Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN FARMAKOLOGI

DIARE

Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi

Persyarat Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga dan Komunitas

Pembimbing:
dr. Nuning

Oleh :
Annisa Fadhilah Nurdina 114170004

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2020
Diare
1. Definisi
Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan
dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali
atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011). Diare adalah buang air besar
pada balita lebih dari 3 kali sehari disertai perubahan konsistensi tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang
dari satu minggu (Juffrie dan Soenarto, 2012.

Diare adalah perubahan konsistensi tinja yang terjadi tiba-tiba akibat


kandungan air di dalam tinja melebihi normal (10ml/kg/hari) dengan
peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam dan
berlangsung kurang dari 14 hari (Tanto dan Liwang, 2014). Berdasarkan
ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa diare adalah buang air besar
dengan bertambahnya frekuensi yang lebih dari biasanya 3 kali sehari atau
lebih dengan konsistensi cair.

2. Etiologi
Etiologi menurut Ngastiyah (2014) antara lain
a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak.Meliputi infeksi
eksternal sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-
lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris,
Strongyloides) protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans)
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: otitits media akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis,
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsornsi protein
c. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi
pada anak yang lebih besar).

3. Klasifikasi
Diare dibedakan menjadi diare akut, diare kronis dan persisiten. Diare
akut adalah buang air besar pada bayi atu anak-anak melebihi 3 kali sehari,
disertai dengan perubahan konsisitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lender dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu, sedangkan diare
kronis sering kali dianggap suatu kondisi yang sama namun dengan waktu
yang lebih lama yaitu diare melebihi satu minggu, sebagian besar disebabkan
diare akut berkepanjangan akibat infeksi, diare persisten adalah diare yang
berlangsung 15-30 hari, merupakan diare berkelanjutan dari diare akut atau
peralihan antara diare akut dan kronis biasanya ditandai dengan penurunan
berat badan dan sukar untuk naik kembali (Amabel, 2011).
Sedangkan klasifikasi diare menurut (Octa,dkk 2014) ada dua yaitu
berdasarkan lamanya dan berdasarkan mekanisme patofisiologik.
a. Berdasarkan lama diare
1) Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
2) Diare kronik, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to
thrive) selama masa diare tersebut.
b. Berdasarkan mekanisme patofisiologik
1) Diare sekresi
Diare tipe ini disebabkan karena meningkatnya sekresi air dan
elekrtolit dari usus, menurunnya absorbs. Ciri khas pada diare ini
adalah volume tinja yang banyak.
2) Diare osmotik
Diare osmotic adalah diare yang disebabkan karena meningkatnya
tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-
obat/zat kimia yang hiperosmotik seperti (magnesium sulfat,
Magnesium Hidroksida), mal absorbs umum dan defek lama absorbi
usus missal pada defisiensi disakarida, malabsorbsi glukosa/galaktosa.

4. Mekanisme Kerja Obat Diare


a. Antibiotik
Menurut Suraatmaja (2007), pengobatan yang tepat terhadap
penyebab diare diberikan setelah diketahui penyebab diare dengan
memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja. Pada
penderita diare, antibiotic boleh diberikan bila :
1) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan atau
biakan.
2) Pada pemeriksaan mikroskopis dan atau mikroskopis ditemukan darah
pada tinja.
3) Secara kinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi
maternal.
4) Di daerah endemic kolera.
5) Neonatus yang diduga infeksi nosokomial
Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi Antibiotika tidak boleh
digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare pada balita yang
disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita
diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang
menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak
di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar
menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal. Obat
anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh parasit
(amuba, giardia).
b. Obat antipiretik
Menurut Suraatmaja (2007), obat antipiretik seperti preparat
salisilat (asetosol, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/ tahun/ kali) selain
berguna untuk menurunkan panas akibat dehidrai atau panas karena
infeksi, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja.
c. Pemberian Zinc
Pemberian zinc selama diare terbuki mampu mengurangi lama dan
tingkat keparah diare, mengurangi frekuensi buang air besar (BAB),
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan diare pada tiga
bulan berikutnya (Lintas diare, 2011).
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam
tubuh. Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide
Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan
mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam
epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi
selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan
kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003). Penelitian di
Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap
diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan
Soenarto 2007). Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc
segera saat anak mengalami diare. Dosis pemberian Zinc pada balita: -
Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari - Umur > 6
bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan
selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara pemberian tablet zinc
: Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah
larut berikan pada anak diare.

d. Pemberian Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak
tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air
matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru
dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan
muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk
mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus
segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan
melalui infus. Derajat dehidrasi dibagi dalam 3 klasifikasi :
a) Diare tanpa dehidrasi Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2
tanda di bawah ini atau lebih :
- Keadaan Umum : baik - Mata : Normal
- Rasa haus : Normal, minum biasa - Turgor kulit : kembali cepat
Dosis oralit bagi penderita diare tanpa dehidrasi sbb :
- Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
- Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
- Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret
b) Diare dehidrasi Ringan/Sedang Diare dengan dehidrasi
Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Gelisah, rewel  Mata : Cekung
 Rasa haus : Haus, ingin minum banyak
 Turgor kulit : Kembali lambat
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan
selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa
dehidrasi.
c) Diare dehidrasi berat Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di
bawah ini atau lebih:
 Keadaan Umum : Lesu, lunglai, atau tidak sadar
 Mata : Cekung
 Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
 Turgor kulit : Kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik)
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus.
Tabel 1. Kebutuhan oralit per kelompok umur
umur Jumlah oralit yang Jumlah oralit yang disediakan
diberikan tiap BAB di rumah
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari (2 bungkus)
1-4 tahun 100-200ml 600-800 ml/hari (3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari

5. Standar Pengobatan diare di Pelayanan Kesehatan Primer


Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter
berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan
pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang
dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi
pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan resiko sekecil mungkin
bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang
rasional. Pengobatan rasional menurut WHO 1987 yaitu pengobatan yang
sesuai indikasi, diagnosis, tepat dosis obat, cara dan waktu pemberian,
tersedia setiap saat dan harga terjangkau (Yusmaninita, 2009). Berdasarkan
buku panduan praktik klinis bagi dokter pelayanan primer tahun 2014 yang
dikeluarkan oleh Kemenkes dan IDI, kasus diare dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari
anamnesis pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB) lembek atau
cair. BAB dengan konsistensi lembek dan cair dapat bercampur darah atau
lendir. Frekuensi diare bisa mecapai ≥ 3 kali/24 jam. Beberapa pasien
mengeluhkan rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan
muntah serta tenesmus. Faktor Risiko Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan
yang kurang. Riwayat intoleransi laktosa, riwayat alergi obat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan yang penting untuk menegakkan
diagnosis klinis diare akut adalah mencari tanda dehidrasi. Bila tanda
dehidrasi sedang-berat ditemukan, mungkin pasien butuh rawat inap. Colok
dubur terkadang perlu dilakukan bila didapatkan diare berdarah (terutama
pasien usia > 50 tahun) untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan.
Pemeriksaan Penunjang perlu dilakukan adalah darah lengkap dan feses
lengkap. Pada pemeriksaan darah lengkap mungkin dapat ditemukan
leukositosis. Sedangkan pada feses lengkap dapat dilakukan analisis
mikrobiologi (jika memungkinkan).
6. Penatalaksanaan diare pada pelayanan primer:
a. Penatalaksanaan pada Pasien Dewasa
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh cepat dengan
sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare, sehingga jarang
diperlukan evaluasi lebih lanjut. Terapi dapat diberikan dengan
1. Memberikan cairan dan diet adekuat
a) Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang adekuat untuk
rehidrasi.
b) Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase transien.
c) Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau kafein,
karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
d) Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak mengandung
gas, dan mudah dicerna.
2. Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat antidiare
untuk mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi definitif.
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan pada pasien yang
diduga mengalami infeksi bakteri invasif, traveller’s diarrhea, dan
imunosupresi. Antimikroba: pada GE akibat infeksi diberikan
antibiotik atau antiparasit, atau anti jamur tergantung penyebabnya.
Obat antidiare, antara lain:
1. Turunan opioid: Loperamid atau Tinktur opium.
2. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan disentri yang
disertai demam, dan penggunaannya harus dihentikan apabila diare
semakin berat walaupun diberikan terapi.
3. Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien immunokompromais,
seperti HIV, karena dapat meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy.
4. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari atau
5. smectite 3x1 sachet diberikan tiap BAB encer sampai diare stop.
6. Obat antisekretorik atau anti enkefalinase: Racecadotril 3x1
Antimikroba, antara lain:
1. Golongan kuinolonyaitu Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 5-7
hari, atau
2. Trimetroprim/Sulfametoksazol 160 / 800 2x1 tablet/hari.
3. Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia, Metronidazol dapat
digunakan dengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7 hari.
4. Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan dengan
etiologi.
Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat dehidrasinya, pasien
ditangani dengan langkah sebagai berikut:
1. Menentukan jenis cairan yang akan digunakan
Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit yang
hipotonik dengan komposisi 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr
Natrium bikarbonat dan 1,5 KCl setiap liter. Cairan ini diberikan
secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan lain adalah cairan
ringer laktat dan NaCl 0,9% yang diberikan secara intravena.
2. Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan Prinsip dalam
menentukan jumlah cairan inisial yang dibutuhkan adalah: BJ plasma
dengan rumus:
3. Menentukan jadwal pemberian cairan:
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total kebutuhan
cairan menurut BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan
langsung dalam 2 jam ini agar tercapai rehidrasi optimal secepat
mungkin.
b. Satu jam berikutnya/jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian diberikan
berdasarkan kehilangan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi
inisial sebelumnya. Bila tidak ada syok atauskor Daldiyono
kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan
kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss.
Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada diare akut
apabila ditemukan:
1. Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus
dianalisa lebih lanjut
2. Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri, demam ≥
38,5oC, nyeri abdomen yang berat pada pasien usia di atas 50
tahun
3. Pasien usia lanjut
4. Muntah yang persisten
5. Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable
6. Terjadinya outbreak pada komunitas
7. Pada pasien yang immunokompromais.
DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung, Bertam G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Ed.8.


Jakarta : Salemba Medika Glance.

2. Mycek, Merry J dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Ed2.Jakarta :


Media medika.

3. Neal, M. J. 2006. At a Glance Farmakologi Medis Ed. 5. Jakarta :


Erlangga.

4. Setiawati, Arini dkk. 2001. Farmakologi dan Terapi ed. 4. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai