Pediatri
Cerebral Palsy
Disusun oleh:
Nahdiah Purnamasari, S.Ft., Physio., M.Kes
KEGIATAN BELAJAR
CEREBRAL PALSY
A. Definisi
Cerebral palsy merupakan brain injury yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi
pengendalian sistem motorik sebagai akibat lesi dalam otak, atau suatu penyakit
dari otak yang berhubungan dengan pengendalian fungsi motorik (Rodiyah, 2012).
The American Academy of Cerebral Palsy memberikan definisi yaitu berbagai perubahan
gerakan atau fungsi motor tidak normal dan timbul sebagai akibat kecelakaan, luka atau
penyakit pada susunan saraf yang terdapat pada rongga tengkorak. The United of Cerebral
Palsy Association, menyebutkan bahwa cerebral palsy menyangkut gambaran klinis yang
diakibatkan oleh luka pada otak, terutama pada komponen yang menjadi penghalang dalam
gerak sehingga keadaan anak yang dikategorikan cerebral palsy (CP) dapat digambarkan
sebagai kondisi semenjak kanak-kanak dengan kondisi nyata, seperti lumpuh, lemah, tidak
adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak yang disebabkan oleh patologi pusat
B. Etiologi
Masalah bisa terjadi pada saat pembuahan bergabung dan sebelum bayi dikandung
sehingga menghasilkan keadaan yang tidak normal yang berhubungan langsung dengan
c. Masalah gizi
b. Hipoksis Iskemik Ensefalopati (HIE). Saat lahir, bayi dalam keadaan tidak sadar,
bahkan tidak menangis dan justru mengalami kejang hingga kekurangan oksigen
d. Asfiksia. Bayi lahir tidak bernafas, bisa karena paru-paru penuh cairan atau karena
h. Bayi kuning
antara lain:
a. Infeksi pada selaput otak atau jaringan otak. Bila infeksinya terjadi dibawah tiga tahun
umumnya akan mengakibatkan cerebral palsy, sebab pada waktu itu otak sedang
dalam perkembangan menuju sempurna. Jadi anak yang terkena infeksi meningitis
radang selaput otak diusia 5 tahun dan menjadi lumpuh, ia tidak disebut cerebral
b. Kejang yang terjadi karena bayi terkena penyakit dan suhu tubuhnya tinggi kemudian
timbul kejang. Kejang dapat pula karena infeksi yang dialami anak. Kemungkinan lain
c. Trauma/benturan. Bayi yang sering mengalami jatuh dan menimbulkan luka dikepala,
C. Patomekanisme
Cerebral Palsy terjadi karena adanya kerusakan pada sel-sel otak yang berfungsi
untuk mengontrol pergerakan otot. Ketika sel-sel tersebut mati, maka tidak ada lagi impuls
yang diteruskan ke sel otot. Hilangnya kontrol pada otot dapat terlihat pada gejala-gejala
penderita cerebral palsy. Lesi otak pada suatu paralisis otak walaupun bersifat permanen
tetapi tidak progresif. Hilangnya fungsi neuron otak menyebabkan terjadinya pelepasan
sistem kontrol yang menyebabkan beban berlebihan dan disebut release phenomenon.
Gambaran lesi otak pada anak-anak dibagi berdasarkan luas dan lokasi lesi, termasuk pada
D. Manifestasi Klinis
Tanda awal cerebral palsy biasanya terlihat pada usia kurang dari tiga tahun. Orang tua
mulai mencurigai ketika fungsi motorik anak tidak normal. Bayi dengan cerebral palsy sering
mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya pada usia enam bulan belum bisa
membuat bayi tampak lemah dan lemas, kadang floppy. Peningkatan tonus otot/hipertonia
membuat bayi tampak kaku. Pada sebagian kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia
dan selanjutnya berkembang menjadi hipertonia setelah dua sampai tiga bulan pertama.
Anak-anak CP dapat pula menunjukan postur abnormal pada satu sisi tubuh (Fitriadi dkk.,
2014).
