Anda di halaman 1dari 101

LAPORAN STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH “ BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA“


DI RUANG MAWAR BEDAH RSU BAHTERAMAS
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
2014

OLEH:

SELVI HELLY MONINGKA


NIM : 91331491291. 0031

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AVICENNA
KENDARI
2014
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“ BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA“
DI RUANG MAWAR BEDAH RSU BAHTERAMAS
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
2014

Disusun dan diajukan oleh :

SELVI HELLY MONINGKA, S.Kep


NPM. 91331291491.0031

Telah dibawakan pada Ujian Seminar Kasus Keperawatan


Pada tanggal : 3 Desember 2014

Menyetujui :
Dosen Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ns. Mustafa, S.Kep, M.Si Ns. H. Abdul Salam Paning, S.Kep

Mengetahui :

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prodi Profesi Ners


Avicenna
Ketua Ketua

dr. H. Marzuki Hanafi Bantayan, MD, M.Si Ns. Mustafa, S.Kep, M.Si
HALAMAN PENGESAHAN

DEWAN PENGUJI SEMINAR KASUS YANG BERJUDUL :

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


“ BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA“
DI RUANG MAWAR BEDAH RSU BAHTERAMAS
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
2014

Disusun dan diajukan oleh :

SELVI HELLY MONINGKA, S.Kep


NPM. 91331291491.0031

Telah dipertahankan di Depan Dewan Penguji Seminar Kasus Keperawatan


Pada Hari / Tanggal : Rabu, 3 Desember 2014
Dan Dinyatakan telah “Memenuhi Syarat”.

Dewan Penguji

1. Ns. Mustafa, S.Kep, M.Si (……………) Ketua Dewan Penguji

2. Ns. H. Abdul Salam Paning, S.Kep (……………) Sekretaris

3. dr. H. Muhammad Rinvil Amiruddin, M.Kes (……………) Anggota

4. Ns. Tinus Patalle, S.Kep, M.Kes (……………) Anggota

5. Ns. Sepris Andareas, S.Kep (……………) Anggota

Mengetahui :
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Avicenna
Ketua

dr. H. Marzuki Hanafi Bantayan, MD, M.Si


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat,

hidayah dan inayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan seminar akhir

keperawatan ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah “ Benigna Prostat

Hiperplasia“ Tn. S di Ruang Mawar Bedah RSU Bahteramas Propinsi Sulawesi

Tenggara Tanggal 6 s/d 9 September 2014.

Laporan seminar akhir ini merupakan salah satu syarat dalam rangka

penyelesaian pada Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Avicenna Kendari.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan seminar akhir ini banyak

mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat adanya dukungan dan bimbingan

dari berbagai pihak akhirnya penyusunan laporan seminar akhir ini dapat diselesaikan.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Pembimbing I Bapak Ns. Mustafa S. Kep, M. Si dan Bapak

Ns. H. Abdul Salam Paning, S.Kep selaku Pembimbing II atas segala bimbingan,

bantuan dan arahan yang diberikan sehingga laporan seminar akhir ini dapat

terselesaikan. Pada kesempatan ini pula penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. dr. H. Marzuki Hanafi Bantayan, MD, M.Si selaku ketua yayasan STIK Avicenna

Kendari.

2. dr. H. Thamrin Datjing, M.Kes selaku Pembantu Ketua I STIK Avicenna Kendari.

3. Dr. Makkulau selaku Pembantu Ketua II STIK Avicenna Kendari.

4. Dr. Amirullah, Msi selaku Pembantu Ketua III STIK Avicenna Kendari.

iv
5. Ns. Mustafa, S.Kep, Msi. sebagai ketua prodi Ners Stik Avicenna Kendari.

6. Direktur BLUD RSU Provinsi Sulawesi Tenggara yang telah memberikan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan praktek.

7. Kepala ruangan dan perawat-perawat ruangan Mawar Lt.I yang telah memberikan

kesempatan dan bimbingan kepada penulis untuk melakukan praktek di Ruangan

Mawar.

8. Seluruh Dosen dan Staf (Civitas Akademika) yang telah membantu memberikan

pengalaman dan ilmu selama penulis mengikuti pendidikan serta membantu dalam

penyusunan laporan seminar akhir ini.

9. Teristimewa penulis hanturkan rasa terima kasih kepada kedua orang tua tercinta,

Ayahanda (Alm.) Drs. H. Willy H. Moningka, S. Pd dan Ibunda Hj. Nuraeni yang

selalu memberikan inspirasi dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.

10. Special Thank’s for My Husband ABD.Malik, ST and My Childs Likvy,Cha-cha

dan Chika yang selalu memberikan support dan perhatiannya dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

11. Kupersembahkan buat saudara-saudaraku tersayang Mayor (Laut) Yohan

Moningka, Mayor (Penerbang) David Moningka, Diana Dan Irna.

12. Seluruh rekan-rekan angkatan 2014 program studi Ners, yang telah memberikan

bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung.

13. Teristimewa buat sahabat-sahabatku Yang telah bersama Satu kelompok dalam

suka dan duka (dari Mawar lt. I sampai Mawar lt. II) mulai dari awal kuliah sampai

akhir dan lain-lain yang selama ini telah memberikan support dan bantuannya,

Maaf jika dalam kebersamaan kita ada tingkah ,ucapan yang kurang berkenan .

v
14. Kepada Tn. S dan keluarga, terima kasih atas kerjasamanya selama penulis

melakukan praktek.

Akhir kata, semoga laporan seminar akhir ini dapat bermanfaat bagi kita

semua khususnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Avicenna Kendari Program Studi Profesi Ners serta mendapat berkah

dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. AaMiin.

Kendari, November 2014

Penulis

vi
ABSTRAK

SELVI HELLY MONINGKA (NIM : 91331491291. 0031.) “Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah “ Benigna Prostat Hiperplasia“ Tn. S di Ruang Mawar Bedah RSU
Bahteramas Propinsi Sulawesi Tenggara Tanggal 6 s/d 9 September 2014. Pembimbing
I Bapak Ns. Mustafa dan Pembimbing II Bapak Ns. H. Abdul Salam Paning.
Tujuan laporan seminar akhir ini adalah untuk : 1) Melakukan pengkajian pada Tn. S
dengan Benigna Prostat Hiperplasia, 2) Merumuskan dan menegakkan diagnosa
keperawatan, 3) menyusun rencana tindakan, 4) Melaksanakan tindakan keperawatan,
5) mengevaluasi tindakan keperawatan. Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) adalah
suatu penyakit tumor yang paling sering terjadi pada pria dengan usia di atas 50 tahun.
Berdasarkan hasil asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. S di ruang Mawar
lantai I BLUD RSU Provinsi Sulawesi Tenggara ditemukan 3 diagnosa keperawatan
yang diangkat yaitu Nyeri Akut, Resiko Infeksi, dan Ansietas. Perencanaan tindakan
keprawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan dan sesuai kebutuhan klien.
Adapun evaluasi yaitu ketiga dari diagnosa keperawatan belum teratasi namun tujuan
telah tercapai sebagian.
Metode yang digunakan adalah metode Nursing Proses, simpulan dari laporan seminar
kasus ini adalah Pelaksanaan proses keperawatan pada klien Benigna Prostat
Hyperplasia (BPH) dilaksanakan melalui tahapan proses keperawatan meliputi:
Pengkajian, Perencanaan, Implementasi, dan Evaluasi dengan memandang manusia
sebagai mahluk biopsikososioal spiritual.
Saran dari penulisan laporan seminar akhir ini yaitu Dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) diharapkan
perawat mampu memberikan motivasi serta tindakan keperawatan yang bersifat
promotif, preventif dan kuratif agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut, perlu adanya
fasilitas di ruangan untuk pasien BPH dalam meningkatkan kemampuan mobilisasinya.

Kata Kunci : Benigna Prostat Hiperplasia, Proses Keperawatan (Pengkajian,


Diagnosa Keperawatan, Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi)

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

ABSTRAK .......................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

DAFTAR SKEMA ............................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang ............................................................................. 1
B Tujuan Penulisan .......................................................................... 4
C Manfaat Penulisan ........................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A Konsep Dasar Penyakit................................................................. 6
B Konsep Dasar Keperawatan ......................................................... 17

BAB III TINJAUAN KASUS


A Pengkajian Data ........................................................................... 30
B Diagnosa Keperawatan................................................................. 46
C Rencana Keperawatan .................................................................. 50
D Implementasi Keperawatan .......................................................... 61
E Evaluasi ........................................................................................ 67

BAB IV PEMBAHASAN
A Pembahasan .................................................................................. 73

BAB V PENUTUP
A Simpulan ...................................................................................... 85
B Saran ............................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Menurut

NANDA

2 Pola aktivitas dan latihan

3 Data laboratorium yang berhubungan

4 Pemeriksaan Radiologi & Pemeriksaan Diagnostik

5 Klasifikasi Data

6 Analisis Data

7 Implementasi

8 Evaluasi Keperawatan.

x
DAFTAR SKEMA

Skema 1 : Genogram keluarga Tn. S

Skema 2 : Penyimpangan KDM Benigna Prostat Hiperplasia Berdasarkan Teori

Skema 3 : Penyimpangan KDM Benigna Prostat Hiperplasia berdasarkan kasus

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit prostat atau penyakit Benign Prostat Hyperplasia (BPH)

adalah suatu penyakit tumor yang paling sering terjadi pada pria dengan usia

di atas 50 tahun. Penyakit BPH ini meningkat seiring dengan bertambahnya

usia, yakni 20% pada pria usia 41-50 tahun, dan 50% pada pria berusia 51-60

tahun, serta 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Peranan genetik cukup

dominan pada penyakit BPH dimana pada pria Afrika memiliki risiko

tertinggi, diikuti pria Eropa, dan terakhir pria Asia. Faktor lain yang

mempengaruhi terjadinya penyakit prostat adalah riwayat keluarga dengan

BPH.

Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah seramai 30

juta, bilangan ini hanya pada kaum pria kerana wanita tidak mempunyai

kalenjar prostat, maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria

(emedicine, 2009). Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia, dan kita

jaraskan menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-

an, kemungkinan seseorang itu menderita penyakit ini adalah sebesar 40%,

dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun,

persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk

mendapatkannya bias sehingga 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di

lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum 20% pria pada usia 40-an,

1
dan meningkat secara dramatis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia

70.

Gejala-gejala BPH semakin lama akan semakin parah, dan akan

menyebabkan laki-laki yang mengalaminya akan mencari pelayanan

kesehatan seperti rumah sakit. Jumlah persentase pasien penderita BPH yang

datang ke RSU Bahteramas semakin tahun semakin meningkat. Data dari

buku besar rekam medik RSU Bahteramas menunjukkan peningkatan

tersebut. Tahun 2012 jumlah pasien dengan BPH berjumlah 46 orang,Tahun

2013 berjumlah 41 orang dan pada periode Januari sampai Maret Tahun 2014

berjumlah 23 orang.Sementara menurut pengamatan kami selama praktek di

RSU Bahteramas, di Ruang Mawar dari 3 orang pasien penderita BPH rata-

rata berusia diatas 50 tahun.

Penyebab membesarnya prostat ini sampai sekarang belum diketahui

pasti, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa proses ini erat kaitannya

dengan kadar hormonal dan proses penuaan (aging process). Gangguan

hormonal yang dimaksud yaitu dengan bertambah tuanya seorang pria, maka

kadar hormon seks pria (androgen) seperti testosteron berkurang, sedangkan

hormon seks wanita berupa estrogen yang dalam keadaan normal didapati

dalam jumlah sangat sedikit pada pria menjadi meningkat. Hal tersebut yang

diduga menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel prostat/ hyperplasia prostate.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya hyperplasia dari prostat

pada usia lanjut berkorelasi dengan pertambahan umur. Pembesaran ini

bersifat lunak dan tidak memberikan gangguan yang berarti. Tetapi, dalam

2
banyak hal dengan berbagai faktor pembesaran ini menekan uretra sedemikian

rupa sehingga dapat terjadi sumbatan partial ataupun komplit pada saluran

kencing yang menimbulkan berbagai gejala.

Efek yang didapat pada pasien dengan BPH meliputi hesitancy

(menunggu untuk memulai kencing), pancaran kencing lemah, pancaran

kencing terputus-putus, tidak puas saat selesai berkemih, rasa ingin kencing

lagi sesudah kencing dan keluarnya sisa kencing atau tetesan urine pada akhir

berkemih. Sementara efek iritatifnya adalah frekuensi kencing yang tidak

normal (terlalu sering), terbangun di tengah malam karena sering kencing,

sulit menahan kencing, dan rasa sakit waktu kencing serta bisa juga terjadi

hematuria (kencing berdarah) bahkan impotensi, (Syamsuhidayat, 2008).

Ketidakmampuan melakukan pencegahan terjadinya pembesaran prostat,

ketidakmampuan mengenal tanda gejala BPH mengakibatkan keparahan yang

mungkin terjadi. Tetapi jika timbul gejala yang berat dan tidak segera

ditangani, dapat menimbulkan komplikasi seperti infeksi saluran kemih, batu

kandung kemih sampai gagal ginjal.

