Anda di halaman 1dari 38

TUGAS

MATA KULIAH UTILITAS BANGUNAN

PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH

DOSEN PENGAMPU
IR. SURYONO, MT

DISUSUN OLEH
DAVID ROTTIE (18021102080)
AXEL JACOBUS (18021102052)

FAKULTAS TEKNIK
PRODI ARSITEKTUR
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
A. DEFINISI SAMPAH
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sampah adalah barang
atau benda yang dibuang karena sudah tidak dipakai lagi. Sampah dihasilkan dari
aktivitas yang dilaksanakan di bangunan-bangunan, khususnya bangunan yang
digunakan untuk kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya seperti rumah tangga,
pabrik, hotel, restoran, rumah sakit, supermarket, dan lainnya. Pengertian sampah
berdasarkan Kamus Lingkungan yang terbit pada tahun 1994 yaitu bahan yang
tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk digunakan secara biasa atau
khusus dalam produksi atau pemakaian, barang rusak atau cacat selama
manufaktur (suatu medium proses untuk mengubah bahan mentah menjadi barang
jadi untuk dijual) atau materi berlebihan atau buangan.

B. PENGELOLAAN SAMPAH

Sistem pembuangan bisa berupa shaft dan ruangan yang dipersiapkan


dalam suatu fungsi bangunan maupun di luar bangunan guna memindahkan
sampah dari sumber sampah menuju pengolahan lebih lanjut. Pengolahan sampah
adalah pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur ulangan, atau
pembuangan material sampah. Perlakuan ini biasanya mengacu pada material
yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan biasanya dikelola untuk mengurangi
dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan, atau keindahan. Pengelolaan sampah
juga dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam.

Pengelolaan sampah bisa melibatkan zat padat, zat cair, gas atau radioaktif
dengan metode khusus untuk masing-masing zat. Praktik pengelolaan sampah
berbeda-beda antara negara maju dan berkembang. Berbeda pula antara daerah
perkotaan dengan daerah pedesaan, antara daerah perumahaan dan daerah industri.
Pengelolaan sampah yang tidak berbahaya dari pemukiman dan institusi di area
metropolitan biasanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sementara
untuk sampah dari area komersial dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan
pengolah sampah. Metode pengelolaan sampah berbeda-beda tergantung banyak
hal, diantaranya tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah dan
ketersediaan area. Sampah dapat dibedakan berdasakan sifatnya, bentuknya, dan
sumbernya.

C. JENIS-JENIS SAMPAH
1. Sampah Berdasarkan Sifatnya

Berdasarkan sifatnya, sampah dibagi menjadi 3, yaitu sampah organik,


non-organik, dan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Sampah organik
merupakan sampah yang berasal dari sisa-sisa makhluk hidup yang dapat
membusuk dengan mudah, misalnya seperti sisa-sisa makanan, dedaunan kering,
buah dan sayuran. Kemudian sampah non-organik merupakan sampah yang
berasal dari bahan baku non biologis dan susah terurai, sehingga sering
menumpuk di lingkungan. Selain itu sampah anorganik disebut juga sampah
kering yang sulit diuraikan secara alamiah sehingga memerlukan penanganan
lebih lanjut, misalnya seperti kantong plastik, botol, kaleng, kertas, dan lain-lain.
Serta sampah B3 yang merupakan bahan yang beracun dan berbahaya , misalnya
seperti limbah rumah sakit, limbah pabrik, dan lain-lainnya.

Gambar 1.1 Sampah Organik Gambar 1.2 Sampah Non-organik


Sumber: Sumber:
https://tekoneko.net/sampah- http://csugii.blogspot.co.id/2016/03/limbah-
organik-dan-non-organik/ dan-sampah.html

Gambar 1.3. Sampah B3


Sumber: https://www.mindtalk.com

2. Sampah Berdasarkan Bentuknya

Menurut bentuknya, sampah dapat dibagi sebagai berikut:

a. Sampah Padat
Sampah padat merupakan segala bahan buangan selain kotoran
manusia, urin, dan sampah cair. Sampah padat dapat berupa sampah
rumah tangga, misalnya sampah dapur, sampah kebun, plastik, metal,
gelas, dan lain-lain. Menurut bahannya, sampah ini dapat
dikelompokkan menjadi sampah organik dan sampah anorganik.
Sampah organik merupakan sampah yang berasal dari barang yang
mengandung bahan-bahan organik, seperti sisa-sisa sayuran, hewan,
kertas, potongan-potongan kayu dari peralatan rumah tangga, dan
sebagainya. Sedangkan anorganik dapat berupa kantong plastik, botol
plastik, kaleng, dan lain-lain. Berdasarkan kemampuan untuk diurai
oleh alam (biodegradability) maka dapat dibagi lagi menjadi sebagai
berikut:
i. Biodegradable
Sampah jenis ini mampu diuraikan secara sempurna oleh proses
biologi baik aerob atau anaerob, misalnya sampah dapur, sisa-sisa
hewan, sampah pertanian, dan perkebunan.
ii. Non-boidegradable
Sampah jenis ini tidak dapat diuraikan oleh proses biologi.
Sampah Non-Biodegradable dapat dibagi lagi menjadi dua sebagai
berikut:
- Recyclable
Merupakan sampah yang dapat diolah dan digunakan
kembali karena memiliki nilai secara ekonomi, seperti plastik,
kertas, pakaian dan lain-lain.

Gambar 1.4 Sampah Recycleable


Sumber: http://lilingdesi27.blogspot.co.id/

- Non-recyclable
Merupakan sampah yang tidak memiliki nilai ekonomi dan
tidak dapat diolah atau diubah kembali, seperti tetra packs,
carbon paper, thermo coal, dan lain-lain.
Gambar 1.5. Sampah Non-recycleable
Sumber:http://asjinternational.tradeindia.com

b. Sampah Cair
Sampah cair adalah bahan cairan yang telah dipakai dan tidak
diperlukan lagi kemudian dibuang ke tempat pembuangan sampah.
Sampah cair ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
i. Limbah Hitam
Sampah cair yang dihasilkan dari toilet. Sampah ini
mengandung pathogen yang berbahaya.

ii. Limbah Rumah Tangga


Gambar 1.6 Limbah Hitam
Sampah cair Sumber:
yang dihasilkan dari dapur, kamar mandi, dan
http://jakarta.bisnis.com
tempat cucian. Sampah ini juga dimungkinkan mengandung
pathogen.
Gambar 1.7 Limbah Rumah Tangga
Sumber: http://auliasafitri10.blogspot.co.id
3. Sampah Berdasarkan Sumbernya

Sampah berdasarkan sumbernya dapat dibagi sebagai berikut:

a. Sampah Alam
Sampah alam merupakan sampah yang diproduksi di kehidupan
luar yang diintegrasikan melalui proses daur ulang alami. Misalnya
dedaunan kering yang gugur yang berada di hutan, akhirnya berubah
menjadi tanah.

