal Hollywood, dimana laki-laki atau gadis yang baik selalu menang. Distorsi
data ini dapat terjadi dalam penelitian apapun, dan hal ini menghadirkan masalah
bagi peneliti naratif pada khususnya, karena mereka sangat menyandarkan diri
pada informasi yang dilaporkan sendiri dari partisipan. Pengumpulan banyak field
texts, triangulasi data, dan member checking dapat membantu memastikan bahwa
data yang baik terkumpul.
Partisipan mungkin tidak dapat menceritakan kisah sesungguhnya.
Ketidakmampuan ini mungkin timbul karena pengalamnnya terlalu mengerikan
untuk dilaporkan atau terlalu mentah untuk dilaporkan (misalnya kisah korban
bencana). Hal ini mungkin juga terjadi ketika individu takut akan sanksi terhadap
mereka jika mereka melaporkan ceritanya, misalnya dalam kasus pelecehan
seksual. Cerita riil mungkin juga muncul karena individu sama sekali tidak dapat
mengingatnya-ceritanya terkubur dalam di bawah sadar. Hal ini mungkin juga
terjadi karena individu mendasarkan ceritanya pada peristiwa yang terjadi
bertahun-tahun yang lalu, yang menghasilkan ingatan awal yang dapat
mendistorsi berbagai peristiwa dan menyediakan penemuan tindakan di masa lalu
(Lieblich et al., 1998). Meskipun distorsi, takut akan pembalasan, dan
ketidakmampuan untuk bercerita dapat menyulitkan pencerita, peneliti naratif
mengingatkan kita bahwa cerita itu adalah pengalaman yang dapat dipercaya dan
bahwa kisah apa pun yang diceritakan mempunyai elemen kebenaran didalamnya
(Riessman, 2008).
Penceritaan oleh partisipan juga memunculkan masalah siapa yang
memiliki cerita itu. Dalam melaporkan cerita individu yang terimajinalisasi di
masyarakat kita, peneliti naratif berisiko melaporkan cerita dimana mereka tidak
memiliki izin untuk menceritakannya. Paling tidak, peneliti naratif bisa
mendapatkan izin untuk melaporkan cerita dan memberitahu individu tentang
maksud dan penggunaan cerita itu di awal proyek.
Bersama masalah potensial kepemilikan juga ada masalah tentang apakah
suara partisipan hilang dalam pelaporan naratif final. Contohnya ketika ada
penceritaan kembali, ada kemungkinan laporannya merefleksikan cerita peneliti,
bukan cerita partisipan. Dengan menggunakan kutipan ekstensif dari partisipan
dan persis seperti bahasa yang digunakan partisipan serta mengkontruksikan
waktu dan tempat untuk cerita itu dengan cermat juga dapat menanggulangi
masalah ini. Masalah yang terkait adalah apakah peneliti mendapatkan
keuntungan dari penelitian dengan mengorbankan partisipan. Perhatian yang
saksama pada timbal balik atau membalas partisipan, misalnya dengan melayani
relawan disuatu kelas atau dengan memberikan penghargaan untuk berpartisipasi
dalam penelitian, akan memberikan keuntungan bagi bagi peneliti maupun
partisipan. Masalah yang terakhir adalah apakah kisah yang diceritakan memiliki
implikasi negatif berkepanjangan bagi partisipan. Seperti yang didiskusikan dalam
Dilema Etik, salah satu strateginya adalah menceritakan cerita komposit yang
disadarkan pada beragam pengalaman penelitian.
E. Langkah-Langkah Dalam Melaksanakan Penelitian Naratif
Terlepas dari tipe atau bentuk penelitian naratifnya, pendidik yang
melaksanakan penelitian naratif bekerja melalui langkah-langkah serupa. Tujuh
langkah utama menyusun proses yang biasanya dilaksanakan selama penelitian
naratif. Visualisasi tentang proses itu sebagai lingkaran menunjukkan bahwa
seluruh langkah kait mengait dan belum tentu linier.