Nyeri merupakan salah satu masalah pada penderita Benigna Prostat

Hyperplasia (BPH), oleh karena itu diperlukan manajemen yang tepat.

Manajemen nyeri dapat berupa napas dalam, distraksi, pemberian massase

atau kompres hangat pada daerah nyeri, yang berfungsi menciptakan suasana

rileks. Komunikasi antara keluarga, pasien, perawat perlu dijaga agar masalah

pasien dapat dikaji secara teliti. Perawat mengkaji keluhan nyeri, faktor

pencetus, dan penatalaksanaan yang tepat. Penanganan yang tepat bagi pasien

3
dengan Benigna Prostat Hyperplasia (BPH) dapat mengoptimalkan proses

penyembuhan.

Berdasarkan uraian di atas maka kami tertarik untuk mengambil

masalah ini sebagai seminar kasus yang berjudul : Asuhan Keperawatan

Medikal Bedah “ Benigna Prostat Hiperplasia di RSU Bahteramas Propinsi

Sulawesi Tenggara Tahun 2014.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Post Op Benigna Prostat

Hiperplasia pada Tn. S di Ruang Mawar Bedah RSU Bahteramas dengan

pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Post Op Benigna

Prostat Hiperplasia

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Post

Op Benigna Prostat Hiperplasia

c. Mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada pasien Post Op

Benigna Prostat Hiperplasia

d. Mampu melakukan implementasi pada pasien dengan Post Op Benigna

Prostat Hiperplasia

e. Mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Post Op Benigna

Prostat Hiperplasia

4
f. Mampu menganalisa kondisi yang terjadi pada pasien dengan Post Op

Benigna Prostat Hiperplasia.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pendidikan

Bagi pendidikan dimaksudkan memberikan kontribusi laporan

kasus bagi pengembangan praktik keperawatan dan pemecahan masalah

dalam bidang / profesi keperawatan.

2. Bagi Mahasiswa

Manfaat penulisan dimaksudkan menambah wacana/wawasan

untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien Benigna Prostat

Hiperplasia

3. Bagi profesi keperawatan

Dapat dijadikan sebagai dasar mengembangkan ilmu pengetahuan

terutama dalam memberikan informasi mengenai pemenuhan asuhan

keperawatan pada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia

4. Rumah Sakit

Khususnya bagi perawat Ruang Mawar, sebagai masukan untuk

lebih memperhatikan keluhan yang dirasakan pasien dengan Benigna

Prostat Hiperplasia

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak

kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau

semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/ jaringan

fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pas prostatika (Lab

/ UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 2004). Pendapat lain mengatakan

bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara

umum pada pria lebih tua dari 60 tahun) menyebabkan berbagai derajat

obstruksi uretra dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000).

Kami menyimpulkan dari kedua pengertian tersebut bahwa BPH

adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak

disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang

mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria

dewasa lebih dari 60 tahun dan dapat menyebabkan berbagai derajat

obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, 1999).

Obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius artinya terjadinya

penyumbatan yang mengakibatkan hambatan buang air kecil. sehingga

melebihi ukuran normal.

6
2. Anatomi dan Fisiologi Prostat

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan

mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempal pada

diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar panggul. Kelenjar

ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri,

dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan tebal kurang lebih 2,5

cm. Beratnya sekitar 20-25 gram.

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar (50-70%), jaringan

stroma (penyangga) dan kapsul/muscular (30-50%). Cairan yang

dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis

dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh

cairan semen. Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen

sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan lingkungan

yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta proteksi terhadap

invasi mikroba.

3. Etiologi

Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti tetapi

mungkin akibat adanya perubahan kadar hormon yang terjadi karena

proses penuaan. Kasus BPH terus meningkat seriring pertambahan usia

harapan hidup. Laki-laki diatas usia 50 tahun, berisiko terkena BPH 50%,

75% diatas usia 75 tahun dan 80% pria yang berusia 80 tahun. Penyakit

BPH tidak bisa dicegah, hanya bisa dideteksi dan dilakukan pengobatan.

7
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa

hipotesa yang diduga timbulnya hiperplasi prostat antara lain :

3.1. Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen

menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami

hiperplasi.

3.2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan

hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan

hiperplasi stroma.

3.3. Interaksi sel stroma - epitel prostat

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast

growth factor dan penurunan transforming growth factor beta

menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.

3.4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama

hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

3.5. Teori sel stem

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel

transit.

8
4. Gejala Klinis

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda

gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan detrusor

gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga mengakibatkan:

pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi

harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing

terputus-putus (intermittency), dan waktu miksi memanjang yang akhirnya

menjadi retensio urin dan inkontinen karena overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna

atau pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga

sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai

hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering

miksi (frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia),

perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi

(disuria) (Mansjoer, 2005).

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di

bawah ini :

4.1. Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.

Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.

Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.

Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.

9
Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.

4.2. Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur,

disuruh kencing dahulu kemudian dipasang kateter.

Normal : Tidak ada sisa

Grade I : sisa 0-50 cc

Grade II : sisa 50-150 cc

Grade III : sisa > 150 cc

Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

5. Patofisiologi

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga

perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada

tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher

buli-buli (leher kandung kemih) dan daerah prostat meningkat, terjadi

penumpukan urin dalam kandung kemih. Keadaan ini dapat meningkatkan

tekanan intravesikal. Sebagai akibatnya, maka otot destusor berkontraksi

lebih kuat untuk memompa urin keluar, sehingga menyebabkan perubahan

anatomis buli-buli berupa hipertrofi otot destusor, timbul sakulasi atau

divertikel (berupa kantong-kantong).

Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila

keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami

dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi

retensio urin (penumpukan air kencing dalam kandung kemih) yang

10
selanjutnya dapat menyebabkan komplikasi hidroureter, hidronefrosis dan

disfungsi saluran kemih atas (gagal ginjal). Infeksi saluran kemih dapat

terjadi akibat statis urin, dimana sebagian urin tetap berada dalam saluran

kemih dan dapat menjadi media untuk organisme infektif.

11
 Skema Penyimpangan KDM Benigna Prostat Hiperplasia Berdasarkan
Teori

12
6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer Arif (2009), pemeriksaan penunjang yang mesti

dilakukan pada pasien dengan BPH adalah :

6.1. Laboratorium

6.1.1. Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi

atau inflamasi saluran kemih.

6.1.2. Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau

sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa

antimikroba yang diujikan.

6.2. Pencitraan

6.2.1. Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau

kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buii-buli

yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.

6.2.2. IVP (Intra Vena Pielografi)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter

berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan

besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.

13
6.2.3. Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-

buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya

seperti difertikel, tumor.

6.2.4. Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur

panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat

ke dalam rektum.

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Sjamsuhidjat (2005), dalam penatalaksanaan pasien

dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis:

7.1. Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan

bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat

adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat

ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak

mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya

adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

7.2. Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan

pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra

(trans uretra)

14
7.3. Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan

apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak

akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik

dan perineal.

7.4. Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan

penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau

sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok

melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau

pembedahan terbuka.

7.5. Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria,

penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel

batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

7.5.1. TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan

kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang

dimasukkan malalui uretra.

7.5.2. Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi

yang dibuat pada kandung kemih.

15
7.5.3. Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi

pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior

tanpa memasuki kandung kemih.

7.5.4. Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui

sebuah insisi diantara skrotum dan rektum

7.5.5. Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula,

vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui

sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra

dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker

prostat.

8. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering

dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih,

karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan

infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan

gagal ginjal. (Corwin, 2009).

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi

kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang

menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan

hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk

16
batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu,

stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan

mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks

menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

Biasanya klien yang mengalami BPH adalah klien yang berumur

diatas 60 tahun, dan klien yang bekerja berat.

2. Keluhan utama

Biasanya pasien yang mengalami BPH mempunyai keluhan

frekuensi dan inkontensia urine dan nyeri pada bagian simpisis pubis.

3. Riwayat Kesehatan

3.1. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien akan mengeluhperasaan tidak bisa

mengosongkan vesika urinaria, frekuensi urinaria setiap hari,berkemih

pada malam hari, sering berkemih,menurunnya pancaran urine.

3.2. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya gejala yang timbul pada klien BPH salah satunya

adalah Uritritis.

3.3. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada masalah genetik pada BPH.

17
4. Pemeriksaan Fisik

4.1. Keadaan umum

Setelah operasi klien dalam keadaan lemah dan kesadaran

baik, kecuali bila terjadi shock. Tensi, nadi dan kesadaran pada fase

awal (6 jam) pasca operasi harus diminitor tiap

jam dan dicatat. Bila keadaan tetap stabil interval monitoring dapat

diperpanjang misalnya 3 jam sekali .

4.2. Sistem pernafasan

Klien yang menggunakan anasthesi SAB tidak mengalami

kelumpuhan pernapasan kecuali bila dengan konsentrasi tinggi me

ncapai daerah thorakal atau servikal (Oswari, 1989 : 40). Tekanan

darah dapat meningkat atau menurun pasca TURP. Lakukan cek Hb

untuk mengetahui banyaknya perdarahan dan observasi cairan (infus,

irigasi, per oral) untuk mengetahui masukan dan haluaran.

4.3. Sistem neurologi

Pada daerah kadal akan mengalami kelumpuhan

(relaksasi otot) dan mati rasa karena pengaruh anasthesi.

4.4. Sistem gastrointestinal

Anasthesi menyebabkan klien pusing, mual dan muntah.

Kaji bising usus dan adanya massa pada abdomen .

18
4.5. Sistem urogenital

Setelah dilakukan tindakan TURP klien akan mengalami

hematuri. Retensi dapat terjadi bila kateter tersumbat bekuan darah.

Jika terjadi retensi urin, daerah supra sinfiser akan terlihat men

onjol, terasa ada ballotemen jika dipalpasi dan klien terasa ingin

kencing (Sunaryo, 2009). Residual urin dapat diperkirakan dengan

cara perkusi. Traksi kateter dilonggarkan selama 6 - 24 jam (Doddy,

2006).

4.6. Sistem muskuloskaletal

Traksi kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada paha

yang direkatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih

diperlukan. (Tim Keperawatan RSUD. dr. Soetomo, 2007).

5. Pengkajian 11 Pola Fungsional Gordon

5.1. Pola persepsi

Biasanya kasus BPH terjadi pada pasien laki-laki yang sudah

tua, dan pasien biasanya tidak memperdulikan hal ini, karena sering

mengatakan bahwa sakit yang diderita nya pengaruh umur yang

sudah tua. Perawat perlu mengkaji apakah klien mengetahui penyakit

apa yang dideritanya.

5.2. Pola nutrisi

Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu

karena efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun

efek dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala:

19
anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tindakan yang perlu

dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan maupun

nutrisinya.

5.3. Pola eliminasi

Gangguan eliminasi merupakan gejala utama yang seringkali

dialami oleh pasien dengan preoperasi, perlu dikaji keragu-raguan

dalam memulai aliran urin, aliran urin berkurang, pengosongan

kandung kemih inkomplit, frekuensi berkemih, nokturia, disuria dan

hematuria. Sedangkan pada postoperasi BPH yang terjadi karena

tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga perlu adanya

obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya perdarahan dengan

mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin, contoh : merah terang

dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak ada bekuan,

peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan bekuan..

5.4. Pola aktivitas

Adanya keterbatasan aktivitas karena kondisi klien yang lemah

dan terpasang traksi kateter selama 6 – 24 jam. Pada paha yang

dilakukan perekatan kateter tidak boleh fleksi selama traksi masih

diperlukan, klien juga merasa nyeri pada prostat dan pinggang. Klien

dengan BPH aktivitasnya sering dibantu oleh keluarga.

20
5.5. Pola istirahat dan tidur

Pada pasien dengan BPH biasanya istirahat dan tidurnya

terganggu, disebabkan oleh nyeri pinggang dan BAK yang keluar

terus menerus dimana hal ini dapat mengganngu kenyamanan klien.

Jadi perawat perlu mengkaji berapa lama klien tidur dalam sehari,

apakah ada perubahan lama tidur sebelum dan selama sakit/ selama

dirawat.

5.6. Pola konsep diri dan persepsi diri

Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu

integritas egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi

pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan,

kacau mental, perubahan perilaku.

5.7. Pola kognitif-perseptual

klien BPH umumnya adalah orang tua, maka alat indra klien

biasanya terganggu karena pengaruh usia lanjut. Namun tidak semua

pasien mengalami hal itu, jadi perawat perlu mengkaji bagaimana alat

indra klien, bagaimana status neurologis klien, apakah ada gangguan.

5.8. Pola peran dan hubungan

Pada pasien dengan BPH merasa rendah diri terhadap penyakit

yang diderita nya. Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya

sosialisasi klien dengan lingkungan sekitar. Perawat perlu mengkaji

bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat sekitar,

apakah ada perubahan peran selama klien sakit.

21
5.9. Pola reproduksi – seksual

Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi

terkadang mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada

kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama

hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan

pembesaran atau nyeri tekan pada prostat.

