Anda di halaman 1dari 11

Pemetaan Indikasi Jasa Ekosistem Daerah Aliran Sungai Masupu

(Indication Mapping of Ecosystem Services in the Masupu Watershed)

M Sahid1), MF Mappiasse 2), Muliana Dj 3)


1)
Alumni Laboratorium Perencaaan dan Sistem Informasi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas
Hasanuddin, Makassar,
2)
Staf Pengajar, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar
3)
Staf Pengajar, Fakultas Pertanian Peternakan dan Kehutanan, Universitas Muslim Maros
(Corresponding email: muhammadsahidsalik@gmail.com)

ABSTRACT

This study aims to identify and mapping the indication of ecosystem services in Watershed Masupu.
The usefulness of this research as one of the reference in the determination of status of support capacity
of environmental capacity in the preparation of environmental management and control plan, spatial plan
of region, and become reference for next researcher. Masupu Watershed is upperstream part of Saddang
Watershed which is administratively located in some areas of Mamasa Regency, Mamuju Regency,
Pinrang Regency, Tana Toraja Regency and North Toraja Regency. This research uses the method of
expert judgement of geomorphology and landcover to ecosystem services, which then analyzed of
pairwise comparison matrix and data processing is done with the help of geographic information system.
The results of this study indicate that the geomorphology of the Masupu Watershed is 8 types and
landcover of the Masupu Watershed area is 12 types. The main function of the Masupu Watershed
ecosystem services in the upperstream is the ecosystem services of recreation and ecotourism. The main
function in the middle of Masupu Watershed is the clean water ecosystem services.

Keywords: Watershed, Ecosystem Services and Pairwise Comparison Matrix.


Dalam UU RI No. 32 Tahun 2009, secara tegas
PENDAHULUAN mengamanatkan bahwa dalam pemanfaatan
sumberdaya alam--apabila Rencana
Fenomena degradasi lingkungan sudah Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
menjadi isu global yang dibahas oleh para Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka dapat
pemangku kebijakan dari tingkat regional sampai dilaksanakan berdasarkan Daya Dukung Daya
global. Degradasi lingkungan yang notabene Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH)
dipengaruhi oleh implementasi kebijakan sebagai dasar pertimbangan untuk keberlanjutan
pembangunan menjadi perhatian serius bagi proses dan fungsi lingkungan hidup,
semua pihak baik dari kalangan akademis keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup
maupun birokrasi. Kebijakan pembangunan yang dan keselamatan, mutu hidup dan kesejahteraan
tidak berkelanjutan merupakan salah satu bentuk masyarakat.
masalah yang berdampak pada merosotnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 26
kualitas lingkungan. Tahun 2007, juga mengamanatkan untuk
Kebijakan pembangunan yang selalu mengharuskan memperhatikan DDDTLH, yaitu
condong kearah nilai ekonomis menjadikan kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
lingkungan seakan-akan terabaikan. Kondisi ini peri-kehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
hampir dirasakan oleh beberapa negara yang Perhatian pada Rencana Tata Ruang Wilayah
masih berkiblat pada nilai ekonomis dalam (RTRW) memiliki sinergitas terhadap
penentuan kebijakan pembangunan. pengelolaan sumberdaya alam yakni tidak
Kebijakan/aturan pembangungan atau melampaui batas-batas kemampuan lingkungan
pengelolaan sumberdaya alam yang dijadikan hidup dalam mendukung dan menampung
dasar implementasi upaya mewujudkan aktivitas manusia tanpa mengakibatkan
keseimbangan atau kelestarian alam, belum kerusakan lingkungan. Menurut Muta'ali (2014)
sepenuhnya berjalan dengan baik. penataan ruang yang mengabaikan DDDTLH
Undang-Undang Republik Indonesia (UU dipastikan akan menimbulkan permasalahan dan
RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan degradasi kualitas lingkungan hidup seperti
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan UU banjir, longsor dan kekeringan, pencemaran, dan
RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. lain sebagainya. Secara objektif, hal ini
1
mengindikasikan terjadinya bias dalam sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh
pemanfaatan sumberdaya alam. Dampaknya, langsung di lapangan. Pengambilan data ini
potensi daerah tidak dimanfaatkan secara bijak dilakukan untuk mengetahui tingkat akurasi
dan berkeadilan. interpretasi citra dengan melakukan ground
Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup check point GCP), yakni berupa penyesuaian data
dan Kehutanan Republik Indonesia No. hasil intrepretasi citra satelit dengan hasil
SE.5/Menlhk/PKTL/PLA.3/11/2016 tentang pengamatan di lapangan dengan menggunakan
Penyusunan Rencana Perlindungan dan Receiver GPS sebagai pemandu untuk
Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi dan menjumpai titik ground check yang telah
Kabupaten/Kota menjelaskan bahwa metodologi ditentukan dan mendokumentasikan hasil
penyusunan Peta Indikatif DDDTLH ialah pengamatan dengan menggunakan Alat Tulis
menggunakan pendekatan jasa ekosistem Menulis dan Kamera Digital. Kemudian, data
(ecosystem services). sekunder adalah merupakan data yang
Millennium Ecosystem Assessment (2005) menyangkut keadaan umum lokasi penelitian
menyatakan bahwa Jasa Ekosistem memiliki yang diperoleh dari studi literatur maupun data-
peranan penting sebagai unsur kesejahteraan bagi data lain terkait penelitian. Data sekunder
manusia. Asumsinya, jasa ekosistem berperan meliputi Peta Batas DAS Masupu, Peta
aktif dalam pemanfaatan sumberdaya alam Landsystem, Peta Administrasi, Peta Penutupan
sebagai parameter kapasitas mendukung dan Lahan, Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta
menampung aktivitas manusia. Jasa ekosistem Infrastruktur (Jalan) dan Citra Landsat 8 Tahun
juga terdefinisikan sebagai media koordinasi, 2016 sebagai data dalam berjalannya penelitian
sinkronisasi dan sinergi program-program ini.
pembangunan sektoral khususnya sektor Tahapan selanjutnya dilakukan dengan
pengelolaan sumberdaya alam seperti: pertanian, mengikuti prosedur penelitian untuk
kehutanan, pertambangan, perkebunan, mendapatkan Indeks Jasa Ekosistem dan Indeks
perikanan dan kelautan, industri, parisiwata dan Komposit Jasa Ekosistem sebagai berikut:
pembangunan infrastruktur wilayah. Hal ini
mendukung pemerintah daerah dalam melalukan 1. Delineasi Lokasi Penelitian
pembangunan secara berkelanjutan bahwa Penentuan lokasi penelitian dilakukan
pembangunan harus mempertimbangkan dengan mendelineasi batas DAS menggunakan
karakteristik sumberdaya alam yang dimiliki bantuan program ArcSWAT dengan
daerah upaya tidak melewati batas kemampuan menggunakan data Aster Global DEM Tahun
alam dalam mendukung peri-kehidupan manusia. 2011. Aliran sungai yang dihasilkan merupakan
Berdasarkan studi literatur, wilayah kajian Aliran sungai Awal untuk selanjutnya akan
penelitian yaitu Daerah Aliran Sungai (DAS) menentukan batas DAS. Batas DAS Masupu
Masupu merupakan bagian Hulu DAS Saddang, ditentukan dengan melihat outlet sungai Masupu
tergolong sebagai DAS prioritas untuk yang merupakan bagian Hulu DAS Saddang.
dipulihkan daya dukungnya (Direktur Jenderal Kemudian, setelah batas DAS Masupu
Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan didapatkan, maka DAS Masupu akan dijadikan
Lindung, 2015). Hal ini menjadi landasan bagi batas luar dari jenis peta yang digunakan pada
instansi Badan Pengelolaan DAS Jeneberang penelitian ini.
Walanae Saddang untuk mengembalikan fungsi
ekosistem. 2. Persiapan Peta Geomorfologi dan
Berdasarkan beberapa uraian diatas, maka Penutupan Lahan
perlu dilakukan penelitian “Pemetaan Indikasi Peta yang dipersiapkan meliputi
Jasa Ekosistem di Daerah Aliran Sungai geomorfologi dan penutupan lahan sebagai
Masupu” untuk memberikan informasi berikut:
mengenai pentingnya Jasa Ekosistem dalam a. Peta Geomorfologi
pembangunan dan perlindungan sumberdaya Peta Geomorfologi yang digunakan adalah
alam. data Land System RePPProT skala 1: 250.000
Tahun 1987. Data (field) yang digunakan pada
METODE PENELITIAN data Landsystem berupa: LANDSYSTEM dan
GENERAL-DE. Data (field) tersebut
Tahapa awal penelitian dilakukan digunakan untuk menentukan Geomorfologi.
pengumpulan data yang akan digunakan dalam b. Peta Penutupan Lahan
penelitian ini terdiri atas data primer dan data
2
Peta penutupan lahan yang digunakan yang berasal dari akademisi Universitas
adalah hasil interpretasi citra landsat 8 Path Hasanuddin. Pengisian matriks skoring
114 dan Row 64 tahun 2016. Kemudian dilakukan berdasarkan teori dan pengetahuan,
klasifikasi tutupan lahan yang digunakan pengamatan dan pengalaman yang dimiliki oleh
mengikuti sistem klasifikasi tutupan lahan SNI pakar terhadap kondisi faktual mengingat
7645-2010 yang ditetapkan berdasarkan pola keragaman fenomena geomorfologi dan tutupan
dan karakteristik yaitu rona, warna dan tekstur. lahan di wilayah penelitian. Tingkat kepentingan
Selanjutnya jenis-jenis penutup lahan yang diukur dengan pembobotan yang dapat dilihat
sudah ditentukan akan divalidasi dengan pada Tabel 2.
metode Ground Check Point (GCP).
Tabel 2. Pembobotan dalam Pengisian Matriks
3. Validasi Tutupan Lahan dengan metode Skoring Pakar
Ground Check Point Bobot Klasifikasi Keterangan
Jenis penutupan lahan atau geomorfologi
Metode GCP digunakan sebagai instrumen 0
Tidak
tidak memiliki kepentingan atau peranan
berhubungan
validasi hasil interpretasi citra pada peta terhadap jasa ekosistem tertentu
penutupan lahan. Validasi ini bersifat purposif Kepentingan atau peranan jenis
Sangat penutupan lahan atau geomorfologi
sampling dengan menentukan dan 1-2
rendah tersebut terhadap jasa ekosistem tertentu
mendistribusikan GCP berdasarkan penutupan tergolong sangat rendah
Kepentingan atau peranan jenis
lahan. Dalam Pengujian keakuratan Lillesand & penutupan lahan atau geomorfologi
Kiefer dalam Aqwan (2015) menyatakan bahwa 3-4 Rendah
tersebut terhadap jasa ekosistem tertentu
tingkat keakuratan interpretasi citra yang dapat tergolong rendah
Kepentingan atau peranan jenis
diterima yaitu 85 %. Maka selanjutnya Cukup penutupan lahan atau geomorfologi
5-6
diperlukan untuk menetapkan titik koordinat tinggi tersebut terhadap jasa ekosistem tertentu
yang menjadi pewakil pada tutupan lahan dengan tergolong cukup tinggi
Kepentingan atau peranan jenis
mempertimbangkan faktor aksesibilitas dengan penutupan lahan atau geomorfologi
7-8 Tinggi
maksimal jarak dari akses yaitu 500 meter dari terebut terhadap jasa ekosistem tertentu
tergolong tinggi
setiap penutupan lahan yang dipilih (Aqwan, Kepentingan atau peranan jenis
2015). Adapun proses uji akurasi yang Sangat penutupan lahan atau geomorfologi
9-10
digunakan yaitu Overall Accuracy dengan tinggi tersebut terhadap jasa ekosistem tertentu
tergolong sangat tinggi
persamaan sebagai berikut:

𝑂𝐴 =
𝑋
𝑥 100% Persamaan 1 5. Perhitungan Nilai Koefisien Jasa
𝑁 Ekosistem (KJE)
Dimana: Nilai Koefisien Jasa Ekosistem (KJE)
OA : Overall Accuracy merupakan hasil perhitungan untuk mendapatkan
X : Jumlah nilai diagonal matriks bobot relatif dengan merepresentasikan peran
N : Jumlah sampel matriks geomorfologi dan tutupan lahan oleh pakar ahli
pada masing-masing jasa ekosistem. Selanjutnya
Tabel 1. Confusion Matrix nilai pakar akan diolah melalui metode Matriks
Data Acuan (Pengecekan
Perbandingan Berpasangan agar menghasilkan
Total bobot relatif yang tidak memiliki perbedaan
Kriteria Lapangan)
Kolom
A B C signifikan. Matriks tersebut merupakan matriks
Data Hasil A Xn Xk+
Klasifikasi B
struktur model Analisis Hierarki Proses (AHP)
Citra C Xkk yang membagi habis suatu persoalan (Pawestri,
Total Baris X+K N 2013). Adapun langkah-langkah perhitungan
Sumber: (Susanto, 1994) menggunakan Software Microsoft Excel 2016
sebagai berikut :
4. Penilaian Peran Geomorfologi dan a. Membangun matriks perbandingan
Penutupan Lahan berpasangan dengan memasukkan hasil
Penilaian ini dilakukan dengan metode penilaian peran tutupan lahan dan
expert judgement yaitu penilaian peran geomorfologi terhadap masing-masing jasa
geomorfologi dan tutupan lahan terhadap ekosistem kedalam matriks.
masing-masing jasa ekosistem oleh sejumlah b. Melakukan perhitungan selisih nilai pakar
pakar yang berkompeten dibidangnya. Pakar dengan mengurangkan nilai diagonal atas
yang dilibatkan berjumlah 6 orang yang dengan nilai diagonal bawah yang ada pada
memiliki keahlian di bidang Ilmu Pengetahuan masing-masing kolom.
Kehutanan, Pertanian, Geologi dan Ilmu Tanah
3
c. Melakukan perhitungan perbandingan Tabel 3. Nilai Random Acak
berpasangan dari hasil matriks selisih Kelas
Nilai
Kelas
Nilai
Kelas
Nilai
Kelas
Nilai
penilaian pakar. Matriks perbandingan RI RI RI RI
1 0 11 1.5141 21 1.6409 31 1.6839
berpasangan dibuat satu per satu
2 0 12 1.5365 22 1.6470 32 1.6867
berdasarkan jumlah pakar untuk 3 0.5245 13 1.5551 23 1.6526 33 1.6893
menghasilkan nilai koefisien penilaian per 4 0.8815 14 1.5713 24 1.6577 34 1.6917
pakar. 5 1.1086 15 1.5838 25 1.6624 35 1.6940
d. Melakukan normalisasi matriks 6 1.2479 16 1.5978 26 1.6624 36 1.6962
perbandingan berpasangan untuk 7 1.3417 17 1.6086 27 1.6706 37 1.6982
mendapatkan nilai bobot normal. Setiap 8 1.4056 18 1.6181 28 1.6743 38 1.7002
nilai pada matriks kemudian dibagi dengan 9 1.4499 19 1.6265 29 1.6777 39 1.7020
hasil penjumlahan di kolom masing-masing 10 1.4854 20 1.6341 30 1.6809
untuk mendapatkan nilai bobot normal. Sumber : (Alonso & Antonio, 2006)
Jumlah dari kolom yang sudah Apabila nilai CR < 0.100 maka penilaian
dinormalisasikan adalah 1. pakar menunjukkan nilai konsisten, artinya nilai
e. Melakukan pengujian Consistensy Ratio tersebut dapat digunakan. Sebaliknya, apabila
(CR) dengan menggunakan nilai koefisien nilai CR > 0.100 maka penilaian pakar
(jumlah nilai tiap baris) dari hasil menunjukkan nilai yang tidak konsisten, dengan
perhitungan yang telah dinormalisasi yang hal ini maka penilaian pakar harus diulangi
kemudian diverifikasi dan dihitung rasio (Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
konsistensinya, agar penilaian pakar Sulawesi dan Maluku, 2015).
konsisten dan dapat digunakan. Adapun 3 f. Menggabungkan matriks perbandingan
langkah dalam menentukan Consistency berpasangan semua pakar yang telah diuji
Ratio (CR), yaitu: konsistensinya untuk menentukan tingkat
1) Menghitung Consistensy Measurement kepentingan dari penilaian pakar pada
(CM) dengan melakukan perkalian setiap jasa ekosistem dengan menggunakan
matriks, yaitu antara jumlah pada kolom perhitungan rata-rata geometrik (Geometric
pairwise comparison matrix dengan Mean).
nilai rata-rata matriks yang telah Selanjutnya dilakukan perhitungan
dinormalisasi. Consistensy Ratio (CR) kembali untuk menguji
2) Menghitung Consistency Index (CI) konsistensi pairwise comparison matrix
dengan persamaan berikut: gabungan, agar hasil perhitungan dapat
(𝝀𝒎𝒂𝒙 − 𝒏) digunakan untuk mendapatkan Indeks Jasa
𝑪𝑰 = Persamaan 2 Ekosistem.
𝒏−𝟏

Sumber: (Pawestri, 2013)


6. Indeks Jasa Ekosistem
Pusat Pengendalian dan Pembangunan
Keterangan:
Ekoregion Sulawesi dan Maluku (2015)
𝜆𝑚𝑎𝑥 : Jumlah Nilai Consistensy
menjelaskan bahwa Indeks Jasa Ekosistem (IJE)
Measurement (CM)
merupakan nilai relatif yang didapatkan dari nilai
n : Ordo Matriks
KJE per kelas geomorfologi yang dikalikan
dengan nilai KJE per kelas penutup lahan. Indeks
3) Menghitung Consistensy Ratio (CR)
Jasa Ekosistem memiliki rentang nilai antara 0
dengan persamaan berikut:
(kecil) sampai 1 (besar). Nilai IJE pada
hakekatnya akan merepresentasikan kemampuan
CR = CI/RI suatu lahan dalam menyediakan beragam jasa
Persamaan 3
Sumber: (Pawestri, 2013) ekosistem untuk mendukung perikehidupan
makhluk hidup berdasarkan suatu rentang nilai,
Keterangan: yang dapat dilihat pada persamaan berikut:
CI : Consistency Index
RI : Nilai Random Acak (ditetapkan
sesuai banyaknya matriks yang √𝐊𝐉𝐄𝐆 𝐱 𝐊𝐉𝐄𝐋𝐂
𝐈𝐉𝐄 =
digunakan yang dapat dilihat 𝒎𝒂𝒌𝒔√𝐊𝐉𝐄𝐆 𝐱 𝐊𝐉𝐄𝐋𝐂 Persamaan 4
pada Tabel 3)
Sumber: (Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
Sulawesi dan Maluku, 2015)

4
Keterangan: ekosistem) diwilayah x (morfologi
IJE : Indeks Jasa Ekosistem DAS)
KJEG : Koefisien Jasa Ekosistem Geomorfologi ∑IJE : Jumlah jasa ekosistem
KJELC : Koefisien Jasa Ekosistem Penutupan
Lahan HASIL DAN PEMBAHASAN
maks : Nilai Maksimum dari perhitungan hasil
perkalian dan akar terhadap nilai KJE Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai
Geomorfologi dan Penutupan Lahan Masupu
Hasil interpretasi citra yang dilakukan,
7. Indeks Komposit Jasa Ekosistem terdapat dua belas kelas tutupan lahan yang
Pusat Pengendalian Pembangunan terdiri dari belukar, hutan lahan kering primer,
Ekoregion Sulawesi dan Maluku (2015) hutan lahan kering sekunder, lahan terbuka,
menjelaskan bahwa Indeks Komposit Jasa padang rumput, permukiman, perkebunan,
Ekosistem (IKJE) merupakan nilai gabungan pertanian lahan kering, sawah irigasi, sawah
dari IJE yang diperoleh dengan cara melakukan tadah hujan, semak dan tubuh air. Hasil tersebut
perhitungan rata-rata (mean). Perhitungan akan di validasi dengan melakukan ground check
tersebut digunakan untuk mengetahui potensi point di lapangan. Validasi hasil interpretasi citra
DDDTLH. Potensi tersebut kemudian dijabarkan yang telah dilakukan menunjukkan adanya
melalui nilai jasa ekosistem penting untuk setiap perubahan yang terjadi berdasarkan kondisi
wilayah (morfologi DAS). Adapun perhitungan aktual yang ada di lapangan. Perubahan tersebut
IKJE dapat dilihat pada persamaan berikut : terjadi berdasarkan tingkat kebutuhan
𝐈𝐉𝐄 𝐚, 𝐱 + 𝐈𝐉𝐄 𝐛, 𝐱 + 𝐈𝐉𝐄 𝐜, 𝐱 + 𝐈𝐉𝐄 𝐝, 𝐱 + … (𝐈𝐉𝐄 𝐧, 𝐱𝐧)
masyarakat atas lahan dan adanya fenomena
𝐈𝐊𝐉𝐄𝐱 = alam. Hasil Overall accuracy menunjukkan
∑𝐈𝐉𝐄
tingkat kepercayaan hasil interpretasi citra
Persamaan 5 Landsat secara keseluruhan. Dengan melihat
Sumber : (Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion keberagaman kelas penutupan lahan pada DAS
Sulawesi dan Maluku, 2015)
Masupu dan hasil perhitungan overall accuracy
Keterangan: yaitu 87.70 %, hal ini menujukkan bahwa hasil
IKJEx : Indeks komposit jasa ekosistem interpretasi citra dapat diterima. Adapun
diwilayah x (morfologi DAS) Penutupan Lahan DAS Masupu dapat dilihat
IJE a,x : Indeks jasa ekosistem a (jenis jasa pada Tabel 4.

Tabel 4. Penutupan Lahan Daerah Aliran Sungai Masupu


No Kode Jenis Penutupan Lahan Luas Persentase (%)
1 a Belukar 21,343.75 12.70%
2 b Hutan Lahan Kering Primer 25,429.79 15.13%
3 c Hutan Lahan Kering Sekunder 41,663.95 24.78%
4 d Lahan Terbuka 41.04 0.02%
5 e Padang Rumput 26,883.13 15.99%
6 f Perkebunan 50.69 0.03%
7 g Permukiman 32.43 0.02%
8 h Pertanian Lahan Kering 23,972.85 14.26%
9 i Sawah Irigasi 1,254.95 0.75%
10 j Sawah Tadah Hujan 341.01 0.20%
11 k Semak 26,779.32 15.93%
12 l Tubuh Air 308.74 0.18%
Total 168,101.66 100.00%

Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Masupu yang luasan yang paling kecil yaitu Hillocky
Geomorfologi DAS Masupu didominasi Tuffaceous Sedimentary Plains. Adapun
oleh jenis Irregular Mountains Ridges Over geomorfologi DAS Masupu dapat dilihat pada
Basic Volcanic Rocks dari total luas DAS, Tabel 5.
sedangkan Geomorfologi

Tabel 5. Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Masupu


5
No Kode Landsystem Jenis Geomorfologi Luas Persentase (%)
1 1 Bukit Balang Asymmetric non-orientated sendimentary ridges 12,891.72 7.67 %
2 2 Lubuk Sikaping Gently sloping non-volcanic alluvial fans 698.03 0.42 %
3 3 Manado Hillocky intermediate to basic volcanic tuff plains 737.75 0.44 %
4 4 Sungai Aur Hillocky tuffaceous sedimentary plains 337.07 0.20 %
5 5 Bukit Balang Irregular mountain ridges over basic volcanic rocks 90,269.82 53.70 %
6 6 Gunung Paudi Precipitous linear ridges on intermediate/basic tuff 13,682.61 8.14 %
7 7 Telawi Precipitous, orientated, granite mountain ridges 49,076.38 29.19 %
8 8 Sungai Medang Undulating to rolling basic volcanic plains 408.29 0.24 %
Total 168,101.66 100 %

Jasa Ekosistem Pangan Jasa Ekosistem Air Bersih


Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam
pangan memiliki luasan 86,302.48 ha atau air bersih memiliki luasan 3,356.94 ha atau sekitar
sekitar 51.34% dari keseluruhan lahan yang 2.00% dari keseluruhan lahan yang terdapat di
terdapat di DAS Masupu. Lahan yang berpotensi DAS Masupu. Lahan yang berpotensi rendah
rendah dalam pangan memiliki luasan sebesar dalam air bersih memiliki luasan sebesar
33,005.81 ha atau sekitar 19.63%. Lahan yang 13,603.67 ha atau sekitar 8.09%. Lahan yang
berpotensi sedang dalam pangan memiliki berpotensi sedang dalam air bersih memiliki
luasan 32,076.66 ha atau sekitar 19.08%. Lahan luasan 66,528.05 ha atau sekitar 39.58%. Lahan
yang berpotensi tinggi dalam pangan memiliki yang berpotensi tinggi dalam air bersih memiliki
luasan 14,784.40 ha atau sekitar 8.79%. luasan 68,104.14 ha atau sekitar 40.51%.
Sedangkan lahan yang potensinya sangat tinggi Sedangkan lahan yang potensinya sangat tinggi
terhadap pangan memiliki luasan 1,932.31 ha terhadap air bersih memiliki luasan 16,508.86 ha
atau sekitar 1.15% dari keseluruhan lahan yang atau sekitar 9.82% dari keseluruhan lahan yang
terdapat di DAS Masupu. Adapun Peta Jasa terdapat di DAS Masupu. Adapun Peta Jasa
Ekosistem Pangan DAS Masupu dapat dilihat Ekosistem Air Bersih dapat dilihat pada Gambar
pada Gambar 1. 2.
Gambar 1 menunjukkan bahwa jasa
ekosistem pangan DAS Masupu bagian hulu
tergolong relatif sangat rendah dan rendah.
Bagian tengah tergolong relatif sangat rendah
dan sedang.

Gambar 2. Peta Jasa Ekosistem Air Bersih

Gambar 2 menunjukkan bahwa jasa


ekosistem air bersih DAS Masupu pada bagian
hulu tergolong tinggi dan sedang. Bagian tengah
tergolong relatif sedang dan tinggi.

Jasa Ekosistem Serat


Gambar 1. Peta Jasa Ekosistem Pangan Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam
serat memiliki luasan 6,104.57 ha atau sekitar
3.63% dari keseluruhan lahan yang terdapat di
DAS Masupu. Lahan yang berpotensi rendah

6
dalam serat memiliki luasan sebesar 53,604.24
ha atau sekitar 31.89%. Lahan yang berpotensi
sedang dalam serat memiliki luasan 59,473.21 ha
atau sekitar 35.38%. Lahan yang berpotensi
tinggi dalam serat memiliki luasan 47,215.09 ha
atau sekitar 28.09%. Sedangkan lahan yang
potensinya sangat tinggi terhadap serat memiliki
luasan 1,704.55 ha atau sekitar 1.01% dari
keseluruhan lahan yang terdapat di DAS
Masupu. Adapun Peta Jasa Ekosistem Serat
dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 menunjukkan bahwa jasa
ekosistem serat DAS Masupu pada bagian hulu
tergolong relatif sedang dan rendah. Bagian
tengah tergolong relatif rendah dan tinggi.

Gambar 4. Peta Jasa Ekosistem Bahan Bakar


Nabati

Gambar 4 menunjukkan bahwa jasa


ekosistem bahan bakar nabati DAS Masupu pada
bagian hulu tergolong relatif sedang dan tinggi.
Bagian tengah tergolong relatif sedang dan
rendah.

Jasa Ekosistem Iklim


Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam
iklim memiliki luasan 20,104.11 ha atau sekitar
11.96% dari keseluruhan lahan yang terdapat di
DAS Masupu. Lahan yang berpotensi rendah
dalam iklim memiliki luasan sebesar 19,636.67 ha
atau sekitar 11.68%. Lahan yang berpotensi
sedang dalam iklim memiliki luasan 43,045.70 ha
Gambar 3. Peta Jasa Ekosistem Serat atau sekitar 25.61%. Lahan yang berpotensi tinggi
dalam iklim memiliki luasan 17,946.29 ha atau
Jasa Ekosistem Bahan Bakar Nabati sekitar 10.68%. Sedangkan lahan yang potensinya
Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam sangat tinggi terhadap iklim memiliki luasan
bahan bakar nabati memiliki luasan 973.86 ha 67,368.89 ha atau sekitar 40.08% dari
atau sekitar 0.58% dari keseluruhan lahan yang keseluruhan lahan yang terdapat di DAS Masupu.
terdapat di DAS Masupu. Lahan yang berpotensi Adapun Peta Jasa Ekosistem Iklim dapat dilihat
rendah dalam bahan bakar nabati memiliki pada Gambar 5.
luasan sebesar 33,157.05 ha atau sekitar 19.72%.
Lahan yang berpotensi sedang dalam bahan
bakar nabati memiliki luasan 53,090.17 ha atau
sekitar 31.58%. Lahan yang berpotensi tinggi
dalam bahan bakar nabati memiliki luasan
47,042.13 ha atau sekitar 27.98%. Sedangkan
lahan yang potensinya sangat tinggi terhadap
bahan bakar nabati memiliki luasan 33,838.45 ha
atau sekitar 20.13% dari keseluruhan lahan yang
terdapat di DAS Masupu. Adapun Peta Jasa
Ekosistem Bahan Bakar Nabati dapat dilihat
pada Gambar 4.

7
Gambar 5. Peta Jasa Ekosistem Iklim Gambar 6. Peta Jasa Ekosistem Tata Aliran dan
Banjir
Gambar 5 menunjukkan bahwa jasa
ekosistem iklim DAS Masupu pada bagian hulu Gambar 6 menunjukkan bahwa jasa
tergolong relatif sangat tinggi dan sedang. ekosistem tata aliran dan banjir DAS Masupu
Bagian tengah tergolong relatif sedang dan pada bagian hulu tergolong relatif sangat tinggi
tinggi. dan rendah. Bagian tengah tergolong relatif sangat
tinggi dan rendah.
Jasa Ekosistem Tata Aliran dan Banjir
Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam Jasa Ekosistem Pemurnian Air
tata aliran dan banjir memiliki luasan 9,969.24 Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam
ha atau sekitar 5.93% dari keseluruhan lahan pemurnian air memiliki luasan 20,059.29 ha atau
yang terdapat di DAS Masupu. Lahan yang sekitar 11.93% dari keseluruhan lahan yang
berpotensi rendah dalam tata aliran dan banjir terdapat di DAS Masupu. Lahan yang berpotensi
memiliki luasan sebesar 40,263.88 ha atau rendah dalam pemurnian air memiliki luasan
sekitar 23.95%. Lahan yang berpotensi sedang sebesar 36,003.14 ha atau sekitar 21.42%. Lahan
dalam tata aliran dan banjir memiliki luasan yang berpotensi sedang dalam pemurnian air
30,314.02 ha atau sekitar 18.03%. Lahan yang memiliki luasan 31,624.77 ha atau sekitar
berpotensi tinggi dalam tata aliran dan banjir 18.81%. Lahan yang berpotensi tinggi dalam
memiliki luasan 31,133.22 ha atau sekitar pemurnian air memiliki luasan 70,021.98 ha atau
18.52%. Sedangkan lahan yang potensinya sekitar 41.65%. Sedangkan lahan yang potensinya
sangat tinggi terhadap tata aliran dan banjir sangat tinggi terhadap pemurnian air memiliki
memiliki luasan 56,421.30 ha atau sekitar luasan 10,392.47 ha atau sekitar 6.18% dari
33.56% dari keseluruhan lahan yang terdapat di keseluruhan lahan yang terdapat di DAS Masupu.
DAS Masupu. Adapun Peta Jasa Ekosistem Tata Adapun Peta Jasa Ekosistem Pemurnian Air dapat
Aliran dan Banjir dapat dilihat pada Gambar 6. dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 menunjukkan bahwa jasa
ekosistem pemurnian air DAS Masupu pada
bagian hulu tergolong relatif tinggi dan rendah.
Bagian tengah tergolong relatif sedang dan
rendah.

8
Gambar 7. Peta Jasa Ekosistem Pemurnian Air
Gambar 8. Peta Jasa Ekosistem Penyerbukan
Jasa Ekosistem Penyerbukan Alami Alami
Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam
penyerbukan alami memiliki luasan 11,238.33 Gambar 8 menunjukkan bahwa jasa
ha atau sekitar 6.69% dari keseluruhan lahan ekosistem penyerbukan alami DAS Masupu pada
yang terdapat di DAS Masupu. Lahan yang bagian hulu tergolong relatif tinggi dan sedang.
berpotensi rendah dalam penyerbukan alami Bagian tengah tergolong relatif sedang dan tinggi.
memiliki luasan sebesar 25,681.91 ha atau
sekitar 15.28%. Lahan yang berpotensi sedang Jasa Ekosistem Rekreasi dan Ekowisata
dalam penyerbukan alami memiliki luasan Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam
50,892.63 ha atau sekitar 30.27%. Lahan yang rekreasi dan ekowisata memiliki luasan 5,195.34
berpotensi tinggi dalam penyerbukan alami ha atau sekitar 3.09% dari keseluruhan lahan yang
memiliki luasan 63,779.93 ha atau sekitar terdapat di DAS Masupu. Lahan yang berpotensi
37.94%. Sedangkan lahan yang potensinya rendah dalam rekreasi dan ekowisata memiliki
sangat tinggi terhadap penyerbukan alami luasan sebesar 43,001.09 ha atau sekitar 25.58%.
memiliki luasan 16,508.86 ha atau sekitar 9.82% Lahan yang berpotensi sedang dalam rekreasi dan
dari keseluruhan lahan yang terdapat di DAS ekowisata memiliki luasan 24,098.37 ha atau
Masupu. Adapun Peta Jasa Ekosistem sekitar 14.34%. Lahan yang berpotensi tinggi
Penyerbukan Alami dapat dilihat pada Gambar dalam rekreasi dan ekowisata memiliki luasan
8. 28,568.49 ha atau sekitar 16.99%. Sedangkan
lahan yang potensinya sangat tinggi terhadap
rekreasi dan ekowisata memiliki luasan 67,238.37
ha atau sekitar 40.00% dari keseluruhan lahan
yang terdapat di DAS Masupu.

9
Gambar 9. Peta Jasa Ekosistem Rekreasi Gambar 10. Peta Jasa Ekosistem Biodiversitas
dan Ekowisata
Gambar 10 menunjukkan bahwa jasa
Gambar 9 menunjukkan bahwa jasa ekosistem biodiversitas DAS Masupu pada bagian
ekosistem rekreasi dan ekowisata DAS Masupu hulu tergolong relatif tinggi dan sedang. Bagian
pada bagian hulu tergolong relatif sangat tinggi tengah tergolong relatif sedang dan rendah.
dan rendah. Bagian tengah tergolong relatif
tinggi dan rendah. Indeks Jasa Ekosistem Dominan
Hasil Indeks Jasa Ekosistem Dominan
Jasa Ekosistem Biodiversitas (IJED) yang diperoleh, menunjukkan adanya
Lahan yang berpotensi sangat rendah dalam perbandingan nilai untuk mengetahui fungsi
biodiversitas memiliki luasan 644.66 ha atau utama jasa ekosistem pada masing-masing
sekitar 0.38% dari keseluruhan lahan yang morfologi DAS Masupu. Potensi yang didapatkan
terdapat di DAS Masupu. Lahan yang berpotensi menunjukkan tingkat kepentingan suatu wilayah
rendah dalam biodiversitas memiliki luasan untuk mendukung atau menampung aktivitas
sebesar 35,960.36 ha atau sekitar 21.39%. Lahan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
yang berpotensi sedang dalam biodiversitas
memiliki luasan 50,905.26 ha atau sekitar
30.28%. Lahan yang berpotensi tinggi dalam
biodiversitas memiliki luasan 46,105.64 ha atau
sekitar 27.43%. Sedangkan lahan yang
potensinya sangat tinggi terhadap biodiversitas
memiliki luasan 34,485.73 ha atau sekitar
20.51% dari keseluruhan lahan yang terdapat di
DAS Masupu.

Gambar 11.Grafik Indeks Jasa Ekosistem Daerah


Aliran Sungai Masupu
Keterangan:
JE1: Pangan JE6: Tata Aliran dan Banjir
JE2: Air Bersih JE7: Pemurnian Air
JE3: Serat JE8: Penyerbukan Alami
JE4: Bahan Bakar Nabati JE9: Rekreasi dan Ekowisata
JE5: Iklim JE10 : Biodiversitas

10
Gambar 11 menunjukkan perbandingan Aqwan, C. (2015). Perencanaan Penggunaan
besar kecilnya nilai kumulatif dari seluruh jasa Lahan Untuk Mitigasi Banjir Di Daerah
ekosistem di DAS Masupu. Dimana tingkat Aliran Sungai Kelara. Makassar:
kepentingan suatu jasa ekosistem sangat Universitas Hasanuddin.
dipengaruhi oleh besar kecilnya nilai IJE yang Badan Standardisasi Nasional. (2010). Klasifikasi
diperoleh. Alhasil, secara representatif jasa Penutup Lahan. SNI 7645:2010, ICS
ekosistem DAS Masupu beragam. Jasa 07.040.
ekosistem yang relatif paling mendominasi Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran
bagian hulu DAS Masupu adalah jasa ekosistem Sungai dan Hutan Lindung. (2015).
rekreasi dan ekowisata. Tetapi, jika dilihat Rencana Strategis Direktorat Jenderal
berdasarkan JE1, sangat berbanding terbalik Pengendalian Daerah Aliran Sungaui
dengan JE9. Hal ini terjadi, karena hasil dan Hutan Lindung Tahun 2015-2019.
penilaian pakar menunjukkan bahwa peran Jakarta: Dirjen PDAS-HL.
hutan, tidak sepenuhnya sebagai penghasil Kementerian Hukum dan HAM. (2007). Undang-
pangan tetapi lebih ditujukan kepada JE2, JE4, Undang Republik Indonesia No. 26
JE6, JE7, JE9 dan JE10. Sedangkan jasa Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
ekosistem yang relatif paling mendominasi Lembaran Negara Republik Indonesia
bagian tengah adalah jasa ekosistem air bersih. Tahun 2007 Nomor 68. Jakarta.
Tetapi, dari keseluruhan jasa ekosistem yang ada Kementerian Hukum dan HAM. (2009). Undang-
tidak terjadi perbedaan yang cukup signifikan Undang Republik Indonesia No. 32
karena luas bagian tengah DAS Masupu yang Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
tidak begitu besar. Artinya, besar kecilnya bobot Pengelolaan Lingkungan Hidup.
relatif dari suatu jasa ekosistem sangat Lembaran Negara Republik Indonesia
bergantung terhadap besarnya luasan suatu Tahun 2009 Nomor 140. Jakarta.
wilayah. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia. (2016). Penyusunan
KESIMPULAN DAN SARAN Rencana Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkunga Hidup Provinsi dan
KESIMPULAN Kabupaten/Kota. Jakarta.
Adapun kesimpulan dalam penelitian ini, Millennium Ecosystem Assessment. (2005).
yaitu fungsi utama Jasa Ekosistem DAS Masupu Ecosystems and Human Well-being:
pada bagian hulu adalah jasa ekosistem rekreasi Synthesis. Washington, DC.
dan ekowisata. Fungsi utama pada bagian tengah Muta'ali, L. (2014). Daya Dukung Lingkungan
DAS Masupu adalah jasa ekosistem air bersih. untuk Pengembangan Wilayah dan
Penataan Ruang. Kuta, Bali.
SARAN Pawestri, D. (2013). Perbandingan Penggunaan
Berdasarkan hasil dan analisis data, pada Metode AHP dan Metode SAW.
penelitian ini belum dilakukan analisis Surakarta.
kuantitatif untuk mengetahui ambang batas Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion
kemampuan suatu wilayah. Maka saran untuk Sulawesi dan Maluku. (2015). Studi Awal
Inventarisasi Daya Dukung Daya
penelitian lanjutan adalah dengan melakukan
Tampung Lingkungan Hidup Berbasis
penelitian terkait Penentuan Status Daya Jasa Ekosistem. Makassar: PPPESUMA,
Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup KLHK.
dengan menggunakan metode Multiscale Grid Pusat Pengendalian Pembangungan Ekoregion
System untuk mengetahui ambang batas Sumatera. (2015). Daya Dukung dan
kemampuan suatu wilayah. Daya Tampung Lingkungan Hidup
Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa
DAFTAR PUSTAKA Ekosistem. Panam - Pekanbaru: PPPES,
KLHK.
Alonso, & Antonio, J. (2006). Consistency in Susanto. (1994). Pengindraan Jauh Jilid I.
The Analytic Hierarchy Process: A New Yogyakarta: Gadjah Mada University
Approach . International Journal of Press.
Uncertainty, Fuzziness and Knowledge-
Based Systems, Vol. 14, No. 4 P.
445−459.
11

Anda mungkin juga menyukai