PUJON 1962-2010
ABSTRAK: Tujuan penulisan Skripsi ini adalah (1) Untuk mengetahui sejarah Koperasi Susu
“SAE” Pujon pada periode rintisan, periode kebangkitan, dan periode pengembangan, (2) Untuk
masyarakat sekitar koperasi tersebut. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian historis dan
menggunakan metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan
historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Koperasi Susu “SAE” Pujon dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat Pujon melalui berbagai fasilitas dan bantuan dari
koperasi berupa kredit sapi maupun kredit uang serta beberapa fasilitas penunjang kebutuhan
sehari-hari seperti Waserda dan fasilitas kesehatan berupa rumah sakit belum bisa dikatakan
berhasil 100% karena terdapat beberapa masyarakat yang merasa belum sejahtera dengan
menjadi peternak sapi perah dan anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon karena beberapa faktor,
seperti modal, jumlah kepemilikan sapi perah dan kesulitan dalam mencari maupun membeli
pakan ternak.
(rasionalisme) manusia (Dekker, 1993:2). Dengan kata lain sejarah adalah suatu sistem ilmu
pengetahuan, yakni sebagai daya cipta manusia untuk mencapai hasrat ingin tahu serta
perumusan sejumlah pendapat yang tersusun atas keseluruhan masalah. Sehubungan dengan
ini tidak dapat dilepaskan sifatnya sebagai ilmu mengenai berlakunya hukum sebab dan akibat
atau kausalitas. Dalam hal ini keberadaan Koperasi Susu “SAE” Pujon juga mempengaruhi
masyarakat sekitar, terutama terhadap kesejahteraan. Sejauh ini sebagian besar fakta di
lapangan telah menunjukkan bahwa Koperasi Susu “SAE” Pujon telah berhasil dalam upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat Pujon dengan usaha peternakan sapi perah, namun
masih ada beberapa masyarakat peternak sapi perah yang belum merasakan sejahtera, hal ini
karena beberapa faktor. Adapun pertimbangan yang mendorong peneliti memilih Koperasi Susu
“SAE” sebagai tema penelitian yaitu peran dan posisi koperasi yang pada hakikatnya adalah
bertujuan untuk mensejahterakan anggota, namun masih saja terdapat anggota 2 yang belum
sejahtera dengan keberadaan koperasi. Berangkat dari realita inilah peneliti akhirnya merasa
tertarik dan berinisiatif untuk membuat dan melanjutkan penulisan sejarah koperasi tersebut
dalam bentuk sebuah karya yang utuh berupa Skripsi. Dalam hal ini penelitian bertujuan untuk
mencari fakor-faktor penyebab masyarakat anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon yang masih
belum sejahtera berdasarkan hasil dan fakta yang terjadi pada masyarakat Pujon.
METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2012 di Koperasi
Susu “SAE” Pujon. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian historis dan menggunakan
metode sejarah yang meliputi heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Heuristik
adalah dengan mengumpulkan sumbersumber baik yang tertulis maupun sumber lisan, sumber
yang tertulis antara lain buku tentang koperasi, majalah/literatur yang sesuai dengan topik
“SAE” dari tahun 1980-2010, monografi Dusun Delik tahun 2010. Sumber lisan yaitu informasi
yang diperoleh dari narasumber dengan menggunakan teknik wawancara yang dilakukan di
Kantor Unit Koperasi Susu “SAE” Pujon dan di rumah-rumah penduduk Dusun Delik. Kritik
sumber merupakan kegiatan yang menyelidiki serta mengadakan pengujian atau penelaahan
terhadap sumbersumber sejarah yang telah diperoleh untuk menetukan nilai kebenarannya.
Interpretasi merupakan langkah untuk menetapkan makna yang saling berhubungan dari fakta-
fakta yang telah diperoleh, kemudian menyimpulkannya. Dengan kata lain disebut juga sebagai
tindakan menyusun dan merangkai antar fakta (kejadian) yang satu dengan fakta yang lain.
Dalam proses ini tidak semua fakta yang peneliti dapatkan dimasukkan tetapi dipilih yang
relevan dengan gambaran cerita yang akan disusun. Historiografi adalah proses penyajian
dalam bentuk penulisan sejarah yang di susun secara kronologis. Langkah ini merupakan
Sejarah Koperasi Susu “SAE” Pujon Pada Periode Rintisan, Kebangkitan, dan
Pengembangan
koperasi susu yang diberi nama Koperasi Susu Sinau Andandani Ekonomi (belajar
memperbaiki ekonomi) di Pujon, dengan populasi ternak 35 ekor dengan jumlah produksi 50
liter per hari. Koperasi Susu “SAE” Pujon mendapat bantuan dari pemerintah lewat Direktur
Jenderal Peternakan berupa sapi impor dari New Zealand sebanyak 90 ekor pada tahun 1963.
Pada tahun 1968 Koperasi Susu “SAE” Pujon resmi berstatus badan hukum yakni Nomor
2789/II/12-1967 pada tanggal 16 Agustus 1968. Tahun 1970Titik terendah keadaan Koperasi
Susu “SAE” Pujon yaitu mempunyai hutang kepada anggota akibat dari kegagalan pengelolaan
koperasi sebesar Rp 809.500 sementara piutang tidak ada sama sekali. Pada tahun tersebut
yakni pada tanggal 23 Mei 1970 sekalipun pengurus periode II belum habis masa jabatan,
terpaksa direformasi melalui Rapat Anggota, atas keputusan Rapat Anggota tersebut ditunjuk
Pada tahun 1974, Timbul masalah baru yaitu produksi susu meningkat dengan
pemasaran yang kurang memadai. Saat itu produksi susu mencapai 2.000 liter per hari
sedangkan yang dapat dipasarkan hanya 1.500-1600 liter per hari, sisanya 400-500 liter
diberikan kepada anak sekolah (Sekolah Dasar) atau masyarakat yang mau menerima dan
selebihnya dibuang karena telah rusak. Pembuangan susu terpaksa dilakukan karena pada
saat itu Koperasi Susu “SAE” Pujon belum mempunyai peralatan yang dapat menyelamatkan
susu. Bulan Januari 1975 pengurus menawarkan produk susu sapi ke PT. Nestle di Surabaya,
PT. Nestle pun menyetujuinya hingga mulai 1 Mei 1975 PT. Nestle mau menerima dan membeli
produksi susu Koperasi Susu “SAE” Pujon dengan pengiriman perdana sebanyak 160 liter per
Harga susu mengalami penurunan pada tahun 1977 dari Rp 90 per liter menjadi Rp 62
per liter sehingga dengan harga tersebut perjalanan perkembangan Koperasi Susu “SAE”
kembali tersendat masalah harga baru yang ditetapkan PT. Food Specialities Indonesia (PT.
FSI) tidak mencukupi pengeluaran yang harus 4 ditanggung anggota. Menteri Muda urusan
Koperasi Bustanil Arifin pada tanggal 12 Juni 1978 berkunjung ke Koperasi Susu “SAE” Pujon
dan membantu koperasi dengan memberi modal sebesar Rp 10.000.000 untuk penyelesaian
pembangunan gedung perkantoran. Pada tahun yang sama yakni pada tanggal 19-21 Juli 1978
diadakan Temu Karya Koperasi Susu ke-I yang dihadiri 14 Koperasi susu terbesar di seluruh
Indonesia dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah dan pemecahannya serta membuat
program kerja.
Pada sekitar tahun 1979 Bustanil Arifin mengirim utusan ke India untuk mempelajari
koperasi persusuan di sana. Kemudian dibentuk Tim Teknis Peneliti dan Pengembangan
Koperasi Susu Indonesia untuk menganalisis tiap-tiap industri pengolahan sus, pembelian susu
impor dan penjualan susu hasi Industri Pengolahan Susu (IPS). Di tahun yang sama yakni pada
tanggal 29-31 Maret 1979 diadakan Temu Karya Koperasi ke-II untuk mengevaluasi kerja sama
dengan Industri Pengolahan Susu (IPS) dan membuat rencana kerja lebih mantap dalam
organisasi koperasi. Harga susu disepakati menjadi Rp 165 per liter dengan standar fat 30 %
pada tahun 1980.Kemudian tahun 1982 Koperasi Susu “SAE” Pujon mendapat kredit sapi
mencapai 3.601 orang dengan populasi ternak 16.774 ekor dan produksi susu sapi sebanyak
20.371.512,5 liter per hari. Dan pada tahun 2010 muncul program Biogas yang telah membawa
banyak perubahan pada masyarakat Pujon, khususnya bagi anggota Koperasi Susu “SAE”
Pujon selain dapat menghemat biaya juga untuk pemanfaatan kembali limbah yang dalam hal
Bapak Haji Djiat adalah peternak sapi perah dengan jumlah sapi sebanyak 25 ekor sapi
perah,Bapak Haji Djiat sebelumnya adalah petani sayuran sebagaimana penduduk Dusun Delik
lainnya, namun kategori petani dengan modal besar dan mempunyai tanah yang cukup luas.
Pada sekitar tahun 1970-an Bapak Haji Djiat 5 mengalami banyak gagal panen dan terkadang
harga sayuran yang ditanam merosot murah. Bapak Haji Djiat mengalami gulung tikar.
Setahun berikutnya yaitu sekitar tahun 1973, teman Bapak Haji Djiat yaitu Bapak Ba’i
Kadhim yang telah bergabung menjadi anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon sejak tahun 1972
mengajak Bapak Haji Djiat untuk bertenak sapi perah dan mendaftar menjadi anggota Koperasi
Susu “SAE” Pujon, Bapak Haji Djiat menyetujui dan mendaftar sebagai anggota Koperasi Susu
“SAE”. Setelah dirasa manfaatnya maka Bapak Haji Djiat memutuskan untuk menjual sebagian
tanahnya dan sebagian lagi disewakan sehingga pertanian lama-kelamaan telah ditinggalkan
Saat ini Bapak Haji Djiat telah mempunyai kandang sapi yang besar dengan jumlah sapi
sebanyak 28 ekor jumlah tersebut adalah jumlah terbesar di Dusun Delik, dan dibantu oleh 7
orang pekerja yang bertugas mencari rumput, membersihkan kandang sapi, memandikan sapi,
memerah dan menyetorkan susu sapi ke pos penampungan susu sementara di Dusun Delik.
Untuk pengelolaan keuangan adalah anak pertamanya dan Bapak Haji Djiat hanya menerima
uang bersih dari hasil penyetoran susu, setelah dikurangi biaya operasional, termasuk biaya
gaji pegawai. Hasil yang diperoleh Haji Djiat perbulan yaitu sekitar Rp 7.000.000 – Rp
8.000.000.
Demikian yang membuat Bapak Haji Djiat memutuskan untuk meninggalkan profesinya
sebagai petani, dan beralih menjadi peternak sapi perah dengan berbagai macam keuntungan
yang diperoleh. Walaupun mampu untuk mengakses layanan biogas yang digalangkan oleh
Koperasi Susu “SAE” Pujon, Bapak Haji Djiat masih belum menggunakan Biogas dengan
alasan masih belum mengetahui secara pasti bagaimana prosedur penggunaan Biogas.
Bapak Ba’i Kadhim pada sekitar tahun 1970-an mengalami kesulitan dalam mencari
membuat meja, kursi, ranjang dari balok kayu yang ditemukan di hutan kemudian dijual, dan
menjual kayu bakar. Bapak Ba’i Kadhim tidak mempunyai tanah juga modal untuk bertani.
Namun setelah Bapak Ba’i Kadhim 6 mendengar bahwa Koperasi Susu “SAE” Pujon
menyediakan perkreditan sapi perah Bapak Ba’i Kadhim mencoba untuk berhutang sapi perah
kepada Koperasi Susu “SAE” Pujon dengan lebih dahulu mendaftar sebagai anggota Koperasi
Susu “SAE” Pujon pada tahun 1972. Bapak Ba’i Kadhim meminjam 2 ekor sapi perah kepada
koperasi. Dengan telaten 2 ekor sapi tersebut dirawat dan diperah susunya. Sehingga tahun-
tahun berikutnya jumlah sapi Bapak Ba’i Kadhim bertambah, sehingga pendapatannyapun
bertambah. Saat ini Bapak Ba’i Kadhim mempunyai sapi perah sebanyak 12 ekor.
Selanjutnya Bapak Ba’i Kadhim mampu membeli tanah dan kemudian profesinya
bertambah menjadi petani sayuran. Loyalitas Bapak Ba’i Kadhim telah membuat Koperasi Susu
“SAE” Pujon memberikan penghargaan kepada Bapak Ba’i Kadhim sebagai anggota terbaik
pada tahun 1992. Ketertarikan Bapak Ba’i Kadhim kepada peternakan sapi telah membuatnya
juga berprofesi sebagai Belantik atau orang yang melakukan jual beli sapi. Hingga saat ini
Bapak Ba’i Kadhim tetap menjadi anggota Koperasi Susu ”SAE” Pujon namun yang mengelola
usaha peternakan sapi perahnya adalah menantunya yaitu Bapak Rohman dengan dibantu 2
orang pekerja.
Bapak Misdi dahulunya adalah peternak sapi perah dengan jumlah sapi hanya 2 ekor
dan juga anggota Koperasi Susu “SAE”, namun pada tahun 1991 Bapak Misdi memutuskan
untuk keluar dari anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon karena dirasa sangat melelahkan karena
pada waktu tersebut yaitu tahun 2005 ketika Bapak Misdi memutuskan untuk berhenti dari
anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon usianya sudah 41 tahun, ditambah dengan pekerjaan
lainnya seperti mencari rumput, kalau musim kemarau dan rumput tidak tumbuh maka Bapak
Misdi harus membeli rumput dengan harga yang mahal yaitu sekitar Rp 5.000/ikat, Pak Misdi
membandingkan dengan harga beras yang dikonsumsi sehari-hari yaitu Rp 6.500/Kg, Pak Misdi
harus membeli minimal 4 ikat rumput yaitu Rp 20.000 sedangkan pak Misdi memerlukan 1,5 Kg
beras yaitu Rp 9.750 akibatnya lama-lama Pak Misdi berpikir makanan sapi perah lebih mahal
dari pada makanan peternak, sehingga sapi-sapi kepunyaan Bapak Misdi dijual dan 7 sekarang
hanya menekuni profesi sebagai petani sayur saja. Dari kisah tersebut mencerminkan bahwa
jumlah kepemilikan sapi yang sedikit cenderung malah rugi dengan biaya operasional yang
cukup mahal. Jadi keuntungan hanya diperoleh pemilik sapi perah dengan jumlah lebih dari 5
ekor. Dilihat dari biaya operasional seperti rumput per 2 minggu untuk 2 ekor jika dikalkulasi
menghabiskan biaya Rp 20.000 x 14 hari yaitu sejumlah Rp 280.000, Saepro Feed makanan
sapi yang diproduksi oleh Koperasi Susu “SAE” Pujon yang harganya Rp 120.000/sak, 1 sak
berisi 50 Kg untuk 2 minggu jadi rata-rata Rp 8.500/hari. Jadi jumlah keseluruhan adalah Rp
400.000/2 minggu. Sedangkan perolehan susu hanya 8 liter x Rp 3.000 (harga susu) = Rp
24.000/hari. Jika dijumlah maka per 14 hari hasil setoran susu hanya mendapat Rp 336.000.
Jadi bisa disimpulkan bahwa biaya operasional yaitu Rp 400.000 lebih besar dengan
Pujon
A. Dampak Fisik
sekitar untuk meningkatkan pendapatan mereka yang selama ini hanya didapat dari pertanian
sayuran. Banyak penduduk yang kemudian menjadi peternak sapi perah dan kemudian menjadi
anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon dengan alasan mereka akan mendapatkaan penghasilan
yang lebih tinggi dari pada penghasilan yang didapat dari pertanian sayuran. Kehadiran
Koperasi Susu “SAE” Pujon, membawa perubahan dalam kehidupan ekonomi masyarakat.
Dalam pemenuhan kebutuhan hidup yang bersifat primer atau pokok, seperti pangan, sandang,
dan perumahan serta pendidikan bagi anak-anaknya dirasakan sudah mengalami peningkatan
yang lebih baik, dengan mengandalkan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaannya sebagai
petani sayur dan peternak sapi perah tersebut. Umumnya masyarakat Dusun Delik dapat
memenuhi kebutuhan primernya. Dapat dikatakan peningkatan taraf hidup mereka semakin
membaik, setelah menjadi peternak sapi perah dan menyetorkan air susu ke Koperasi Susu
“SAE” Pujon.
B. Dampak Sosial
Pujon. Dari sektor pertanian sayur sekarang ditambah dengan sektor peternakan,
sebelum tumbuh dan berkembang usaha peternakan sapi perah. Seperti yang
Banyak dari masyarakat Pujon, khususnya Dusun Delik yang tidak mengenyam
sampai dengan 2010 telah banyak yang menamatkan sekolah sampai tingkat SLTP
atau sederajat, dan SMU, bahkan bagi para peternak sapi yang cukup mampu bisa
karena keberhasilannya dalam usaha sapi perah. Dengan demikian maka bisa
bagi para pemuda dan pemudi untuk mencari pekerjaan di kota-kota besar di
Akibat adanya Koperasi Susu “SAE” Pujon, interaksi masyarakat Dusun Delik
juga semakin membaik karena pada saat menyetorkan susu ke pos penampungan
susu sementara para penyetor sering bertatap muka dan berinteraksi 9 dari situ
royongan.
5. Mudah dalam Memperoleh Layanan Kesehatan
Dengan adanya (Balai Kesehatan Ibu dan Anak) BKIA Nurul Ihsan yang
Susu “SAE” Pujon yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan
anak, serta pelayanan kesehatan umum yang semata-mata tidak berorientasi pada
profit namun lebih cenderung pada pelayanan sosial, karena tidak dipungut biaya
6. Program Biogas
program Koperasi Susu “SAE” Pujon yang menciptakan sumber energi berasal dari
kotoran sapi yang kemudian diolah dan menghasilkan gas sebagai pengganti gas
PENUTUP
Kesimpulan
dampak baik fisik maupun dampak sosial. Dampak fisiknya yaitu kesejahteraan masyarakat
khususnya yang mempunyai jumlah kepemilikan sapi perah lebih dari 5 ekor semakin
meningkat, yaitu dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari (sandang pangan) dan dari
kondisi perumahan dan kepemilikan akan barang-barang mewah semakin marak. Sedangkan
dampak sosialnya yaitu semakin meningkatnya kesadaran penduduk akan arti penting
pendidikan, dapat dilihat dengan banyaknya anak usia sekolah yang tetap melanjutkan
sekolahnya dan terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar. Kemudian dari
program ataupun fasilitas yang disediakan Koperasi Susu “SAE” Pujon juga dapat dikatakan
menunjang kesejahteraan masyarakat seperti program Biogas yang dapat membantu
masyarakat dalam memperoleh energi pengganti yaitu berupa 10 bahan bakar yang dirasa saat
ini sudah mulai langka dan harganya mahal, serta fasilitas kesehatan berupa (Balai Kesehatan
Ibu dan Anak) BKIA Nurul Ihsan yang telah membantu masyarakat dalam mengakses fasilitas
kesehatan karena sekarang menjadi balai pengobatan umum yang dapat diakses masyarakat
umum tidak hanya bagi anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon. Namun terdapat sebagian
masyarakat Pujon yang beranggapan bahwa beternak sapi perah itu malah justru rugi dan
dengan menjadi anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon juga tidak lantas hidup sejahtera karena
Koperasi Susu “SAE” Pujon tidak memberikan jaminan terhadap peternak yang masih dalam
kondisi miskin. Masyarakat tersebut adalah masyarakat dengan jumlah kepemilikan sapi perah
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. Bagi Koperasi
Susu “SAE” Pujon lebih memperhatikan lagi bagi masyarakat atau anggota yang kurang
sejahtera yakni anggota yang memiliki sapi perah kurang dari 5 ekor dengan menambahkan
beberapa program bantuan sosial seperti lebih melunakkan dalam hal perkreditan sapi perah
dari Koperasi Susu “SAE” Pujon kepada anggota, dengan demikian setiap anggota dapat
menikmati keuntungan dengan menjadi anggota Koperasi Susu “SAE” Pujon dan secara tidak
masyarakat Pujon khususnya yang memiliki sapi perah kurang dari 5 ekor. Kemudian untuk
sosialisasi Program Biogas agar diperluas dan diperjelas sehingga masyarakat akan lebih
mengetahui secara pasti kelebihan dan kelemahan penggunaan Biogas agar apabila ingin
masyarakat ingin menggunakan tidak terjadi keragu-raguan. Bagi peternak sapi perah yang
bermodal kecil hendaknya belajar dari peternak-peternak lain yang lebih sukses, misalnya
tentang cara perawatan, makanan, dan pemerahan susu sapi. Kesadaran dari para peternak
sapi perah akan pentingnya koperasi sebagai salah satu alat penunjang kelangsungan usaha
peternakan sapi perah perlu ditingkatkan, sehingga akan terjalin suatu hubungan yang
harmonis antara Koperasi Susu “SAE” Pujon dengan para peternak sapi perah yang menjadi
anggota koperasi. Bagi peternak sapi perah yang bermodal besar hendaknya bersedia untuk
membantu peternak yang masih 11 kurang mampu. Penelitian ini masih terdapat kekurangan
dalam pelaksanaan observasi lapangan karena terbatasnya waktu untuk penyelidikan sehingga
penelitian.Bagi penelitian mendatang disarankan dapat lebih melengkapi data-data yang belum