Anda di halaman 1dari 1

5 Mei 2020, bisa jadi dimaknai sebagai hari patah hati nasional yang sebenarnya oleh sebagian orang.

Bapak patah hati nasional, Dionisius/Didi Prasetyo alias Didi Kempot, berpulang ke rumah Tuhan. Wafat
di usia 53 tahun, Didi meninggalkan banyak kesan terutama bagi orang-orang yang mengaggumi karya-
karyanya.

**

Saya adalah seorang yang bisa dikatakan dibesarkan oleh karya-karya Didi Kempot. Sedari sebelum
masuk sekolah dasar lagu-lagu beliau bahkan sudah mulai akrab ditelinga saya. Diputar oleh radio-radio
yang memang isinya nyaris semuanya campursari, secara tidak langsung memperkenalkan saya pada
Didi Kempot. Selain itu ibu kerap pula menyanyikan lagu-lagu beliau salah satunya lagu berjudul
Kuncung yang saya ingat menemani hari-hari saya bersama kawan sepermainan dan memang sangat
relate dengan masa itu, main lempung, pakai kain sarung, mandi di kali, dan tentunya cukur kuncung.

Lagu-lagu beliau memang punya kesan tersendiri bagi saya sebagai pendengar. Selain Kuncung, Sewu
Kutho, juga merupakan salah satu lagu Didi Kempot yang anthemic bagi saya. Lagu itu saya pertama kali
mendengar ketika saya di sekolah dasar. Entah apa daya yang dipunya oleh lagu itu , saya seperti tersihir
ketika mendengar lirik yang ditulis oleh Didi Kempot. Seperti merasakan bagaimana menunggu untuk
cinta seseorang, meski harus melewati seribu kota pun seakan bukan masalah yang berat.

***

Didi Kempot memang dikenal kembali di Indonesia dalam dua tahun terakhir, lagu-lagunya berhasil
menyihir anak-anak muda yang mungkin jauh di bawah zamannya. Namun hal itu tentu membuktikan
bahwa karya-karya beliau mampu menembus sekat zaman yang terus melaju. Lagu-lagunya bahkan
tetap dapat dinikmati hingga hari ini dan oleh pelbagai generasi. Bukan hanya yang se-zaman dengan
beliau.

Anda mungkin juga menyukai