5.10. Pola pertahanan diri dan toleransi stres

Klien dengan BPH mengalami peningkatan stres karena

memikirkan pengobatan dan penyakit yang dideritanya

menyebabkan klien tidak bisa melakukan aktivitas seksual seperti

biasanya, bisa terlihat dari perubahan tingkah laku dan kegelisahan

klien. Perawat perlu mengkaji bagaimana klien menghadapi

masalah yang dialami, apakah klien menggunakan obat-obatan

untuk mengurangi stresnya.

5.11. Pola keyakinan dan nilai

Pasien BPH mengalami gangguan dalam hal keyakinan,

seperti gangguan dalam beribadah shalat, klien tidak bisa

melaksanakannya, karena BAK yang sering keluar tanpa disadari.

Perawat juga perlu mengkaji apakah ada pantangan dalam agama

klien untuk proses pengobatan.

22
6. Pemeriksaan penunjang

6.1. Laboratorium

Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas

dan biakan urin

6.2. RadiologisIntravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd,

USG,Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen.

Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal

buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau

trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk

mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula

menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan

patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan

Wim De Jong, 2007).

6.3. Prostatektomi Retro Pubis

Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung

kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat

diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.

6.4. Prostatektomi Parineal

Pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui

perineum.

23
7. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan Menurut NANDA

Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung kemih,

kolik ginjal.

Kriteria hasil (NOC) : Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol,

menunjukkan ketrampilan relaksasi dan aktivitas

terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu.

Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.

NIC RASIONAL

1. lakukan pengkajian nyeri secara 1. Membantu dalam menentukan


komprehensif termasuk lokasi, kebutuhan manajemen nyeri
karakteristik,durasi, frekuensi, dan keefektifan program
kualitas dan faktor prespitasi
2. observasi reaksi nonverbal dari 2. Bermanfaat mengevaluasi
ketidak nyamanan nyeri, menentukan pilihan
infirvensi dan evektivitas terapi
3. Gunakan teknik komunikasi 3. Memudahkan dalam
terapeutik untuk mengetahui mengobservasi nyeri dan
pengalaman nyeri pasien menjalin hubungan saling
percaya
4. Ajarkan tentang teknik 4. Meningkatkan relaxasi
nonfarmakologi
5. Berikan analgetik untuk 5. Menekan stimulus nyeri
mengurangi nyeri Meningkatkan relaxasi

24
Diagnosa II : Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de

entrée Mikroorganisme melalui kateterisasi

Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, Tidak ada

bengkak,aritema, nyeri Luka insisi semakin sembuh

dengan baik

NIC RASIONAL

1. Monitor tanda dan gejala infeksi 1. Mengetahui segera bila terjadi


sistemik dan local infeksi
2. Monitor hitung granulosit dan 2. Adanya peningkatan wbc diatas
Wbc normal mengindikasikan adanya
infeksi
3. Cuci tangan setiap sebelum dan 3. Mengurangi resiko kontaminasi
sesudah melakukan tindakan oleh mikroorganisme pathogen
keperawatan
4. Inspeksi kondisi luka/ insisi 4. Mengetahui segera bila terjadi
bedah tanda tanda infeksi
5. Lakukan perawatan luka dengan 5. Menghindari kontaminasi
tehnik aseptic mikroorganisme pathogen
6. Berikan terapi antibiotic 6. Bermanfaat untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme
7. Batasi pengunjung bila perlu 7. Menjaga kebersihan lingkungan
agar tetap steril
8. Tingkatkan intake nutrisi 8. Meningkatkan daya tahan tubuh
dan mengimbangi peningkatan
metabolisme

25
Diagnosa III : Retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder

Kriteria Hasil : Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi

kandung kemih.

NOC RASIONAL

Lakukan irigasi kateter secara berkala agar tidak terjadi pembekuan darah
atau terus- menerus dengan teknik pada bekas luka operasi.
steril
Atur posisi selang kateter dan urin bag agar cairan urin dapat berjalan
sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup dengan lancar.

Observasi adanya tanda-tanda agar tidak terjadi syok yang


shock/hemoragi (hematuria, dingin, berlebihan
kulit lembab, takikardi, dispnea)
Mempertahankan kesterilan sistem mengurangi resiko terjadinya nyeri.
drainage cuci tangan sebelum dan
sesudah menggunakan alat dan
observasi aliran urin serta adanya
bekuan darah atau jaringan

Monitor urine setiap jam (hari pertama untuk mengetahui apakah masih
operasi) dan setiap 2 jam (mulai hari terjadi perdarahan pada daerah
kedua post operasi) operasi atau tidak.

Ukur intake output cairan. Beri untuk mengetahui jumlah inteke dan
tindakan asupan/pemasukan oral 2000- output cairan dalam tubuh klien.
3000 ml/hari, jika tidak ada kontra
indikasih.Berikan latihan perineal
(kegel training) 15-20x/jam selama 2-3
minggu, anjurkan dan motivasi pasien
untuk melakukannya.

26
Diagnosa IV : Ansietas berhubungan dengan perubahan status

kesehatan

Kriteria hasil: Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi,

menunjukkan rentang yang yang tepat tentang perasaan

dan penurunan rasa takut.

NOC RASIONAL

1. Identifikasi tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat kecemasan


untuk menentukan intervensi
2. Gunakan pendekatan yang 2. Member efek terapeutik
menenangkan
3. Jelaskan semua prosedur dan 3. Menambah atau meningkatkan
apa yang dirasakan selama pengetahuan klien
prosedur
4. Mendengarkan klien dengan 4. Menunjukkan rasa kepedulian
penuh perhatian
5. Dorong pasien untuk 5. Mengetahui penyebab dari
mengungkapkan perasaan, kecemasan klien
ketakutan, persepsi
6. Instruksikan klien menggunakan 6. Meningkatkan relaksasi
tehnik relaxasi

8. Implementasi

Melaksanakan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah di

rencanakan dan di lakukan sesuai dengan kebutuhan klien/pasien

tergantung pada kondisinya. Sasaran utama pasien meliputi peredaan

nyeri, mengontrol ansietas, pemahaman dan penerimaan penanganan,

27
pemenuhan aktivitas perawatan diri, termasuk pemberian obat, pencegahan

infeksi , dan upaya komplikasi.

8.1. Penetapan Diagnosa Keperawatan

8.1.1. Pre Operasi

8.1.1.1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan

obstruksi akibat pembesaran prostat.

8.1.1.2. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan :

kurang pengetahuan.

8.1.1.3. Disfungsi seksual berhubungan dengan obstruksi

perkemihan.

8.1.2. Post Operasi

8.2.1.1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan akibat reseksi.

8.2.1.2. Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan

bedah (reseksi)

8.2.1.3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan

jaringan sebagai efek sekunder dari proses

pembedahan

8.2.1.4. Resiko terjadinya retensi urine berhubungan dengan

obstruksi saluran kateter oleh bekuan darah/ klot.

Selama perawatan post operasi, penderita mendapatkan tranfusi

darah sebanyak 2 kantong. Penderita mulai minum 1 hari post operasi.

Traksi dilepas 3 hari post operasi. Infus dilepas 5 hari setelah operasi

28
dan dimulai terapi oral yaitu Amoxycillin, parasetamol, kalnek, dan

vitamin C. Spooling NaCL 0,9 % lancar dan warna masih kemerahan.

7 hari post operasi warna cairan pada selang sudah jernih, lalu drain

dilepas. Penderita dipulangkan 11 hari post operasi. Dari hasil

pemeriksaan patologi anatomi didapatkan kesan Benign Prostat

Hyperplasi.

9. Evaluasi

Melakukan pengkajian kembali untuk mengetahui apakah semua

tindakan yang telah dilakukan dapat memberikan perbaikan status

kesehatan terhadap klien. Hasil yang di harapkan :

Mengalami peredaan nyeri

Tampak tenang dan bebas dari ansietas dan infeksi

Memperhatikan aktifitas perawatan diri secara efektif

29
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Data

1. Pengkajian

Nama Mahasiswa : Selvi Helly Moningka, S. Kep

NIM : 91331491291.0031

Tanggal Pengkajian : 6 September 2014

Ruang Rawat : Mawar Lt. 1 RSU Bahteramas

1.1. Identitas Pasien

 Nama : Tn. S

 Umur : 62 Tahun

 Jenis kelamin : Laki-Laki

 Pendidikan : SD

 Pekerjaan : Petani

 Status perkawinan : Kawin

 Agama : Islam

 Suku : Buton

 Alamat : Lepo-lepo

 Tanggal masuk : 4 September 2014

 Tanggal pengkajian : 6 September 2014

 Sumber Informasi : Klien, Keluarga dan Rekam Medik

 Diagnosa masuk : Hiperplasia Prostat

30
1.2. Penanggung

 Nama : Tn. La kaibo

 Hubungan dengan pasien : Anak

1.3. Status kesehatan

1.3.1. Status Kesehatan Saat Ini

 Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)

Saat MRS Klien mengeluh tidak bisa buang

air kecil dan saat ini klien mengeluh nyeri pada luka

operasi dibagian perut.

 Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan penyakit saat

ini

Klien mengatakan tidak bisa BAK bila tidak

menggunakan cateter, keluhan tersebut dirasakan ± 1

bulan. Untuk kesulitan BAK sebenarnya sudah klien

rasakan sejak ± 2 tahun, sebelumnya klien masuk di IGD

Rumah sakit untuk dilakukan pemasangan kateter namun

masih merasa sulit BAK hingga akhirnya dirujuk ke

Bahteramas.

Setelah MRS klien menjalani prostatectomy pada

tanggal 6 September 2014, setelah operasi klien mengeluh

nyeri terlokasi pada luka operasinya pada area suprapubik

yang dirasakan seperti ditusuk tusuk bersifat hilang timbul

dan meningkat pada saat klien merubah posisi tidurnya

31
atau pada saat klien bersin, nyeri dirasakan berkurang bila

klien beristirahat, skala nyeri 7

 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya

Untuk mengatasi kesulitan BAK nya klien mencari

pertolongan di IGD Rumah sakit untuk dilakukan

pemasangan kateter 1x di R.S korem dan Dewi Sartika dan

2X di Bahteramas.

1.3.1. Status Kesehatan Masa Lalu

 Penyakit yang pernah dialami

Klien mengatakan pernah menderita Hipertensi 2

tahun yang lalu, sedangkan untuk keluhan BAK nya klien

mengatakan sejak 2013 klien BAK tidak pernah tuntas.

 Pernah dirawat

Klien pernah dirawat dirumah sakit dewi sartika.

 Riwayat alergi :  Ya Tidak

Jelaskan:

 Riwayat tranfusi :  Ya Tidak

 Kebiasaan :

 Merokok Ya  Tidak

Sejak: klien masih muda Jumlah: 1 bungkus/ hari

 Minum kopi  Ya  Tidak

Sejak: klien masih muda Jumlah: kadang-kadang

(1x/minggu)

32
 Penggunaan Alkohol  Ya Tidak

1.4. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga klien tidak ada yang menderita penyakit yang sama

dengan klien seperti Diabetes Mellitus, Hipertensi dan penyakit

degeneratif atau genetik.

1.5. Riwayat keluarga


Genogram (kalau perlu)

54
62

36 28 25 16

Keterangan genogram : Pasien

Tinggal Serumah

Meninggal Dunia

1.6. Diagnosa Medis dan Therapy

Diagnosa Medis : Benigna Prostat Hiperplasia

Therapy : Tgl 6 September 2014 dilakukan tindakan open

prostatectomy oleh dokter spesialis bedah,

selanjutnya diberikan terapi :

 Inj. Ceftriaxone 1 gr/ iv / 8 jam

 Inj. Ranitidin 1 amp

 Inj. Ketorolac / vial iv / 8 jam

33
 Spul Nacl 80 tpm

1.7. Pola Fungsi Kesehatan

1.7.1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan

Klien mengatakan sehat itu penting dan sakitnya

membuatnya tidak bisa beraktivitas seperti biasanya.

1.7.2. Nutrisi/ metabolic

Sebelum sakit : klien mengatakan makan 3x sehari dengan

menu makanan nasi sayur dalam porsi

sedang minum air putih ± 8 gelas perhari,

klien tidak melakukan diet khusus.

Selama sakit : klien makan menu makanan rumah sakit

yaitu bubur, sayur dan lain-lain. Minum air

putih ± 1600 cc, kulit elastis, integrasi

jaringan kulit luar klien baik, tidak terjadi

penurunan BB (62Kg), Indeks Masa Tubuh

normal.

1.7.3. Pola eliminasi

 Sebelum sakit : klien mengatakan sehari BAB 1x dengan

konsistensi lembek warna kuning kecokelatan dan berbau

khas. Bak klien ± 700 cc dengan konsistensi warna urin

keruh dan berbau khas

 Selama sakit : klien terpasang kateter three way dengan

irigasi cairan Nacl 0,9%, klien merasa kesakitan saat urin

34
akan keluar, fungsi ekskresi baik ditandai dengan klien

berkeringat.

1.7.4. Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum √

Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilisasi di tempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi ROM √
0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total.