Langkah 1. Mengidentifikasi Suatu Fenomena yang Menjawab
Permasalahan Penelitian untuk Dieksplorasi
Seperti semua proyek penelitian, prosesnya dimulai dengan memfokuskan
pada suatu permasalahan penelitian untuk diteliti dan mengidentifikasi, dalam
proses kualitatif, suatu fenomena sentral untuk dieksplorasi. Meskipun fenomena
yang dimaksud dalam narasi adalah ceritanya (Connelly & Clandinin, 1990),
Anda tidak perlu mengidentifikasi suatu isu atau masalah. Contohnya bagi Huber
(1999) dalam suatu penelitian naratif terhadap anak-anak di sebuah kelas, terdiri
atas cerita tentang berbagai kesulitan yang dihadapi oleh Huber dan student
teacher-nya, Shaun dalam memenuhi beragam kebutsuhan siswa. cerita ini
termasuk anak-anak yang menyingkirkan anak-anak lain, menggunakan kata-kata
yang menyakitkan satu sama lain, dan secara persisten menggunakan kemarahan
dan agresi untuk mengatasi masalah. Ketika mengeksplorasi masalah-masalah
semacam ini, Anda berusaha memahami pengalaman personal atau sosial seorang
individu atau individu-individu dalam suatu ranah pendidikan.
Langkah 2. Sengaja Memilih Seorang Individu Dari Mana Anda Dapat
Belajar tentang Fenomena yang Dimaksud
Selanjutnya, anda menemukan seorang individu atau individu-individu
yang dapat memberikan pemahaman tentang fenomena yang dapat memberikan
pemahaman tentang fenomena yang dimaksud. Partisipan bisa seorang yang
tipikal atau seseorang yang kritis bagi penelitian karena telah mengalami masalah
atau situasi tertentu. Disamping itu juga ada opsi-opsi lain untuk pengambilan
sampel. Meskipun banyak penelitian naratif hanya menelaah seorang individu
saja, Anda juga dapat meneliti beberapa individu dalam suatu proyek, masing-
masing dengan cerita yang berbeda, yang mungkin bertentangan atau saling
mendukung satu sama lain.
Langkah 3. Mengumpulkan Cerita dari Individu Tersebut
Cara terbaik untuk mendapatkan cerita adalah dengan meminta kepada
individu tersebut untuk menceritakan pengalamannya melalui percakapan pribadi
atau wawancara. Anda juga dapat mengumpulkan field text, dengan cara :
- Meminta individu untuk mencatat ceritanya dalam catatan harian atau
buku harian
- Mengamati individu dan membuat catatan lapangan
- Mengumpulkan surat yang dikirim oleh individu
- Merangkai cerita tentang individu dari para anggota keluarga
- Mengumpulkan dokumen, seperti memo atau korespondensi resmi
tentang individu
- Mendapatkan foto, kotak kenangan, dan artefak pribadi/keluarga/sosial
lain
- Mencatat pengalaman hidup individu (misalnya: menari, teater, musik,
film, seni dan sastra; Clandinin & Connelly, 2000)(dalam Corey,
2015).
Langkah 4. Menceritakan Kembali Kisah Individu
Setelah itu, meninjau data yang berisi cerita lalu menceritakan kembali.
Proses ini melibatkan pemeriksaan data kasar, mengidentifikasi elemen-elemen
suatu cerita di dalamnya, mengurutkan atau mengorganisasikan elemen-elemen
cerita, dan kemudian menyuguhkan kisah yang diceritakan kembali, yang
menyampaikan pengalaman individu. Anda dapat menggunakan restorying karena
pendengar dan pembaca akan lebih memahami cerita yang diceritakan oleh
partisipan jika Anda menatanya dalam urutan yang logis.
Peneliti naratif berbeda-beda tentang elemen-elemen yang akan dipilih,
meskipun secara umum Anda dapat menyebutkan elemen-elemen naratif seperti
yang ditemukan dalam analisis sastra terhadap suatu novel. Contohnya : waktu,
tempat, plot dan adegan menrupakan elemen-elemen utama yang dicari dalam
cerita oleh peneliti (Conelly & Clandinin, 1990). Dengan memfokuskan pada plot,
Anda akan dapat mengidentifikasi suatu abstrak kejadian atau tindakan,
mengorientasikan pendengar, menyampaikan tindakan yang memperumit,
mengevaluasi maknanya, dan mengatasi tindakan itu (Cortazzi, 1993). Peneliti
lain mungkin menelaah cerita untuk menemukan ranah (setting), tokoh, tindakan,
permasalahan, resolusi (Ollerenshaw & Creswell, 2000). Meskipun ada beberapa
strategi analitik untuk menemukan dan mengurutkan suatu cerita, semua prosedur
mengurutkan cerita untuk pembaca dan pendengar dengan menggunakan elemen-
elemen sastra.
Langkah 5. Berkolaborasi dengan Partisipan yang Menceritakan Kisahnya
Langkah ini berinteraksi dengan semua langkah lain dalam proses. Anda
berkolaborasi secara aktif dengan partisipan selama proses penelitian. Kolaborasi
ini bisa mengambil beberapa bentuk. Misalnya, menegosiasikan entry ke tempat
dan partisipan penelitian, bekerja dekat dengan partisipan untuk mendapatkan
field texts untuk menangkap pengalaman individu, dan menulis serta
menceritakan kisah individu dengan kata-kata peneliti.
Langkah 6. Menulis Cerita tentang Pengalaman Partisipan
Langkah utama dalam proses penelitian adalah penulis menulis dan
menyajikan cerita tentang pengalaman individu. Meskipun tidak ada cara tunggal
untuk menulis laporan naratif, akan membantu untuk memasukkan beberapa fitur
narasi. Kisah yang Anda ceritakan kembali tentu menduduki tempat sentral dalam
laporan naratif. Di samping itu, Anda dapat memasukkkan suatu analisis untuk
menyoroti tema tertentu yang muncul selama cerita itu.
Biasanya, Anda tidak memasukkan bagian kepustkaan; alih-alih, Anda
memasukkan kepustakaan dan penelitian tentang permasalahan ke dalam bagian-
bagian akhir penelitian. Oleh karena pembaca sering kali tidak familier dengan
narasi, Anda dapat menulis suatu bagian tentang pentingnya penelitian naratif dan
prosedur yang terlibat di dalamnya sehingga Anda dapat memberi tahu pembaca
tentang penelitian naratif Anda. Seperti semua penelitian kualitatif, Anda hadir
dalam laporan naratif itu, dan Anda menggunakan kata ganti orang pertama untuk
menyebut diri Anda.
Langkah 7. Memvalidasi Kekakuratan Laporan
Anda juga perlu memvalidasi keakuratan cerita naratif Anda. Jika ada
kolaborasi dengan partisipan, validasi ini bisa terjadi di sepanjang proyek.
Beberapa praktik validasi, seperti member checking, mentriangulasi diantara
sumber data, dan mencari bukti-bukti yang mendiskonfirmasi, berguna untuk
menentukan keakuratan dan kredibilitas suatu cerita naratif.
F. Bagaimana Cara Mengevaluasi Penelitian Naratif?
Sebagai bentuk penelitian kualitatif, narasi perlu konsisten dengan kriteria
untuk penelitian kualitatif yang baik. Di samping itu, ada aspek-aspek naratif
tertentu yang mungkin dipertimbangkan oleh para pembaca dan pengevaluasi
suatu penelitian. Kriteria untuk penelitian naratif yang berkualitas tinggi
ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini yang didasarkan pada saran-saran
Clandinin dan Connelly (2000) dan Riessman (2008)(Corey, 2015).
