PENDAHULUAN
Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai
tempat untuk menampung produksi urine dan sebagai fungsi ekskresi. Fungsi buli-
buli normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistim saraf otonomi dan
somatik. Jaras neural yang terdiri dari berbagai refleks fungsi destrusor dan sfingter
meluas dari lobus frontalis ke medula spinalis bagian sakral, sehingga penyebab
neurogenik dari gangguan buli-buli dapat diakibatkan oleh lesi pada berbagai derajat.3
Retensio Urine merupakan suatu keadaan darurat urologi yang paling sering
ditemukan dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Retensio Urine adalah
ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urine yang terkumpul di dalam buli-
buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui.1,3,7
Salah satu penyebab retensio urine adalah Benign Prostat Hyperplasia (BPH).
BPH merupakan penyakit yang sering diderita pada pria. Bila mengalami
pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan
terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Penyebab hyperplasia prostate erat
kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron dan proses aging (penuaan).1
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 BULI-BULI
Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang
saling beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan
otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa buli-buli terdiri
atas sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa pada pelvis renalis, ureter,
dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus uretra
internum membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum.1
3. Permukaan posterior
2
Sumber : Smith’s, 2008
Gambar 2.1. Anatomi dan hubungan dari ureter, buli-buli, prostat,
vesika seminalis, dan vas deferens (tampak depan).
Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat
penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Buli-buli yang
terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan menyebabkan aktivasi
pusat miksi di medula spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan
kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi sfingter uretra
sehingga terjadilah proses miksi.1
2.1.2 URETRA
3
terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem
somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing
sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa
kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan
hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria.1
4
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis. Uretra anterior terdiri atas (1) pars bulbosa, (2) pars pendularis, (3) pars
navikularis, dan (4) meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat
beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reporoduksi, yaitu kelenjar
Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis dan bermuara di uretra pars bulbosa,
serta kelenjar Littre yaitu kelenjar Parauretralis yang bermuara di uretra pars
pendularis.
3 PROSTAT
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli,
di depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri
dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram.1
Prostat terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam
beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona
preprostatik sfingter, dan zona anterior. Secara histopatologik, prostat terdiri atas
komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos,
fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.2
5
Sumber : Smith’s, 2008
Gambar 2.3. Anatomi kelenjar prostat
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume ejakulat.1
6
fasilitasi aktifitas otot lurik dari sfingter uretra, sehingga tekanan uretra lebih tinggi
dibandingkan tekanan intravesikal dan urine tidak mengalir keluar.3
Pada orang dewasa yang normal, rangsangan untuk berkemih timbul dari
distensi buli-buli yang sinyalnya diperoleh dari aferen yang bersifat sensitif terhadap
regangan. Mekanisme normal dari berkemih volunter tidak diketahui dengan jelas
tetapi diperoleh dari relaksasi otot lurik dari sfingter uretra dan otot dasar pelvis yang
diikuti dengan kontraksi buli-buli. Inhibisi tonus simpatis pada leher buli-buli juga
ditemukan sehingga tekanan intravesikal diatas/melebihi tekanan intra uretral dan
urine akan keluar. Pengosongan buli-buli yang lengkap tergantung dari refleks yang
menghambat aktifitas sfingter dan mempertahankan kontraksi detrusor selama
berkemih.3
7
BAB III
3.1 Definisi
buang air kecil, pancaran lemah, pelan atau aliran terputus-putus, perasaan tidak
tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan penekanan pada suprapubik untuk
mengosongkannya.1
3.2 Etiologi
Adapun penyebab dari penyakit retensio urine dapat dibagi menurut letaknya
yang adalah sebagai berikut:1
Beberapa bagian system saraf yang mungkin terlibat diantaranya otak, pons,
medula spinalis dan saraf perifer. Sebuah kondisi disfungsi menghasilkan gejala yang
berbeda, berkisar antara retensio urin akut hingga overaktivitas kandung kemih atau
8
dengan gejala ketidaklancaran yang mendesak, sedangkan sfingter tidak beraktifitas
Lesi otak
Lesi otak diatas pons merusak pusat kontrol, menyebabkan hilangnya kontrol
ekskresi secara keseluruhan. Refleks ekskresi traktus urinarius bagian bawah, refleks
ekskresi primitif tetap utuh. Beberapa individu mengeluhkan ketidakmampuan
mengendalikan eksresi yang parah, atau spastic buli-buli. Pengosongan buli-buli yang
terlalu cepat atu terlalu sering, dengan kuantitas yang rendah, dan pengisian urin di
buli-buli menjadi sulit. Contoh lesi otaknya stroke, tumor otak, parkinson.
Hidrosepalus, cerebral palsy, dan Shy-Drager syndrome juga dapat menyebabkan hal
tersebut.6
Penyakit atau cidera medula spinalis diantara pons dan sakral menghasilkan
spastik buli-buli atau overaktif buli-buli. Orang dengan paraplegic atau quadriplegic
memiliki lower extremity spasticity. Awalnya, setelah trauma medula spinalis,
individu masuk kedalam fase shock spinal dimana sistem saraf berhenti. Setelah 6-12
minggu, sistem saraf aktif kembali. Ketika sistem saraf aktif kembali, menyebabkan
hiperstimulasi organ yang terlibat.6
Cedera sakral
Cedera pada medula sakrum dan akar saraf yang keluar dari sakrum mungkin
mencegah terjadinya pengosongan buli-buli. Jika terjadi sensorik buli-buli
neurogenik, seseorang tidak akan tahu kapan buli-buli nya penuh. Pada kasus motorik
buli-buli neuriogenik, seseorang mungkin merasakan buli-buli penuh, namun otot
detrusor tidak bereaksi, hal ini disebut detrusor arefleksia.6
9
2. Vesikal
- Retensio urien covert (volume residu urin>150 ml pada hari pertama post
partum tanpa gejala klinis) Retensio urine post partum yang tidak terdeteksi
(covert) oleh pemeriksa. Bentuk yang retensoi urine covert dapat
diidentifikasikan sebagai peningkatkan residu setelah berkemih spontan yang
dapat dinilai dengan bantuan USG atau drainase buli-buli dengan kateterisasi.
Wanita dengan volume residu setelah buang air kecil ≥ 150 ml dan tidak
terdapat gejala klinis retensio urine, termasuk pada kategori ini.
- Retensio urine overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis).
Retensio urine post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah ketidak-
mampuan berkemih secara spontan setelah 6 jam proses persalinan.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya retensio urine post partum,
yaitu :8
1. Trauma Intrapartum
Trauma intrapartum merupakan penyebab utama terjadinya retensio urine,
dimana terdapat trauma pada uretra dan buli-buli. Hal ini terjadi karena adanya
penekanan yang cukup berat dan berlangsung lama terhadap uretra dan buli-buli
oleh kepala janin yang memasuki rongga panggul, sehingga dapat terjadi perlukaan
jaringan, edema mukosa buli-buli dan ekstravasasi darah di dalamnya. Trauma
traktus genitalis dapat menimbulkan hematom yang luas dan meyebabkan retensio
urine post partum.8
10
Hal ini terjadi apabila pasien postpartum tersebut merasa ketakutan akan
timbul perih dan sakit jika urinenya mengenai luka episiotomi sewaktu berkemih.
Gangguan ini bersifat sementara.8
3. Hipotonia selama masa kehamilan dan nifas
Tonus otot otot (otot detrusor) buli-buli sejak hamil dan post partum tejadi
penurunan karena pengaruh hormonal ataupun pengaruh obat-obatan anestesia
pada persalinan yang menggunakan anestesi epidural.
4. Posisi tidur telentang pada masa intrapartum membuat ibu sulit berkemih
spontan.
b. Atoni pada pasien DM atau penyakit neurologis.
3. Infravesikal
11
a. Pembesaran prostate.
Karsinoma buli-buli yang masih dini merupakan tumor superficial. Tumor ini
lama kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propria, otot, dan lemak
perivesika yang kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitarnya. Di samping itu
tumor dapat menyebar secara limfogen maupun hematogen. Penyebaran limfogen
menuju kelenjar limfe perivesika, obturator, iliaka eksterna, dan iliaka komunis,
sedangkan penyebaran hematogen paling sering ke hapar, paru dan tulang.1
c. Striktura uretra
12
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan
terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatrik pada lumen uretra akan
menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensio urine.1,7
d. Batu
Batu biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli-buli kemudian
masuk ke uretra. Batu sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan berkemih
atau terdapat benda asing di buli-buli. Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam
waktu lama, adanya benda asing lain secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam buli-
buli seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli.1,7
e. Fimosis.
3.3 Patofisiologi
13
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan buli-buli. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot buli-buli dalam hal penyimpanan dan
pengeluaran urine dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik.1,2,4,7
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan
otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen
kolinergik.
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin berkemih yang hebat disertai
mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor lainnya
seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.1,2,4,7
14
BAB IV
15
4.1.5 Prosedur
4.2 Kateterisasi
16
1. Kateterisasi pada wanita dewasa untuk memperoleh contoh urine guna
pemeriksaan kultur urine.
2. Mengukur residu (sisa) urine yang dikerjakan sesaat setelah pasien selesai
berkemih.
3. Memasukkan bahan kontras untuk pemeriksaan radiologi, antara lain : Sistografi
atau pemeriksaan adanya refluks vesiko-ureter melalui pemeriksaan voiding cysto-
urethrography (VCUG).
4. Pemeriksaan urodinamik untuk menentukan tekanan intravesika.
5. Untuk menilai produksi urine pada saat dan setelah operasi besar.
4.2.2 Indikasi kateterisasi
1. Mengeluarkan urine dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal, baik yang
disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan darah) yang
menyumbat uretra.
2. Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli.
3. Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu pada
operasi prostatektomi, vesikolitektomi.
4. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi uretra.
5. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik untuk
buli-buli.
4.2.3 Kontraindikasi kateterisasi
1. Ruptur uretra,
2. Ruptur buli-buli
17
4.2.4 Tindakan Kateterisasi
a. Pada wanita
b. Pada pria
Teknik kateterisasi pada pria adalah sebagai berikut;1
1. Setelah dilakukan desinfeksi pada penis dan daerah sekitarnya, daerah genitalia
dipersempit dengan kain steril.
2. Kateter yang telah diolesi dengan pelicin / jelly dimasukkan ke dalam orifisium
uretra eksterna.
3. Pelan-pelan kateter didorong masuk dan kira-kira pada daerah daerah sfingter
uretra eksterna akan terasa tahanan; pasien diperintahkan untuk mengambil nafas
dalam supaya sfingter uretra eksterna menjadi lebih relaks. Kateter terus didorong
hingga masuk ke buli-buli yang ditandai dengan keluarnya urine dari lubang
kateter.
4. Kateter terus didorong masuk ke buli-buli hingga percabangan kateter menyentuh
meatus uretra eksterna.
5. Balon kateter dikembangkan dengan 5-10 ml air steril.
6. Jika diperlukan kateter menetap, kateter dihubungkan dengan pipa penampung
(urinbag).
7. Kateter difiksasi dengan plester di daerah inguinal atau paha bagian proksimal.
18
4.3 Kateterisasi Suprapubik
19
8. Kateter Foley (ukuran tergantung alat trokar yang digunakan). Jika
mempergunakan alat trokar konvensional, harus disediakan kateter Naso-
gastrik(NG tube) no. 12.
9. Kantong penampung urine (urinebag).
Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan alat
trokar.
20
3. Injeksi (infiltrasi) anestesi lokal dengan Lidokain 2% mulai dari kulit, subkutis
hingga ke fasia.
4. Insisi kulit suprapubik di garis tengah pada tempat yang paling cembung + 1 cm,
kemudian diperdalam sampai ke fasia.
5. Dilakukan pungsi percobaan melalui tempat insisi dengan semprit 10 cc untuk
memastikan tempat kedudukan buli-buli.
6. Alat trokar ditusukkan melalui luka operasi hingga terasa hilangnya tahanan dari
fasia dan otot-otot detrusor.
7. Alat obturator dibuka dan jika alat itu sudah masuk ke dalam buli-buli akan
keluar urine memancar melalui sheath trokar.
8. Selanjutnya bagian alat trokar yang berfungsi sebagai obturator (penusuk) dan
sheath dikeluarkan melalui buli-buli sedangkan bagian slot kateter setengah
lingkaran tetap ditinggalkan.
9. Kateter Foley dimasukkan melalui penuntun slot kateter setengah lingkaran,
kemudian balon dikembangkan dengan memakai aquadest 10 cc. Setelah balon
dipastikan berada di buli-buli, slot kateter setengah lingkaran dikeluarkan dari
buli-buli dan kateter dihubungkan dengan kantong penampung urin (urinbag).
10. Kateter difiksasikan pada kulit dengan benang sutra dan luka operasi ditutup
dengan kain kasa steril.
21
Sumber : Basuki, 2012
Gambar 4.2. Menusukkan alat trokar ke dalam buli-buli
22
Jika tidak tersedia alat trokar dari Campbell, dapat pula digunakan alat trokar
konvensional, hanya saja pada langkah ke-8, karena alat ini tidak dilengkapi dengan
slot kateter setengah lingkaran maka kateter yang digunakan adalah NG tube nomer
12 F. Kateter ini setelah dimasukkan ke dalam buli-buli pangkalnya harus dipotong
untuk mengeluarkan alat trokar dari buli-buli.
4.4.1 Penyulit
Beberapa penyulit yang mungkin terjadi pada saat tindakan maupun setelah
pemasangan kateter sistotomi adalah:1
23
4.6 Penatalaksanaan Benigna prostate Hyperplasia
24
Pasien yang datang dengan retensi urin, secepatnya dilakukan sistostomi
suprapubik untuk mengeluarkan urin, jika dijumpai abses periuretra dilakukan insisi
dan pemberian antibiotika.1
1. Bougie (Dilatasi)
Bougie bengkok merupakan satu batang logam yang ditekuk sesuai dengan
kelengkungan uretra pria; bougie lurus, yang juga terbuat dari logam, mempunyai
ujung yang tumpul dan umumnya hanya sedikit melengkung; bougie filiformis
mempunyai diameter yang lebih kecil dan terbuat dari bahan yang lebih lunak.
Dilatasi dengan bougie logam yang dilakukan secara hati-hati. Tindakan yang
kasar tambah akan merusak uretra sehingga menimbulkan luka baru yang pada
akhirnya menimbulkan striktur lagi yang lebih berat. Penyulit dapat mencakup
trauma dengan perdarahan dan bahkan dengan pembentukan jalan yang salah
(false passage).1
2. Uretrotomi interna
Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan alat endoskopi yang memotong
jaringan sikatriks uretra dengan pisau Otis atau dengan pisau Sachse, laser atau
elektrokoter. Otis uretrotomi dikerjakan pada striktur uretra anterior terutama
bagian distal dari pendulans uretra dan fossa navicularis, otis uretrotomi juga
dilakukan pada wanita dengan striktur uretra.
Indikasi untuk melakukan bedah endoskopi dengan alat Sachse adalah striktur
uretra anterior atau posterior masih ada lumen walaupun kecil dan panjang tidak
lebih dari 2 cm serta tidak ada fistel, kateter dipasang selama 2-3 hari pasca
tindakan.1
3. Uretrotomi eksterna
Tindakan operasi terbuka berupa pemotongan jaringan fibrosis kemudian
dilakukan anastomosis end-to-enddi antara jaringan uretra yang masih sehat, cara
ini tidak dapat dilakukan bila daerah strikur lebih dari 1 cm.1
25
1. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Merupakan tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan, pada tindakan ini
digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan melalui tubuh untuk
memecah batu. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proximal, atau
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran
kemih.1
2. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukan langsung
kedalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukan melalui uretra atau melalui
insisi kecil pada kulit (perkutan). Beberapa tindakan endourologi tersebut
adalah:1
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha mengeluarkan batu
yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke
sistem kalies melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah
terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
b. Litotripsi adalah memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli.
KESIMPULAN
26
Adapun yang dapat di simpulkan dalam referat penyebab retensio urine dan
penanganannya adalah sebagai berikut:
1. Traktus urinarius bagian bawah memiliki dua fungsi utama, yaitu: sebagai
tempat untuk menampung produksi urine dan sebagai fungsi ekskresi.
DAFTAR PUSTAKA
27
1. Purnomo B.B. Dasar-dasar Urologi. SMF Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. CV.Infomedika : Jakarta. 2003.
2. Emil, Tanagho. Smith’s General Urology. New York McGraw-Hill Lange.
2008.
5. Sudoyo, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga, Balai
Penerbit FKUI: Jakarta 2007.
7. Sjamsuhidajat. De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi III, FKUI:
Jakarta. 2012.
28