Gambar 1.8 Sampah Dedaunan


Sumber: https://economy.okezone.com

i. Sampah Manusia (Human Waste)


Human waste merupakan sebuah istilah yang dipakai untuk
menyebutkan sesuatu yang berasal dari hasil-hasil pencernaan
manusia, misalnya urin dan feses. Urin dan feses ini termasuk salah
satu bahasan dari Sistem Jaringan Air Kotor. Di sana dijelaskan
bahwa apabila sampah tidak dikelola dengan baik akan
menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Penularan penyakit melalui sampah manusia tersebut dapat
dikurangi dengan cara menjaga kebersihan sanitasi dan hidup
dengan bersih.
ii. Sampah Konsumsi
Sampah konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh
konsumsi manusia yang kemudia dibuang ke tempat sampah.
Sampah konsumsi ini masih jauh lebih sedikit apabila
dibandingkan dengan sampah yang dihasilkan dari proses
pertambangan dan proses industry

Gambar 1.9 Sampah Konsumsi


Sumber: http://www.dw.com/id/mendaur-
ulang-sisa-makanan-restoran/a-16486580

iii. Sampah Nuklir


Sampah nuklir merupakan sampah yang berasal dari fusi nuklir
yang menghasilkan uranium dan thorium yang sangat berbahaya bagi
lingkungan hidup. Oleh karena itu, sampah tersebut disimpan di tempat-
tempat yang tidak memiliki potensi tinggi untuk melakukan aktivitas,
biasanya disimpan di bekas tambang garam atau di dasar laut meskipun hal
itu sudah jarang dilakukan.

Gambar 1.10 Sampah Nuklir


Sumber: http://blog.nuklir.org/?p=2750

iv. Sampah Industri


Dalam kehidupan manusia, sampah dalam jumlah besar berasal
dari aktivitas industri atau lebih dikenal dengan sebutan limbah, misalnya
berasal dari proses pertambangan, manufaktur, serta sampah barang
konsumsi. Hampir semua produk industri tersebut akan menjadi sampah
pada suatu waktu yang jumlahnya hamper sama dengan jumlah
konsumsinya.

Gambar 1.11 Sampah Industri


Sumber:
http://fokusjabar.com/2016/03/07/cimahi-
fokusjabar-com/
v. Sampah Rumah Sakit
Adanya berbagai sarana pelayanan kesehatan baik rumah sakit, klinik
maupun puskesmas, akan menghasilkan limbah baik cair maupun padat.
Limbah padat rumah sakit / puskesmas lebih dikenal dengan pengertian
sampah rumah sakit. Sampah adalah sesuatu yang tidak dipakai, tidak
disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari
kegiatan yang dilakukan oleh manusia, dan umumnya bersifat padat
(KepMenKes R.I. No.1204/MENKES/SK/X/2004 dalam Dyah Pratiwi
2013). Sampah/ Limbah padat layanan kesehatan adalah semua limbah
yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan layanan kesehatan yang
terdiri dari limbah medis dan non medis, yaitu (Pruss, 2005:3 dalam Dyah
Pratiwi 2013):
a) Limbah non medis adalah limbah padat yang dihasilkan
dari kegiatan di RS di luar medis yang berasal dari
dapur, perkantoran, taman dari halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali apabila ada teknologi. Umumnya
sampah non-medis berasal dari:
- Aktivitas kantor administrasi berupa kertas dan alat tulis
- Aktivitas dapur dan bagian gizi berupa sampah mudah busuk
yang berasal dari penyiapan pengolahan dari penyajian
makanan, sisa pembungkus, sisa makanan/ bahan makanan,
sayur, dan lain-lain
- Aktivitas laundry berupa pembungkus dan kemasan
- Aktivitas halaman/ kebun berupa sisa pembungkus, daun,
ranting, dan debu
b) Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri
dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda
tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
container bertekanan, dan limbah dengan kandungan
logam berat yang tinggi.
c) Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi
organisme pathogen yang tidak secara rutin ada di
lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan
virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada
manusia yang rentan.
d) Limbah sangat infeksius adalah limbah yang berasal
dari pembiakan dan stock (sediaan) bahan sangat
infeksius, otopsi, organ binatang percobaan, dan bahan
lain yang diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan
bahan yang sangat infeksius.

D. Sistem Sampah
1. Sistem Sampah di Rumah Tinggal
Dalam bangunan rumah tinggal, sampah dibuang di tempat sampah
dalam rumah, kemudian dikumpulkan dalam bak sampah dalam site untuk
dibuang ke TPA (tempat pembuangan akhir).

Untuk di daerah pedesaan yang rumah-rumahnya mempunyai


halaman yang cukup luas, pembuangan sampah dilakukan di halaman
dengan membuat galian sebesar 1m3 atau lebih. Setelah sampah hampir
penuh, lubang sampah diurug dan dibuatlah lubang tempat sampah yang
baru dan seterusnya.
Untuk rumah dengan tipe sedang dan tipe kecil, sering dibuat bak
sampah jauh dari pintu pagar dengan suatu usaha menjauhkan bau sampah
dari ruang tamu. Bak sampah dibuat tertutup supaya menghindari bau yang
dihasilkan dan terhindar dari gangguan lalat atau serangga lainnya.

Gambar 2.1 Peletakan Bak Sampah di Rumah Tinggal


Sumber: Utilitas Bangunan Dasar (2010)

Gambar 2.2 Sistem Sampah Sumah Tangga


Sumber: Utulitas Bangunan Modul Plumbing (2014)

2. Sistem Sampah di Gedung Tinggi (Trash Chute dan Linen Chute)

Pada bangunan berlantai banyak, terdapat istilah sistem Trash Chute.


Trash Chute adalah konsep pembuangan sampah pada sebuah gedung tinggi yang
langsung ditempatkan ke bak penampungan sampah.
Pengoperasian Trash Chute ini cukup mudah yaitu petugas kebersihan
mengumpulkan sampah yang sudah dipilah-pilah dan sudah dikemas dengan
kantong sampah, lalu kantong-kantong sampah tersebut dibuang lewat Trash
Chute dan di lantai paling dasar akan ditampung langsung ke tempat
penampungan sampah sementara. Letak penampungan tersebut harus mudah
dicapai oleh kendaraan dan letaknya harus terpisah dan sedikit tersembunyi.
Selanjutnya petugas-petugas lain akan memindahkan sampah-sampah tersebut ke
truk sampah untuk kemudian dibuang ke tempat penampungan sampah
lingkungan.

Komponen-komponen dari Trash Chute dapat dibagi menjadi beberapa


bagian:

Gambar 2.3 Komponen Sistem Trash Chute


Sumber: www.unitech-ikk.com

Selain adanya Trash Chute, terdapat pula Linen Chute. Linen Chute
berhubungan erat dengan laundry. Linen Chute banyak dipergunakan pada Hotel,
Rumah Sakit, Apartemen dan sebagainya.

Linen Chute adalah berupa tabung lingkaran memanjang yang tersusun


dari atas hingga kebawah.  Linen Chute digambarkan sebagai tabung lingkaran
yang tersusun dari atas hingga kebawah, dimana tabung tersebut dipergunakan
untuk lewatnya linen atau perlengkapan kotor dari laundry baik berupa seprei,
handuk, hordenk, dan sebagainya. Linen Chute didesain dan dibuat dengan tujuan
untuk efisiensi waktu dan menjaga kenyamanan dari penghuni baik itu hotel atau
rumah sakit.

Gambar 2.24 Pemberhentian Akhir Linen Chute


Sumber: miriammerrygoround.com

Sebagai dasar acuan standar internasional design dari linen chutes harus
mengacu pada NFPA 82. Banyak ditemukan dimana linen chutes di pasang tanpa
memperhatikan regulasi dari NFPA 82 tersebut. Standard acuan ini diperlukan
mengingat bahwa linen chutes “‘sarat” pada penyebaran api (pada saat
kebakaran), Dimana proteksi diperlukan dalam mendesain linen chutes itu sendiri,
baik pada chutenya, intake door, doscharge door, safetynya, serta system lainnya
yg berkaitan dimana itu semua juga disesuaikan dengan kreteria diatas dalam
menunjang effisiensi dan kenyamanan tentunya menjadi acuan dalam mendesign
linen chutes dengan baik.  tabung lingkaran harus menghindari banyaknya sudut-
sudut patahan dan sebaiknya harus tegak lurus 180 derajat

Bahan yang disarankan dapat dipergunakan adalah Stainless Steel, kenapa


harus stainless steel, dibanding menggunakan Galvanis/ BJLS/ Alumunium.
Bahan-bahan itu semua bisa dipergunakan dan biayanya lebih murah
dibandingkan dengan menggunakan stainless steel.  Secara bahan, baik itu
Galvanis/ BJLS/ Alumunium secara life time kurang memuaskan dibanding
dengan stainless steel. Mengingat bahwa diperlukannya proteksi pada cerobong
(chutes) dengan dinding, maka bila dilakukan penggantian akan membongkar
dinding. Demikian juga dengan teknik penyambungan, yaitu dengan pengelasan,
karena disarankan untuk tidak menggunakan keling, ripet atau sejenisnya, dimana
dapat mengakibatkan robeknya linen sewaktu diturunkan dalam chute tersebut.
berikut lihat tabel ilustrasi berikut dalam menentukan investasi pada pemakaian
bahan chutes.

Tabel 2.2 Spesifikasi Material Bahan Baku Linen Chute

Material Bahan Baku


No Kriteria Stainless
Aluminium BJLS Galvanis
Steel
1 Investasi Mahal Sedang Murah Sedang
2 Pabrikasi Pengelasan Pengelasan Lipat Pengelasan
3 Kerentanan Baik Baik Kurang Baik
4 Kekuatan Baik Kurang Kurang Baik
5 Live time Lama Sedang Cepat Cepat
Cost Diatas Setelah Setelah Setelah
6
maintenance 22 thn. 12-15 thn. 12-16 thn. 8-12 thn.

Beberapa contoh Linen Chute dengan diameter chute yang berbeda:

Gambar 2.25 Linen Chute Tipe 1


Sumber: www.unitech-ikk.com

Gambar 2.26 Linen Chute Tipe 2


Sumber: www.unitech-ikk.com
3. Sistem Incineration (Pengabuan)

Incinerator adalah tungku pembakaran untuk mengolah limbah


padat, yang mengkonversi materi padat (sampah) menjadi materi gas, dan
abu, (bottom ash dan fly ash). Incinerator merupakan suatu alat
penghancur atau pemusnah limbah organik melalui pembakaran dalam
suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari lingkungan sekitarnya.
Incinerasi dan pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya
didefinisikan sebagai pengolahan termal.

Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas


sisa hasil pembakaran, partikulat, dan panas. Gas yang dihasilkan harus
dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke atmosfer. Panas yang
dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit listrik.
Incinerator adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran
dengan kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik
menjadi senyawa sederhana seperti CO2 dan H2O.

Untuk merancang alat pembakar sampah diperlukan beberapa


pertimbangan untuk diperhatikan, yaitu jumlah udara pembakaran, sisa
hasil pembakaran dan desain incinerator. Alat pembakaran sampah
terdapat dua jenis berdasarkan metode pembakaran yang berlangsung pada
alat tersebut, yaitu alat pembakar sampah tipe kontinyu dan tipe batch.
Pada alat pembakar sampah tipe kontinyu, sampah dimasukkan secara
terus-menerus dengan debit tetap (gambar alat pembakar sampah tipe
kontinyu disajikan pada Gambar 2) sedangkan pada alat pembakaran
sampah tipe batch, sampah dimasukkan sampai mencapai batas maksimum
kemudian dibakar bersamaan (gambar alat pembakar sampah tipe batch
disajikan pada Gambar 3). Incinerator tipe batch terdiri dari 6 bagian
utama yaitu ruang pembakaran, kasa penyulut api, ruang pengendapan
bahan padat (hasil pembakaran), cerobong asap, lubang pemasukan udara
dan system pindah panas. Gambar piktorial dari alat ini disajikan pada
Gambar 4.
Gambar 2.29 Alat Pembakar Sampah Tipe Kontinyu
Sumber : http://repository.ipb.ac.id/

Gambar 2.30 Alat Pembakar Sampah Tipe Batch


Sumber : http://repository.ipb.ac.id/

Gambar 2.31 Gambar Piktorial Incinerator Tipe Batch


Sumber : http://repository.ipb.ac.id/
a. Ruang Bakar Incinerator
Jenis-jenis incinerator berdasarkan ruang bakar terbagi menjadi 2
(dua) yaitu Primary Chamber dan Secondary Chamber.

i. Primary Chamber

Berfungsi sebagai tempat pembakaran limbah. Kondisi


pembakaran dirancang dengan jumlah udara untuk reaksi
pembakaran kurang dari semestinya, sehingga disamping
pembakaran juga terjadi reaksi pirolisa. Pada reaksi pirolisa
material organik terdegradasi menjadi karbon monoksida dan
metana. Temperatur dalam primary chamber diatur pada rentang
600oC-800oC dan untuk mencapai temperatur tersebut, pemanasan
dalam primary chamber dibantu oleh energi dari burner dan energi
pembakaran yang timbul dari limbah itu sendiri.

ii. Secondary Chamber

Gas hasil pembakaran dan pirolisa perlu dibakar lebih


lanjut agar tidak mencemari lingkungan. Pembakaran gas-gas
tersebut dapat berlangsung dengan baik jika terjadi pencampuran
yang tepat antara oksigen (udara) dengan gas hasil pirolisa, serta
ditunjang oleh waktu tinggal (retention time) yang cukup.

4. Sistem Sanitary Landfill

Pengelolaan sampah dengan cara sanitary landfill adalah


pembuangan sampah di TPA yang diikuti dengan penimbunan sampah
dengan tanah. Sampah ditimbun secara berlapis sehingga tidak ada sampah
yang tampak di permukaan tanah. Sistem sanitary landfill memberikan
dampak positif, antara lain sampah tidak berserakan, tidak menimbulkan
bau, tidak menjadi sumber penyakit, serta meninggikan tempat rendah
(TPA) sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain (Manik,
2003).

Gambar 2.35 Sanitary Landfill


Sumber: https://durianburgdavao.wordpress.com

Gambar 2.36 Potongan Sanitary Landfill


Sumber: Utilitas Bangunan Modul Plambing (2014)

Sistem sanitary landfill merupakan sarana pengurugan sampah ke


lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis.

Metode yang diterapkan pada sistem sanitary landfill lebih sulit dan
kompleks dibandingkan dengan system terdahulu (open dumping) karena
memerlukan perlakuan khusus dan konstruksi tertentu. Pada metode ini sampah
dibuang ke dalam daerah cekungan atau daerah lereng, kemudian ditimbun
dengan lapisan tanah dan dipadatkan. Pada sistem ini penutupan sampah dengan
lapisan tanah dilakukan pada setiap akhir hari operasi, sehingga setelah operasi
berakhir tidak akan terlihat adanya timbunan sampah. Dengan cara ini, pengaruh
timbunan sampah terhadap lingkungan akan sangat kecil. Dalam pengaplikasian
teknik ini pada awalnya memerlukan biaya yang cukup besar untuk konstruksinya.
Namun jika melihat manfaat yang dihasilkan dari teknik pengolahan sampah ini
sangat besar. Dengan menggunakan teknik sanitary landfill ini dapat
meminimalisir dampak negatif yang dihasilkan sampah terhadap lingkungan.

a. Metode Sanitary Landfill

Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam


metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah
dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis. Dengan demikian, sampah
tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau
menjadi sarang binatang pengerat.

i. Metode Area
Dapat diterapkan pada site yang relatif datar. Sampah
membentuk sel-sel sampah yang saling dibatasi oleh tanah
penutup. Setelah pengurugan akan membentuk slope. Penyebaran
dan pemadatan sampah berlawanan dengan kemiringan.

Gambar 2.37 Ilustrasi Metode Area


Sumber: ilmusipil.com
ii. Metode Slope/Ramp
Sebagian tanah digali. Sampah kemudian diurug pada
tanah. Tanah penutup diambil dari tanah galian. Setelah lapisan
pertama selesai, operasi berikutnya seperti metode area.

iii. Metode Parit (Trench)


Site yang ada digali, sampah ditebarkan dalam galian,
dipadatkan dan ditutup harian. Digunakan bila air tanah cukup
rendah sehingga zona non-aerasi di bawah landfill cukup tinggi (>
1,5m). Digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang.
Operasi selanjutnya seperti metode area.

Gambar 2.38 Ilustrasi Metode Parit


Sumber: ilmusipil.com
iv. Metode Pit/Canyon/Quarry
Memanfaatkan cekungan tanah yang ada (misalnya bekas
tambang). Pengurugan sampah dimuali dari dasar. Penyebaran dan
pemadatan sampah seperti metode area. Kenyataan di lapangan,
cara tersebut dapat berkembang lebih jauh sesuai dengan kondisi
yang ada. Pada awalnya landfilling sampah dilakukan pada lahan
yang tidak produktif seperti bekas pertambangan, mengisi
cekungan-cekungan. Dengan demikian terjadi reklamasi lahan
sehingga lahan tersebut menjadi baik kembali.
b. Persyaratan Sanitary Landfill
Syarat sanitary landfill yang baik adalah sebagai berikut:
i. Tersedia tempat yang luas
ii. Tersedia tanah untuk menimbunnya
iii. Tersedia alat-alat besar

Secara umum sanitary landfill terdiri atas elemen sebagai berikut:

 Lining system
Berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leachate ke
dalam tanah yang akhirnya bisa mencemari tanah. Biasanya lining
system terbuat dari compacted clay, geomembran, atau campuran
tanah dengan bentonite.
 Leachate collection system
Dibuat di atas lining system dan berguna untuk mengumpulkan
leachate dan memompa keluar sebelum leachate menggenang di lining
system yang akhirnya akan menyerap ke dalam tanah. Leachate yang
dipompa keluar melalui sumur yang disebut leachate extraction
system.

 Cover atau cap system


Berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang msuk ke
dalam landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk akan
mengurangi leachate.
 Gas ventilation system
Berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam
dengan demikian mengurangi risiko gas mengalir di dalam tanah tanpa
terkendali yang akhirnya dapat menimbulkan ledakan.
 Monitoring system
Bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringatan dini
kalau terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar.
Minimal ada empat aspek penting yang mesti dikaji dalam pembuatan
sanitary landfill:
 Pertama, seleksi lokasi. Atau karena jaraknya jauh,
topografi dan kondisi tanahnya tidak mendukung, serta
alasan lingkungan setempat juga tak mendukung.
 Kedua, metode sanfill. Ini berkaitan dengan bentuk lahan.
Agar efektivitas pemakaian lahannya tinggi, maka rencana
operasi harus dibuat.
 Ketiga, produksi gas dan lindi. Kecuali gas yang dominan,
yaitu 60% metana (CH4) dan 35% karbondioksida, ada juga
gas lain, yaitu H2S yang berbau busuk seperti di kawah
Tangkubanparahu, amoniak (NH3), karbonmonoksida
(CO), dll. Gas kabondioksida bisa melarutkan formasi batu
kapur di tanah; metana, gas yang nyalanya seperti spritus
ini bisa meledak jika terkonsentrasi. Adapun lindi berasal
dari internal hasil dekomposisi dan eksternal dari hujan,
tanah, dan limpahan drainase.
 Keempat, aliran gas dan lindi. Gas bisa dibiarkan lepa ke
udara atau di tamping untuk dimanfaatkan energinya.
Biogas ini, kalau dieksploitasi dengan hati-hati dan tepat
teknologinya, lumayan untuk menerangi kawasan kantor
sanfil. Lindi mengalir ke bawah dan terkumpul di dasar
sanfil. Bisa dibiarkan di dalam sanfil atau diolah di instalasi
pengolahan air limbah sebelum dibuang.

c. Dampak Sanitary Landfill

Keuntungan :

 Biaya usaha dan investasi usaha rendah


 Dapat memasuki operasi dalam waktu singkat
 Jika dirancang dan dioperasikan dengan baik akan dapat memperkecil
hama, acsthetic, penyakit, polusi udara dan polusi air
 Gas metan dapat digunakan sebagai bahan bakar
 Dapat menerima berbagai macam sampah
 Dapat digunakan untuk reklamasi meningkatkan submarginal daratan

Kerugian :

 Dapat merosot menjadi tempat sampah terbuka jika tidak dirancang


dan diatur dengan baik
 Memerlukan lokasi yang sangant luas
 Sulit menemukan lokasi oleh karena penolakan penduduk dan harga
tanah yang naik
 Menyebabkan polusi air, produksi metana dari dekomposisi limbah
dapat menimbulkan bahaya kebakaran atau resiko ledakan material
 Membawa limbah/sampah ke lokasi yang jauh memerlukan biaya
mahal

Dampak positif:

 Sampah tidak berserakan


 Tidak menimbulkan bau
 Tidak menjadi sumber penyakit
 Meninggikan tempat rendah (TPA)
 Kandungan air sampahnya rendah
 Bau berkurang dan terjauh dari lingkungan masyarakat

Dampak negatif:

 Mencemari lingkungan tersebut apabila sampah telah tertimbun


 Jika hydrogen sulfide yang berbau busuk mudah meledak
 Menyebabkan kondisi gas masuk ke dalah rumah dan mencemari
lingkungan sekitar
 Dapat menjadi bibit penyakit seperti lalat, tikus, dll
Masalah-masalah lain yang mungkin dapat timbul akibat landfill yang
tidak terkontrol sebagai berikut:

 Lahan yang luas akan tertutup oleh sampah dan tidak dapat digunakan
untuk tujuan lain
 Cairan yang dihasilkan akibat proses penguraian (leachate) dapat
mencemari sumber air
 Sungai dan pipa air minum mungkin teracuni karena bereaksi dengan
zat-zat atau polutan sampah
 Penyumbatan badan air
 Merupakan tempat yang menarik bagi berbagai binatang (tikus, anjing
liar)
 Merupakan sumber dan tempat perkembangbiakan organisme
penyebar penyakit
 Gas yang dihasilkan dalam peroses penguraian akan terperangkap
dalam tumpukan sampah dpat menimbulkan ledakan jika mencapai
kadar dan tekanan tertentu.

5. Sistem Waste Recycle (Daur Ulang)

Pada sistem waste recycling, prosesnya melibatkan khalayak ramai


karena sampah harus dipisahkan sesuai jenisnya. Pemisahan dimulai dari
lingkungan rumah masing-masing berupa sampah garbage dan sampah
rubbish. Kemudian sampah diangkat ke pabrik daur ulang. Daur ulang
merupakan proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari
sampah untuk dipakai kembali. Ada dua cara daur ulang, yaitu mengambil
bahan sampah untuk diproses kembali dan mengambil kalori dari bahan
yang bisa dibakar untuk digunakan sebagai pembangkit listrik. Ada
beberapa macam metode baru daur ulang, yaitu:

a. Pengolahan kembali secara fisik


Cara kerja metode ini adalah mengumpulkan dan menggunakan
kembali sampah yang dibuang. Pengumpulan bisa dilakukan dari
sampah yang sudah dipisahkan sejak awal (kotak sampah/kendaraan
sampah khusus) atau dari sampah yang sudah tercampur. Sampah yang
bisa dikumpulkan adalah kaleng minuman yang terbuat dari
alumunium, kaleng baja makanan/ minuman, botol kaca, kertas karton,
Koran, majalah, kardus, plastic seperti PVC, LDPE, PP, dan PS.
Namun, mendaur ulang produk yang kompleks seperti komputer atau
mobil lebih susah, karena bagian-bagiannya harus diurai dan
dikelompokkan menurut jenis bahannya terlebih dahulu.

b. Pengolahan biologis (pengomposan).


Material sampah (organik) seperti zat tanaman, sisa makanan, atau
kertas dapat diolah dengan memakai proses biologis untuk kompos
atau lebih dikenal dengan istilah pengomposan. Hasil dari
pengomposan ini berupa kompos yang bisa digunakan sebagai pupuk
dan gas metana yang dapat dipakai untuk membangkitkan listrik.
Contoh pengelolaan sampah yang menggunakan teknik
pengomposan adalah green bin program (program tong hijau) yang
terletak di daerahToronto, Kanada. Dalam sistem pengomposan ini
seperti sampah organik rumah tangga, seperti sampah dapur dan
potongan tanaman, dikumpulkan di kantong khusus untuk
dikomposkan.

c. Pemulihan energi (waste to energy)


Kandungan energi yang terkandung dalam sampah dapat diambil
langsung dengan cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak
langung dengan car mengolahnya menjadi bahan bakar tipe lain. Daur
ulang melalui cara pemulihan energi bervariasi, mulai dari
menggunakannya sebagai bahan bakar memasak atau memanaskan
sampai dapat dipakai untuk memanaskan boiler yang menghasilkan
uap dan listrik dari turbin generator. Pirolisis dan gasifikasi adalah
dua bentuk proses perlakuan panas yang berhubungan, yaitu sampah
dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses
ini biasanya dilakukan di dalam wadah tertutup dengan tekanan tinggi.
Pirolisis ini mengolah sampah padat menjadi produk sampah
berbentuk padat, gas, dan cair. Produk cair dan gas bisa dibakar untuk
menghasilkan energi atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan
sisa selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif.
Gasifikasi dan gasifikasi busur plasma yang canggih dipakai untuk
mengonversi material organik langsung menjadi gas sintetis (campuran
antara karbon monoksida dan hydrogen). Gas ini kemudian dibakar
untuk menghasilkan listrik dan uap.
Proses daur ulang sampah berbentuk rubbish (sampah kering)
adalah diolah, dipecah, dilebur, dan dipadatkan menjadi bahan mentah
yang siap dijual kembali ke pabrik lain. Sementara untuk sampah
garbage (sampah basah) diolah untuk dijadikan kompos. Kelemahan
daur ulang adalah sistem ini merupakan alternatif pengolahan sampah
yang sangat mahal. Namun, jika dipertimbangkan terhadap keramahan
lingkungannya seperti polusi udara, polusi lingkungan, transportasi,
lahan/ lokasi TPA maka sistem ini merupakan sistem yang murah. Di
negara maju sperti USA terdapat undang-undang untuk melindungi
hasil duar ulang ini agar konsumen mau memakai hasil daur ulang
tersebut.
E. Kapasitas Sampah
1. Pewadahan Sampah, Pengumpulan, dan Pengangkutan Sampah

Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah


sebelum dikumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat
pembuangan akhir.

Tujuan utama dari pewadahan adalah :

a. Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga


mengganggu lingkungan dari kesehatan, kebersihan dan estetika
b. Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan
petugas pengumpulan sampah, baik petugas kota maupun dari lingkungan
setempat.

Dalam operasi pengumpulan sampah, masalah pewadahan


memegang peranan yang amat penting. Oleh sebab itu tempat sampah
adalah menjadi tanggung jawab individu yang menghasilkan sampah
(sumber sampah), sehingga tiap sumber sampah seyogyanya mempunyai
wadah/tempat sampah sendiri. Tempat penyimpanan sampah pada sumber
diperlukan untuk menampung sampah yang dihasilkannya agar tidak
tercecer atau berserakan. Volumenya tergantung kepada jumlah sampah
perhari yang dihasilkan oleh tiap sumber sampah dan frekuensi serta pola
pengumpulan yang dilakukan.

Untuk sampah komunal perlu diketahui/diperkirakan juga jumlah


sumber sampah yang akan memanfaatkan wadah komunal secara bersama
serta jumlah hari kerja instansi pengelola kebersihan perminggunya. Bila
hari kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, kapasita penampungan komunal
tersebut harus mampu menampung sampah yang dihasilkan pada hari
minggu. Perhitungan kapasitasnya adalah jumlah sampah perminggu (7
hari) dibagi 6 (jumlah hari kerja perminggu).

2. Permasalahan

Kapasitas, bentuk dan jenis bahan, pola pengumpulan mempunyai


kaitan yang sangat erat satu dengan lainnya. Wadah sampah yang tidak
sesuai akan dapat menghambat proses pengumpulan dan pengangkutan
sampah khususnya waktu yang diperlukan dalam pembuangan sampah.

Pembuatan sampah dengan tenaga manusia memerlukan wadah


sampah yang berbeda dari pembuatan secara mekanis.

Pada banyak lokasi perumahan-perumahan sering dijumpai


kecenderungan pemilik rumah membuat bak-bak sampah permanen dari
pasangan bata. Seperti diketahui, bahwa bak sampah permanen
menghambat kecepatan operasi petugas pengumpul. Selain itu bak sampah
permanen relatif lebih sulit dikontrol tingkat kebersihannya serta segi
estetikanya juga kurang baik.

Agar tempat sampah ini dapat menunjang keberhasilan


pengumpulan sampah, perlu didisain sedemikian sehingga cukup ringan
dan memudahkan petugas kebersihan untuk mengambil/memindahkan
sampahnya kedalam peralatan pengumpulan, cukup hygeniis dalam arti
mengurangi kemungkinan kontak langsung antara sampah dengan petugas,
tertutup untuk menghindari lalat serta bau, tahan lama, relatif cukup murah
serta memperhatikan unsur estetika.

Wadah penyimpanan sampah tersebut ditempatkan sedemikian rupa,


sehingga memudahkan bagi para petugas untuk mengambilnya dengan cepat.

a. Jenis Peralatan dan Kapasitas

Tabel 2.5 Jenis Peralatan dan Kapasitas

Sumber Sampah Jenis Peralatan


Daerah Perumahan a. Kantong plastik/ kertas
yang sudah teratur/ b. Bin plastik/ tong volume 40-60 lt. dengan
belum teratur tutup
a. Bin/ tong sampah volume 50-60 lt. yang
dipasang secara permanen
b. Bin/ plastik, volume 120-240 lt. dengan
Pasar
tutupnya dan memakai roda
c. Gerobak sampah volume 1 m3
d. Container dari Arm roll kapasitas 6-10 m3
a. Kantong plastik volume bervariasi
Pertokoan b. Bin plastik/ tong, volume 50-60 lt.
c. Bin plastik volume 120-240 lt. dengan roda
a. Container volume 1 m3 dengan roda
Perkantoran/ Hotel
b. Container besar volume 6-10 m3
a. Bin plastik/ yong volume 50-60 lt., yang
Tempat Umum, Jalan,
dipasang secara permanen
Taman
b. Bin plastik volume 120-240 lt. dengan roda
F. Perhitungan Kapasitas dan Jumlah Pewadahan Sampah

Penetapan kapasitas (ukuran/volume) pewadahan sampah biasanya


ditentukan berdasarkan :

a. Jumlah penghuni dalam suatu rumah


b. Tingkat hidup masyarakat
c. Frekuensi pengambilan/ pengumpulan sampah
d. Cara pengumpulan (manual atau mekanis)
e. Sistem pelayanan, individual, atau komunal

Dibawah ini diberikan beberapa contoh perhitungan kebutuhan


peralatan untuk penduduk kota dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa dan
tingkat pelayanannya 60 %.

f. Laju timbulan sampah 3 lt/orang/hari, tiap rumah tangga mempunyai


anggota keluarga 6 jiwa, frekuensi pelayanan 2 hari sekali (3 kali
perminggu )
g. Jumlah penduduk kota 150.000 jiwa, dengan tingkat pelayanan 60 %. Jadi
jumlah penduduk yang akan dilayanai = 60 x 150.000 jiwa = 90.000 jiwa.
h. Setiap rumah tangga mempunyai anggota keluarga 6 jiwa, maka
kebutuhan tong sampah untuk rumah tangga = 90.000 / 6   =  15.000 buah
i. Tempat sampah ini harus disediakan sendiri, namun untuk mempercepat
proses pengosongan oleh petugas maupun untuk kesehatan petugas, waktu
proses pengumpulan sampah serta keindahan, tempat sampah tersebut
dapat distandarisasi.
j. Frekuensi pelayanan diberikan setiap 2 hari sekali dan setiap orang
menghasilkan 3 liter sampah perhari, maka dalam 2 hari setiap rumah
tangga menghasilkan sampah sebanyak = 2 x 6 x 3 liter = 36 liter. Volume
tong sampah dibulatkan = 40 liter. Bila frekuensi pelayanan 3 hari sekali,
volume tong sampah = 3 x 6 x 3 liter = 54 liter, dibulatkan 60 liter.

1. Timbulan Sampah
Timbulan sampah (volume sampah atau berat sampah yang dihasilkan dari
jenis sumber sampah di wilayah tertentu per satuan waktu) dari masing-masing
sumber sampah bervariasi satu dengan yang lain, seperti terlihat dalam standar
pada Tabel 2.6. Data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah
merupakan hal yang sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan
persampahan di suatu wilayah. Jumlah timbulan sampah ini biasanya akan
berhubungan dengan elemen-elemen pengelolaan sepertI:

− Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpulan, dan pengangkutan

− Perencanaan rute pengangkutan

− Fasilitas untuk daur ulang

− Luas dan jenis TPA.

Timbulan sampah bisa dinyatakan dengan satuan volume atau satuan


berat. Jika digunakan satuan volume, derajat pewadahan (densitas sampah) harus
dicantumkan. Oleh karena itu, lebih baik digunakan satuan berat karena
ketelitiannya lebih tinggi dan tidak perlu memperhatikan derajat pemadatan.
Timbulan sampah ini dinyatakan sebagai :

− Satuan berat: kg/o/hari, kg/m2 /hari, kg/bed/hari, dan sebagainya

− Satuan volume: L/o/hari, L/m2 /hari, L/bed/hari, dan sebagainya.

Di Indonesia umumnya menerapkan satuan volume. Penggunaan satuan


volume dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi karena terdapat faktor
kompaksi yang harus diperhitungkan. Sebagai ilustrasi, 10 unit wadah yang berisi
air masing-masing 100 liter, bila air tersebut disatukan dalam wadah yang besar,
maka akan tetap berisi 1000 liter air. Namun 10 unit wadah yang berisi sampah
100 liter, bila sampah tersebut disatukan dalam sebuah wadah, maka volume
sampah akan berkurang karena mengalami kompaksi. Berat sampah akan tetap.
Terdapat faktor kompaksi yaitu densitas.
Tabel 2.6 Besarnya timbulan sampah berdasarkan sumbernya

Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari,


antara satu daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara
lainnya. Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain ]:

− Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya

− Tingkat hidup: makin tinggi tingkat hidup masyarakat, makin besar timbulan
sampahnya

− Musim: di negara Barat, timbulan sampah akan mencapai angka minimum pada
musim panas

− Cara hidup dan mobilitas penduduk

− Iklim: di negara Barat, debu hasil pembakaran alat pemanas akan bertambah
pada musim dingin

− Cara penanganan makanannya.

Beberapa studi memberikan angka timbulan sampah kota di Indonesia


berkisar antara 2-3 liter/orang/hari dengan densitas 200-300 kg/m3 dan komposisi
sampah organik 70-80%. Menurut SNI 19-3964-1994, bila pengamatan lapangan
belum tersedia, maka untuk menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka
timbulan sampah sebagai berikut:

− Satuan timbulan sampah kota besar = 2 – 2,5 L/orang/hari, atau = 0,4 – 0,5
kg/orang/hari
− Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil = 1,5 – 2 L/orang/hari, atau = 0,3 –
0,4 kg/orang/hari

Karena timbulan sampah dari sebuah kota sebagian besar berasal dari
rumah tangga, maka untuk perhitungan secara cepat satuan timbulan sampah
tersebut dapat dianggap sudah meliputi sampah yang ditimbulkan oleh setiap
orang dalam berbagai kegiatan dan berbagai lokasi, baik saat di rumah, jalan,
pasar, hotel, taman, kantor dsb. Namun tambah besar sebuah kota, maka tambah
mengecil porsi sampah dari permukiman, dan tambah membesar porsi sampah
non-permukiman, sehingga asumsi tersebut di atas perlu penyesuaian, seperti
contoh di bawah ini.

Contoh : Jumlah penduduk sebuah kota = 1 juta orang. Bila satuan


timbulan sampah = 2,5 L/orang/hari atau 0,5 kg/orang/hari, maka jumlah sampah
dari permukiman adalah = (2,5x1.000.000/1000) m3 /hari = 2500 m3 /hari atau
setara dengan 500 ton/hari. Bila jumlah sampah dari sektor non-permukiman
dianggap = 1250 m3 /hari, atau setara dengan 250 ton/hari, maka total sampah
yang dihasilkan dari kota tersebut = 4000 m3 /hari, atau = 750 ton/hari. Bila
dikonversi terhadap total penduduk, maka kota tersebut dapat dinyatakan
menghasilkan timbulan sampah sebesar (4000 m3 /hari : 1 juta orang) atau = 4
L/orang/hari, yang merupakan satuan timbulan ekivalensi penduduk.

2. Metode Pengukuran

Timbulan sampah yang dihasilkan dari sebuah kota dapat diperoleh


dengan survey pengukuran atau analisa langsung di lapangan, yaitu:

a. Mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah


tangga dan nonrumah tanga) yang ditentukan secara randomproporsional di
sumber selama 8 hari berturutturut (SNI 19-3964-1995 dan SNI M 36-1991-
03)

b. Load-count analysis: mengukur jumlah (berat dan/atau volume) sampah yang


masuk ke TPS, misalnya diangkut dengan gerobak, selama 8 hari berturut-
turut. Dengan melacak jumlah dan jenis penghasil sampah yang dilayani oleh
gerobak yang mengumpulkan sampah tersebut, akan diperoleh satuan timbulan
sampah per-ekivalensi penduduk

c. Weigh-volume analysis: bila tersedia jembatan timbang, maka jumlah sampah


yang masuk ke fasilitas penerima sampah akan dapat diketahui dengan mudah
dari waktu ke waktu. Jumlah sampah sampah harian kemudian digabung
dengan perkiraan area yang layanan, dimana data penduduk dan sarana umum
terlayani dapat dicari, maka akan diperoleh satuan timbulan sampah per-
ekuivalensi penduduk

d. Material balance analysis: merupakan analisa yang lebih mendasar, dengan


menganalisa secara cermat aliran bahan masuk, aliran bahan yang hilang dalam
system, dan aliran bahan yang menjadi sampah dari sebuah sistem yang
ditentukan batas-batasnya (system boundary)

Dalam survey, frekuensi pengambilan sampel sebaiknya dilakukan selama


8 (delapan) hari berturut-turut guna menggambarkan fluktuasi harian yang ada.
Dilanjutkan dengan kegiatan bulanan guna menggambarkan fluktuasi dalam satu
tahun. Penerapan yang dilaksanakan di Indonesia biasanya telah disederhanakan,
seperti:

− Hanya dilakukan 1 hari saja

− Dilakukan dalam seminggu, tetapi pengambilan sampel setiap 2 atau 3 hari

− Dilakukan dalam 8 hari berturut-turut.

Metode yang umum digunakan untuk menentukan kuantitas total sampah


yang akan dikumpulkan dan dibuang adalah sebagai berikut:

− Rata-rata angkutan per hari dikalikan volume rata-rata pengangkutan dan


dikonversikan ke satuan berat dengan menggunakan densitas rata-rata yang
diperoleh melalui sampling

− Mengukur berat sampel di dalam kendaraan angkut dengan menggunakan


jembatan timbang, kemudian rata-ratanya dikalikan dengan total angkutan per
hari
− Mengukur berat setiap angkutan di jembatan timbang di TPA.

Jumlah sampah yang sampai di TPA sulit untuk dijadikan indikasi yang
akurat mengenai timbulan sampah yang sebenarnya di sumber. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya kehilangan sampah di setiap tahapan proses operasional
pengelolaan sampah tersebut, terutama karena adanya aktivitas pemulungan atau
pemilahan sampah.

Untuk keperluan tertentu, misalnya menentukan volume yang dibutuhkan


untuk pewadahan sampah atau menentukan potensi daur ulang, perlu diupayakan
untuk mengukur jumlah sampah di sumber. Hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan sampling sampah langsung di sumbernya. Karena aktivitas domestik
bervariasi dari hari ke hari dengan siklus mingguan, sampling sampah di sumber
harus dilaksanakan selama satu minggu (umumnya 8 hari berturut-turut).

Penentuan jumlah sampel yang biasa digunakan dalam analisis timbulan


sampah adalah adalah dengan pendekatan statistika, yaitu:

a. Metode Stratified Random Sampling: yang biasanya didasarkan pada komposisi


pendapatan penduduk setempat, dengan anggapan bahwa kuantitas dan kualitas
sampah dipengaruhi oleh tingkat kehidupan masyarakat.

b. Jumlah sampel minimum: ditaksir berdasarkan berapa perbedaan yang bisa


diterima antara yang ditaksir dengan penaksir, berapa derajat kepercayaan yang
diinginkan, dan berapa derajat kepercayaan yang bisa diterima.

c. Pendekatan praktis: dapat dilakukan dengan pengambilan sampel sampah


berdasarkan atas jumlah minimum sampel yang dibutuhkan untuk penentuan
komposisi sampah, yaitu minimum 500 liter atau sekitar 200 kg. Biasanya
sampling dilakukan di TPS atau pada gerobak yang diketahui sumber
sampahnya.

Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi


sampah di Indonesia biasanya dilaksanakan berdasarkan SNI M 36- 1991-03 [22].
Penentuan jumlah sampel sampah yang akan diambil dapat menggunakan formula
berikut:
a. Bila jumlah penduduk ≤ 106 jiwa

Keterangan:
Ps= jumlah penduduk bila ≤ 106 jiwa
Cd = koefisien
Cd = 1 bila kepadatan penduduk normal.
Cd < 1 bila kepadatan penduduk jarang.
Cd >1 bila kepadatan penduduk padat.
b. Bila jumlah penduduk > 106 jiwa

Untuk memprediksi timbulan sampah dapat


digunakan persamaan sebagai berikut:

dengan

dimana:

Qn : timbulan sampah pada n tahun mendatang.


Qt : timbulan sampah pada tahun awal perhitungan.
Cs : peningkatan/pertumbuhan kota.
Ci : laju pertumbuhan sektor industri.
Cp : laju pertumbuhan sektor pertanian.
Cqn : laju peningkatan pendapatan per kapita.

P : laju pertumbuhan penduduk.


PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya,


dapat disimpulkan bahwa barang atau benda yang dibuang karena sudah tidak
dipakai lagi. Sampah dihasilkan dari aktivitas yang dilaksanakan di bangunan-
bangunan, khususnya bangunan yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan tertentu,
misalnya seperti rumah tangga, pabrik, hotel, restoran, rumah sakit, supermarket,
dan lainnya. Untuk menangani sampah yang dihasilkan, diperlukan suatu sistem
pengolahan sampah. Setiap bangunan memiliki sistemnya masing-masing, mulai
dari pemilahan, sampai dengan pembuangan akhir di TPA/ dimusnahkan.
Beberapa sampah juga dapat didaur ulang untuk dimanfaatkan menjadi barang
baru yang dapat dipakai kembali.

Selain sistemnya, peletakan dari bak sampah juga diperhitungan sebaik


mungkin, agar mudah untuk diangkut/ dipindahkan, dan agar tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari. Pada bangunan dengan fungsi berbeda memiliki sistem
pengolahan sampah yang berbeda pula seperti sistem sampah pada bangunan
bertingkat lebih dari 2 dengan mengunakan sistem shaft pada bangunan tersebut.
Setiap bak sampah memiliki kapasitasnya masing-masing, sesuai dengan sumber
dari pengahsil sampah tersebut. Hal ini bertujuan untuk menghindari kelebihan
muatan sampah yang ditampung di bak sampah.

B. Saran

Untuk mendukung aktivitas para civitas, agar fungsi bangunan nantinya


akan berjalan dengan baik sistem utilitas pada bangunan tersebut harus
diperhatikan dengan baik, salah satunya yaitu sistem sampah. Penting bagi kita
semua untuk mengetahui dan memahami sistem sampah yang ada pada bangunan,
cara pengelolaannya, serta dampak yang diakibatkan oleh sampah-sampah yang
ada pada bangunan. Sehingga nantinya, tercipta bangunan dengan lingkungan
yang bersih, sehat dan terciptanya keamanan serta kenyamanan tersendiri pada
bangunan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Theresia, Shirley. 2014. Utilitas Bangunan Modul Plumbing. Bandung: Griya


Kreasi
Dwi Tangoro. 2010. Utilitas Bangunan. Jakarta: Universitas Indonesia
Yulesta Putra. 2004. Pengelolaan Limbah Rumah Tangga (Upaya Pendekatan
dalam Arsitektur). Sumatera Utara dapat diakses
library.usu.ac.id/download//ft/arsitektur-yulesta.pdf
https://leumburkuring.files.wordpress.com/2012//05/sni-03-1733-2004-tata-cara-
perencanaan-lingkungan.pdf
https://ciptakarya.pu.go.id/plp/upload/peraturan/SNI-3242-
2008_Tata_Cara_Pengelolaan_Sampah_di_Permukiman.pdf
http://www.unitech-ikk.com/catalogues/garbage.pdf
https://id.scribd.com/mobile/doc/138350728/Sanitary-
Landfill#close_user_settings_menu
http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/08/bagian-2.pdf
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/371933162?
extension=pdf&ft=1585577946&lt=1585581556&user_id=450487914&u
ahk=f3AZQ1P0f2mR8U6BKHcImqn61uw

Anda mungkin juga menyukai