Mengevaluasi Kualitas Penelitian Naratif
Kriteria Kualitas Indikator Kualitas yang Indikator Kualitas yang
Lebih Tinggi Lebih Rendah
Elemen-Elemen Kunci
Penelitian naratif Peneliti memfokuskan Peneliti meneliti lebih
memfokuskan pada satu pada seorang individu dari dua orang individu,
atau dua individu (atau dua orang individu) sehingga kisah yang
dan memberikan alasan diceritakan lebih
mengapa individu ini merupakan cerita kolektif
dipilih untuk potret daripada cerita terperinci
naratif. tentang pengalaman
hidup seseorang. Di
samping itu, banyak
kisah seperti yang
diceritakan mencairkan
cerita naratif seorang
individu.
Peneliti melaporkan Peneliti memberi Peneliti tidak terlalu
pengalaman hidup pembaca pemahaman terperinci tentang
individu melalui cerita tentang kehidupan pengalaman hidup
mereka seseorang melalui detail- seorang individu.
detail yang jelas dari Sehingga remaja tidak
pengalaman mereka. benar-benar mendapatkan
pemahaman tentang
pengalaman seumur
hidup individu.
Peneliti mengambil cerita Peneliti menyatukan Peneliti menyajikan
mereka dan banyak cerita dari jalan peristiwa acak yang tidak
menceritakannya cerita individu, yang menyatu dalam suatu
kembali, mungkin untuk sering kali diceritakan jalan cerita tentang
mengembangkan dalam suatu kronologi kehidupan individu.
kronologi kejadian tetapi belum tentu dalam Atau, peneliti mungkin
kronologi yang linear memfokuskan pada tema
dengan pengalaman yang tentang kehidupan orang
dialaminya. Peneliti itu dan bukan pada
memahamkan peristiwa deskripsi tentang
kunci dalam cerita ini. kehidupan dan
pengalaman mereka
(misalnya peristiwa
signifikan atau
mengejutkan dalam
kehidupan mereka).
Laporan akhir Peneliti mendeskripsikan Peneliti hanya
mendeskripsikan konteks konteks yang lebih luas melaporkan cerita tentang
cerita, ranahnya, dan dari kehidupan individu, individu tanpa
beberapa orang yang misalnya keluarga, menempatkan
terlibat teman, pekerjaan, kehidupannya dalam
kegiatan, minat, hobi dan konteks pekerjaan,
lain-lain. Informasi ini keluarga dan sebagainya.
dikumpulkan melalui Dalam tipe naratif ini,
wawancara, observasi, kita tidak memahami
dokumen yang ada di luar ranah yang lebih luas
individu. dimana pengalaman
individu itu ada.
Peneliti melaporkan tema Peneliti, setelah Peneliti membatasi narasi
yang muncul di cerita mendeskripsikan individu pada cerita individu dan
dan konteksnya, tidak menganalisis data
mengemukakan beberapa untuk menarik ke luar
tema penting yang tema yang menyuguhkan
muncul dari ceritanya. peristiwa utama atau ide
Tema-tema ini dapat yang terkandung dalam
diorganisasikan secara cerita itu.
kronologis atau disajikan
untuk mengilustrasikan
berbagai peristiwa yang
signifikan dalam
kehidupan individu.
Peneliti naratif Peneliti mengundang Peneliti menceritakan
berkolaborasi erat dengan partisipan untuk cerita objektif tanpa
partisipan yang memeriksa data yang memeriksa-balik dengan
menyediakan cerita dikumpulkan dan partisipan tentang
mungkin melibatkan keakuratan ceritanya dan
partisipan dalam bagaimana cerita itu
membentuk cerita final sebaliknya diceritakan.
yang akan diceritakan
dalam narasi.
G. Ide Kunci Pada Materi Ini
Definisi Penelitian Naratif, Kapan Menggunakannya dan Bagaimana
Perkembangannya. Penelitian naratif telah muncul sebagai salah satu bentuk
penelitian kualitatif yang populer. Penelitian ini telah menjadi sebuah cara viable
(layak) untuk meneliti guru, siswa dan pendidik dalam ranah pendidikan. Semua
individu mempunyai kisah-kisah yang dapat diceritakan tentang pengalaman
mereka. Peneliti naratif mendeskripsikan kehidupan individu, mengumpulkan dan
menceritakan kisah tentang kehidupan orang dan menulis narasi tentang
pengalaman individu. Penelitian kualitatif ini memfokuskan pada
mengidentifikasi pengalaman seorang atau beberapa individu dan memahami
pengalaman masa lalu, masa kini dan masa depan mereka. Seorang peneliti
menggunakan rancangan naratif jika individu mau memberikan cerita mereka dan
jika cerita mereka kronologis.
Tipe Rancangan Naratif
Penelitian naratif adalah kategori yang meliputi beragam tipe penelitian
naratif. Hal ini termasuk beberapa tipe narasi, seperti autobiografi, riwayat hidup
dan narasi personal guru atau siswa. Tipe spesifik penelitian naratif bergantung
pada siapa yang menulis atau mencatat ceritanya, berapa banyak kehidupan yang
dicatat dan disajikan, siapa yang menyediakan ceritanya, dan apakah suatu teori
digunakan oleh peneliti.
Ciri-ciri Khusus Kunci Rancangan Naratif
Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari individu dan menceritakan
kembali kisah partisipan ke dalam suatu kerangka-kerja, misalnya kronologi
tokoh, ranah, permasalahan, tindakan dan resolusi atas tindakan itu. Di samping
itu, peneliti dapat mengumpulkan field texts dan membentuk mereka menjadi
tema atau kategori dan mendeskripsikan secara terperinci, ranah atau konteks
dimana cerita itu diceritakan. Disepanjang proses penelitian, peneliti menekankan
kolaborasi antara peneliti dan partisipan.
Masalah-masalah Etik Potensial dalam Mengumpulkan Cerita
Masalah-masalah etik bisa timbul di banyak tahap dalam proses
pelaksanaan suatu penelitian naratif. Pada tahap pengumpulan data, peneliti perlu
mempertanyakan apakah ceritanya autentik; menentukan apakah partisipan dapat
menceritakan (atau ingat) cerita yang sebenarnya; mengakses siapa yang memiliki
cerita yang dikisahkan; menentukan apakah suara partisipan dimasukkan ke dalam
cerita final; merancang proyeknya sedemikian rupa sehingga partisipan, bukan
peneliti, mendapatkan manfaat dari penelitian itu; dan menyadari dampak dari
kisah yang diceritakan.
Langkah-langkah dalam Melaksanakan Penelitian Naratif
Langkah-langkah dalam melaksanakan penelitian naratif adalah
mengidentifikasi permasalahan yang cocok untuk penelitian naratif dan memilih
satu partisipan atau lebih untuk diteliti. Peneliti kemudian mengumpulkan cerita
dari partisipan tentang pengalaman hidupnya dan menceritakan kembali kisah itu
untuk membentuk kronologi kejadian yang mungkin melibatkan tokoh, ranah,
permasalahan, tindakan dan resolusi. Disepanjang proses ini, kolaborasi terjadi
dengan partisipan dan cerita yang disusun oleh peneliti menceritakan tentang
pengalaman hidup partisipan.
Mengevaluasi Penelitian Naratif
Penelitian naratif yang baik melaporkan cerita tentang pengalaman hidup
individu, mengorganisasikan ke dalam kronologi, menempatkannya dalam ranah
atau konteks, menarik beberapa tema dari cerita itu, dan mendemonstrasikan
kolaborasi yang dekat antara peneliti dan partisipan dalam proyek naratif.

Anda mungkin juga menyukai