Oksigenasi

Pernapasan adekuat, tidak sesak dan RR 18 x/menit

1.7.5. Pola tidur dan istirahat

Sebelum sakit : klien mengatakan dalam sehari tidurnya

cukup ± 8jam perhari (tidur siang dan

malam) tidak menggunakan obat tidur dan

kondisi lingkungan aman

Selama sakit : klien mengatakan tidur 7 jam dengan

frekuensi tak bisa terhitung, kondisi

35
lingkungan kurang nyaman karena

banyaknya pengunjung.

1.7.6. Pola kognitif-perseptual

Sebelum sakit : klien mangatakan tidak mengalami

gangguan fungsi sensori dan tidak ada

kelainan fungsi kognitif

Selama sakit : klien hanya merasa gangguan rasa nyaman

karena nyeri post op Bph

1.7.7. Pola persepsi diri/konsep diri

Klien mengatakan tetap percaya diri dan tak malu

dengan penyakitnya dan ingin cepat sembuh agar aktivitasnya

pulih kembali.

1.7.8. Pola seksual dan reproduksi

Klien merasa cemas tentang efek kondisi/terapi pada

kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/ menetes selama

hubungan intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi

dan nyeri tekan pada prostat.

1.7.9. Pola peran-hubungan

Sebelum sakit : Klien adalah kepala keluarga yang

memegang keputusan

36
Selama sakit : Peran sebagai pengambil keputusan

diserahkan kepada anak nya yang pertama

dan keluarga setuju.

1.7.10. Pola manajemen koping stress

Sebelum sakit : klien mengatakan bila ada masalah di

selesaikan dengan diskusi keluarga

Selama sakit : mekanisme koping sama dengan sebelum

sakit.

1.7.11. Pola keyakinan-nilai

Sebelum sakit : klien rutin beribadah, klien beragama

islam dan biasanya melaksanakan sholat 5

waktu di musholla

Selama sakit : klien tetap beribadah ditempat tidur, klien

mengatakan pasrah kepada TUHAN dan

selalu mendekatkan diri kepada TUHAN.

1.8. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan fisik


Keadaan umum :  Baik Sedang  Lemah

Kesadaran : komposmentis

TTV : TD : 130/ 90 Nadi : 88x/menit Suhu : 37

RR : 18x/net

1.8.1. Kulit, Rambut, dan Kuku


Distribusi rambut :

Lesi :  Ya Tidak

37
Warna kulit :  Ikterik  Sianosis Kemerahan
 Pucat

Akral :  Hangat  Panas  Dingin kering Dingin

Turgor : baik

Oedem :  Ya Tidak Lokasi:

Warna kuku : Pink  Sianosis  lain-lain

1.8.2. Kepala dan Leher

Kepala Simetris  Asimetris

Deviasi trakea  Ya Tidak

Pembesaran kelenjar tiroid  Ya Tidak

Lain-lain: expresi wajah meringis dan klien tampak cemas

1.8.3. Mata dan Telinga

Gangguan pengelihatan  Ya Tidak

Menggunakan kacamata  Ya Tidak Visus:

Pupil Isokor  Anisokor Ukuran:3mm

Sklera/ konjungtiva  Anemis  Ikterus

Gangguan pendengaran  Ya Tidak

Menggunakan alat bantu dengar  Ya Tidak

Tes weber: Tes Rinne: Tes Swabach:

Lain-lain : tes weber, tes rinne dan tes swabach tidak dikaji

1.8.4. Sistem Pernafasan:


Batuk:  Ya Tidak

Sesak:  Ya Tidak

38
 Inspeksi:

Pengembangan dinding dada kiri dan kanan simetris,

retraksi dinding dada simetris, tidak ada pernafasan

cuping hidung

 Palpasi:

Palpasi dinding dada. Vokal fremitus. Simetris kiri dan

kanan.

 Perkusi:

Suara perkusi resonan disepanjang lapang paru kiri dan

kanan.

 Auskultasi:

Bunyi nafas normal. Bunyi bronkial terdengar diatas

manubrium sternum.

1.8.5. Sistem Kardiovaskular :

Nyeri dada  Ya Tidak

Palpitasi  Ya Tidak

CRT < 3 dtk  > 3 dtk

 Inspeksi:

Denyut ictus cordis terlihat diintercosta 5 linea

midclavicularis kiri.

 Palpasi:

Ictus cordis teraba di ICS 5

39
 Perkusi:

Bunyi pekak dilinea parasternalis destra dan sinistra pada

manubrium sternum.

 Auskultasi:

Suara jantung normal, tidak ada bunyi tambahan bunyi

jantung 1 jelas di iga II dan bunyi jantung 2 di iga III

kanan

Lain-lain: irama jantung normal dan teratur

1.8.6. Payudara Wanita dan Pria:

Payudara simetris kiri dan kanan.

1.8.7. Sistem Gastrointestinal:

Mulut Bersih  Kotor  Berbau

Mukosa  Lembab  Kering  Stomatitis

Pembesaran hepar  Ya  Tidak

Abdomen  Meteorismus  Asites Nyeri tekan

1.8.8. Sistem Urinarius :

Penggunaan alat bantu/ kateter Ya  Tidak

- Menggunakan kateter treeway terfiksasi kencang pada

lutut kiri dengan warna urine agak kemerah-merahan

Kandung kencing, nyeri tekan Ya  Tidak

Gangguan  Anuria  Oliguria  Retensi

 Inkontinensia  Nokturia  Lain-lain:

40
1.8.9. Sistem Reproduksi Wanita/Pria :

Tidak ada lesi maupun udem, klien terpasang kateter

threeway

1.8.10. Sistem Saraf:

GCS:15 Eye:4 Verbal:5 Motorik:6

Rangsangan meningeal  Kaku kuduk  Kernig

 Brudzinski I  Brudzinski II

Refleks fisiologis Patela Trisep

Bisep Achiles

Refleks patologis  Babinski  Chaddock  Oppenheim

 Rossolimo  Gordon  Schaefer

 Stransky  Gonda

Gerakan involunter : Tidak ada gerakan involunter

1.8.11. Sistem Muskuloskeletal:

Kemampuan pergerakan sendi Bebas  Terbatas

Deformitas  Ya Tidak Lokasi:

Fraktur  Ya Tidak Lokasi:

Kekakuan  Ya Tidak

Nyeri sendi/otot  Ya Tidak

Kekuatan otot :

1.8.12. Sistem Imun:

Perdarahan Gusi  Ya Tidak

Perdarahan lama  Ya Tidak

41
Pembengkakan KGB  Ya Tidak Lokasi:

Keletihan/kelemahan  Ya Tidak

1.8.13. Sistem Endokrin:

Hiperglikemia  Ya Tidak

Hipoglikemia  Ya Tidak

Luka gangrene  Ya Tidak

42
1.9. Pemeriksaan Penunjang

1.9.1. Data laboratorium Tanggal 4 September 2014

Parameter Hasil Nilai Rujukan


WBC 7,85 (103 /𝑢𝑙) 4,00-10,0
RBC 4,36 (106 /𝑢𝑙) 4,00-6,00
HGB 13,4 (g/dl) 12,0-16,0
HCT 40,0 (%) 37,0-48,0
MCV 91.7 (fl) 80,0-97,0
MCN 30,7 (pg) 26,5-33,5
MCHC 33,5 (g/dl) 31,5-35,0
PLT 663 (103 /𝑢𝑙) 150-400
RDW-SD 39,7 (fl) 37,0-54,0
RDW-CV 14,4 (%) 10,0-15,0
PDW 8,7 (fl) 10,0-18,0
MPV 8,7 (fl) 6,50-11,0
P-LCR 15,0 (%) 13,0-43,0
PCT 0,58 (%) 0,15-0,50
NEUT 17,39/92,3 (103 /ul) 52,0-75,0
LYMPH 0,89 103 /ul/4,% 20,0-40,0
MONO 0,51 103 /ul/ 0,2% 2,00-8,00
EO 0,1 103 /ul/0,1% 1,00-3,00
BASO 0,03 103 /ul /0,2% 0,00-0,10
CREATININ 0,76 (mg/dl) 0,7-1,2
GLUCOSA 20,3 (mg/dl) 70-180
SGOT 26,8 (u/l) 10-50
SGPT 41,4 (u/l) 10-50
UREA 15-45

43
1.9.2. Pemeriksaan Radiologi & Pemeriksaan Diagnostik lain :

1.9.2.1. USG Abdomen ( 17 maret 2013)

Ginjal : Ukuran sedikit membesar, echo cortex

meningkat namun echo diferensiasi

corticomedular masih tampak jelas.

Tampak dilatasi pelvocaliceal system,

tidak tampak batu maupun sol.

Vu : Over distended, dinding tidak menebal

tampak debris tidak menebal tidak tampak

echo batu maupun massa.

- Tampak lesi opaq di ruang pelvis

urethra ± 4x3 cm

- Ptoas line dan prepritoneal fat line intak

- Osteofit aspek lateral cv lumbalis

pedikel kesan intak

Prostat : Ukuran membesar dengan volume ± 29,25

Ml.

Area mc burney : Echo Normal tidak tampak lesi

tubuler buntu maupun tanda –

tanda peradangan.

Kesan : Prostat Hyperplasia

44
1.9.2.2. Kimia Urin 27 maret 2014

Urine lengkap Hasil


Makro
Warna jernih

glukosa -

bilirubin -

Keton -

Bg 1,020

Hb Moderate

Ph 6,0
Kimia
Protein -

Urobilin -

Nitrit -

leukocyt Trace

leukocyt 1-3
Sedimen
Ephitel sel 0-4

Test Result Ref. range Unit

Creatinin 0,8 0,7-1,2 Mg/dl

Glucose 97 70-180 Mg/dl

SGOT 19,8 10-50 U/l

SGPT 18,2 10-50 U/l

Urea 43,4 15-45 Mg/dl

Urid Acid 5,3 3,4-7 Mg/dl

45
B. Diagnosa Keperawatan

1. Klasifikasi Data

Ds Do
- Klien mengatakan nyeri pada - Expresi wajah meringis skala

luka operasi di bagian perut nyeri 7

- Klien bertanya tentang luka - Tampak luka operasi tertutup

operasinya verban pada area suprapubik

- Nyeri tekan area suprapubik

- klien post prostatectomy hari ke 0

- Klien terpasang cateter threeway

- Spuling Nacl (+)

- Drain (+)

- Klien Nampak cemas

46
2. Analisis Data

NO Tanggal DATA MASALAH


1 06-09-2014 DS : Klien mengatakan nyeri pada
luka operasi Dibagian suprapubik
DO : Expresi wajah nampak
Nyeri Akut
meringis, tampak luka operasi

tertutup verban pada area

suprapubik, nyeri tekan pada

area suprapubik, klien post

prostatectomy hari ke 0.

DS :
2 07-09-2014
DO : Klien post op prostatectomy hari
Resiko
ke 0, tampak luka operasi Infeksi

tertutup verban pada area

suprapubik, klien terpasang

cateter threeway, terpasang

drain, klen terpasang infuse

Ds : Klien bertanya tentang luka


3 07-09-2014
operasinya

Do : Klien tampak cemas


Ansietas

47
3. Pathway Kasus

Factor usia

Ketidakseimbangan produksi
estrogen dan testosteron

Kadar testosterone Kadar estrogen

Mempengaruhi Hyperplasia sel


RNA dalam inti sel stoma pada jaringan

Ploliferasi sel prostat


Benigna prostat hyperplasia

4.
Penyempitan lumen
ureter prostatika

Gangguan
Eliminasi Urine Obstruksi

Rencana tindakan
Stressor bagi klien
prostaktomi
dan keluarga
Trauma prosedur Dilakukan tindakan
bedah pembedahan Ansietas
Pemasangan Terputusnya
kateter kontinuitas jaringan

Pelepasan mediator kimia Post the entry


Resiko Perdarahan
Merangsang nosiceptor mikroorganisme
pathogen
Impuls ke spinotalamikus
Resiko infeksi
Korteks serebri

Nyeri

48
5. Diagnosis Keperawatan (Berdasarkan Prioritas)

Tanggal No Diagnosis Keperawatan

Resiko Perdarahan b/d efek


06-09-2014 1 samping terkait terapi
pembedahan

Nyeri Akut b/d agen cedera


06-09-2014 fisik
2

Resiko infeksi berhubungan


07-09-2014
3 adanya luka prostatectomy

Ansietas berhubungan dengan


07-09-2014 perubahan dalam status
4
kesehatan

49
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Rancana Tindakan Keperawatan


Diagnosa
Tujuan/Kriteria Hasil
Keperawatan Tindakan (NIC) Rasional
(NOC)
Retensi Urine Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan retensi urine (NIC) :
keperawatan selama 3 hari a. Pantau efek obat resep, Untuk kewaspadaan karena mengecilkan
diharapkan pasien dapat : seperti penyekat saluran kelenjar dan mempunyai efek samping
1. Menunjukkan kalsium dan antikolinergik seperti lelah dan pusing.
kontinensia urine, yang b. Pantau asupan dan haluaran Berguna untuk mengevaluasi obstrusi dan
dibuktikan oleh pilihan intervensi
indikator berikut c. Pantau derajat distensi Memungkinkan diperlukan untuk ,mem
(sebutkan 1-5 : selalu, kandung kemih mealaui bantu aliran urine atau mencegah retensi
sering, kadang-kadang, palpasi dan perkusi atau komplikasi
jarang, atau tidak pernah d. Instruksikan pasien dan Berguna untuk mengevaluasi obstrusi dan
ditunjukkan) : keluarga untuk mencatat pilihan intervensi
 Kebocoran urine di haluaran urine, bila
antara berkemih diperlukan
 Urine residu pasca- e. Berikan cukup waktu untuk Menghilangkan atau mencegah retensi urin
berkemih > 100-200 pengosongan kandung kemih dan mengesampingkan adanya striktur
cc (10 menit) uretra
2. Pasien akan : f. Lakukan kateterisasi untuk Untuk memudahka pasase selang melalui
 Menunjukkan mengeluarkan urine residu, uretra prostat
pengosongan jika diperlukan
kandung kemih g. Pasang kateter urine jika Untuk pengaliran kandung kemih dan
dengan prosedur diperlukan kepekaan kelenjar

50
bersih kateterisasi 2. Lakukan program pelatihan Menghilangkan atau mencegah retensi urin
intermiten mandiri. pengosongan kandung kemih dan mengesampingkan adanya striktur
 Melaporkan 3. Bagi cairan dalam sehari untuk Mencegah hematuria atau rupture
penurunan kandung menjamin asupan yang adekuat pembuluh darah pada mukosa kandung
kemih tanpa menyebabkan kandung kemih yang terlalu distensi
 Mempunyai kemih over distensi
keseimbangan asupan
dan haluaran 24 jam.
Mengosongkan kandung
kemih secara tuntas.

Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen nyeri (NIC)


keperawatan selama 3 hari a. Lakukan pengkajian nyeri Memberikan informasi untuk membantu
diharapkan pasien dapat : yang komprehensif meliputi, dalam menentukan pilihan / kefektifan
1. Memperlihatkan lokasi, karakteristik, awitan intervensi.
pengendalian nyeri, dan durasi, frekuensi,
yang dibuktikan oleh kualitas, intensitas, atau
indikator sebagai keparahan nyeri, dan faktor
berikut (sebutkan1-5: presipitasinya.
tidak pernah, jarang, b. Observasi isyarat nonverbal Meningkatkan relakasasi, memfokuskan
kadang-kadang, sering, ketidaknyamanan, kembali, perhatian, dan dapat
atau selalu) khususnya pada mereka meningkatkan kemampuan koping.
 Mengenali awitan yang tidak mampu
nyeri berkomunikasi efektif.
 Menggunakan c. Berikan informasi tentang Memberikan kesempatan untuk pemberian
tindakan pencegahan nyeri, seperti penyebab analgesi sesuai waktu (membantu dalam
 Melaporkan nyeri nyeri, berapa lama akan meningkatkan kemampuan koping pasien
dapat dikendalikan. berlangsung, dan antisipasi dalam menurunkan ansietas).

51
2. Menunjukkan Tingkat ketidaknyamanan akibat
nyeri, yang dibuktikan prosedur
oleh indicator sebagai d. Ajarkan penggunaan teknik Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
berikut (sebutkan1-5: nonfarmakologis (misalnya, kembali, perhatian dan dapat meningkatkan
sangat berat, sedang, umpan balik biologis, kemampuan koping.
ringan, atau tidak ada): transcutaneous electrical
 Ekspresi nyeri padah nerve stimulation (TENS),
wajah hipnosis, relaksasi, imajinasi
 Gelisah atau terbimbing, distraksi, terapi
ketegangan otot bermain, terapi aktivitas,
 Durasi episode nyeri akupresur, kompres hangat
 Merintih dan atau dingin dan masase,
menangis sebelum, setelah, dan jika
 Gelisah memungkinkan, selama
aktivitas yang menimbulkan
nyeri; sebelum nyeri terjadi
atau meningkat; dan
bersama penggunaan
tindakan peredaan nyeri
yang lain.
e. Gunakan tindakan Memberikan informasi untuk membantu
pengendalian nyeri sebelum dalam menentukan pilihan/keefektifan
nyeri menjadi lebih berat. intervensi.
f. Bantu pasien Meningkatkan relaksasi, otot
mengidentifikasi tindakan
kenyamanan yang efektif
dimasa lalu seperti,

52
distraksi, relaksasi, atau
komres hangat/dingin. Memberikan relaksasi mental dan fisik
g. Libatkan pasien dalam
modalitas peredaan nyeri,
jika memungkinkan,. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
h. Kendalikan faktor kembali, perhatian dan dapat meningkatkan
lingkungan yang dapat kemampuan koping.
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan (misalnya,
suhu, ruangan, pencahayaan,
dan kegaduan) Diberikan untuk menghilangkan nyeri
i. Pastikan pemberian berat, memberikan relaksasi mental dan
analgesia terapi atau strategi fisik
nonfarmakologis sebelum
prosedur yang menimbulkan
nyeri.

Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan dokumentasikan Mendefinisikan masalah , member
keperawatan selama 3 hari tingkat kecemasan pasien, kesempatan untuk menjawab pertanyaan,
diharapkan pasien dapat : termasuk reaksi fisik. memperjelas kesalahan konsep dan solusi
1. Ansietas berkurang, pemecahan masalah
dibuktikan oleh bukti 2. Gali bersama pasien tentang Membantu pasien memahami tujuan dari
tingkat ansietas hanya teknik yang berhasil dan tidak apa yang dilakukan dan mengurangi
ringan sampai sedang berhasil menurunkan ansietas di masalah karena ketidaktahuan.
dan selalu menunjukkan masa lalu.
pengendalian diri

53
terhadap ansietas, 3. Reduksi ansietas (NIC): Membantu pasien memahami tujuan dari
konsentrasi, dan koping. menentukan kemampuan apa yang dilakukan dan mengurangi
2. Menunjukkan pengambilan keputusan pasien. masalah karena ketidaktahuan.
pengendalian diri 4. Penurunan ansietas (NIC)
terhadap ansietas, yang a. Sediakan informasi actual Memungkinkan pasien untuk menerima
dibuktikan oleh menyangkut diagnosis, kenyataan dan menguatkan kepercayaan
indikator sebagai berikut terapi, dan prognosis. dan pemberi informasi
(1-5 : tidak pernah, b. Instruksikan pasien tentang Menyatakan penerimaan dan
jarang, kadang-kadang, penggunaan teknik relaksasi menghilangkan rasa malu pasien.
sering atau selalu: c. Jelaskan semua prosedur, Menunjukkan perhatian dan keinginan
 Merencanakan termasuk sensasi yang untuk membantu dalam diskusi tentang
strategi koping untuk biasanya di alami selama subjek sensitif.
situasi penuh prosedur.
tekanan. d. Gunakann pendekatan yang Mendefinisikan masalah , member
 Mempertahankan tenang dan meyakinkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan,
performa peran memperjelas kesalahan konsep dan solusi
 Memantau distorsi pemecahan masalah
persepsi sensori e. Nyatakan dengan jelas Membantu pasien memahami tujuan dari
tentang harapan terhadap apa yang dilakukan dan mengurangi
pasien masalah karena ketidaktahuan.
f. Dampingi pasien (misalnya, Mengurangi kecemasan menghadapi
selama prosedur) untuk operasi
meningkatkan keamanan dan
mengurangi rasa takut
g. Berikan pijatan Meningkatkan relaksasi dan kecemasan
punggung/pijtan leher jika
perlu.

54
h. Jaga peralatan perawatan Mengurangi kecemasan menghadapi
jauh dari pandangan operasi
i. Bantu pasien untuk Meminimlakan kecemasan
mengidentifikasi situasi yang
mencetus ansietas.
5. Beri dorongan kepada pasien Menyatakan penerimaan dan
untuk mengungkapkan secara menghilangkan rasa malu pasien
verbal pikiran dan perasaan
untuk mengeksternalisasikan
ansietas.
6. Bantu pasien untuk Mendefinisikan masalah , member
memfokuskan pada situasi saat kesempatan untuk menjawab pertanyaan,
ini, sebagai cara untuk memperjelas kesalahan konsep dan solusi
mengidentifikasi mekanisme pemecahan masalah
koping yang dibutuhkan untuk
mengurangi ansietas.
7. Berikan penguatan positif ketika Mendefinisikan masalah, memberikan
pasien mampu meneruskan kesempatan untuk menjawab pertanyaan,
aktivitas sehari-hari dan memperjelas kesalahan konsep, dan solusi
aktivitas lainnya meskipun pemecahan masala
mengalami ansietas
8. Yakinkan kembali pasien Membantu pasien memahami tujuan dari
melalui sentuhan, dan sikap apa yang dilakukan dan mengurangi
empatik secara verbal dan masalah karena ketidaktahuan.
nonverbal bergantian.

55
Resiko Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan pada pasien sebab- Menurunkan kecemasan pasien dan
perdarahan keperawatan selama 3 hari sebab terjadi perdarahan setelah mengetahui tanda-tanda perdarahan.
diharapkan pasien dapat : pembedahan dan tanda-tanda
1. Tidak ada tanda perdarahan.
hematuria dan 2. Irigasi aliran kateter jika Gumpalan dapat menyumbat kateter,
hematemesis. terdeteksi gumpalan dalam menyebabkan perenggangan dan
2. Tidak ada kehilangan saluran kateter perdarahan kandung kemih.
darah perdrahan 3. Sediakan diet makanan tinggi Dengan peningkatan tekanan pada fosa
3. Tekanan darah dalam serat dan memberi obat untuk prostatic akan mengendapkan perdarahan.
rentang normal sistol memudahkan defekasi.
dan diastole 4. Observasi urine : warna, Mengidentifikasi adanya infeksi
4. Hemoglobin dan jumlah, bau
Hematokrit dalam batas 5. Kolaborasi dengan dokter untuk Untuk mencegah infeksi dan membantu
normal memberi obat antibotik proses penyembuhan.

Disfungsi Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau adanya indikator resolusi Impotensi fisilogis terjadi saraf perineal
Seksual keperawatan selama 3 hari disfungsi seksual (misalnya, dipotong selama proses radikal
diharapkan pasien dapat : peningkatan kapsitas keintiman)
1. Menunjukkan fungsi 2. Konseling Seksual (NIC)
seksual, yang dibuktikan a. Awali pertanyaan tentang Dapat mengalami ansietas tentang efek
oleh indikator berikut seksualitas dengan suatu bedah dan dapat menyembuhkan
(sebutkan1-5 tidak pernyataan pada pasien pertanyaan yang diperluakan
pernah, jarang, kadang- bahwa banyak orang
kadang, sering atau mengalami masalah seksual
selalu) : b. Informasikan secara dini Saraf pleksus mengontrol aliran secara
 Mencapai rangsangan kepada pasien bahwa posterior ke prostat melalui kapsul
seksual seksualitas merupakan
bagian penting dari

56
 Mencapai rangsangan kehidupan dan bahwa
seksual melalui penyakit, obat, dan stress
orgasme. (atau masalah lain yang
 Mengekspersikan dialami paisen) sering kali
kemampuan untuk mengubah fungsi seksual
berhubungan intim c. Anjurkan pasien untuk Meningkatkan koping individu terhadap
 Mengeskpresikan mengungkapkan ketakutan- terjadinya disfungsi seksual
penerimaan terhadap ketakutan dan mengajukan
pasangan. pertanyaan
2. Pasien akan : d. Bantu pasien Meningkatkan koping individu terhadap
 Menunjukkan mengungkapkan kesedihan terjadinya disfungsi seksual
keinginan untuk dan kemarahan terhadap
mendiskusikan perubahan fungsi dan
perubahan fungsi penampilan tubuh, jika
seksual diperlukan.
 Meminta informasi 3. Beri informasi yang diperlukan Impotensi fisilogis terjadi saraf perineal
yang dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi dipotong selama proses radikal
tentang perubahan seksual (misalnya pendidikan
fungsi seksual kesahatan).
 Mengungkapkan 4. Anjurkan pengungkapan Impotensi fisilogis terjadi saraf perineal
secara verbal keluhan seksual melalui peran dipotong selama proses radikal
pemahaman tentang pemberi asuhan yang telah
pembatasan atau membina hubungan saling
indikasi medis. percaya dengan pasien dan
merasa nyaman mendiskusikan
 Beradapasi dengan
keluhan seksual.
model ekspresi
seksual untuk
mengakomodasi

57
perubahan fisik
akibat usia atau
akibat penyakit
 Mengungkapkan
secara verbal cara-
cara untuk
menghindari penyakit
menular seksual.

Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi Pasien yang mengalami TUR prostat
keperawatan selama 3 hari (misalnya, suhu tubuh, denyut beresiko untuk syok bedah / septic
diharapkan pasien dapat : jantung, drainase, penampilan sehubungan dengan manipulasi /
1. Terbebas dari tanda dan luka, sekresi, penanmpilan urine, instrumentasi
gejala infeksi suhu, kulit, lesi kulit, keletihan,
2. Memperlihatkan dan malaise)
hygiene personal yang 2. Kaji faktor yang dapat Penurunan system kekebalan tubuh
adekuat meningkatkan kerentanan
3. Mengindikasi status terhadap infeksi (misalnya, usia
gastrointestinal, lanjut, usia kurang dari 1tahun,
pernapasan, luluh imun, dan malnutrisi)
genitourinaria, dan imun 3. Pantau hasil laboratorium Mendeteksi adanya infeksi
dalam batas normal (hitung darah lengkap, hitung
4. Menggambarkan faktor granulosit, absolut, hitung jenis,
yang menunjang protein, serum, dan albumin)
penularan infeksi 4. Jelaskan kepada pasien dan Memberikan informasi untuk mempercepat
keluarga mengapa sakit atau proses penyumbuhan
terapi meningkatkan risiko
terhadap infeksi

58
5. Pengendalian Infeksi (NIC)
a. Ajarkan kepada pengunjung Mencegah pemasukan bakteri
untuk mencuci tangan
sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien
b. Berikan terapi antibotik, Mungkin diberikan secara profilaktik
bila diperluakan. sehubungan dengan peningkatan risiko
infeksi
c. Bersihkan lingkungan Mencegah pemasukan bakteri
dengan benar setelah
dipergunakan masing-
masing pasien.
d. Batasi jumlah pengunjung, Mencegah pemasukan bakteri dari luar
bila diperlukan.

Resiko retensi Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan retensi urine (NIC) : Untuk kewaspadaan karena mengecilkan
Urine keperawatan selama 3 hari a. Pantau efek obat resep, kelenjar dan mempunyai efek samping
diharapkan pasien dapat : seperti penyekat saluran seperti lelah dan pusing.
3. Menunjukkan kalsium dan antikolinergik Berguna untuk mengevaluasi obstrusi dan
kontinensia urine, yang b. Pantau asupan dan haluaran pilihan intervensi
dibuktikan oleh c. Pantau derajat distensi Memungkinkan diperlukan untuk ,mem
indikator berikut kandung kemih mealaui bantu aliran urine atau mencegah retensi
(sebutkan 1-5 : selalu, palpasi dan perkusi atau komplikasi
sering, kadang-kadang, d. Instruksikan pasien dan Berguna untuk mengevaluasi obstrusi dan
jarang, atau tidak pernah keluarga untuk mencatat pilihan intervensi
ditunjukkan) : haluaran urine, bila
diperlukan

59
 Kebocoran urine di e. Berikan cukup waktu untuk Menghilangkan atau mencegah retensi urin
antara berkemih pengosongan kandung kemih dan mengesampingkan adanya striktur
 Urine residu pasca- (10 menit) uretra
berkemih > 100-200 f. Lakukan kateterisasi untuk Untuk memudahka pasase selang melalui
cc mengeluarkan urine residu, uretra prostat
4. Pasien akan : jika diperlukan
 Menunjukkan g. Pasang kateter urine jika Untuk pengaliran kandung kemih dan
pengosongan diperlukan kepekaan kelenjar
kandung kemih 2. Lakukan program pelatihan Menghilangkan atau mencegah retensi urin
dengan prosedur pengosongan kandung kemih dan mengesampingkan adanya striktur
bersih kateterisasi 3. Bagi cairan dalam sehari untuk Mencegah hematuria atau rupture
intermiten mandiri. menjamin asupan yang adekuat pembuluh darah pada mukosa kandung
 Melaporkan tanpa menyebabkan kandung kemih yang terlalu distensi
penurunan kandung kemih over distensi
kemih
 Mempunyai
keseimbangan asupan
dan haluaran 24 jam.
 Mengosongkan
kandung kemih
secara tuntas.

60
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Hari/ Tanggal : Sabtu, 6 September 2014

Dx
Tgl/ Jam Tindakan Keperawatan Paraf
keperawatan
10.30 Mengobservasi tanda tanda vital I,II,IV
dengan hasil : TD 120/70mmHg
N : 84*/ Menit
S : 37 derajat
P : 20x/Menit

14.00 Transport klien dari kamar III


operasi

14.30 Menganjurkan klien untuk III


imobilisasi selama 24 jam

15.00 Mengganti cairan spuling Nacl I


40 tpm

18.00 Melayani Terapi Injeksi II


Ceftriaxon 1gr/ iv/12jam
Ranitidin 1ampul/iv/8jam
Ketorolac 1amp/iv/8jam

18.20 Mengganti cairan spuling Nacl I


40 Tpm

18.25 Mengganti cairan Infus RL 12 I,II


tts/mnt

19.00 Menganjurkan klien untuk I,II


istirahat dan tidur

19.15 Mengganti cairan spuling Nacl I,II


40 tpm

22.10 Mengganti cairan spuling Nacl I


40 tpm

23.00 Mengobservasi tanda tanda vital I,III


dengan hasil : TD 120/70mmHg
N : 84*/ Menit
S : 37 derajat
P : 20x/Menit

61
Hari/ Tanggal : Minggu, 7 September 2014

06.00 Melayani Terapi Injeksi III


Ceftriaxon 1gr/ iv/12jam

08.00 Ranitidin 1ampul/iv/8jam II


Ketorolac 1amp/iv/8jam

09.00 Mengganti cairan spuling Nacl I


40 tpm

10.00 Mengkaji Nyeri dengan Hasil P II


: Nyeri dirasakan meningkat saat
klien merubah posisi dan saat
bersin
Q : Nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk
R: Nyeri dirasakan pada bagian
Suprapubik
S: Skala Nyeri 7
T: Nyeri dirasakan hilang
Timbul sejak klien menjalani
Prostatectomy tgl 27/3/2014

11.10 Mengajarkan Tehnik relaksasi II,IV


saat nyeri dirasakan dengan cara
menarik napas dalam dari
hidung dan mengeluarkan secara
perlahan melalui mulut

13.20 Mengganti cairan spuling Nacl I


40 tpm

14.00 Menganjurkan klien bedrest dan II


Menciptakan lingkungan yang
kondusif dengan membatasi
pembesuk untuk mengurangi
resiko infeksi

15.15 Mengganti cairan Infus RL 12 II,III


tts/mnt

62
16.00 Melayani Terapi Injeksi II
Ranitidin 1ampul/iv/8jam
Ketorolac 1amp/iv/8jam

18.00 Melayani Terapi Injeksi II


Ceftriaxon 1gr/ iv/12jam

19.00 Mengganti cairan spuling Nacl I


40 tpm

20.00 Menjelaskan proses IV


penyembuhan luka

21.00 Mengganti cairan spuling Nacl I,II


40 tpm

21.30 Melayani Terapi Injeksi III


Ranitidin 1ampul/iv/8jam
Ketorolac 1amp/iv/8jam

22.00 Mengganti cairan spuling Nacl I


40 tpm

Hari/ Tanggal : Senin, 8 September 2014

06.00 Mengobservasi tanda tanda vital I,II,IV


dengan hasil : TD 120/70mmHg
N : 84*/ Menit
S : 37 derajat
P : 20x/Menit

06.00 Melayani Terapi Injeksi III


Ceftriaxon 1gr/ iv/12jam

07.00 Mengganti balutan dengan III


menggunakan tehnik aseptic

08.00 Melayani Terapi Injeksi II


Ranitidin 1ampul/iv/8jam
Ketorolac 1amp/iv/8jam

09.00 Mengobservasi adanya tanda- III


tanda infeksi pada luka dengan
hasil oedem (-), pus (-), dan
kemerahan (-)

63
09.45 Mengganti cairan spuling Nacl I
40 tpm

10.00 Mengganti botol drain, isi 100 III


cc

10.35 Melayani Terapi Injeksi II


Ranitidin 1ampul/iv/8jam
Ketorolac 1amp/iv/8jam

13.00 Menggatur posisi semi fowler II

13.15 Menganjurkan klien mobilisasi; II


miring kiri dan kanan

14.40 Mengganti cairan spuling Nacl I


40 tpm

16.00 Melayani Terapi Injeksi II


Ranitidin 1ampul/iv/8jam
Ketorolac 1amp/iv/8jam

18.00 Melayani Terapi Injeksi III


Ceftriaxon 1gr/ iv/12jam

21.00 Mengobservasi TTV dengan I,II,IV


hasil TD 130/90mmHg, N
88x/mnt, S 37 derajat, P :
20x/mnt

64
Hari/ Tanggal : Selasa, 9 September 2014

06.00 Mengobservasi IV
/mengidentifikasi tingkat
kecemasan klien
Hasil : klien tampak cemas
sedang

07.00 Menjelaskan pada klien atau IV


memberikan informasi ttg
pembedahan tahapan
penyembuhan luka

10.00 Melayani terapi injeksi III


Mengganti verban dengan
tehnik aseptic, mengobservasi
keadaan luka ,tanda-tanda
infeksi (-)

12.00 Melayani terapi injeksi II,III


Ceftriaxone 1 gr/8jam
Ranitidin 1amp/8 jam
Ketorolac 1am/8jam

14.00 Melayani terapi oral II,III


Ciproflaxacin 1 tab (2x1) Asam
mefenamat 1 tab (3x1)

17.00 Melayani terapi oral asam II,III,IV


mefenamat 1 tab ( 3x1)
Menganjurkan klien mobilisasi
Mengatur posisi yang nyaman
Mendorong klien untuk
mengungkapkan ketakutannya
atau kecemasannya
Melayani terapi oral
Ciproflaxacin 1 Tab
(As.mefenamat 1 tab

18.00 Mengobservasi TTV dengan II,IV


Hasil TD 100/70mmHg
N : 84x/ Menit
S : 37 derajat
P : 20x/Menit

65
19.00 Melayani Ciproflaxacin + As. II
Mef 1 Tab
merawat luka dengan tehnik
aseptic, melayani terapi oral
asam mefenamat 1 tab

21.00 memberikan informasi kepada II


klien ttg pentingnya mobilisasi
untuk mendukung proses
percepatan dalam penyembuhan
luka

21.15 memberikan informasi pada II


klien ttg makanan yang baik
dikonsumsi oleh pasien post op
BPH

66
E. EVALUASI KEPERAWATAN

Dx.
Tgl/ Jam Evaluasi Keperawatan Paraf
Keperawatan
06/09/2014 Resiko Perdarahan S : -
13.00 b/d efek samping O : Tampak terpasang
terkait terapi drainase, adanya
pembedahan spuling kateter
berwarna merah
muda
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan (2,3,4,5)

Nyeri Akut b/d agen S : klien mengatakan


cedera fisik nyeri pada daerah
operasi
O : Expresi wajah
meringis, tampak
luka tertutup verban
pada daerah
suprapubik, nyeri
tekan(+),
A : Masalah nyeri belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
(1,3,5,6,7)

Resiko Infeksi b/d S :


adanya luka O : Klien post op
prostatectomy Prostatectomy hari
ke 0, tampak luka
operasi tertutup
verban pada area
suprapubik, Drain
(+), klien terpasang
cateter threeway,
klien terpasang
infuse RL
A : Masalah resiko
infeksi belum
teratasi

67
P : Intervensi
dilanjutkan
(1,2,3,5,6,8)

Ansietas b/d S : Klien bertanya


perubahan dalam tentang waktu yang
status kesehatan dibutuhkan untuk
penyembuhan
lukanya
O : klien tampak cemas,
expresi nampak
bingung
A : Masalah ansietas
belum teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan
(2,3,4,5,6)

68
07/09/2014 Resiko Perdarahan S : -
13.00 b/d efek samping O : Tampak terpasang
terkait terapi drainase, adanya
pembedahan spuling kateter
berwarna merah
muda
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan (2,3,4,5)

Nyeri Akut b/d agen S : klien mengatakan


cedera fisik nyeri saat merubah
posisi tidurnya
O : Ekspresi wajah
meringis, skala nyeri
sedang (6/10) Nyeri
tekan area
suprapubik
A : Masalah nyeri belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan (1,3,6)

Resiko Infeksi b/d S : -


adanya luka O : Klien post
prostatectomy prostatectomy hari
ke 2, tampak tutup
verban di area luka
operasi suprapubik
A : Masalah resiko
infeksi belum terjadi
P : Intervensi
dilanjutkan
(1,3,5,6,8)

Ansietas b/d S : -
perubahan dalam O : saat klien diberikan
status kesehatan informasi ttg tahapan
perawatan
lukanya,klien
Nampak mengerti,
cemas klien
berkurang

69
A : Masalah ansietas
teratasi sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan(3,4,6)

70
08/09/2014 Resiko Perdarahan S : -
13.00 b/d efek samping O : Tampak terpasang
terkait terapi drainase, adanya
pembedahan spuling kateter
berwarna merah
muda
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan (2,4,5)

Nyeri Akut b/d agen S : klien mengatakan


cedera fisik nyeri pada luka
operasinya
berkurang
O : nyeri tekan area
suprapubik, tampak
luka tertutup di area
suprapubik
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan(1,6)

Resiko Infeksi b/d S : -


adanya luka O : klien post
prostatectomy prostatectomy hari
ke 3, tampak luka
operasi tertutup
verban pada area
suprapubik,
terpasang kateter
ukuran 18
A : Masalah belum
teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan(1, 3,5,6)

Ansietas b/d
perubahan dalam S : -
status kesehatan O : klien tampak rileks

71
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan(3, 6)

72
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pembahasan

Pada Bab ini kami akan membahas apakah ada kesenjangan antara

teori dengan kasus yang dikelola pada Tn. S dengan Post op Benigna Prostat

Hiperplasia. Asuhan keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa

Keperawatan, Intervensi keperawatan, Implementasi dan Evaluasi dilakukan

pada tanggal 6 September 2014 di Ruang Mawar Bedah RSU Bahteramas

Prov. Sultra.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan

dengan mengumpulkan data-data dari klien yang akurat sehingga akan

diketahui berbagai permasalahan yang ada. Tahap pengkajian terdiri dari

pengumpulan data, validasi data, dan identifikasi pola masalah (Hidayat,

2008). Proses pengkajian yaitu melakukan pengumpulan riwayat

kesehatan, melakukan pengkajian kesehatan, wawancara dengan klien, dan

orang terdekat klien, (Smeltzer, 2004). Dalam asuhan keperawatan yang

diberikan pada Tn. S dengan post op BPH pada tanggal 6 September 2014,

didapatkan data bahwa ± 1 bulan yang lalu klien mengeluh saat ingin

miksi harus mengejan dan sedikit nyeri, klien bahkan susah BAK, usia

klien saat ini 62 tahun.

Dalam teori menyebutkan bahwa pada usia lanjut beberapa pria

mengalami BPH. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 50

73
tahun dan ± 80% pria berusia 80 tahun. Pembesaran prostat menyebabkan

aliran urin terganggu sehingga menyebabkan gangguan miksi, (Purnomo,

2011).

Batu kandung kemih atau vesicholitiasis dapat terbentuk karena

sering terdapat sisa urin dalam kandung kemih akibat terdapat gangguan

aliran urin (Syamsuhidayat, 2004), dalam hal ini tidak ada kesenjangan

antara teori dan keadaan klien.

Pada tanggal 6 September 2014, dilakukan operasi pada klien

dengan metode operasi prostatectomy Suprapubis. Apabila sumbatan urin

parah dapat dilakukan pembedahan TURP, (Corwin, 2009). Dalam sebuah

jurnal berjudul “ Bladder Stone” yang diterbitkan medscane tahun 2011,

menyebutkan dalam sebuah studi tahun 2009 oleh tudgcu, dkk sebanyak

64 klien menjalani Prostatectomy Suprapubis bersamaan dengan operasi

kandung kemih, Kelemahan utama prosedur ini yaitu nyeri post operasi

(Basler, 2011). Sehingga tidak ada kesenjangan antara teori dengan

keadaan klien.

Setelah mengalami pembedahan klien mengatakan nyeri pada luka

post operasi dengan skala nyeri 7, nyeri seperti ditusuk –tusuk ekspresi

wajah meringis kesakitan. Hal ini sama dengan konsep teori bahwa setiap

pembedahan akan menimbulkan nyeri akut dengan awitan yang cepat

dengan tingkat keparahan yang bervariasi (sedang- berat) (Tamsuri, 2006).

Macam- macam kualitas nyeri adalah seperti ditusuk- tusuk, terbakar, sakit

nyeri dalam atau superficial, atau bahkan seperi digencet. (Judha, 2012).

74
Prevalensi nyeri sedang atau berat pada kelompok pembedahan perut

adalah tinggi pada hari hari pasca operasi 0-1 (30-55%) (Eur, J 2008).

Nyeri pada Prostat bersifat nyeri visceral karena reseptor ini

meliputi organ dada dan abdomen termasuk kandung kemih, mekanisme

utama yang menimbulkan nyeri visera yaitu salah satunya peregangan atau

distensi dari organ tersebut (Tamsuri, 2006). Setelah tindakan

prostatectomy, klien dipasang kateter ukuran 18 dengan 3 lubang. Pada

post operasi urin bercampur dengan bekuan darah. Hal ini perlu dilakukan

irigasi dengan normal salin sampai urin berwarna jernih (Kristinayasari,

2012). Sedangkan pada pola eliminasi selama sakit klien terpasang kateter

dengan diirigasi Nacl 0,9%, klien merasa kesakitan saat urin terasa akan

mengalir, warna urin masih bercampur dengan darah. Dari data tersebut

tidak ditemukan kesenjangan antara teori dengan keadaan klien.

Pada riwayat kesehatan dahulu, klien mengatakan mempunyai

hipertensi. Dalam hal ini kami belum mengkaji kapan hipertensi itu

muncul dan kami pun belum mengetahui hubungan hipertensi dengan

pembesaran prostat. Jika dikaitkan dengan teori penuaan dalam jurnal

“Penatalaksanaan Hipertensi pada Usia Lanjut” tahun 2009, hipertensi

sitolik terisolasi adalah sekitar berturut turut 7 %,11%, 8%, 25% pada

kelompok umut 60-69, 70-79, 80-89 dan diatas 90 tahun. Pada riwayat

kesehatan keluarga dan lingkungan tidak ada data yang mendukung

berkaitan dengan etiologi penyakit.

75
Pada tanggal 5 September 2014 dilakukan pemeriksaan

laboratorium yaitu pemeriksaan kimia urin dengan hasil PH 6,0 glukosa

97mg/dl normalnya negative, keton negative, protein, urobilin negative,

leukocyte 1-3 normalnya 0-2, u/l, pemeriksaan ephitel sel squamosa

hasilnya 0-4 Lpk normalnya 0-2, urea 43,4, Kristal 0 u/l. pada klien belum

dilakukan pemeriksaan PSA, kami juga belum mengetahui mengapa tidak

dilakukan.

Pada pemeriksaan pencitraan dilakukan pemeriksaan USG dapat

dilakukan pemeriksaan Transabdominal atau Trans abdominal

Ultrasonography (TAUS). Dari TAUS diharapkan mendapat informasi

mengenai perkiraan volume prostat, panjang protusi prostat ke vesika,

untuk mengetahui kelainan pada vesika (adanya batu, massa, bekuan

darah) (Purnomo, 2011). Pada tanggal 5 September 2014 dilakukan

pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil suspect Prostat Hyperplasia.

USG urology didapatkan hasil kedua ren normal ,Vu Over distended,

Prostat ukuran membesar dengan volume ± 29,25 ml, kesan Prostat

Hyperplasia, dari hasil yang didapatkan ditemukan bahwa tidak ada

kesenjangan antara teori dengan hasil pemeriksaan klien.

76
2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis Keperawatan adalah sebuah label singkat

menggambarkan kondisi klien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini

berupa masalah- masalah actual atau potensial (Wilkinson, 2006).

Pada kasus ini kami mengangkat diagnosa keperawatan nyeri

berhubungan dengan agen cedera fisik (Post Op BPH), Resiko infeksi

berhubungan dengan adanya luka prostatectomy, dan Ansietas

berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan. Dalam teori,

diagnosa yang dapat muncul pada klien dengan post op BPH yaitu nyeri,

resiko infeksi, retensi urin dan ansietas. Namun dalam pengkajian, kami

mengangkat hanya 3 diagnosa yaitu nyeri, resiko infeksi dan ansietas.

Kami tidak mengangkat diagnosa retensi urin karena saat pengkajian kami

tidak menemukan ada masalah yang kami dapatkan pada pasien terkait

retensi urinnya. Ketiga diagnosa tersebut kami angkat berdasarkan

keadaan klien selama kami melakukan pengkajian, dengan diagnosa

prioritas adalah nyeri, Alasan memprioritaskan masalah nyeri karena nyeri

yang dirasakan pasien merupakan salah satu masalah kebutuhan dasar

manusia, yang berkaitan dengan rasa nyaman, dimana nyeri tersebut lebih

terdahulu untuk diatasi dan kami berasumsi dengan mengatasi nyeri,

pasien bisa melakukan aktivitas secara mandiri tanpa bantuan orang lain.

Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional

yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang

77
aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana

terjadi kerusakan. (Potter & Perry, 2005).

Rencana tindakan yang dirumuskan untuk diagnosa keperawatan

nyeri yang telah ditegakkan dan bertujuan untuk mengurangi nyeri yang

dirasakan pasien yaitu observasi keadaan umum dan vital sign pasien

dengan rasional untuk mengetahui tingkat kesadaran dan memantau tanda-

tanda vital pasien, kaji nyeri (PQRST) dengan rasional mengetahui

keadaan nyeri pasien, beri posisi nyaman (semi fowler) dengan rasional

memberikan kenyamanan pasien, ajarkan teknik relaksasi dengan rasional

membantu mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, kolaborasi pemberian

analgetik dengan rasional mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri yang

dirasakan pasien. kami melakukan tindakan keperawatan sesuai rencana

yang telah disusun sebelumnya, seperti kolaborasi dengan dokter dalam

pemberian analgetik, karena untuk kolaborasi pemberian obat analgetik

terapi dari dokter agar dapat mengurangi nyeri klien sehingga kebutuhan

rasa nyaman klien akan terpenuhi. Tindakan keperawatan tersebut adalah

mengobservasi keadaan umum dan vital sign pasien, mengkaji nyeri

pasien (PQRST), memberikan posisi nyaman (semifowler), mengajarkan

teknik relaksasi, sehingga tindakan yang diberikan terhadap klien dengan

BPH sudah sama seperti apa yang disebutkan dalam teori.

78
3. Perencanaan Keperawatan

Perencanaan adalah ketegori dari perilaku keperawatan dimana

tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan

dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut, (Potter

dan Perry, 2005).

Dalam kasus ini kami merencanakan tindakan selama 3 x 24 jam

dengan alasan setiap pernyataan tujuan dan hasil yang diharapkan harus

mempunyai batasan waktu untuk evaluasi, tujuan tidak hanya memenuhi

kebutuhan klien tetapi juga harus mencakup pencegahan dan rehabilitative.

Ada 2 tipe tujuan yang dikembangkan untuk klien yaitu tujuan jangka

pendek dan tujuan jangka panjang, (Potter dan Perry, 2005).

Karena kami merencanakan selama 3 hari maka termasuk dalam

tujuan jangka pendek dengan defenisi sasaran yang diharapkan tercapai

dalam periode waktu yang singkat, biasanya kurang dari 1 minggu. Tujuan

ini diarahkan untuk rencana tindakan yang mendesak (Potter dan Perry,

2005).

Menurut NOC (Nursing Outcome Classification) dalam buku saku

diagnose keperawatan (Wilkinson, 2006), diharapkan nyeri dapat

berkurang dengan kriteria hasil ekspresi wajah tidak meringis, tidak

kesakitan, skala nyeri 3, tanda-tanda vital dalam batas normal, intervensi

atau NIC yang akan dilakukan yaitu secara ONEC (Observation, Nursing

intervensi, Education, Colaboration) yaitu : kaji karakteristik nyeri dengan

PQRST dengan dengan rasional untuk mengetahui seberapa berat nyeri

79
dirasakan, Nursing intervensi dengan memberikan posisi semi fowler

dengan rasional menurunkan tingkat ketegangan pada daerah yang nyeri,

Edukasi dengan mengajarkan tehnik relaxasi dengan rasional dapat

merelaxasi otot- otot tubuh, Kolaborasi dengan pemberian analgetik

dengan rasional untuk menghilangkan nyeri.

Tindakan keperawatan yang kami berikan kepada pasien sudah

sama seperti apa yang ada disebutkan dalam teori untuk setiap diagnosa,

dimana dalam teori juga memprioritaskan diagnosa nyeri sebagai prioritas

utama dalam pemberian tindakan keperawatan agar masalah keperawatan

lain dapat diselesaikan.

4. Implementasi

Implementasi merupakan komponen dari keperawatan dimana

tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang

diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan

(Potter dan Perry, 2005).

Implementasi keperawatan yang kami lakukan dalam kasus sudah

sama seperti apa yangdisebutkan dalam teori untuk ke tiga diagnosa yang

kami angkat, implementasi pada tanggal 6 September 2014 yaitu mengkaji

skala nyeri, didapatkan respon klien: P Nyeri dirasakan meningkat bila

klien merubah posisi atau bersin, Q : nyeri terasa seperti ditusuk tusuk, R :

nyeri terasa dibagian suprapubik, S : skala nyeri 7, T : nyeri dirasakan

hilang timbul. Sedangkan respon obyektifnya klien tampak kesakitan,

expresi wajah meringis. Mengukur TTV dengan hasil TD 120/70 mmHg,

80
N 84x/mnt, S 37 c, pernapasan 20x/mnt. Menangani nyei yang dialami

klien melalui intervensi farmakologi dilakukan dalam kolaborasi dengan

dokter, rute intravena adalah rute yang dipilih untuk pemberian medikasi

analgetik (Smeltzer, 2004). Medikasi yang diberikan berupa terapi

intervena yaitu ketorolax/ 8jam.

Pada tanggal 7 September 2014 melakukan tindakan keperawatan

untuk mengurangi resiko infeksi seperti mengobservasi TTV dengan hasil

TD 110/70 mmHg, N 84x/mnt, S 37c, pernapasan 20x/mnt, menganjurkan

klien mobilisasi dengan posisi yang nyaman yaitu semifowler, mengganti

verban klien dengan tehnik aseptic,mengganti botol drain isi 20 cc,

mengobservasi keadaan luka dan tanda- tanda infeksi, melayani injeksi

ceftriaxone 1gr/8jam yang merupakan antibiotic golongan sefalosporin

profilaksis, memberi HE mengenai pembedahan dan tahapan

penyembuhan luka dengan mendorong klien mengungkapkan

kecemasannya.

