Anda di halaman 1dari 2

Pinjaman PEN dan Ketidakstabilan Keuangan Pemerintah Daerah

Hingga tanggal 27 Agustus 2020, sebanyak 37 pemerintah daerah tercatat mengajukan


pinjaman kepada pemerintah pusat melalui Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
Daerah. Total pinjaman yang diajukan oleh pemerintah daerah tersebut diperkirakan
mencapai Rp30,0 triliun. Nilai dari total pinjaman tersebut bahkan melebihi rencana anggaran
Pinjaman PEN Daerah yang tercantum pada Nota Keuangan RAPBN 2021. Pada Nota
Keuangan RAPBN 2021 yang telah dibacakan pada tanggal 14 Agustus 2020,
Kementerian Keuangan menganggarkan Pinjaman PEN Daerah sebesar Rp 10 triliun
dari APBN 2021 dan Rp 5,0 triliun yang dianggarkan dari PT SMI.
Sejak tahun 2005, pemerintah daerah telah diperbolehkan melakukan pinjaman kepada
pemerintah pusat melalui PP Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah. Hal yang
membedakan dari program pinjaman daerah sebelumnya adalah tujuan dan prosesnya yang
lebih cepat pada program Pinjaman PEN Daerah. Pemberian pinjaman PEN kepada
pemerintah daerah diharapkan mampu mendukung proses pemulihan ekonomi nasional,
terlebih pemerintah daerah berperan sebagai ujung tombak ekonomi Indonesia.
Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendorong perlunya pemerintah daerah mengajukan
Pinjaman PEN Daerah kepada pemerintah pusat.
Pertama, Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mengalami penurunan akibat Pandemi Covid-
19
Kedua, untuk menjaga akuntabilitas keuangan daerah. Pandemi Covid-19 mendorong
tingginya kebutuhan atas anggaran tak terduga dari APBD. Skema tersebut diutamakan
pengalokasiannya untuk penanganan dampak akibat pandemi. Di satu sisi, PAD yang
mengalami penurunan akibat pandemi juga mendorong turunnya pendapatan daerah yang
merupakan sumber dana untuk melakukan belanja daerah. Kondisi tersebut berpotensi
mendorong terjadinya defisit yang lebih tinggi pada APBD tahun 2020.
Ketiga, untuk membiayai belanja prioritas daerah. Adanya perubahan skema APBD akibat
Pandemi Covid-19 yang tidak diprediksikan sebelumnya menyebabkan berbagai daerah harus
menunda beberapa program prioritas yang sebelumnya direncanakan. akibat skema
refocussing dan realokasi dalam penanganan Covid-19.
Besarnya alokasi yang tidak sebanding antara jumlah yang diajukan dengan yang
dialokasikan dapat diatasi dengan melakukan seleksi atas pemerintah daerah yang
mengajukan. Pemerintah pusat dapat menyusun skala prioritas dari pemerintah daerah yang
mengajukan pinjaman.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut ada beberapa daerah
mengajukan pinjaman kepada pemerintah pusat. Pinjaman ini dilakukan dalam rangka
memulihkan ekonomi dan mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di
daerah.

"Beberapa provinsi dan daerah lain seperti Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
Kabupaten Probolinggo, dan Kota Bogor telah menyampaikan keinginan untuk mendapat
pinjaman daerah yang berbunga sangat rendah atau nol persen," kata dia dalam rapat dengan
Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin (24/8/2020).

Bendahara Negara ini merincikan, pinjaman diajukan Gorontalo kepada pemerintah pusat
pada tahun ini adalah sebesar Rp 30 miliar. Kemudian Sulawesi Selatan mengajukan
pinjaman Rp 1,95 triliun, Sulawesi Utara Rp 1,02 triliun, Kabupaten Probolinggo Rp 9,38
miliar, dan Kota Bogor Rp 2,05 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati,mengatakan, sudah ada tiga daerah yang
mengajukan pinjaman dana ke pemerintah pusat. Ketiga daerah adalah Sumatera Selatan,
Bangka Belitung, dan Jambi.

"Mereka dalam proses untuk bisa akses mendapatkan penampatan dana," kata dia di gedung
DPR RI, Jakarta, Rabu (2/9/2020).

Anda mungkin juga menyukai