Elemen penting gangguan motorik pada CP adalah munculnya reaksi postural primitive
atau reflex primitive, seperti refleks tonus leher, assimetris dan simetris, refleks moro, dan
reaksi berjalan dan penempatan otomatis. Berat dan persistennya reaksi tersebut
berhubungan dengan berat dan tipe dari cerebral palsy. Faktor penting lainnya dalam hal
pengklasifikasian seorang anak dengan cerebral palsy adalah ada dan beratnya kecacatan
yang disebabkan oleh gangguan motorik. Oleh karena itu retardasi mental dan epilepsy biasa
terjadi pada anak dengan cerebral palsy dan kecacatan bisa menjadi lebih gawat dari
gangguan motorik itu sendiri dalam hal terbatasnya potensi untuk perbaikan fungsional
Gangguan motorik pada cerebral palsy dapat dibagi berdasarkan (Fitriadi dkk., 2014):
1. Disfungsi Motorik
a. Spastisitas
Lokasi lesi yang menyebabkan spastisitas terutama pada traktus kortikospinal. Pada
spastisitas terjadi peningkatan konstan pada tonus otot, peningkatan reflex otot
kadang di sertai klonus (refleks peregangan otot yang meningkat) dan tanda Babinski
positif. Tonic neck reflex muncul lebih lama dari normal namun jarang terlihat jelas, dan
reflex neonatus lainnya menghilang pada waktunya. Hipertonik permanen dan tidak
hilang selama tidur. Peningkatan tonus otot tidak sama pada suatu gabungan otot.
Lengan adduksi, siku dan pergelangan tangan fleksi, tangan pronasi, jari fleksi dengan
jempol melintang di telapak tangan. Kaki adduksi, panggul dan lutut fleksi, kaki plantar-
fleksi dengan telapak kaki berputar ke dalam. Tipe ini merupakan yang paling dominan
Lokasi lesi yang menyebabkan ketidaknormalan tonus otot terutama pada brain
stem. Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flaccid dan berbaring
dengan posisi seperti katak terlentang dan sulit dibedakan dengan bayi dengan
kelainan motor neuron, menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot
Saat berbaring tampak flaccid, namun bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus
ototnya berubah menjadi spastis. Refleks otot normal atau sedikit meningkat dan
klonus jarang ditemukan. Tanda Babinski bisa positif maupun tidak. Karakteristik dari
cerebral palsy tipe ini adalah refleks neonatus dan tonic neck reflex menetap, kadang
terbawa hingga masa kanak-kanak. Refleks tonus otot dan refleks moro sangat jelas.
Sindrom dari perubahan tonus otot dapat disertai dengan choreoathetosis dan ataxia.
Sekitar 10-25 persen anak dengan cerebral palsy mengalami sindrom ini.
c. Choreoathetosis
Lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah ganglia basalis. Dimana 5-
memiliki gangguan pergerakan dengan karakteristik pergerakan yang tidak disadari dan
sikap yang abnormal. Pasien biasanya flaccid pada 6 bulan pertama lahir dan kadang
salah diagnosiskan dengan gangguan motor unit. Gerakan yang tidak disadari dan
neonatus kadang tampak, spastisitas dan ataxia bisa ditemukan. Kecacatan motorik
d. Ataxia
Lokasi lesi utama yang menyebabkan kelainan ini adalah cerebellum. Dimana 1-15
persen anak dengan cerebral palsy menunjukkan ataxia. Pasien dengan kondisi ini
Menjelang akhir tahun pertama ketika mereka memulai menjangkau suatu objek dan
e. Bentuk campuran
Choreoathetosis di sertai spastisitas atau dengan sindrom perubahan tonus adalah
tipe campuran yang paling sering dari disfungsi motorik, tapi semua jenis kombinasi
dapat terjadi.
2. Disfungsi Non-motorik
b. Konvulsi
c. Retardasi pertumbuhan
d. Gangguan sensorik
e. Gangguan penglihatan. Paling sering adalah strabismus yang biasa di temukan pada
f. Gangguan pendengaran
g. Kesulitan berbicara
Pre-natal Peri-natal Post-natal
Cerebral Palsy
Motorik Non-motorik
1. Spastisitas 1. Gangguan
2. Perubahan tonus perkembangan mental
otot 2. Konvulsi
3. Choreoathetosis 3. Retardasi
4. Ataxia pertumbuhan
5. Campuran 4. Gangguan sensorik
5. Gangguan penglihatan
6. Gangguan
pendengaran
7. Kesulitan berbicara
2012), yaitu:
1. Gejala awal
Pada umumnya cerebral palsy dapat terlihat pada usia kurang dari 3 tahun, dan dapat
dicurigai pada kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi yang mengalami
dan sebagainya. Pada umumnya, diagnosis pada anak di bawah umur 6 bulan sulit
ditegakkan, karena pada umur di bawah 6 bulan, tidak banyak milestone perkembangan
yang bisa di nilai. Padahal, dengan diagnosis dini dan penanganan yang dini pula,
2. Pemeriksaan fisik
Pada hal ini penderita cerebral palsy melakukan pemeriksaan kemampuan motorik
bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat kehamilan, persalinan dan
kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan refleks dan mengukur perkembangan
a. IMT
b. Lingkar kepala
c. Deep Tendon Reflex (Achilles pes refleks dan Knee pes refleks)
d. Refleks primitive
e. Clonus test
f. Asworth test
g. Palpasi
h. MMT
i. Tes Kontrol Postural (Kepala, Badan, Tangan, dan Kaki)
j. Tes Koordinasi
k. Muscle Lenght Test
l. Pemeriksaan visual
m. Pemeriksaan auditori
n. Denver II
Untuk memudahkan diagnosis, Levine membagi kelainan motorik pada cerebral palsy
minimal terdapat 4 kelainan pada 6 kategori motorik di atas dan disertai oleh proses
dalam evaluasi anak cerebral palsy jika etiologi tidak dapat ditemukan.
F. Diagnosis Banding
1. Mental subnormal
4. Kelainan persendian
6. Gerakan normal
7. Berjalan berjinjit
10. Penyebab lain dari gerakan invonlunter. Penyebab yang dimaksud termasuk didalamnya
adalah tremor, spasme torsi, spasme nutans, korea dan tik. Sering membingungkan
adalah antara athetosis dangan ataksia, sebelum gerakan involunter yang khas timbul.
Harus dapat membedakan athetosis dengan gerak yang lebih tidak teratur pada korea
Teknik-teknik fisioterapi yang dapat diberikan kepada anak cerebral palsy (Ulaiqoh,
1. Massage
dilaksanakan oleh tangan secara sistematis dan bertujuan memberikan pengaruh pada
sistem otot, susunan syaraf serta sirkulasi umum lainnya. Ada beberapa macam
manipulasi yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan diberikannya massage.
Macam-macam manipulasi yang dapat diberikan kepada anak yang mengalami cerebral
a. Stroking
untuk daerah yang luas atau dengan ujung-ujung jari atau ibu jari untuk daerah yang
sempit. Kelembutan dan irama dari manipulasi ini dapat menenangkan syaraf-syaraf
dan dapat mengurangi rasa sakit dan kekejangan otot. Dengan penggunaan massage
ini, diharapkan anak cerebral palsy yang mengalami spastik akan merasa lebih rileks,
b. Petrissage
teknik massage ini, pada penyandang cerebral palsy jenis spastik adalah untuk
spastisitas.
yang sering di gunakan banyak terapis adalah NDT (Neuro Developmental Treatment).
Teknik yang digunakan pada NDT adalah Stimulasi, Inhibisi dan Fasilitasi. NDT adalah
metode terapi yang populer dalam pendekatan intervensi pada bayi dan anak-anak
dengan disfungsi neuromotor (Fadil, 2013). Pendekatan NDT untuk CP adalah yang paling
luas dan secara klinis diterima untuk menargetkan sistem saraf dan neuromuskuler
sentral dan mengajarkan otak untuk meningkatkan keterampilan kinerja motorik dan
Terapi NDT ini berfokus pada normalisasi otot hipertonus atau hipotonus. NDT
digunakan untuk melatih keseimbangan dan gerakan anak. Metode ini dimulai dengan
terjadinya gerakan-gerakan normal. Tujuan dari terapi NDT ini adalah untuk memperbaiki
dan mencegah postur dan pola gerakan abnormal dan mengajarkan postur dan pola
gerak yang normal. Adapun teknik yang digunakan adalah (Ichsan, 2014):
a. Inhibisi
yang berlebihan dengan menggunakan sikap hambat reflek atau Reflex Inhibitory
Patterns (RIP).
b. Fasilitasi
Hal ini pola gerak normal menggunakan teknik tertentu yang berfungsi untuk
c. Stimulasi
Merupakan suatu upaya untuk memperkuat dan meningkatkan tonus otot melaui
Exercise terapi sering merupakan kegiatan utama yang didukung oleh modalitas-
modalitas lain. Pengembalian fungsi gerak merupakan salah satu tujuan utama dari
layanan fisioterapi. Terapi latihan ini dilakukan untuk merehabilitasi penderita yang
mengalami hambatan dalam kondisi fisiknya sehingga dapat berfungsi atau mendekati
Pada anak yang mengalami cerebral palsy, pemberian terapi latihan ini terutama
cerebral palsydengan tujuan utama mengoptimalkan fungsi tubuh. Fungsi tubuh dalam
hal ini meliputi: keseimbangan, koordinasi, fleksibilitas, mobilitas, kontrol motorik, yang
mengalami hambatan atau gangguan pada anak yang mengalami cerebral palsy.
bertujuan untuk memperbaiki kekuatan otot dan fungsi tubuh pada pasien dengan
gangguan neurologis. Dan pada penelitian inididapatkan hasil bahwa pemberian terapi
ini dapat memberikan latihan-latihan yang menarik bagi anak-anak penderita Cerebral
Palsy (CP) dalam aspek fungsional objektif, dan pelatihan yang dilakukan secara berulang
di lingkungan penderita dapat merangsang aktivitas dan partisipasi yang pada akhirnya
Cerebral Palsy
Problem fisioterapi
1. Perubahan tonus otot
2. Kelemahan otot
3. Limitasi ROM
4. Gangguan postur
5. Gangguan keseimbangan
6. Gangguan ADL
Modalitas terpilih
1. Masssage
2. NMT
3. NDT
4. Exercise Therapy
5. ADL exercise
Fadil. 2013. Kombinasi Neuro Developmental Treament dan Sensory Intergration Lebih Baik
Daripada Hanya Neuro Developmental Treatment untuk Meningkatkan Keseimbangan
Berdiri Anak Down Syndrome. (Tesis). Denpasar: Program Studi Fisiologi Olahraga-
konsentrasi Fisioterapi, Universitas Udayana.
Fitriadi, Yogi, Sareharto, Tun Paksi, Istiadi. 2014. Pengaruh Penyuluhan Tentang Palsi Cerebral
Terhadap Pengetahuan Masyarakat Umum. Semarang: Universitas Diponegoro.
Hazmi, D.F. 2013. Kombinasi Neuro Developmental Treatment dan Sensory Integration Lebih Baik
daripada Hanya Neuro Developmental Treatment untuk Meningkatkan Keseimbangan
Berdiri Anak Down Syndrome. Sport and Fitness Journal, (Online), Vol. 2, No. 1,
(https://ojs.unud.ac.id, diakses pada tanggal 29 Agustus 2019).
Ichsan, M.K. 2014. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy Spastic Athetoid
Quadriplegi di Pediatric and Neurodevelopmental Therapy Centre (PNTC). Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rodiyah. 2012. Efektivitas Terapi Wicara untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Anak
dengan Gangguan Cerebral Palsy di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Malang. Skripsi.
Malang: Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
TUGAS
Bukalah menu TUGAS pada laman SIKOLA mata kuliah ini.
Setelah membaca modul ini, kemukakan pendapat anda tentang video dan laporan kasus yang
dibuat oleh teman anda dan berikan masukan tentang pemeriksaan dan penanganan yang perlu
diperbaiki atau ditambahkan.