Tanggal 8 September 2014 didapatkan hasil nyeri mulai berkurang

tidak begitu hebat, terdapat penghentian tindakan farmakologi, karena

menurut teori, rentang nyeri sudah dapat ditoleransi oleh klien dan terdapat

kesan penurunan intensitas nyeri, sehingga penanganan nyeri secara

farmakologis dihentikan untuk mengembalikan kembali fisiologis fungsi

saraf reseptor nyeri agat tidak terjadi ketergantungan (American

Assosiation of Nurse Anasthesis, 2012), memberikan injeksi Ceftriaxone

untuk pencegahan infeksi, mengevaluasi tehnik relaksasi yang dilakukan

81
dan masih mempertahankan posisi semifowler dan latihan mobilisasi atau

ROM.

5. Evaluasi

Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respon klien

terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian,

(Potter dan Perry, 2005). Tanggal 6 September sampai 9 September 2014

dilakukan evaluasi dengan metode SOAP (Subjektif, Objektiv, Assesment,

Planning).

Setelah melakukan implementasi, kami melakukan evaluasi

keperawatan kepada klien selama tiga hari dan evaluasi yang kami lakukan

sudah seperti dalam teori, dimana dalam teori menyebutkan bahwa

evaluasi yang diharapkan untuk diagnosa nyeri adalah klien dapat

mengalami peredaan nyeri, rentang nyeri sudah dapat ditoleransi oleh

klien dan terdapat kesan penurunan intensitas nyeri, sehingga penanganan

nyeri secara farmakologis dihentikan untuk mengembalikan kembali

fisiologis fungsi saraf reseptor nyeri agat tidak terjadi ketergantungan

(American Assosiation of Nurse Anasthesis, 2012), klien terbebas dari

resiko infeksi dan ansietas terhadap penyakitnya berkurang.

Evaluasi tanggal 7 September 2014 didapatkan data Subyektif

bahwa klien mengatakan nyeri dengan P Nyeri dirasakan meningkat bila

klien merubah posisi atau bersin, Q : nyeri terasa seperti ditusuk tusuk, R :

nyeri terasa dibagian suprapubik, S : skala nyeri 7, T : nyeri dirasakan

hilang timbul, klien juga bertanya tentang luka operasinya. Obyektif

82
didapatkan klien tampak kesakitan, expresi wajah meringis. Mengukur

TTV dengan hasil TD 120/70 mmHg, N 84x/mnt, S 37, pernapasan

20x/mnt, terdapat luka post operasi hari ke 1, terpasang kateter ukuran 18

yang diirigasi cairan Nacl 0,9%, tehnik relaksasi belum berhasil, posisi

tidur klien semi fowler, klien tampak tidak cemas lagi. Assesment masalah

belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi kaji skala nyeri, ajarkan

tehnik relaxasi, kolaborasi pemberian analgetik, lakukan penggantian

verban dengan tehnik aseptic. Secara umum belum ada kemajuan hasil

yang akan dicapai pada hari pertama.

Evaluasi pada tanggal 8 september 2014 didapatkan hasil Subyektif

bahwa klien mengatakan nyeri dengan P Nyeri dirasakan meningkat bila

klien merubah posisi atau bersin, Q : nyeri terasa seperti ditusuk tusuk, R :

nyeri terasa dibagian suprapubik, S : skala nyeri 6, T : nyeri dirasakan

hilang timbul,. Obyektif didapatkan klien tampak kesakitan, expresi wajah

meringis. Mengukur TTV dengan hasil TD 110/70 mmHg, N 84x/mnt, S

37, pernapasan 20x/mnt, irigasi sudah dihentikan terdapat luka post

operasi hari ke 2, posisi semi fowler tetap dipertahankan, masih terpasang

kateter no 18, Assesment masalah belum teratasi. Planning lanjutkan

intervensi kaji skala nyeri, ajarkan tehnik relaxasi, kolaborasi pemberian

analgetik, lakukan penggantian verban dengan tehnik aseptic. Terdapat

perubahan hasil evaluasi yang dibandingakan dengan hari pertama yaitu

penurunan skala nyeri menjadi 6 dan TD 110/70 mmHg.

83
Evaluasi pada tanggal 9 September 2014 didapatkan hasil Subyektif

bahwa klien mengatakan nyeri sudah berkurang, Obyektif didapatkan klien

sudah tak kesakitan, expresi wajah rileks, terdapat luka post operasi hari ke

3, tehnik relaksasi sudah berhasil dilakukan saat nyeri timbul, posisi semi

fowler tetap dipertahankan, masih terpasang kateter no 18, penggantian

verban dilakukan dengan tehnik aseptic Assesment masalah teratasi,

Planning intervensi dihentikan. Pada akhir evaluasi hari terakhir dapat

dinyatakan bahwa masalah nyeri, resiko infeksi dan ansietas teratasi.

84
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Setelah kami melakukan pengkajian, analisa data, penegakan

diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi tentang asuhan

keperawatan pada Tn. S dengan Post Op Benigna Prostat Hiperplasia di

Ruang Mawar RSU Bahteramas bedah pada tanggal 6 September sampai 9

September 2014 dapat kami simpulkan bahwa

1. Pada pengkajian kasus yang kami lakukan, kondisi klien setelah post

operasi BPH adalah klien mengalami nyeri pada area suprapubik, nyeri

terasa seperti ditusuk- tusuk dengan skala 7 dan ekspresi meringis. Hal ini

sama dengan konsep teori bahwa setiap pembedahan akan menimbulkan

nyeri akut dengan awitan yang cepat dengan tingkat keparahan yang

bervariasi (sedang- berat) (Tamsuri, 2006). Macam- macam kualitas nyeri

adalah seperti ditusuk- tusuk, terbakar, sakit nyeri dalam atau superficial,

atau bahkan seperi digencet. (Judha, 2012). Prevalensi nyeri sedang atau

berat pada kelompok pembedahan perut adalah tinggi pada hari hari pasca

operasi 0-1 (30-55%) (Eur, J 2008).

2. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah Nyeri berhubungan dengan

agen cedera fisik, resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post

operasi Benigna Prostat Hiperplasia, Ansietas berhubungan dengan

perubahan dalam status kesehatan. Diagnosa keperawatan yang kami

angkat dalam kasus sudah sama seperti yang disebutkan dalam teori

85
dengan memprioritaskan diagnosa nyeri, alasan memprioritaskan masalah

nyeri karena nyeri yang dirasakan pasien merupakan salah satu masalah

kebutuhan dasar manusia, yang berkaitan dengan rasa nyaman, dimana

nyeri tersebut lebih terdahulu untuk diatasi dan kami berasumsi dengan

mengatasi nyeri, pasien bisa melakukan aktivitas secara mandiri tanpa

bantuan orang lain.

3. Intervensi atau perencanaan menggunakan metode ONEC (Observation,

Nursing intervensi, Education, Colaboration) Dalam kasus ini kami

merencanakan tindakan selama 3 x 24 jam dengan alasan setiap

pernyataan tujuan dan hasil yang diharapkan harus mempunyai batasan

waktu untuk evaluasi, tujuan tidak hanya memenuhi kebutuhan klien

tetapi juga harus mencakup pencegahan dan rehabilitative. Adapun kriteria

hasil yang diharapkan dalam kasus yang kami dapat telah sama dengan

apa yang ada dalam teori, dimana untuk nyeri adalah Expresi wajah klien

tampak rileks dan TTV dalam batas normal, sementara untuk diagnosa

resiko infeksi hasil yang diharapkan adalah klien terbebas dari tanda dan

gejala infeksi, untuk diagnosa ansietas hasil yang diharapkan adalah klien

dapat mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas, klien tampak

tidak cemas

4. Implementasi merupakan komponen dari keperawatan dimana tindakan

yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari

asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi

86
keperawatan yang kami lakukan dalam kasus sudah sama seperti apa

yangdisebutkan dalam teori untuk ke tiga diagnosa yang kami angkat.

5. Setelah melakukan implementasi, kami melakukan evaluasi keperawatan

kepada klien selama tiga hari dan evaluasi yang kami lakukan sudah

seperti dalam teori, dimana dalam teori menyebutkan bahwa evaluasi yang

diharapkan untuk diagnosa nyeri adalah klien dapat mengalami peredaan

nyeri, rentang nyeri sudah dapat ditoleransi oleh klien dan terdapat kesan

penurunan intensitas nyeri, sehingga penanganan nyeri secara

farmakologis dihentikan untuk mengembalikan kembali fisiologis fungsi

saraf reseptor nyeri agat tidak terjadi ketergantungan (American

Assosiation of Nurse Anasthesis, 2012), klien terbebas dari resiko infeksi

dan ansietas terhadap penyakitnya berkurang.

6. Analisa data tentang nyeri pada penyakit BPH bersifat nyeri neuropatik

sedangkan saat post op karakteristik nyeri ini berubah menjadi nyeri

somatic superficial akibat dari stimulasi terhadap laserasi kulit. Nyeri yang

dirasakan klien saat pengkajian adalah terlokalisasi area suprapubik dan

kandung kemih sudah seperti dalam teori yang menyebutkan bahwa klien

yang mengalami pembedahan akan mengalami nyeri yang bersifat visceral

karena reseptor ini meliputi organ dada, abdomen dan kandung kemih,

B. Saran

Setelah kami melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan

POST Op BPH, kami akan memberikan usulan dan masukan yang positif

khususnya dibidang kesehatan antara lain :

87
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)

Hal ini diharapkan Rumah Sakit khususnya Ruang Mawar dapat

memberikan pelayanan dan mempertahankan hubungan kerjasama yang

baik antara tim kesehatan dan klien yang ditujukan untuk meningkatkan

mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan

pasien BPH khususnya dan diharapkan Rumah Sakit mampu menyediakan

fasilitas yang dapat mendukung kesembuhan pasien.

2. Bagi tenaga kesehatan terutama perawat

Diharapkan selalu berkoordanasi dengan tim kesehatan lain yakni,

dokter, radiologi dan ahli gizi karena untuk menangani pasien BPH

membutuhkan asuhan keperawatan yang lebih maksimal pada umumnya

dan khususnya pada pasien BPH diharapkan tenaga kesehatan lebih

mengutamakan pelayanan yang segera. Dan memberikan pendidikan

kesehatan tentang bph untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lain.

3. Bagi institusi pendidikan

Agar dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih

berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat profesional,

terampil, handal dan mampu memberikan asuhan keperawatan secara

komprehensif.

4. Bagi klien

Diharapkan mendapat tindakan keperawatan yang sesuai dengan

keluhan yang dialami pasien serta pasien senantiasa bekerjasama dalam

mengatasi masalah keperawatan, yaitu dengan mengikuti saran yang

88
diberikan baik dokter, perawat ataupun tim kesehatan pada umumnya.

Dan khususnya bagi pasien dengan BPH diharapkan pasien kooperatif dan

mempercepat proses kesembuhan dan mengikuti saran dari tenaga

kesehatan

5. Bagi keluarga

Diharapkan keluarga selalu memberikan dukungan terhadap Tn. L

agar mempercepat proses penyembuhan, selain itu melaksanakan tindakan

yang dianjurkan oleh parawat dan dokter.

89
DAFTAR PUSTAKA

American association of Nursing Anasthetistic. (2012). Journal course : New


Tehnologiest in Anesthesis : Update for Nurse Anesthesist Alternative
for Post Operative Pain Management. http: //www. Aana. Com diakses
10 maret 2014.

Basler, Joseph (2011). Bladder Stone, Medscape Reference.

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku saku diagnosa keperawatan Edisi 8. Jakarta :
EGC.

Corwin Elizabeth. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta : EGC.

Doengoes, M.E., Moorhouse dan M.F., Geisster A.C. (2000). Rencana asuhan
keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

Eur J. Anaesthesiol. (2008). The Prevalence of Post Operative Pain in a Sample of


1490 Surgical in Patient. Pubmed. Gov. http//www.ncbi.nlm.nih.gov/
Pubmed. Diakses tanggal 13 maret 2014.

Hidayat, A.Azis Alimul. (2008). Pengantar kebutuhan dasar manusia: Aplikasi


konsep dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A dan Uliyah, M. (2005). Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar


Manusia. Jakarta : EGC.

NANDA International. (2009). Diagnosis keperawatan Defenisi dan klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Potter & Perry, (2005). Buku ajar Fundamental keperawatan. Volume I. Edisi 4
Jakarta : EGC.

----------------------------. Buku ajar Fundamental keperawatan. Volume 2. Edisi 4


Jakarta : EGC.

Purnomo, Basuki. (2011). Dasar-dasar urologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rigand AS. (2001). Hipertension in older Adults. Jurnal penyakit dalam volume 7
: Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia tahun 2009. http:.//e.
journal. Unud.ac.id akses tanggal 18 maret 2014.

Sjamsuhidayat R. Wim de Jong. (2004). Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, C. Suzanne. (2002). Brunner and Sudarth: Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Tamzuri, Anas.(2006). Konsep dan penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC

Wilkinson, Judith M. (2006). Buku Saku Diagnosis keperawatandengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai